NovelToon NovelToon

PENCULIKKU, CINTA MATIKU

GELORA NAFSU PENCULIK

Bram adalah mafia pembunuh dan penculik bayaran.

Bram adalah lelaki yang berperawakan tinggi besar, berwajah dingin, ada bekas sayatan di pelipis, memiliki kulit kecoklatan, matanya dengan kornea berwarna biru, namun ia memiliki wajah yang tampan. Sorot matanya tajam.

Bram memasuki sebuah ruangan yang sudah disiapkan oleh orang yang memberi imbalannya.

Kali ini bayarannya tidak main-main, 500 juta untuk menculik seorang gadis yang merupakan anak seorang menteri pertahanan di sebuah negara Belva. Gadis itu bernama Belinda.Belinda adalah puteri satu-satunya dari meteri pertahanan, yaitu Jendral Gondesh. Menteri Gondesh adalah orang yang berpengaruh di negara Belva.

Negara Belva adalah negara yang banyak ditakuti beberapa negara tetangga, yang terkenal dengan tingkat keamanan tingkat tingkat tingginya.

Untuk masuk ke negara Belva, wisatawan tidak hanya harus memiliki pasport antarnegara, tetapi juga harus punya kartu otoritas yang disahkan oleh tempat mereka bekerja bila mereka bekerja di suatu instansi pemerintah ataupun swasta.

Bahkan wisatawan pun, harus memakai jasa armada dan agen travel yang punya lisensi dari pemerintahan divisi keamanan negara Belva, yang khusus berlisensi dari pemerintah dan bukan agen travel lokal atau dari negaranya masing-masing. Saking ketatnya pengamanan di sana, tiap rombongan tur, harus memiliki guide dari negara Belva yang khusus mengantar dan menjadi mata-mata pemerintah. Tiap ruas jalan pertokoan dan jalanan dilengkapi CCTV yang terhubung dengan tiap biro pemerintahan. Terbayang bukan, betapa sibuknya para pegawai pemerintahan di sana.

Di sana tiap kelompok wisatawan berhak untuk menentukan pilihan untuk tempat wisatanya hanya di 5 tempat saja, tidak boleh lebih.

Dan kali ini Bram mendapatkan tugas sedikit berat, yaitu misi menculik, anak Mentri pertahanan negara Belva, Belinda, anak dari Menteri Pertahanan, yaitu Jendral Gondesh. Jendral Gondesh memiliki istri, Nyonya Betilda. Nyonya Betilda adalah kerabat dekat dari Presiden negara Belva, yaitu Presiden Ziviliado.

Belinda, adalah seorang gadis yang cantik.

Dengan pesona perempuan muda yang memancing kekaguman para lelaki.

Fotonya banyak diambil paparazi, dari kamera jarak jauh, mereka mengabadikan Belinda yang bersekolah, turun dari mobilnya, maupun saat ia bertamasya bersama keluarganya. Keluarga ini merupakan kerabat dekat dari Presiden Ziviliado, Presiden negara Belva, sehingga mendapat pre village dalam berbagai akses kegiatan.

Belinda bersekolah di Senior Hight School Xilem, di kelas 12.

Dia adalah pelajar akselerasi.

Belinda sering mendapatkan juara dalam beberapa olimpiade, sains, dan bahasa. Ia juga pernah memenangkan juara pertama model sampul majalah remaja. Belinda populer di negaranya maupun di beberapa negara tetangga.

Presiden Ziviliado sudah 20 tahun menjadi Presiden negara Belva, menggantikan ayahnya presiden terdahulu. Berdasarkan rumor yang beredar Presiden Ziviliado akan menikahkan anaknya Petrico dengan anak Mentri Pertahanan, Jendral Gondesh, yaitu Belinda. Bila mereka sudah lulus kuliah nanti mereka akan dinikahkan dalam pesta yang meriah.

Ini adalah negara dengan kekuasaan atas nama kekeluargaan. Dinasti Negara Belva akan berlangsung sampai anak dan cucunya.

Negara merupakan negara maju di berbagai lini kehidupan, di bidang ekonomi yakni eksport import, minyak bumi, tambang emas, dan di bidang agraria.

Banyak negara lain yang ingin memiliki sumber daya alam seperti negara Belva.

Beberapa negara sekitar ada yang melakukan siasat, dengan membujuk Presiden Ziviliado menjual beberapa pulau terpencil yang ada di negara Belva. Pulau-pulau yang potensial memiliki sumber Daya Alam yang banyak.

Salah satunya adalah negara Equadrola, negara yang dipimpin oleh seorang raja, yaitu Raja Qutaldo. Raja Qutaldo, adalah otak dari penculikan ini. Ia membayar Bram dan kaki tangannya untuk menculik Belinda untuk menjadikannya tawanan untuk menekan Presiden negara Belva dan menteri Pertahanan, Jendral Gondesh.

Tujuannya adalah agar Presiden dan Jendral Gondesh mau menandatangani perjanjian yang mereka ingkari tiga tahun lalu bersama Raja Qutaldo. Awalnya Presiden mau menjual pulau terpencil itu dengan bayaran tinggi, tapi setelah dapat pertimbangan dari jendral Gondesh, presiden berubah pemikiran, dia menolak tawaran tersebut.

Raja Qutaldo dari telponnya menegaskan pada Bram untuk bisa menuntaskan misi itu.

"Bayaranmu 500 juta untuk menculiknya dan jika surat perjanjian ditandatangani bebaskan gadis itu."

"Tapi, bila surat perjanjian itu ditolak perjanjian itu disetujui, gadis itu jadi milikmu beserta uang 50 jutanya"

...

Bram memasuki ruangan itu, stelan jas hitam tuxedo dan celana bahan yang membuatnya nampak cool. Ditambah kaca mata hitam, menutupi matanya yang bengkak karena bergadang tadi malam.Semalaman dia menyusun strategi dengan kaki tangannya, misi kali ini harus berhasil.

Dia harus bisa menyelesaikan misi dalam tiga hari, bila perlu dia akan buat video kekejamnya pada gadis yang diculiknya nanti dan disiarkan di stasiun tv dan tayangan jejaring sosial di negara Belva.

Bram adalah penculik sekaligus pembunuh bayaran, yang disegani di beberapa negara sekitar.

Jasanya tidak hanya dipakai oleh beberapa pemerintahan yang bersiteru, tapi juga di kalangan para artis dan pebisnis. Banyak persaingan bisnis yang membuat dunia bisnis jadi menggila, merasa melancarkan cara dengan cara membunuh atau menawan orang.

Dan, Bram adalah algojonya. Dia dikenal pembunuh sadis, dia sering membunuh, bahkan darah yang tumpah mengenai mukanya saja tidak menyurutkan nyalinya saat membunuh seorang penghianat yang dihukumnya dengan satu hentakan samurai. Ia menyeka muka dan keningnya yang terkena darah itu, ia tersenyum dingin. Diambilnya segelas air diteguknya Darah amis bercampur air memenuhi mulutnya.

Kaki tangannya saja tidak ada yang berani menatap matanya. mereka takut dengan tangan besinya.

....

Bram masuk ruangan itu. Seorang utusan raja Qutaldo telah menantinya sedari tadi.

