Di kota Jakarta saat ini tengah di guyur hujan deras, dan waktu sudah menunjukan pukul 12 malam, tetapi ada seorang gadis yang tengah berjalan di derasnya hujan itu, gadis itu adalah Diana Amelia.
Diana berjalan menembus hujan itu untuk mengunjungi kafe malam yang jaraknya sudah tak terlalu jauh.
Saat ia masuk ke tempat itu, ia melihat banyak orang yang sedang tertawa dan berjoget-joget menikmati musik yang bergema di tempat itu.
Kini ia berjalan menuju seorang wanita yang tengah berpelukan dengan seorang lelaki, tanpa bicara apapun Diana langsung duduk di sofa itu.
"Ya ampun Diana lu ngapain basah-basahan ke gini?" ucap Cherly yaitu sahabat Diana, yang sadar jika ada seseorang yang duduk di sampingnya.
"Biasa lah di rumah ada perang Dunia ke tiga lagi," balas Diana malas, sambil mengambil gelas minum bekas Cherly.
"Perang mulu lu mah," saut Juan, dia adalah pacar Cherly sekaligus teman Diana.
"Tau ah males anjir, " ketus Diana sambil minum, dan menyenderkan badannya di sofa.
"Lu gak mau ganti baju dulu gitu? Basah tau baju loh, nanti lu sakit gimana? " cemas Cherly yang melihat Diana sudah kedinginan.
"Ya kalau gue bawa baju, dari tadi juga gue udah ganti bego," jawab Diana agak ketus.
"Ya udah nih pakai baju gue dulu," balas Cherly sambil melemparkan baju yang ia bawa kepada Diana.
"Ya udah gue ganti baju dulu di kamar mandi," ujar Diana sambil berjalan menuju kamar mandi dan membawa pakaian yang tadi Cherly berikan padanya.
"Di sini aja kali ganti bajunya," ledek Juan sambil menaik turunkan alisnya.
"Kampret luh," balas Diana sambil pergi ke kamar mandi.
Setelah sampai di kamar mandi, kini Diana sudah selesai mengganti bajunya, namun saat ia akan keluar ia malah mendengar suara desahan dari kamar mandi sebelah nya.
Karena Diana adalah orang yang sangat kepo, ia langsung mengintip kamar mandi tersebut, ia membuka sedikit pintu kamar mandi dengan sangat perlahan.
Dan pastinya Diana sangat terkejut saat ia melihat seorang wanita dan lelaki tengah bercumbu di kamar mandi, bahkan Diana kini memperhatikan seorang lelaki yang ada di sana dengan tatapan jijik.
Diana memang nakal namun ia tidak pernah melakukan hal bejat seperti itu, bahkan ia kini sangat membenci pria tersebut, ia meninggalkan kamar mandi tersebut dengan berbagai macam pikiran.
"Bagaimana ini, barusan aku sudah mengotori kesucian mataku, ah dasar aku ini," ucapnya dalam hati sambil berjalan kembali ke tempat Cherly.
"Kenapa luh Diana?" tanya Cherly yang heran melihat sahabat nya malah cemberut setelah pulang dari kamar mandi.
"Ahh bodoh banget sih gue," histeris Diana sambil memegang kepalanya.
"Kenapa lu hah?" tanya Juan yang juga heran.
"Kalian tau gak? Tadi gue di kamar mandi liat orang yang lagi bercumbu, ahhh gue udah ngehancurin kesucian mataku, " jelasnya dengan penuh dramatis dan lebay.
Sementara itu Cherly dan Juan hanya tertawa mendengar ucapan Diana barusan, bagaimana tidak Diana bisa sepolos itu. Padahal ia harusnya tau tempat apa ini sebenarnya.
"Lo bego apa gimana sih?" Tanya Juan sambil menahan tawanya.
"Gak kok, " ucap Diana yang masih membayangkan kejadian yang baru saja ia lihat.
