NovelToon NovelToon

Wanita Simpanan Bos

Bab 1

Yasmin baru saja pulang dari tempat kerjanya di sebuah perusahaan properti dan real estate terkemuka dan paling besar di Indonesia. Ia baru saja mengempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan matanya sejenak, namun tiba-tiba ponselnya berdering dari nomor yang tak dikenalnya.

"Hallo," sapa Yasmin.

"Hallo ini dengan Yasmin?" tanya seorang pria di seberang telepon.

"Iya saya Yasmin, maaf ini dengan siapa?"

"Perkenalkan saya Romi. Bisa kita bertemu nanti malam di Hartawan Grup Hotel?" kata pria itu to the point.

"Hartawan Grup Hotel? Maaf tapi saya tidak paham maksudnya," ucap Yasmin dipenuhi tanda tanya.

"Saya asistennya Pak Reynald, CEO sekaligus pemilik Hartawan Grup ingin bertemu dengan Anda." Pria itu menyebutkan nama perusahaan properti dan real estate terkemuka dan terbesar di Indonesia.

Mata Yasmin mengerjap seakan tak percaya nama yang disebutkan pria itu.

"Pak Reynald?" tanya Yasmin lagi. Siapa yang tidak mengenal nama Reynald di perusahaan tempatnya bekerja.

"Bisa kita membuat janji?" tanya pria itu lagi.

"Oh iya, saya akan datang jam 8 malam."

"Baiklah Nona, jangan lupa jam 8 malam, Pak Reynald menunggu Anda."

Yasmin masih dibuat percaya tak percaya bahwa asisten Reynald meneleponnya barusan secara nama Reynald adalah orang nomor 1 di Hartawan Grup.

Nama Yasmin sendiri tercatat sebagai karyawan Hartawan Grup dari divisi pemasaran. Dia sudah 3 tahun bekerja di sana. Menyandang predikat sebagai janda muda di usia 27 tahun. Yasmin pernah menikah dengan pria bernama Tommy, dari pernikahannya beruntung dia tidak dikaruniai anak.

Beruntung karena Tommy seorang pria yang tidak bertanggung jawab dan selama pernikahan berlangsung Tommy kerap melakukan tindakan KDRT pada Yasmin.

Percekcokan mereka sering dipicu karena masalah Tommy yang kerap berjudi dan tidak memberikan nafkah selama pernikahan berlangsung.

Yasmin memejamkan matanya kembali, berpikir apakah Reynald memintanya bertemu untuk urusan ranjang ataukah hal lain? Dia menghela napas panjang sejenak, membiarkan rongga dadanya dipenuhi oksigen. Untuk apa para pria menghubunginya jika bukan urusan ranjang. Yasmin memang mempunyai pekerjaan sebagai wanita panggilan. Tidak ada yang mengetahui pekerjaannya itu selain para pria yang pernah mencicip tubuh indahnya.

Kejadian yang tidak akan pernah Yasmin lupakan seumur hidupnya, dipaksa melayani nafsu bejat pria hidung belang saat masih menyandang status istri Tommy. Dan Tommy lah sendiri biangnya, dengan tega demi mendapatkan imbalan uang yang banyak.

Sejak saat itu, Yasmin merasa tubuhnya sudah kotor. Dia dengan sengaja menjerumuskan dirinya sendiri ke lubang hina itu. Untuk apa? Untuk menutupi hutang Tommy ke beberapa rentenir. Dan menafkahi keluarganya, terutama untuk biaya rumah sakit ayahnya. Dia tidak punya pilihan lain, kerasnya hidup dan rasa sakit hati yang teramat perih membuatnya hilang akal sehat.

***

Mobil yang diutus untuk menjemput Yasmin sudah sampai dan berhenti di depan lobby Hartawan Grup Hotel. Salah satu hotel bintang 5 dan terkenal di Jakarta. Kabarnya Hartawan Grup Hotel masih satu naungan dan aset kekayaan Hartawan Grup.

"Selamat malam Nona Yasmin," sapa seorang pria berjas hitam, penampilannya sangat rapi. Bila dipindai dari atas sampai bawah tampilannya begitu sempurna. Kacamata turut bertengger menampilkan kesan serius dari pria itu. Tubuh tingginya cukup membuat Yasmin mendongakkan kepalanya.

"Selamat malam, apa Anda asistennya Pak Reynald?" tanya Yasmin.