"Silahkan duduk, Bram!" Bram duduk di bangku yang menghadap utusan itu.

Utusan raja Qutaldo itu menjentikkan jarinya pada anak buahnya, mereka menyerahkan dua koper yang berisi uang bayaran padanya.

"Misi ini harus berhasil!"

"Raja Qutaldo tidak mau tahu atas kesalahan sekecil apapun!"

"Kamu butuh wanita malam ini?"

"Ini uang 500 juta dan kartu akses ke toko persenjataan, hotel, dan penginapan yang bisa digunakan"

Bram, membuka kaca matanya, ia lalu menatap koper itu lalu menyuruh kaki tangannya menghitung uang yang ada di koper. Hanya dengan kode kedipan mata, dia menyuruh kaki tangannya menghitungnya.

"Cukup bos!"

Ia lalu berdiri.

"sampaikan salam kematian pada Raja Qutaldo, katakan tawanan itu akan kudapatkan dalam dua hari!"

Dia keluar bersama kaki tangannya, menyisakan seringai dingin dari utusan dari Raja Qutaldo.

"Kapan kita eksekusi Bos?"

"Malam ini!"

Misi penculikan akan dia lakukan di kota Paradiso tempat Belinda merayakan ulang tahun bersama teman-temannya.

Dari mata-matanya di Negara Xendrinda, Belinda ada di Paradiso dari satu hari lalu. Ia akan merayakan ulang tahunnya di sana, party girls yang mengundang penyanyi kesukaannya Afgazindro, penyanyi pop yang disukai Belinda, gendre musik kesukaannya.Belinda rencanannya akan ada di kota itu lima hari, berarti dua hari ke depan waktu yang pas untuk menculiknya.

"Belinda...Belinda....!"

"Beautiful, kamu cantik sekali temanku!"

"Tentu saja Patricia!"

"Kamu tentu sulit menemukan gaun ini."

"Ini adalah gaun indah, Patricia."

"iyaa, kamu menyukainya, bukan?"

Belinda mencoba baju yang dihadiahi Patricia, coklat mahogani warna yang menjadi trend warna tahun 2025 ini, diinginkannya dua hari lalu.

Patricia meminta disainer langganannya untuk merancangnya. Jadilah sebuah gaun indah untuk acara malam ini di acara party ultah temannya.

"Waoow cantik sekali"

Semua bertepuk tangan setelah mendengarkan sebuah lagu yang dinyanyikan Afgazindro. Lagu kesukaan Belinda, Lagu yang membuat semua mata tak henti menatap Afgazindro.

"Bagus sekali"

Belinda gembira tertawa bahagia.

Ayahnya, Jendral Gondesh bisa memberi kebebasan padanya kali ini. Dia bisa berlibur di negara tetangga kali ini karena merayakan ulang tahunnya yang ke-17.

Dia senang sekali. semua temannya sebanyak 100 orang yang diundang ekslusif bukanlah sembarang teman, mereka adalah influencer, artis ternama, dan beberapa teman sekolahnya, begitu juga lima orang sepupunya juga hadir.

Belum lagi pengawal yang diutus ayahnya, 10 orang, serta pengawal khusus dari presiden, karena dia adalah calon mantu presiden nantinya.

"Drrrr...."

Tiba-tiba ruangan berubah menjadi area peperangan, tembok yang menaungi jendela hancur porak-poranda, begitu juga pintu di tempat acara ultahnya berlangsung. Hancur.

Sepuluh orang yang bekerja di ruangan itu mati terkapar, 10 orang pengawal yang berjaga di depan pintu mati bersimbah darah. Para tamu berhamburan, berlari. Ada yang terinjak, ada yang pingsan karena ketakutan, dan Belinda adalah gadis yang histeris melihat kejadian itu.

Dia tidak pernah menyaksikan kejadian itu. bahkan di dalam rumahnya pun, Chanel tv kabel atau Chanel siaran tv resmi, tidak diperkenankan ditonton Belinda bila ada unsur kekerasan atau peperangan dalamnya. apalagi melihat kejadian mengerikan seperti itu di depan matanya.

Dia merunduk, dia histeris, Patricia bersimbah darah, di sampingnya.

"Patriciaaa...akuuu takut!!!"

"Bangun!!!" dia mengguncang-guncang badan Patricia yang berlumuran darah.

Dua orang pengawal yang terluka berusaha menyelamatkannya.

Mereka menariknya dan melindunginya dari rongrongan peluru yang entah datang dari mana.

Karena banyaknya rentetan peluru, mereka akhirnya KO juga.

Belinda makin histeris.

Di sebelahnya Afgazindro, ketakutan.

Dari luar muncullah Bram, membawa senapan besar, dan puluhan kaki tangannya memberondong masuk.

Bram menginstruksikan kaki tangannya membawa Belinda keluar dari tempat itu.

Orang-orang di hotel itu tidak ada yang berani mendekat.

Mereka keluar hotel dengan ketakutan, berteriak, dan histeris.

Mereka bisa menebak bahwa telah terjadi kegaduhan yang ditimbulkan siapa lagi kalau bukan oleh Bram si pembunuh bayaran.

Belinda diangkat oleh kaki tangannya,dengan satu tangan mereka menggotongnya di punggung seakan mengangkat sekarung beras.

Ia diangkat dan dipaksa ikut.

Belinda meronta-ronta.

Ia ketakutan.

Pengawal Belinda yang tersisa melawan kaki tangan Bram.

Mereka tahu akan dapat hukuman penggal bila tidak berhasil menyelamatkan anak jendralnya.

"Ttttrrtttt......Tttttrrttttt"

selongsong peluru, tiada henti, bunyi letusan senapan mengema berulang-ulang.

Bram dan kaki tangannya berhasil masuk ke mobil yang diparkir di depan Hotel Xandrilla.

Mereka membawa Belinda dalam mobil yang melaju kencang.

Belinda meronta-ronta.

Ia berusaha melepaskan ikatan tangannya. Ikatan itu Belinda tidak kuasa untuk bergerak.

Gaunnya berwarna coklat terkena noda darah. Darah Patricya dan beberapa pengawalnya.

Dia menatap ketakutan pada Bram.

Dia takut sekaligus marah.

Bram yang duduk di sebelahnya melihat dengan tatapan tajam.

Belinda beranjak menjauh, dia menjarakkan badannya ke arah kaca.

Belinda menghentakkan badannya ke pintu mobil, lalu berusaha membuka pintu dengan dorongan badannya.

Tidak mungkin memang.

Badannya yang kecil itu tidak akan bisa membuka pintu mobil yang kokoh.

Itu membuat Bram menjadi terganggu.

Ia melihat ke arah Belinda.

Belinda dilihatnya seperti anak kecil yang sedang merajuk meminta dibelikan permen pada ayahnya lalu memaksa meminta membuka pintu mobil.

Dia melihat sekilas lagi, baju Belinda tersingkap, gaunnya naik ke atas paha, kulit pahanya yang putih menggoda imannya. Bram berusaha menutupnya.

Sekalipun ia pembunuh berdarah dingin, ia tidak akan sebejat itu, tidak pernah terbersit di pikirannya akan memakan tawanannya, apalagi anak-anak seperti Belinda.