"Lu pikir ini tempat apa Diana? Ya wajar aja lah ada orang yang bercumbu gitu, kalau lu gak mau liat ke begituan pergi nya ke masjid," saut Cherly sambil tertawa lepas.
"Oh gitu yah," polos Diana mengangguk.
"Iya sayang," balas Cherly sambil merangkul pundak Diana.
"Lepasin ah geli," Diana melepaskan tangan Cherly yang ada di pundaknya.
Beberapa saat kemudian, Diana berada di tempat itu sudah cukup lama, kini bahkan waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, dengan keadaan mabok ia keluar dari tempat itu, sebenarnya tempat itu juga adalah toko bunga, jika di siang hari, biasa untuk menghindari rajia polisi.
Saat Diana sudah berada di luar, ia sudah tidak tahan lagi dengan rasa pusing akibat dari minumannya, hampir saja ia terjatuh, namun ada seorang lelaki yang menangkap tubuh Diana.
Diana saat ini setengah sadar, yah ia memang masih bisa berdiri dan ia pun kembali berdiri dan berterima kasih pada orang yang menolongnya, namun ia tidak bisa melihat jelas sosok lelaki itu.
Sebenarnya lelaki itu adalah lelaki yang tadi ia lihat di kamar mandi, dia bernama Julian Felix, saat ia melihat Diana ia langsung tertarik pada nya.
"Lu gak papah?" tanya Julian yang melihat Diana mabok sambil merangkul pundak Diana untuk membantu Diana berdiri.
"Gue gak papah kok, sekali lagi makasih gue pergi dulu yah, " jawab Diana sambil pergi menuju mobilnya.
"Nama lu siapa?" teriak Julian.
"Diana," balas Diana masih dalam keadaan setengah sadar.
"Gue Julian, gue berharap bisa ketemu lu lagi yah," ucap Julian lantang, sambil tersenyum dan melambaikan tangannya pada Diana.
Namun karena kondisi Diana masih mabok jadi ia hanya mendengar samar-samar apa yang Julian katakan, ia tidak bisa mendengar dengan baik ketika mabuk.
Kini Diana sudah berada di mobilnya, dan pergi pulang kerumahnya.
Diana sudah sampai di rumahnya, dengan susah payah ia akhirnya masuk kerumahnya, dalam keadaan yang setengah sadar.
Saat ia akan menuju kamarnya, ayah Diana sudah siap untuk memarahi Diana karena baru pulang.
"Kenapa kamu baru pulang? Kamu gak liat ini jam berapa?" tegas Gilang ayah Diana, sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar Diana, dan menghalangi Diana untuk masuk.
"Apaan si Pa pusing? Aku mau tidur, " balas Diana dengan suara yang goyah, Diana sudah ngantuk dan ingin segera pulang.
"Iya pusing karena abis mabok, Papa udah berapa kali larang kamu buat minum-minum kenapa kamu gak turutin permintaan Papa?" bentak Gilang.
"Au ah Pa pusing," balas Diana sambil nyelonong masuk ke kamar nya dan menutup pintu kamar dengan sangat keras
Sementara Gilang hanya bisa bersabar dengan sikap anak nya tersebut. Gilang mengelus dadanya menenangkan perasaannya yang sudah naik pita.
"Papa besok akan jodoh kan kamu dengan teman Papa, karena Papa dan mama sudah pusing dengan sikap kamu, " Teriak ayahnya yang masih di depan pintu kamar Diana.
Diana yang mendengar ucapan ayahnya tidak peduli, kini ia hanya ingin tidur karena sudah tidak tahan lagi dengan pusingnya. Diana menjatuhkan tubuhnya ke kasur, Diana menutup matanya dan mulai tertidur.
Gilang berjalan meninggalkan kamar Diana, rasanya tidak ada gunanya bicara panjang lebar di depan pintu kamar Diana. Karena Diana sudah pasti tidak akan mau mendengar semua ucapan Gilang.
Kini hari sudah mulai siang, bahkan sudah sedari tadi matahari memperlihatkan sinar nya, namun Diana masih tertidur pulas di kasur kesayangan nya dengan memeluk guling, mungkin kini Diana masih bermimpi.