"Benar, saya Romi asistennya Pak Reynald. Silakan, Pak Reynald sudah menunggu Anda di kamar."

Pikiran Yasmin sudah melanglang buana ke tempat lain, dia menduga-duga jika memang Reynald memanggilnya untuk urusan pribadi.

Kini Yasmin dan Romi sudah berada tepat di depan pintu kamar presiden suite. Terlebih dahulu Romi mengetuk pintunya sebagai tanda bahwa Yasmin sudah datang.

Dengan jantung berdebar cepat, Yasmin masuk Ke kamar itu. Dia belum pernah merasakan debaran aneh seperti ini kalau sedang menghadapi pelanggannya dan yang membuat jantungnya berdebar cepat karena dia sendiri masih menerka-nerka apa tujuan Reynald memanggilnya.

'Tidak mungkin dia akan memecatku dengan memanggil secara privat ke kamar hotel.' batin Yasmin cemas.

Dipindainya suite room itu, kamar berukuran luas dengan segala fasilitas mewah di dalamnya. Matanya berhenti pada satu orang pria yang sedang duduk di sofa maroon membelakanginya dengan bersilang kaki menghadap ke luar jendela seraya menikmati pemandangan indah malam hari.

"Pak, Nona Yasmin sudah datang." Romi mempersilakan Yasmin untuk menghadap Reynald.

Jujur perasaan Yasmin campur aduk tak karu-karuan. Jemarinya meremas jahitan rok yang dikenakannya malam ini.

Reynald bangkit dari duduknya, memutar tubuhnya melihat Yasmin dengan tatapan tajam.

Yasmin menelan kasar salivanya, wajah Reynald yang tidak pernah ia lihat dengan dekat begitu memukau dirinya. Berwajah tampan, tegas, dan berkarisma. Siapa yang tidak akan tergoda?

"Selamat malam Yasmin," sapa pria itu ramah dengan senyuman di bibirnya.

"Selamat malam juga, Pak."

"Silakan duduk," ucapnya mempersilakan.

Pintu kembali tertutup, Romi meninggalkan keduanya di dalam kamar.

"Yasmin, saya akan mengatakannya secara langsung sama kamu. Saya minta kamu jangan bekerja lagi sebagai wanita panggilan, saya ingin kamu hanya bekerja untuk saya."

Deg,

Yasmin terpaku menatap Reynald, dia sama sekali tidak menduga jika Reynald akan mengatakan hal itu. Melarangnya untuk tidak melayani pria lain.

"A-apa maksud Anda, Pak?" tanyanya.

"Saya tahu kamu bekerja melayani nafsu para pria untuk mendapatkan uang yang banyak, untuk bertahan hidup dan membayar biaya rumah sakit ayahmu kan? Saya akan melunasi semua hutang dan biaya rumah sakit dengan catatan kamu harus menjadi wanita simpanan saya," papar Reynald dengan gamblang membuat Yasmin hampir tak berkedip.

Otaknya terus berputar meminta jawaban, dia tidak harus bekerja memuaskan pria lain lagi kalau memang Reynald menginginkannya. Apa lagi yang dia tunggu, pelanggan kelas kakap yang akan memenuhi semua kebutuhan hidupnya.

"Datanglah besok malam kalau kamu menerimanya, saya tidak akan memberikan kamu surat kontrak atau semacamnya tapi saya akan menyelesaikan semua urusanmu di awal hingga kamu tidak bisa lari dari saya dan mengingkari kesepakatan kita!" tegas Reynald tetap menghujamkan tatapannya di manik mata Yasmin.

"Tapi kenapa saya, Pak?" tanyanya ragu-ragu.

"Karena saya menginginkan kamu, hanya tubuh kamu yang saya inginkan."

Gleg,

Yasmin kembali menelan kasar salivanya. Terbayang jelas jika tubuh Reynald dapat dia nikmati.

"Dan jadi catatan kamu, hubungan ini tidak boleh bocor di perusahaan. Saya ingin kita bekerja secara profesional," ujar Reynald.

"Saya akan memikirkannya, Pak. Dan saya akan datang kalau tawaran Bapak saya terima," ucap Yasmin.

Yasmin tersenyum samar. Haruskah dia tolak kesempatan emas ini?