Belinda akhirnya letih sendiri.

Dia lantas terdiam,

Belinda melirik ke arah Bram.

"Kamu siapa?"

"Kamu kenapa tega membunuh orang-orang di sana?"

Bram melihat ke arah Belinda.

"Diamlah!"

Sebentar lagi kamu kuantar pulang.

"Bohong kamu, Paman!!!!"

"Aku akan kamu bunuh bukan?"

"Paman apa salahku?"

"Mengapa kamu bunuh teman-temanku?"

Bram diam dingin tidak bergeming.

Belinda menangis, dia tidak hentinya menangis tersedu-sedu.

Dia merasa tak lama lagi dia akan mati di tangan lelaki di sebelahnya ini.

"Kembalikan aku pada Daddy!"

"huuuuhuuu,,,,mommy!!!!!"

Belinda berteriak ke arah kaca.

"mommy!!!!!"..."

Dari kaca, kaki tangan Bram melihat ke arah belakang.

Dia tersenyum melihat adegan itu.

Baru kali ini bosnya menghadapi anak kecil yang berisiknya minta ampun.

Biasanya bosnya akan memukul tawanan atau sanderanya. Tapi kali ini tuannya kelihatannya hanya diam tidak bergeming.

...

14 Tahun Lalu,

"Adik kecil siapa nama kamu?"

"Mengapa kamu berlari-larian di sini?"

"Ini jalanan berbahaya!"

Beberapa blok di sana adalah jalanan berbahaya karena banyak pencopetan, bahkan pembunuhan atau pemerkosaan terjadi di sana.

Bram, remaja 17 tahun itu melihat ke arah anak kecil berumur 4 tahun yang sedang berlari mengikuti seekor kucing. Ia tertawa kegirangan melihat kucing itu mengeong-ngeong di bawah kakinya.

"Kakak, lihat kucing itu menyukaiku"

"Di mana rumahmu?"

"Di sana!"

Bram lalu melihat arah telunjuk gadis itu. Gadis itu menunjuk sebuah kapal yang terlihat jauh yang merapat di dermaga.

Gadis kecil itu tertawa bahagia. Miris sekali dengan Bram yang tidak tahu lagi bagaimana caranya tertawa saking banyaknya penderitaan yang dialaminya.

"Kakak maukah kamu jadi temanku?"

"wah, ada kupu-kupu!"

Lamunannya buyar, saat mobil yang mereka tumpangi sampai di depan dermaga. Ia turun segera, sementara Belinda di gotong kaki tangan 2 ke atas kapal. Semua kaki tangan naik ke kapal. Di dalam kapal Belinda meringkuk terdiam, tenaganya sudah habis. Dia diam membisu. Sementara Bram duduk di sebelah nahkoda yang mengendalikan laju kapal. Angin laut agak kencang malam itu.

Sesampainya di hotel, Bram masuk ke dalam kamar dan menyuruh pengawal memasukkan Belinda ke dalam kamar itu juga.

"Serius bos?"

"Lakukan kataku!"

"Siap bos!"

Belinda diangkat masuk ke dalam kamar itu, dia didudukan di atas tempat tidur.

"Keluarlah!"

"Aku ingin sendiri!"

"Siap Bos!"

kaki tangannya keluar.

Bram duduk di sofa tempat biasa dia melepas lelah. Kali ini entah kenapa Bram ingin seruangan dengan tawanan itu.

Gadis itu tertidur di atas tempat tidur yang biasa ditidurinya.

Biasanya tawanan ditempatkan di kamar di lantai paling atas, tapi entah kenapa ia ingin tawanan itu ada di kamarnya kali ini.

Ia meneguk soda yang sedari tadi dipegangnya.

Dua hari ini dia harus menyandera gadis ini sebagai ancaman agar Presiden dan Jendral Gondesh menjadi ciut dan bisa membuat presiden negara Belva mau tanda tangani perjanjian.

Tiga jam Bram tidak tidur.

Dia memandangi gadis itu, meminum sodanya, dan memakan dua potong pizza yang disediakan kaki tangannya.

Mereka menyediakan makanan untuk gadis itu di meja makan, lengkap dengan Snack, serta minuman dingin. Baju ganti juga disiapkan untuk dipakai gadis itu. Tiga jam diamatinya gadis itu, gdis yang imut, sayangnya harus jadi korban kekuasaan dinasti keparat orang tuanya.

Lelaki yang akan menjadi suami gadis itu pun sudah dia ketahui perangainya.

...Ia tahu anak presiden adalah lelaki hidung belang, yang banyak meniduri beberapa perempuan bayaran mahal. Langganannya adalah private girls yang hanya dia sendiri yang menidurinya. Dan gadis muda ini, masih terlihat lugu, nanti akan dinikahi lelaki bejat itu. Naif sekali kamu gadis....

...

Belinda, bangun, ikatan di tangannya sudah terbuka, dia meregangkan badannya, sakit sekali rasanya badannya, lebih kepada capek dan pegal, tapi dia masih bersyukur masih dibiarkan hidup sampai sekarang.

Dia meregangkan badannya kembali, gaunnya tersingkap, paha putihnya menyembul dari balik gaunnya.

Bram yang melihat pemandangan itu tidak ayal menahan ludahnya.

Nafsu lelakinya bangkit melihat Belinda yang demikian.

Ia lalu berdiri.

Bram berdiri menghampiri kaca kamarnya yang mengarah menghadap ke arah laut.

Setannnn, dari banyak perempuan yang ditemuinya mengapa nafsu birahinya malah tersulut melihat anak kecil ini.

Gadis belasan tahun ini entah kenapa menggelitik saraf neuron di otaknya. Membuatnya berpikir untuk kembali ke jalan yang benar, menjadi lelaki yang benar.

Dammm, egoku dikalahkan oleh keluguan gadis kecil ini.

"Hei, bangunnn!!!"

"Makan itu!"

Bram menunjuk makanan di atas meja dengan pistolnya.

Dia memerintahkan Belinda untuk bangun dan makan.

Belinda lalu duduk dan mendekap kakinya.

"Tidak mau!"

"Buat apa aku kamu suruh makan paman, toh nanti kamu akan membunuhku!"

"Kamu kubunuh ataupun tidak nantinya, tetap saja kamu butuh makan sekarang!"

"Makan!!!"

"Tidak mau!"

Bram menjadi emosi.

Dia menarik paksa Belinda dan mendorongnya duduk di meja makan.

Belinda menghentakkan tangannya.

Dia injak kaki Bram yang besar itu.

Digigitnya tangan Bram sampai Bram mengaduh.

"Aghhhh!"

Kaki tangannya merangsek masuk ke dalam kamar.

"Bos kenapa bos?"

"Keluar!"

Kaki tangannya sebanyak lima orang itu lalu keluar.

Bram mengambil plester dari kotak obat di tembok.

Belinda masih berdiri menatap Bram dengan wajah kesalnya.

Dia tidak takut sekarang, toh nanti juga akan dibunuh, kenapa takut pikirnya.

Bram, membalut jadinya dengan plester.

Lalu, menarik Belinda ke kasur.

Didudukkannya Belinda di kasur, dicengkeramnya tangan Belinda.