Tok tok tok.
Seseorang mengetok pintu kamar Diana dengan kasar, membuat tidur Diana terganggu, dengan kesal ia membuka matanya dan turun dari kasur untuk membuka pintu kamar.
Saat ia membuka pintu kamarnya ternyata yang barusan mengetuk pintu adalah ayahnya sendiri.
"Baru bangun kamu?" ketus Gilang sambil berkacak pinggang.
"Papa gak liat apa? Ya iya lah, lagian ada apa sih bangunin aku? Masih ngantuk tau gak," ucapnya tak kalah ketus sambil melipat tangannya di dada.
"Cepet mandi dan ganti baju, kita akan bertemu dengan anak teman Papa yang akan di jodoh kan dengan kamu," ucap Gilang sebelum meninggalkan Diana.
bukannya langsung mandi Diana malah meledek Gilang dengan cara mengikuti apa yang ayahnya bicara kan sebelum kembali masuk ke kamar untuk mandi.
Setelah mandi dan beres-beres kini Diana sudah siap pergi dengan menggunakan dress pendek berwana putih dan rambut yang ia gerai lalu tak lupa ia juga merias wajah cantik nya, yah walaupun jika ia tidak dandan ia akan tetap terlihat cantik.
Dengan anggun nya Diana menuruni tangga rumahnya.
"Ayok," seru Gilang yang sudah melihat anak nya menuruni tangga.
"Pa Mama gak ikut?" tanya Diana sambil melihat ke arah kamar ibunya.
"Males katanya," jawab Gilang sambil berjalan keluar.
Wajah Diana yang awalnya memang sudah cemberut menjadi tambah cemberut.
Setelah mereka sampai di kafe yang sudah di janjikan, kafe itu sangat mewah sekali, Diana dan Gilang tengah menuju sebuah meja yang sudah mereka pesan.
Diana langsung duduk, begitu pula dengan Gilang, seperti nya teman ayahnya itu belum datang.
Tak lama kemudian teman ayah Diana datang bersama anaknya.
Gilang dan Diana pun berdiri menyapa mereka, namun saat Diana melihat seorang lelaki di hadapannya wajah itu seperti pernah ia lihat, namun entah dimana, tapi Diana yakin kalau ia pernah melihat wajah itu
"Lu Diana kan?" tanya Julian dengan senyum tipis di bibirnya.
"Hm, " datar Diana sambil kembali duduk.
"Lu gak inget sama gue?" tanya kembali Julian.
Kini Diana semakin memikirkan dia siapa, sampai ia mengingat kejadian semalam, iyah dia adalah orang yang ia lihat di kamar mandi itu, kini mata Diana membesar dan menatap lelaki di depannya dengan tatapan jijik.
"Semalem kita ketemu loh, tapi waktu kamu mabuk, " ucap Julian pelan, supaya tidak di dengar oleh orang tuanya.
Diana semakin terkejut.
"Apa dia semalam ketemu aku waktu mabuk? Apa yang dia lakuin sama gue yah? Apa jangan-jangan dia ngapa-ngapain gue lagi, " ucapnya dalam hati.
"Ikut gue bentar," kini Diana menarik tangan Julian untuk pergi dari sana.
Diana berhenti di sebuah lorong menuju kamar mandi, dengan tatapan penuh selidik Diana menatap Julian.
"Lu semalem waktu gue mabuk gak ngapa-ngapain gue kan?" tegas Diana dengan tatapan menakutkannya.
"Selow dong, emang kalau gue ngapa-ngapain lu, lu mau apa?" canda Julian sambil menampilkan senyuman miring nya dan ia juga tidak mau kalah ia kini menatap Diana dengan tatapan membunuh ciri khas nya.
"Ahhh jangan takut-takuti gue deh," sinis Diana sambil histeris.
"Dasar polos, " ucapnya dalam hati.