"Baiklah, asisten saya akan mengantarmu ke dokter spesialis kandungan. Saya sudah membuat janji dengannya malam ini, berangkatlah sebelum terlalu malam."

"Dokter kandungan?"

***

Bab 2

"Kenapa harus ke dokter kandungan?" tanyanya pada Romi ketika dirinya diantar ke lobi hotel.

"Maaf Nona, biar nanti dokter yang akan menjelaskannya. Ini bukan ranah saya." Romi membukakan pintu mobil untuk Yasmin.

Yasmin masuk dan perlahan Romi menutup kembali pintunya, memberikan perintah pada sopir agar segera berangkat. Dalam hati Yasmin bertanya-tanya apa yang sebenarnya Reynald inginkan dengan menyuruhnya ke dokter kandungan.

Hanya dalam jangka waktu 20 menit dirinya sudah berada di rumah sakit tempat Reynald membuat janji. Sudah 2 kali Reynald meneleponnya dan memberikan arahan pada Yasmin untuk menemui Elma, dokter kandungan yang tak lain kenalan dekat Reynald.

Bukan hal baru baginya datang ke dokter kandungan, hanya saja kali ini untuk apa?

"Nyonya Yasmin, silakan." Asisten dokter memanggil nama Yasmin sesuai daftar.

Dengan hati berdebar, Yasmin masuk ke ruangan serba putih dan tentunya steril. Bau desinfektan menguar khas.

"Nyonya Yasmin, perkenalkan saya Elma. Saya diperintahkan Reynald, kebetulan Reynald adalah teman sekolah saya. Apa Nyonya sudah siap?" tanya Elma yang sudah bersiap dengan semua peralatannya.

Yasmin memindai satu per satu alat-alat yang sudah terlebih dahulu disterilkan. Bentuknya bermacam-macam, mirip alat pembersih.

"Maaf Dok, tapi saya belum tahu jenis perawatannya bagaimana." Yasmin memberanikan diri bertanya, takut bila hal itu membahayakan dirinya.

"Saya akan melakukan pembersihan organ intim Anda dan peremajaan. Ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya penyakit. Jangan takut, banyak yang datang dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sudah menikah." Elma menjelaskannya dengan santai.

Bukan karena perawatannya, hanya saja Reynald memberikan kesan dirinya tidak mau bekas orang lain. Jadi meminta Yasmin membersihkannya lebih dulu.

"Baiklah Dok, mari kita mulai."

Yasmin bekerja seperti biasanya, dia lalui hari-harinya dengan bekerja normal dan tidak mencurigakan sama sekali.

Di waktu istirahat, tanpa sengaja dirinya berpapasan dengan Reynald dan Romi yang juga akan keluar kantor, mungkin untuk makan siang di luar. Pikir Yasmin.

Tak ada kode atau sapaan yang diberikan Reynald pada Yasmin, hanya tatapan sekilas saja seolah keduanya tidak saling mengenal satu sama lain.

Yasmin sadar Reynald harus menjaga citranya sebagai CEO Hartawan Grup yang tegas dan berwibawa.

Baru kakinya melangkah ke lift, ponselnya berdering. Nomor dengan akhiran 888 memanggilnya, nomor itu tak lain nomor Reynald yang belum dinamai.

"Halo," sapa Yasmin. "Ke jalan kecil di ujung? Oh iya, Pak. Saya akan ke sana sekarang juga." Yasmin tidak jadi naik ke lantai tempatnya bekerja kemudian menyusul Reynald yang telah menunggunya di persimpangan jalan.

Mobil mewah milik Reynald sudah terlihat, Yasmin mendekatinya. Romi yang duduk di kursi depan mengisyaratkan Yasmin untuk duduk bersama Reynald di kursi belakang.

Meski canggung, Yasmin harus ikuti kemauan Reynald. Jika tidak, bukan hanya kesepakatan mereka yang batal, Yasmin bisa dipecat dari perusahaan.

"Kamu belum makan siang?" Suara berat Reynald memecah keheningan.

"Belum Pak, kebetulan baru akan ke kantin tapi dompet saya ketinggalan."

Reynald mengangguk pelan.

"Kita makan siang bersama, saya lihat kamu tidak dengan temanmu atau yang menemanimu. Dan apakah kamu sudah memikirkan keputusanmu?"