"Kamu pun harus makan adik kecil, kalaupun kamu harus mati nanti di tangan anak buahku!"

"Aku tidak mau mengotori tanganku membunuh gadis manja cengeng seperti kamu!"

"Aku tidak manja!"

"Jangan katakan aku cengeng!"

"Aku sudah bisa merapikan tempat tidurku sendiri!"

"Aku bisa mencuci celana dalamku sendiri sekarang!"

"Hahaha"

Bram tertawa mendengar perkataan Belinda. Anak itu benar-benar lucu. Dia mengutuki dirinya, kenapa sampai harus meladeni anak kecil ini.

Dia berdiri, diambilnya semangkuk bubur yang ada di meja disuruhnya Belinda makan.

Bram memaksa Belinda makan.

Belinda menepis tangan Bram, bubur berceceran di bajunya.

Bram memaksa menyuapinya lagi.

Belinda mengelak, dan tangannya mencoba meraih pistol yang ada di balik kemeja Bram.

Bram terkesiap tidak menduga Belinda akan melakukan itu.

Bram, lalu dengan sigap merampasnya kembali dan menariknya dari tangan Belinda.

Dia lalu berdiri meletakkan pistol di atas lemari.

Dia bergegas berjalan kencang menghampiri Belinda.

Dipaksanya Belinda menyuap makanan yang disendokkannya kembali.

Belinda menangis.

Belinda memukul, mukul badan Bram.

"Kamu lapar bukan, makanlah!"

*Belinda mengunyah makanan sambil terisak.

Air matanya menetes.

Ia memandang wajah Bram, Bram terus menyuapinya makan.

Gilaa, kamu Bram kenapa kamu yang berdarah dingin jadi seperti ini, kalau kaki tangannya melihatnya pasti dia akan menertawakannya.

Belinda makan sesuap demi sesuap.

Bubur yang dengan perlahan disuapi Bram ke mulutnya.

Bram diam saja tidak bergeming.

Matanya memandangi Belinda yang menangis, seperti sedang menangis karena habis dimarahi ayahnya.

Mulutnya mengunyah, tapi hatinya sedih, air matanya menetes.

Bram lalu mengusap air mata Belinda yang menetes itu. Entah setan apa yang membuat pembunuh berdarah dingin itu bisa melunak seperti itu.

Belinda melihat kembali ke arah Bram,

"Paman jangan bunuh aku, yah!"

"Pamannn...kasihani aku!"

Belinda memegangi tangan Bram, dia berharap bila dia memohon mungkin Bram akan melepaskannya.

Dia tidak tahu apa motif paman ini dan kaki tangannya menculiknya, dia menduga ada hubungannya dengan jabatan ayahnya.

Daaammmm...gadis ini.

Bram lalu beranjak pergi.

Dia lalu ke luar dari ruangan kamarnya.

"Biarkan gadis itu istirahat!"

"Jangan ada yang masuk!"

"Siap bos!"

....

sepeninggal Bram, Belinda bangun.

Ia meminum segelas air di atas meja.

Dia lalu berjalan ke sekeliling kamar Bram.

Tidak satupun foto di sana.

Ada beberapa buku di atas lemari genre filsafat dan politik di sana.

Belinda berjalan ke arah kamar mandinya ada sebuah bak besar dan sebuah meja kecil ada baku di atas meja itu.

Belinda membacanya.

Buku itu berjudul "Keluarga Kecil" paman itu suka membaca sepertinya.

Beberapa buku ada yang memiliki tanda sudah dibaca halamannya.

Belinda keluar dari kamar mandi lalu kembali tidur di atas tempat tidur.

Dia pusing sekali sepertinya.

Dia lalu memejamkan matanya.

Selama empat jam tertidur.

sinar Matahari menerobos masuk dari balik jendela yang tertutup tirainya, namun jendela yang menghadap kelaut dibiarkan tidak tertutup tirai.

Belinda bangkit dari tempat tidur.

Ia menatap ke arah jendela.

Ia lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela.

Ia memandangi pemandangan di luar.

Di tepi pantai, ada seorang lelaki yang menghadap kelaut.

Ia memandangi laut, sambil melipat tangannya.

Lelaki itu adalah paman yang semalam menemaninya.

Paman itu mungin tingginya 180 cm karena dia saja memandanginya agak mendongak, padahal ia memiliki tinggi 157 cm.

Paman siapakah kamu sebenarnya?

Apa yang kamu inginkan dariku?

Hatinya bergumam.

Belinda lalu tidur kembali ke atas tempat tidurnya, dia memejamkan matanya, berharap semua ini hanya mimpi.

Belinda tiba-tiba merasakan ada yang menepuk pundaknya.

"Hei ayo, bersihkan badanmu!"

Kamu sudah seharian tidak mandi."

Belinda terbangun dan dia melihat paman sudah berganti dengan pakaian baru. Kacamata hitamnya tidak ada lagi, yang ada kini baju kaos berwarna coklat yang dipakainya. Mukanya terlihat mulai jelas oleh Belinda. Walau ada tanda bekas sayatan di pelipisnya, paman masih tergolong berwajah tampan untuk ukuran penjahat menurut Belinda. Dia memiliki rahang yang kokoh, badan kekar, dan pundak yang lebar.

Belinda bangun dari tidurnya..

"Tidak mau!"

"Hei, nanti baumu merusak aroma di ruangan ini anak manja!"

"Cepatlah!"

"Kamu harus mandi, kita akan buat video untuk ayahmu!"

"Tidak mau!"

Bram tidak sabar lagi, ia lalu mengangkat badan Belinda dengan satu tangannya, mengangkatnya lalu membawanya ke kamar mandi, menjatuhkannya ke dalam bathub, dinyalakannya tombol air mengucur deras dari shower.

Belinda basah, dia berusaha meronta, tapi ditekan Bram badannya. Bram menggosokkan air ke badan dan baju Belinda yang kotor. Ditekannya tombol di botol sabun cair, diairinya sabun itu dan dibalurinya keseluruhan badan Belinda. Dia emosi dengan sikap kekanak-kanakan Belinda.

Dia lalu menyirami lagi tubuh Belinda dari air shower itu.

Belinda menangis.

"jangan sentuh aku paman, sakittt!,"

Belinda menangis.

Dengan sigap Bram lalu melepaskan pakaian yang ada di badan Belinda.

Ia tidak memperdulikan lagi, dengan tangisan Belinda, ditutupnya badan Belinda dengan handuk, lalu diangkatnya dan didudukkannya kembali di atas kasur. Belinda dipakaikannya baju baru.

Dalam pikirannya anak kecil ini akan berhenti menangis kalau dia sudah kenyang dan mandi. Belinda menangis. Dia tidak pernah menyangka bakal ada orang asing yang akan mengganti pakaiannya seperti tadi, dia malu sekaligus bercampur takut. Dia masih menangis.

Bram menyisir rambut belinda yang panjang. Saat menyisir rambut Belinda itulah Bram mulai sadar, ia tadi menyentuh dada Belinda saat memandikannya.

Bahkan tadi saat memandikannya ia menyentuh area sensitif Belinda.