Namun tiba-tiba Julian mendorong tubuh Diana membentur tembok, kini mereka saling berhadapan, sangat dekat bahkan mereka bisa merasakan hembusan nafas masing-masing.
Dengan cepat Julian mencium bibir mungil milik Diana, sungguh Diana sangat terkejut namun ia juga menikmati itu ia tidak pernah merasakan hal seperti itu.
Kini Julian memainkan lidah nya di bibir Diana, dengan sesekali ia menggigit bibir Diana.
Saat Diana sadar bahwa apa yang sudah ia lakukan ia langsung mendorong tubuh Julian dengan keras.
"Gila lu yah?" bentak Diana sambil mengusap bibirnya.
"Tapi enak kan?" goda Julian sambil mencondongkan mukanya pada Diana.
"Kampret," ketus Diana sambil menampar pipi Julian.
Bukanya marah Julian malah menampilkan senyum miring nya pada Diana, sambil berkata" Bibir loh manis."
"Dasar bajingan, lu udah ambil first kiss gue tau gak, " sinis Diana sambil beranjak pergi dari tempat itu, namun tangannya malah di tahan oleh Julian.
"Tadinya gue bakal nolak perjodohan ini, tapi saat gue tau lo yang akan di jodohkan, gue jadi tertarik," ucap Julian dengan nada suara yang menyeramkan dan tatapan mata yang menusuk.
"Tapi sayang gue gak tertarik, " sinis Diana, tak kalah menyeramkan.
"Tapi lu gak bisa nolak, jadi lu bakal jadi mainan gue selanjutnya nya inget itu, " ancam Julian sambil melepaskan dan meninggal Diana mematung dan Julian kembali menatap Diana dengan tatapan membunuhnya.
Diana benar-benar sangat ketakutan, seperti nya Julian itu bukan orang sembarangan dari tatapannya saja itu mampu membuat musuh ketakutan sebelum perang.
Kini Diana mengikuti langkah Julian yang kembali ke kursi nya, dengan mata yang iya tundukkan ia langsung duduk di kursi.
"Kalian udah saling kenal ternyata?" tanya Gilang pada Julian.
"Udah kok om, bahkan kita udah saling pas kok, " Jawab julian dengan senyum penuh dusta nya.
Diana kembali memberanikan diri untuk menatap Julian sambil mengerutkan dahinya, sedangkan Julian membalas nya dengan alis yang ia angkat sebelah.
"Ya sudah kalian mencoba saling lebih mengenal satu sama lain lagi aja, biar kalian makin serius," ucap dodo ayah Julian.
Julian kembali menatap Diana seperkian detik sebelum akhirnya menatap ayahnya dan menjawab pertanyaan ayahnya.
"Itu pasti," ucapnya.
Beberapa saat kemudian mereka sudah mau pulang, tapi Julian mengajak Diana untuk main dulu ke sebuah tempat. Mau tak mau akhirnya Diana pergi ke tempat yang ingin Julian kunjungi.
Diana sudah berada di mobil Julian, tetapi di perjalanan Diana merubah pikirannya. Ia malah ingin turun dari mobil Julian dan pulang saja ke rumahnya karena ia merasa ada yang tidak beres dengan Julian.
"Aku mau pulang, cepat turunin aku di sini," pinta Diana.
Julian menghentikan mobilnya lalu menatap ke arah Diana dengan tatapan tajam, "Jangan membantahku," tegas Julian.
Diana mematung karena melihat tatapan Julian dan nada bicara Julian yang sangat menakutkan, Diana gelagapan tak tau harus bicara apa.
"Ikuti saja apa yang aku ingin lakukan," tambah Julian tak mau perintahnya tak di turuti.
Diana terdiam, namun ia berpikir untuk melarikan diri. Saat Diana akan membuka mobil Julian tiba-tiba Julian menguncinya kembali, "Aku sudah bilang padamu, diam lah jangan berbuat hal yang akan melukai dirimu sendiri," ucap Julian dingin tanpa menatap Diana.