Tiba-tiba wajah Yasmin bersemu merah, mengingat semalam dirinya sudah melakukan perawatan di dokter spesialis kandungan. Apa itu tidak cukup untuk menjawab semua ini?

"Saya akan datang, Pak." Yasmin tersenyum tipis, seiring Reynald juga ikut tersenyum padanya.

Melihat Reynald tersenyum seperti itu membuatnya tampak berbeda. Jika biasanya Reynald selalu menampilkan wajah serius, kali ini tidak.

Mobil sudah terparkir di sebuah restoran hotel bintang lima dan Yasmin baru sadar bahwa ini adalah hotel yang didatanginya semalam. Sama.

Matanya tak berhenti berdecak kagum melihat sajian di depan matanya. Makanan Italia jadi pilihan Reynald siang ini. Jujur, Yasmin belum terbiasa dengan makanan karya chef hotel sekelas bintang lima. Bisa mencicipi makanan warung Padang atau warteg saja sudah membuatnya bersyukur. Paling kalau dirinya diajak makan di kafe atau restoran biasa, baru mendapatkan cita rasa yang berbeda pula.

"Kamu harus terbiasa dengan semua ini, karena saya ingin kamu meninggalkan semua yang berhubungan dengan masa lalumu. Kamu harus ingat dengan siapa kamu bersanding saat ini." Pria yang duduk dalam satu meja dengannya tahu kalau Yasmin merasa canggung.

"Iya Pak, saya akan berusaha untuk menjadi seperti yang Bapak inginkan."

"Good, mari kita makan sebelum makanannya dingin."

Sesekali Yasmin mencuri pandang pada sosok pria berwajah tegas itu. Benar kata orang kalau Reynald memiliki aura yang kuat. Terpancar dari raut wajahnya. Rahangnya tampak tegas bergerak seiring giginya yang sedang mengunyah.

Alisnya yang hitam tebal menambah kesan galak, didukung matanya bagaikan elang. Tajam seperti pedang yang menghunus lawan. Ditunjang tubuh tinggi proporsional, dambaan semua wanita. Bukan hanya tampan, tapi juga kaya raya.

Reynald menyeka mulutnya selesai menyantap makanan. Beda halnya dengan Yasmin yang masih belum menghabiskan makanannya sama sekali.

"Jangan terburu-buru, santailah. Jangan pikirkan telat masuk kantor. Biar Romi yang urus." Reynald seolah tahu kalau Yasmin terus berpikir bahwa waktu istirahatnya sebentar lagi akan habis.

Yasmin mengangguk pelan.

"Kita mengobrol dulu ya, saya hanya ingin tahu keseharian kamu apa saja selain ke kantor dan melayani panggilan."

Yasmin melirik Reynald sebentar.

"Emm, saya tidak melakukan apa-apa lagi selain pekerjaan sampingan saya. Paling saya bermalas-malasan di rumah, kalau tidak saya menengok ayah di rumah sakit," ucapnya jujur.

"Kalau kamu nanti tinggal dengan saya, apa kamu bersedia, Yasmin? Boleh saya panggil kamu dengan panggilan Yas?" Suara beratnya sangat Yasmin sukai, terkesan seksi dan manly.

"Saya lebih senang dipanggil Yas. Maaf, apa Anda tidak salah barusan? Tinggal dengan Anda?"

"Ya benar, saya ingin memiliki waktu privat dengan kamu. Nanti akan saya pikirkan setelah urusan pekerjaan saya selesai. Kamu suka apa, Yas? Biar saya siapkan untuk kamu."

Yasmin dibuat heran, belum juga memulai pekerjaannya, tapi Reynald sudah menawarinya hal lain.

"Tidak usah Pak, jangan repot-repot."

"Jangan sungkan, karena mulai sekarang hidup kamu saya yang jamin."

Yasmin merasa jadi perempuan beruntung, dirinya sekaligus bangga pada Reynald yang begitu royal. Dia tahu Reynald mampu memenuhi semua keinginan bahkan kebutuhan hidupnya sekalipun.

"Dengan satu catatan," kata Reynald menyela rasa bahagia yang mulai menyeruak ke hatinya.

"Catatan apa, Pak?"

"Kamu harus siap kalau saya panggil sewaktu-waktu. Kapanpun, di manapun. Saya tidak peduli kamu sedang sesibuk apapun. Apa kamu paham, Yas?" tegasnya.

"Mengerti, Pak."