Ia menggosokkan sabun ke dua belahan dadanya, badan, perut, dan ke selangkang Belinda, bahkan area vaginanya pun ia basuh tadi.

Saat memandikan ia tidak terpikirkan.

Saat semua sudah selesai dia lakukan barulah ia teringat.

Gadis kecil yang ada di depannya ini bukanlah gadis kecil.

Dia membaca profile gadis ini, ia berumur 17 tahun.

Dia bukan gadis kecil lagi. Badannya saja yang kecil langsung, dia gadis remaja.

Belinda sudah berhenti menangis.

Dia mengusap air matanya.

Dia menatap pada Bram pun menatap dengan pandangan dingin padanya.

Bam berusaha mencerna isi pikirannya.

Entah kaki tangannya yang mana memilihkan baju untuk dipakai gadis ini, ini tidak jauh beda dari baju yang gadis ini pakai kemarin. Bajunya ada belahan di bagian dadanya, tadi Bram mengingat-ingat ia tidak memakaian bra ke pada gadis ini sehingga dada gadis ini terlihat menyembul ke luar. Ranum sekali kelihatannya.

Begitu juga roknya memperlihatkan kulitnya yang putih bersih. Celana dalamnya tadi digantinya dengan tergesa.

Bram sudah tidak tahan lagi melihat pemandangan ini.

Naluri kelaki-lakiannya muncul, terdorong oleh nafsunya melihat tubuh Belinda.

Direbahkannya kembali Belinda.

Belinda tidak melawan.

Belinda diam, dia diam saja, entah kenapa Belinda pasrah. Mungkin dia mulai suka dengan sentuhan Bram. Bram memiliki tangan yang kuat dan lengannnya kekar.

Bram, merapatkan tubuhnya pada tubuh Belinda.

Dia menindih tubuh itu dan memeluknya erat.

Belinda dipeluknya erat.

Pahanya mengapit erat kedua paha Belinda.

Dia bernafsu pada gadis ini.

Diciuminya bibir Belinda dengan kasar.

Diciuminya dada Belinda yang menggunung itu diremasnya.

Awalnya belinda mengelak,

Dia mencoba mendorong tubuh Bram.

Bram menahan kedua tangannya,

Bram menciumi bibirnya, melumatnya, mendesah dalam kulumannya.

kemudian tangan Belinda melemah dan pasrah dengan perbuatan Bram padanya.

Dia merasa sesuatu yang baru yang belum pernah dirasakannya. Belinda hanya menontonnya dari tayangan tv kabel tayangan telenovela atau drama percintaan. Tentang bagaimana seorang pemuda mencium gadis lugu, lalu mereka akhirnya menikah. Tapi, yang dirasakannya kali ini berbeda.

Jantung berdebar kencang.

Ulu hatinya seakan ada yang menggelitik.

Bibirnya yang sedari tadi diciumi Paman begitu nikmat.

Paman mulai meraba pahanya dan membuka roknya.

Bram benar-benar gelap mata, tidak pernah sekalipun ia melahap tawanannya, belum pernah, ini yang pertama.

Ia membuka rok Belinda, kemudian celana dalam Belinda dengan pelan. Diciuminya bagian bawah milik Belinda. Ia dipengaruhi andrenalin yang berpacu dengan detak jantung yang keras.

Belinda seakan tersadar berusaha berontak, mendorong dengan tangannya.

Tapi Bram lebih kuat.

"Tidak mau Paman...tidak mauuu!"

"Aku takut, ini tidak seperti yang di telenovela"

"Tenanglah, nanti kamu akan menikmatinya"

"Paman..jangan..."

Bram mengencangkan pelukannya.

Belinda yang lugu, direnggut kegadisannya oleh Bram.

"Kamu akan merasakan sakit sedikit."

""Mmmmm,, "

"Aku takut!!!"

"Tidak usah takut"

"Sakitnya taak seberapa"

Bram lalu mengangkat paha Belinda, mengakat pinggulnya agak naik ke atas, dan mendorongnya sehingga badannya menekan sepenuhnya ke tubuh gadis itu.

Dia menggerak-gerakkan bokongnya mengikuti irama badannya. Semakin kencang berirama. Buah kemaluannya menghentak, mendorong pertahanan gadis itu.

Belinda, masih perawan, otot vaginanya masih kencang. Ia berusaha kuat memasukkan miliknya ke bagian bawah punya Belinda.

Ia dorong dan keluar masuk berirama.

Badan mereka seperti bertaut. Badan mereka menyatu padu.

Dan "Aagghhh"

Belinda menjerit

"Sakittt!!!!!"

"Sakittt!!!!!"

"Tenanglah manis.."

"Nanti akan hilang sakitnya"

Bram semakin menguatkan kuda-kudanya dia menghentakkan sekali lagi mendorong dan menekan kuat.

Belinda menangis, air matanya menetes, tapi ini bukan karena ketakutan, tapi lebih karena sakit yang dirasanya di bawah selangkangnya.

"Kamu masih perawan" Bram mengucap lirih di telinga Belinda,

"Akan sakit sedikit lagi." lirih suaranya.

ia menggoyangkan badannya sekali lagi, bergerak cepat dan sekali hentakan ke dalam, dia menggoyang pinggulnya, dia mendorong kembali. Menggoyang ke atas dan kebawah, ke dalam dan keluar. Didorongnya terus ke dalam. Barang miliknya masuk ke dalam memenuhi rongga milik Belinda, membesar seperti kesenangan dikepit milik Belinda yang masih kencang. Jantungnya berpacu. Ia hentakkan sekali lagi "agghhhhhh.." kali ini Bram yang mengerang. Dia merasakan sensasi yang naik ke ubun-ubun.

"Aaahhhh aahhhh!"

suara desahan Belinda memecahkan kesunyian malam.

Belinda harus merelakan keperawannya diambil oleh penculiknya yang menawannya baru dua hari.

Bram, memeluk erat Belinda, takut Belinda akan menangis lagi.

Belinda memang menangis, tapi menangis yang entah bercampur rasanya. Meraka lalu tertidur dalam pelukan.

....

setelah bangun dia meminumkan obat tidur dan obat penghilang nyeri pada Belinda. Lalu diulanginya lagi perbuatannya semalam. Menikmatinya sendiri.

Ini adalah malam yang kelima seja kejadian itu, Bram tidak mau menyentuh Belinda lagi.

Dia tidak mau merusak Belinda lagi.

Belinda yang sudah mau makan sendiri dan mandi sendiri.

Sudah tidak marah lagi padanya, bahkan Belinda membaca buku yang tersimpan di atas lemari.

Bram tahu, pasti rasa sakit masih mendera di badannya sejak kejadian malam itu.

"Paman siapa namamu?"

"Paman jawablah, kamu sudah dua hari mendiamkanku"

"Kamu umur berapa paman?"

"Kalau dilihat-lihat kamu tidak terlalu tua paman!"

"Paman, jawablah."

Belinda memandang penuh harap pada Bram, berharap Bram meladeninya.

Bram mengeluarkan suara beratnya:

"Aku Bram, pembunuh bayaran!"

"kamu tidak takut,hah?"

"Aku 32 tahun"

"Nahhh, betul kan, paman belum tua, paman masih seumuran pengawal di rumahku."