Diana semakin ketakutan, tak tau harus bicara apa lagi dan melakukan apa lagi.
Julian membawa Diana kesebuah rumah kosong dekat rumahnya, kini Diana benar-benar ketakutan bahkan tubuh sangat bergetar, nafas nya tidak beraturan, dan juga detak jantung yang berdenyut tidak wajar, wajahnya sudah memucat.
"K-kamu m-mau b-bunuh a-aku, " polos Diana sambil ketakutan, ia tak henti-hentinya memperhatikan setiap inci rumah itu. Diana menganggap Julian akan membunuhnya dan melakukan hal yang bejat padanya.
Namun Julian hanya tersenyum menyeringai melihat Diana yang sudah sangat ketakutan, entah kenapa Julian malah suka dengan ketakutannya Diana saat ini, sebenarnya tak ada niatan untuk membunuh Diana atau mengajaknya ke tempat ini, tapi karena tadi Diana menolak ajakannya akhirnya Julian membawa Diana ke tempat ini.
Julian memegang kepala Diana dan dengan rasa takut Diana mengangkat kepalanya menatap dengan raut takut wajah Julian yang kembali seperti biasa.
"Lu tenang aja gue gak bakal bunuh loh kayak yang lainnya, karena lu bakal jadi calon istri gue," bisik Julian tepat di telinga Diana. Sepertinya Julian tertarik pada Diana.
"Aku mau pulang," lirih Diana sambil menghapus air matanya yang tadi tidak sengaja turun tanpa sadar. Diana semakin ketakutan saat Julian berkata membunuh seperti yang lainnya, berarti sebelum ini Julian pernah membunuh orang lain, itulah yang saat ini ada di kepala Diana.
Kini tanpa jawaban Julian langsung saja menarik tangan Diana menuju mobilnya.
Di perjalan Diana sama sekali tidak berbicara apapun pada Julian. Rasa takutnya membuat Diana tak tau harus melakukan apapun, bahkan berpikir untuk kabur pun ia tak mampu.
"Lu kenapa masih takut? " tanya Julian menatap Diana.
"Lu psikopat yah? " tanya Diana ragu-ragu.
"Emangnya kalau iya kenapa?" tanya balik Julian.
"Takut, " polos Diana, dengan raut wajah yang benar-benar sedang ketakutan.
Saat Julian melihat raut wajah Diana yang lucu baginya, ia tertawa lepas.
"Ih kok malah ketawa sih?" kesal Diana.
"Biarin," balasnya sambil tersenyum penuh misteri.
Kini mereka sudah sampai di rumah Diana dengan cepat ia langsung turun dari mobil Julian, saat Julian akan pergi ia membuka kaca mobilnya terlebih dahulu.
"Besok gue jemput," datar Julian sebelum kembali memajukan mobilnya, membuat Diana tidak bisa menolak permintaan Julian.
Yah sebenarnya kalau tidak langsung di majukan juga Diana akan tetap menyetujui nya, yah karena dia takut jika harus mati muda hanya karena menolak ajakan dari Julian untuk berangkat bareng ke kampus.
kini dengan tatapan kosong Diana berjalan lunglai masuk ke rumah, hari sudah mulai malam.
"Kenapa baru pulang? " tegas Dea ibunya Diana sembari menatap Diana dengan tatapan sinis.
"Ya maaf," datar Diana sambil terus melanjutkan langkah nya.
"Kamu tuh bisa gak kalau orang tua lagi ngomong tuh dengerin?" marah Dea sambil berkacak pinggang dan terus menatap Diana.
Mendengar ucapan ibunya yang membuat telinga Diana memanas, ia menghentikan langkah nya dan berbalik menatap ibunya dengan tatapan tajam.
"Emang anda orang tua saya gitu? Apa pantas anda berbicara seperti itu setelah apa yang anda lakukan pada saya? " balasnya sambil tersenyum miris dan kembali melanjutkan langkah nya.
Kini Dea semakin dibuat marah oleh Diana, bahkan matanya sudah mau keluar karena menatap Diana yang sudah mulai menjauh dari pandangan nya.