"Good. Saya paling suka dengan perempuan penurut dan tidak macam-macam. Ingat Yas, sekali kamu melakukan kesalahan, kamu akan dapat peringatan keras dari saya!" ancamnya.

***

Bab 3

Reynald menyandarkan punggung kokohnya ke sandaran kursi kebesarannya. Senyumnya mengembang seiring memeriksa dokumen berisi laporan dari Romi tentang perkembangan saham perusahaan.

"Harga saham perusahaan kita naik, tapi kenapa kerja sama kita dengan Wika Grup batal? Apa yang salah?" Suaranya terdengar berat dan menekan.

"Saya rasa ada kesalahan, kita bisa memeriksanya dari bagian penjualan, Pak."

Reynald memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Belasan tahun bergelut di bidang usaha properti dan real estate, baru kali ini mengalami kegagalan dalam meraup untung. Kerja sama proyek gagal akibat klien tidak menyetujui ajuan proposal dari pihaknya.

"Kumpulkan semua divisi marketing, saya ingin menanyai mereka satu per satu." Pria itu memerintah tanpa ekspresi. Wajahnya datar dan dingin.

"Siap laksanakan, Pak." Romi undur diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

*

*

*

Semua anggota divisi yang beranggotakan 15 orang itu sudah terkumpul di ruang meeting Hartawan Grup. Dengan sorot mata tajam layaknya mata elang, Reynald memindai satu per satu orang yang menggantungkan mata pencaharian padanya. Termasuk Yasmin yang turut berada di sana. Hanya dua detik mata mereka bertemu, selanjutnya Reynald menatap orang yang berada di samping Yasmin.

"Kamu, bukankah kamu yang bertanggung jawab atas ini?" Proposal yang dipegang Reynald pun melayang persis di depan meja Farah. Perempuan yang menjabat sebagai kepala divisi di sana tetap tenang kala Reynald mulai menyerangnya.

"Benar, Pak. Dan lebih tepatnya Yasmin yang mengerjakan laporannya. Saya tidak tahu kenapa jadinya seperti ini. Kami akan segera memperbaikinya," jawab Farah, mengkambinghitamkan Yasmin.

Wajah Yasmin langsung menengok ke sampingnya, dia tak paham kenapa tiba-tiba Farah menyebut namanya di depan Reynald. Padahal dia sama sekali tidak tahu-menahu tentang penyusunan proposal itu.

"Kamu yakin?" Tatap Reynald penuh penekanan.

"Anda tinggal tanyakan pada Yasmin. Benar kan, Yasmin? Kemarin lusa kamu lembur untuk mengerjakan proposal ini?"

Yasmin merasa kecil di hadapan orang-orang yang menatapnya. Dia sama sekali tidak mengerti.

"Tapi Bu Farah, saya—"

"Saya tahu kamu menolak awalnya karena ingin menengok ayahmu di rumah sakit, tapi bukan begitu caranya. Jangan sampai masalah pribadi kamu campurkan ke dalam perusahaan." Farah terus mencecar Yasmin.

Braakkk!

Reynald menggebrak meja meeting, membuat semua orang terhenyak kaget.

"Saya memanggil kalian bukan untuk melihat drama ini. Dan kamu, berikan saya bukti kalau memang dia yang melakukannya! Saya tidak akan segan memecatnya. Kalian tahu untuk proyek ini perusahaan kita sudah keluar banyak, tapi malah gagal tanda tangan. Kalian ingin membuat saya malu, hah?" Suara berat Reynald semakin menggema, menambah suasana semakin tegang.

Yasmin memperhatikan gestur Reynald. Dalam pikirannya, Yasmin menerka-nerka seorang Reynald yang tegas dan arogan. Pria itu tidak senang dibantah, dan apa yang diinginkannya harus terlaksana. Menyangkut perusahaan merupakan harga mati baginya.

"Kalian sudah lama bekerja dengan saya, tapi kenapa hari ini kalian begitu bodoh? Apa saya kurang memberikan kalian kesejahteraan sampai untuk proposal saja ancur-ancuran?"

Reynald mendesah frustrasi. Namun saat matanya kembali beradu dengan Yasmin, seketika amarahnya meredup.

"Kita akan melobi lagi pihak Wika Grup, dan kamu buatkan proposal yang sesuai dengan yang diinginkan mereka. Kalau sampai gagal lagi, jabatanmu taruhannya!" Kemudian Reynald mengibaskan tangannya, mengusir ke-15 orang divisi marketing.