"Kamu tidak takut padaku?"

"Dia tersenyum pada Bram.

"Untuk apa takut, kan paman akan jadi suami aku."

" Pman lihat itu ada kapal datang!"

"Paman.. Aku memanggilmu kakak kali ini, yah!"

"Kakak Bram, lihat ada kapalll"

Bram mengulur waktu untuk pengembalian Belinda, kesepakatan sudah disetujui oleh menteri pertahanan Belva. Itu artinya ia harus mengembalikan gadis itu untuk dibebaskan. Tapi Bram, merasa berat untuk melepaskannya. Dia sudah mengulur waktu dua hari pembebasan.

"Setan!!!"

"Kau lepaskan sekarang juga tawanan!"

"Bagianmu bukannya sudah kamu dapatkan!"

"Kamu harus sepakati!"

"Aku kembalikan uangmu!"

"Setan kunyukkkk!"

"Mati kauuuu!!!"

"Kau apakan gadis itu?"

"Kesepakatannya tidak begitu. Gadis itu tawanan bukan jadi milik kamu!"

"Setan!!!!"

Bram menutup telpon dari Raja yang membayar mahal dirinya,

Dia sudah gila.

Dilihatnya kembali gadis itu.

Gadis itu adalah gadis yang membuat pikirannya menjadi sesat.

Lelaki berdarah dingin itu sudah hilang akal, ia ingin melarikan diri bersama gadis itu, malam yang menggairahkan itu ingin diulanginya lagi.

Gadis perawan ini ingin dimilikinya, ini lebih dari sekedar nafsu, ini karena ia mulai menyukai gadis itu.

Ia bukanlah pencinta anak-anak, anak ini sudah remaja, 17 tahun.

Ia berhasrat memilikinya dan gadis ini membuatnya hilang akal.

Ia akan kabur membawa gadis ini. Ia akan mengulangi malam menggairahkan itu sekali lagi, dan lagi, tapi di tempat yang aman.

Dia bergegas. Untuk membereskan yang diperlukan. Ia membawa gadis itu menuju kapal yang sudah dipersiapkan.

Beberapa kaki tangannya berjaga-jaga.

Beberapa ada yang menaiki kapal dan ada yang masih berjaga di dermaga.

Sekarang ialah yang menjadi buronannya, dialah yang menjadi sasaran para pemburu bayaran.

Ia mau mengawini tawanannya, terdorong rasa kasihan dan nafsunya ingin mengulang malam itu.

"Paman...eehhh kakak, kita ke mana?"

Belinda memegangi tangan Bram, Kak, aku nanti diantar pulang kah?"

"Iyaa, nanti, tapi kita pergi dulu ke suatu tempat."

"kakak ingat tidak dua hari lalu, sakitnya tidak terasa lagi kak sekarang!"

"Sudah hilang, kak!"

Belinda mengangkat kedua tangannya merasakan lembut angin yang menerpa di atas kapal itu.

kaki tangan Bram saling berpandangan mendengar ucapan polos Bram. Mereka tersenyum, mereka menyimpulkan sendiri apa yang terjadi pada bos mereka.

..

PELARIAN DALAM GAIRAH ASMARA

Bram, duduk di anjungan kapal. Nahkoda yang melajukan kapal. Agak kencang ia melajukan kapalnya kali ini, untungnya ombak tidak terlalu besar.

Tidak jauh beda dari semalam. Dia diperintahkan, melajukan kapal lebih cepat, dengan kecepatan knot yang agak tinggi. Ia tahu bosnya kali ini dalam bahaya, ia membawa kapal dengan kencang namun penuh kehati-hatian.

Beberapa kaki tangan Bram berjaga di beberapa titik kapal. Di atas anjungan kapal, Bram melihat ke langit-langit.

Dia melihat adakah bintang di sana, langit malam ini tidak ada bintang. Langit kelam hari ini, pertanda besok matahari akan menyengat terangnya.

Ia mengingat malam itu, malam penuh desahan, Ia bahkan mengerang karena kesenangan. Gadis ini, apakah tahu kalau sekarang aku sedang melarikannya.

Tidak sementara, tapi selamanya. Dia ingin menyelamatkan gadis ini dari perjodohan brengsek yang bakal menjadikannya korban pernikahan dengan lelaki brengsek itu.

Walaupun ia sama bejatnya karena sudah merenggut kehormatan gadis itu, tapi dia tidak brengsek. Dengan tidur dengan banyak perempuan. Dia tidak pernah menjadi pemangsa sanderanya.

Tawanannya banyak perempuan, tapi tidak pernah ditidurinya.

Baru Belinda yang dia tiduri, atas dasar suka dan karena nafsunya.

Belinda...

Ia ingin melindungi Belinda dari perjodohan karena hausnya kekuasaan orang tuanya, dan dinasti kekuasaan dan tahta dari presidennya.

Belinda, tahu kah dia, sekarang dia akan jauh dari orang tuanya.

Belinda yang cantik akan kehilangan masa indahnya menjadi anak orang kaya.

Belinda tentunya akan hidup berbeda nantinya bila hidup bersamanya.

Maukah ia hidup bersamanya.

waktu itu gadis itu dengan sedikit bercanda, mengatakan bahwa Bram adalah calon suaminya dan ia tidak takut pada Bram. Anak itu polos sekali.

Bram tersenyum, dia tidak menyangka, dia bisa tertarik bahkan jatuh cinta pada gadis lugu itu.

Ia tersenyum menggeleng-geleng,

Aku kira aku akan berakhir di tangan perempuan brengsek, ternyata aku ditakdirkan bersama gadis lugu yang dijaga Tuhan. Hahaaa, Thanks God, ini hadiah kecil yang indah.

Belinda adalah hadiah kecil yang indah di tanggal kelahirannya, yah lima hari lalu ia berulang tahun. Dia sudah mulai tua. Angka 32 bukanlah angka yang muda lagi.

Sudah banyak nyawa yang habis ditangannya.

Sudah banyak yang kehilangan keluarga akibat misinya.

Dia tidak tahu apakah God akan mengampuni dosanya.

Dia hanya memohon satu malam, dia memohon pada God agar dosanya tidak menjadi pemberat dosa bagi kedua orang tuanya yang sudah meninggal.

Dosanya mungkin tak terampuni, dia hanya berdoa orang tuanya di surga bisa bebas dari karma dosanya.

angin berembus sedikit tenang malam ini, ia tidak terlalu suka angin malam, ia takut meriang mendera badannya kali ini. Biasanya ia kuat, tapi pil penahan kantuk yang diminumnya selama lima hari ini, membuat badannya agak sakit. Ia kuat bergadang 5 hari ini.

Ia ingin berjaga juga, memastikan keadaan aman. Dia ingin Belinda aman.

Ia ingin Belinda, merasa nyaman, walaupun dalam pelarian, Belinda harus dijaganya dan dipenuhi kebutuhannya.

Nanti di kota tujuan akan dibelikannya pakaian agak tertutup, dia tidak mau Belinda memakai baju terbuka lagi. Pakaiannya, bisa membuat mata-mata nakal memperhatikannya.