Saat ia akan kembali memarahi Diana, Gilang menahannya dan memberi isyarat biarkan saja Diana istirahat dikamar.
Diana sudah berada di kamarnya, ia membanting tasnya ke sembarangan arah, dan menjatuhkan tubuh nya ke kasur.
Kini ia tengah memikirkan nasib hidup nya, bagaiman kehidupan ia kedepannya, ia sudah sangat muak dengan masalah keluarga nya yang tidak pernah akur, kini di tambah dengan jodohnya yang tak lain adalah seorang psikopat, tapi Diana masih belum yakin sih tentang Julian.
"Ahhhhhhh kenapa harus kaya gini sih?" teriak Diana frustasi memikirkan kehidupannya.
Sementara itu Julian kini berhenti di sebuah bangunan kotor yang tidak terurus, ia turun dari mobilnya dan masuk ke bangunan itu, ia berjalan dengan gagahnya dan tatapan kosong.
Namun tak seperti di luar, di luar tempat itu terlihat sepi, tetapi saat masuk ke dalam di sana sangat ramai. Karena tempat ini adalah tempat pertarungan Ilegal di mana tempat ini juga di jadikan tempat judi.
Dan petarung tetap di sana adalah dirinya, saat ia baru saja sampai ia langsung di hampiri oleh seseorang yang tak lain adalah teman dirinya yang bernama Kris, ia juga petarung di sana namun masih di bawah Julian.
"Hay bro, " sapa Kris sambil berjabat tangan ala lelaki.
"Kapan mulainya?" tanya Julian setengah berteriak karena di tempat itu sangat berisik.
"Bentar lagi, ke sana yuk," balas Kris sambil mengajak Julian pergi dari sana menuju ruang khusus petarung.
Kini Julian dan Kris sudah berada di tempat itu, saat sudah sampai Julian langsung memakai sebuah masker di wajahnya untuk menutupi jati dirinya, di tempat ini ia memiliki nama samaran yaitu Black, mencerminkan dirinya.
"Udah siapa?" tanya seorang pria dengan jas yang masuk ke ruang itu untuk melihat petarung nya.
Sementara itu Julian hanya mengangguk dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, setelah itu ia kini berjalan keluar menuju ring. Untuk memulai pertarungannya sesegera mungkin.
"Mari kita sambut petarung bertahan kita, black, " teriak seorang pembawa acara di sana menyambut kedatangan Black atau Julian.
Saat julian naik, begitu banyak orang yang menyoraki dan terkagum-kagum padanya, walau Julian memakai masker, Namun aura tampan nya masih terlihat jelas dan sangat berkharisma.
Julian tengah siap membunuh lelaki di depannya, dengan tatapan Elang ketika mengincar mangsa dan juga kilatan tatapan tajam yang sudah siap membunuh musuhnya tersebut.
Tak perlu waktu lama bagi julian untuk memenangkan pertandingan itu, bahkan kini ia sudah membuat lawannya tidak bisa berbuat apa-apa, padahal ini baru ronde pertama.
Bahkan sekarang ia ingin membunuh lelaki itu, namun wasit kembali mencoba menenangkan nya.
"Dan pemenang nya adalah juara bertahan kita, " teriak pembawa acara dengan lantang, sambil mengangkat tangan Julian.
Tetapi Julian masih menatap tajam lelaki yang tengah kesakitan olehnya itu, namun lelaki itu malah membalas tatapan Julian tak mau kalah.
Julian merasa pria itu telah menantangnya lebih dari hanya pertandingan ini saja.
Memang begitu lah Julian ia tidak pernah suka jika ada orang yang menatapnya penuh kebencian, sudah banyak orang yang ia bunuh ketika pulang dari tempat itu, karena mereka menatap Julian penuh kebencian karena mereka tidak Terima di kalah kan oleh julian dengan begitu cepat.
Saat ini Julian sudah merencanakan pembunuhan untuk pria di hadapannya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!