Dia sekali pernah menangkap sekilas tatapan salah seorang kaki tangannya, Julio, memandang tanpa kedip pada Belinda.

Itu membuatnya marah. Ia pukul Julio yang kedapatan melihat keindahan tubuh Belinda. Ia tidak rela gadisnya dipandangi begitu.

Kini dia berasa Belinda adalah miliknya, dia merasa Belinda adalah gadisnya.

"Kak...kakak di sini?"

"Kak, aku kesepian sendiri di dalam dek kapal. Temani aku"

"Ada apa?"

"Bram menghembuskan asap rokoknya ke udara"

"Asap itu mengepul terbawa angin malam"

Hasratnya terbit lagi saat melihat Belinda dibalut baju model sabrina mini berwarna hitam ini. Badannya indah, mukanya cantik, dia benar-benar mendapat hadiah jackpot dari Tuhan.

"Kak, ayo ke bawah."

Bram mengikuti kemauan Belinda, ia memasuki dek kapal, di bagian kapal yang memang diperuntukkan menjadi kamar yang berukuran sedang.

Ada sebuah tempat tidur sedang di sampingnya ada meja kecil. Tempat seteko air dan sepiring apel disajikan. "Kak, ayo sini, temani aku tidur."

"Kamu mengantuk?"

"Tidak"

"Lalu"

"Aku mau seperti kemarin kak"

"Bram mengernyitkan keningnya"

"Iyaa Kak, waktu kakak menekan badanku, dan bagian bawah ini jadi berdarah."

"Bukannya sakit"

"Tidak kak, terasa enak"

"Aku mau lagi kak"

Setannnn....gadis ini tidak tahu apa yang dikatakannya.

"Kak ayo lakukan lagi"

Bram seperti dipancing untuk melakukan perbuatan menodainya kembali. Belinda seperti menggodanya. Naluri kejantanannya terusik. Bram langsung menyerbu tubuhnya. Menindihnya dan merasuki tubuhnya dengan tubuh Bram. Bram melucuti semua pakaiannya. Membuatnya menjadi polos seperti patung porselen. Bram membenamkan badan Belinda di bawah tubuhnya.

Bram seperti kerasukan. Ia menyetubuhi Belinda dengan ganas kali ini. Dia sangat kencang menyetubuhinya. Dia menggerakkan pinggulnya ke depan dan kebelakang, tangan kanannya meremas dada Belinda dan tangan kirinya memegangi pinggang Belinda.

Dan "agghhhh"

"Ahhh, ahhhhhh, aghhhhh"

"nikmat sekali rasanya"

Bram mencium lembut bibir Belinda.

"Terima kasih manis"

"Ini yang kedua kalinya, kak"

"hehee tidak ini yang ketiga"

Belinda tidak tahu sejak lima hari, pertama kali dia digagahi oleh Bram dan tertidur dalam kesakitannya, Bram mengulanginya lagi secara pelan. Hanya Bram yang menikmati karena Bram memberi Belinda obat tidur dan obat penghilang nyeri. Makanya Belinda tidak tahu saat itu sedang pengaruh obat tidur.

"Apakah benar, kak?"

"Iya, sayang."

Dan malam itu keduanya tertidur lelap, pulas, dan lapar dahaga keduanya terpuaskan.

MENDEKAM DALAM SEKAPAN MAUT

Bram, memeluk erat tubuh Belinda.

Ia menciumi rambut Belinda yang harum. Gadis ini kenapa bisa sewangi ini. Dari rambutnya hingga badannya aromanya wangi. Semalam ia merasakan nikmatnya menjadi lelaki. Belinda begitu manja dipelukannya.

"Kamu mengapa wangi sekali?"

"Benarkah sayang?"

"Iyaa, bahkan dari mulutmu aroma yang keluar adalah aroma cerri, sangat wangi."

"Dan.....dan...kamu cantik sekali," Bram membelai wajahku Belinda.

Gila memang pembunuh sadis bisa mengeluarkan perkataan halus dan berlaku lembut pada Belinda.

Dulu para sanderanya ketakutan dan menangis mohon ampun karena bentakannya. Belinda seakan tidak takut sedikit pun.

"Apakah kamu sudah lapar, sebentar lagi kita akan sampai di Kota Xafadova"

Belinda melepaskan pelukan Bram.

"Kak, katakan, kamu sebenarnya siapa?"

Mengapa kamu menculikku?"

"Dan, mengapa kita harus kabur sekali lagi?"

"Kamu masih belum memahami, heh?"

Bram lalu bangun dari tidurnya, dipasangnya bajunya lalu duduk di sebuah bangku dekat meja di kamar di dek kapal itu. Dia, mematik sebatang rokok, menghembuskannya. Matanya awas memandangi Belinda yang sekarang menjadi miliknya.

"Tidak aku tidak mengerti."

"Apakah aku tawanan perang?"

"Apakah negaraku sedang berperang?"

"Apa saja yang kau lakukan selama ini tuan putri?"

"Kamu tidak tahu negaramu berperang/ tidak?"

"Aku tidak diizinkan menonton berita politik atau pun kekerasan."

Bram lagi-lagi mengisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskan, menghisapnya lagi, lalu membuang asapnya ke udara. Matanya memandangi Belinda kembali. Gadis ini kelewat lugu, untungnya dia cantik, jadi menutupi kepolosan, atau lebih tepatnya ketidaktahuannya tentang apapun. Bram memandangi muka Belinda yang cantik, matanya bulan besar, pipinya tirus ada lesung pipi bernaung di sana, rambutnya sepunggung hitam kecoklat-coklatan. Pandangan matanya turun ke tangan gadis itu, kulitnya putih susu. Kakinya jenjang dan ada gelang kaki di kakinya berwarna gold. Perhiasan di badannya seperti penghias yang membuatnya semakin cantik. Gadis itu memakai kalung dengan liontin bertahta berlian, telinganya memakai anting berwarna senada dengan kalung. Di tangannya terdapat gelang emas bertahtakan permata dan satu lagi sebuah gelang perak.

"Dammm!"

Bram lalu secepat kilat menuju ke Belinda, dia bergerak memegangi tangan Belinda, lalu Bram menarik tangannya.

Sejak kapan kamu memakai gelang ini?"

Gelang itu dibuka paksanya.

"Awwww, sakit kak!"

"Sejak kapan gelang ini dipakai?"

Sejak diparty ulang tahunku, kak!"

"Ibu menghadiahiku kalung ini!"

Bram berusaha keras membukanya dari tangan Belinda.

"Aduhhh!!!!"

Bram membuka paksa gelang itu. Dia memegangi tangan Belinda, dan membuka kencang dari tangannya. Gelang itu dilepaskan dari tangan Belinda, dan dia balik gelang itu melihat sisi dalamnya ada lampu berkedip dari gelang itu. Dia langsung terperanjat. Itu adalah gelang yang berisi informasi penyekapan dia selama ini. itu pelacak yang tertancap di gelang.

"Dammmmm!"

Pantas saja dua kali persembunyian tidak aman, mereka dan kaki tangannya melacak lewat gelang ini. Dia coba mencari benda yang bisa menghancurkan gelang itu. Dicari-carinya benda yang bisa menghancurkannya di dalam lemari.

"Di mana palu kuletakkan!"

Dicarinya di dalam laci meja, dan akhirnya ia menemukan di dalam kamar mandi, persis di sisi bawah wastafel.

Sebuah palu besi digunakannya memukul gelang. dipukulnya dua kali dan gelangi itu hancur. Dia bungkus dengan kertas lalu dia masukkan ke closet dan disiramnya dengan air hingga patahan gelang itu hilang masuk ke dalam saluran air di dalam closet.

"Ada apa?"

"Ada yang salah dengan gelang itu?"

"Ya!"

"Itu pelacak!"

Belinda lalu duduk di samping Bram yang kembali melanjutkan menghabiskan rokoknya. Belinda kemudian duduk di pangkuan Bram dia bergelayut mesra di pangkuan Bram. Kepalanya direbahkannya di dada Bram. Degup jantung Bram terdengar olehnya. Dia memeluk pinggang Bram. Lalu tangan yang kanan membelai wajah Bram. Membelai dagu Bram.

Bram melirik pada Belinda dan Belinda menyambutnya dengan senyuman.

"Perempuanku kau cantik sekali"

Diciumnya telapak tangan Belinda sekali kecupan.

Jari tangan Belinda lalu meraba ke arah bibir Bram, mengusap-usap bibir yang dari tadi menghisap sebatang rokok.

Bram lalu mencium jemari Belinda dan menjilati jarinya telunjuk Belinda yang mulai masuk ke dalam mulut Bram. Belinda agak geli dengan itu. Dia meringis sedikit. Lalu menurunkan tangannya kembali dan kembali memeluk pinggang Bram dengan erat.

"Kakak siapa kamu sebenarnya?"

Bram memandang ke arah Belinda, dihisapnya rokoknya tadi yang tinggal setengah, ia memalingkan mukanya menghembuskan asap rokoknya, lalu ia mengecup bibir Belinda. Sebuah ciuman hangat, sekali kecup. Aroma rokok tercium oleh Belinda. Bau tembakau. Belinda yang baru pertama kali merasakan ciuman dan Bram lah yang pertama kali mencium bibirnya. Bibirnya basah. Bram mengusap bibirnya yang tadi mencium bibir Belinda. Bibirnya pun jadi sedikit basah. Basah dari lipstik Belinda yang menempel mengenai bibirnya. Aroma cerri pindah ke bibir Bram. Bibir Belinda manis rasanya.

Bram menjawab pertanyaan Belinda tadi,

"Aku adalah Bram pembunuh, orang bayaran untuk menculik, dan menyandera tawanan."

Belinda memandangi Bram dengan pandangan membola, dia seperti mendengar cerita seorang pahlawan yang sangat jago di medan perang lalu menceritakan kehebatannya. Belinda seperti anak kecil yang sedang mendengar kisah heroik pahlawan itu.

"Aku mendapatkan misi menculikmu karena ingin menekan ayahmu dan presiden negaramu."

"Bila kesepakatannya perjanjian mereka turuti, mereka mau menandatangani surat perjanjian maka kau kulepaskan. Kesepakatan itu ditepati, tapi aku tidak mau mengembalikanmu."

"Kenapa Kak?"

"Aku tidak mau kamu menikah dengan calon suamimu anak presiden itu, dia bangsat, pejudi dan suka main perempuan!"

"Kakak sekarang menculik aku???"

"iya, tepatnya begitu."

"Tapi, aku tidak akan ketemu orang tuaku?"

"Mungkin tidak dalam waktu dekat."

"Kita bersembunyi dulu di tempat yang aman."

"Sampai kau aman, aku bisa melakukan misi balasan."

"Kakak, apakah kamu akan menikahiku?"

Bram memandangi Belinda, menciumi bibirnya sekali lagi, dua kali lagi, dan ketiga kalinya.

"Apakah kamu mau?"

"Tentu saja."

"Aku juga tidak suka dengan anak presiden, aku tidak mau kembali padanya!"

"Aku tidak menyukainya kak, aku hanya menuruti kemauan mommy dan Daddy."

"Dia playboy kak, sewaktu SMP aku satu sekolah dengannya di Junior Hight School, dia selalu menggoda teman perempuan yang cantik. Bahkan waktu itu memacari anak kepala sekolahnya. Presiden lalu marah besar mendengar rumor itu. Kepala sekolah dan anaknya seminggu kemudian menghilang!"

"Bram menghisap rokoknya kembali."

"Kak, kamu ingin menculikku karena kamu menyukaiku?'

"Sepertinya aku ingin lebih dari itu."

"Kamu juga mau bukan?"

"Belinda berbinar-binar memandangi Bram seperti memandangi idolanya. Baginya Bram seperti Hero yang menyelamatkannya dari orang-orang yang akan memenjarakannya. Walaupun ia harus berpisah dari mommy dan Daddy-nya , ia tidak apa-apa semetara ini, dia merasa aman bersama Bram. Bram lalu memandangi wajah Belinda, dia mengeraskan rahangnya, memandangi Belinda dengan dalam.

"Kamu sendiri kenapa mau aku sandera, tidak berontak lagi, kenapa hah?"

"Aaakuu, aakuuu menyukai kakak."

Belinda lirih mengatakannya sambil terbata-bata.

"Kenapa, kurang jelas.."

Bram merapatkan telinganya ke mulut Belinda.

Belinda berbisik pelan ke telinga Bram.

"Aku suka kakak."

Aku suka kakak memelukku setiap hari.

"lalu..."

"Aaaa aku,, mau terus kak?"

"Mau apa, hah?"

"Mau mmaau seperti semalam itu lagi..."

"Hahaaaaha!"

Dasar gadis lugu, polos sekali ia mengatakannya.

"Kamu mau menikah denganku, hah?"

"Iyaaa, aku mau!!!!"

"Menikah seperti di telenovela, tinggal di rumah, memasak masakan, lalu memiliki anak banyak, bersama selamanya!!!"

"Hahaaa..."

"Karena itu saja, hah?"

"Tidakkkk, aku ingin bertualang kak!'

"Aku ingin pergi ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi!"

"Aku yakin kakak akan membawaku berpetualang!"

"hei bisakah kau tidak memanggilku Kakak, panggil saja Bram!"

"baiklah Bram!"

Belinda bangun, lalu duduk di tempat tidur, sesaat kemudian ia duduk di kasur kamar di dek kapal itu.

Ia lalu bercerita kembali.

"Aku tidak bisa kemana-mana sedari kecil, selalu dikawal ketat, aku juga tidak punya teman."

"Bram, bisa kan membuat aku bisa merasakan pengalaman baru itu?"

"Ya, tentu saja! "

"Aku akan menikahimu!"

"Kamu tidak keberatan menikah dengan penjahat sepertiku?"

"Tidak..."

"Aku kan..aku kan menyukaimu kak."

"Bawa aku berpetualang Bram!!!"

Bram mematikan sisa rokoknya, menaruhnya di asbak di meja kecil itu.

Bram lalu menghampiri Belinda yang ada di atas tempat tidur, Bram memeluk erat Belinda, menciumi keningnya. Membelai indah rambutnya.

...Bram mencium wajah itu kiri dan kanan....

...Pagi yang cerah....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!