Farah kali ini bisa terbebas, namun lihat apakah kariernya bertahan setelah kerja sama dengan Wika berhasil.

"Bu, Bu Farah, tunggu." Yasmin menyusul Farah yang sudah lebih dulu keluar dan akan kembali ke ruangan.

"Ada apa?" tanyanya sambil terus berjalan.

"Bu Farah, kenapa menyalahkan saya atas gagalnya proposal itu? Dan kenapa saya yang dituduh di depan Pak Reynald?" Yasmin mensejajarkan langkahnya dengan Farah.

Farah berhenti sejenak, kemudian menatap manik mata Yasmin lekat-lekat.

"Kamu mau tahu? Ingat Yasmin, untuk bekerja di sini dibutuhkan kejujuran. Jangan hanya mengandalkan tampang dan tubuh," jawabnya santai. Dia kembali melanjutkan langkahnya masuk ke lift.

"Maksud Ibu apa?" Yasmin sudah cemas. Jangan-jangan Farah tahu kalau dia bertemu secara pribadi dengan Reynald.

"Kamu tidak bodoh dan kamu terpelajar. Harusnya kamu bekerja untuk mendapatkan uang dengan halal, jangan hanya mengandalkan orang kaya demi kebutuhan kamu." Farah lebih dulu keluar ketika lift terbuka. Dia mengakhiri pembicaraan dan pergi menuju mejanya.

Yasmin diam memaku. Dugaan yang tadi hanya ada di pikirannya kini terasa nyata. Pasti Farah tahu telah terjadi sesuatu antara dirinya dengan Reynald.

***

"Lantai 8, Yasmin. Jangan bertanya kepada siapa pun, kamu langsung saja naik. Saya akan menunggumu," kata Reynald lewat panggilan telepon. Satu jam lalu, Reynald memintanya datang ke Hartawan Hotel, president suite, kamar yang jadi tempat pertemuan pertama mereka.

Yasmin berjalan santai menyusuri lobi Hartawan Hotel. Dia memperhatikan sekeliling tempat itu. Ubin yang terbuat dari granit mahal membuatnya terkesan mewah. Lampu-lampu kristal menggantung di setiap langit-langit, tempat duduk untuk para tamu bersantai sambil menerima tamu atau sekadar minum kopi. Para staf hotel dengan senyuman ramah menyambut para tamu yang datang.

Yasmin terus berjalan sampai lift membawanya ke tujuannya. Jantungnya kembali merasakan debaran aneh, sama seperti saat pertama menemuinya di tempat yang sama dan kamar yang sama.

Kini, dia sudah berdiri tepat di depan pintu kamar suite room itu. Beberapa detik kemudian setelah dia mengetuk pintu, terdengarlah suara handle pintu bergerak.

"Masuklah." Reynald membukakan pintu untuknya. Wangi aroma parfum Reynald menguar, menusuk hidung Yasmin. Aromanya menenangkan dan khas.

"Duduklah dulu, kita bersantai. Jangan tergesa-gesa."

Pria bermata cokelat itu begitu menawan di usianya sekarang. Rambutnya yang pendek dengan bagian depan agak panjang sehingga bisa disisir ke belakang terlihat rapi dengan sentuhan pomade. Alis tebal dengan sorot mata tajam mampu membuat Yasmin tak berkutik.

Seperti sekarang yang dirasakan Yasmin. Anehnya, Yasmin tidak pernah merasakan getaran ini dengan klien-klien sebelumnya.

Reynald masih mengenakan setelan kemeja abu-abu yang dikenakannya tadi ke kantor dengan celana panjang dark grey-nya. Hanya jas kerjanya saja yang sudah dilepas.

"Kamu mau minum apa? Biar saya ambilkan?" Reynald berhasil membuat Yasmin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Otak Yasmin mulai berpikir, mungkinkah malam ini dirinya dan Reynald akan melakukannya?

Pipi Yasmin sudah bersemu merah tatkala Reynald perlahan menggapai wajahnya lalu mendaratkan ciuman singkat di bibirnya.

Dia yakin setelah malam ini, wajah Reynald bahkan bayangannya sekalipun akan hadir lewat mimpi-mimpi indahnya.

"Bersiaplah, karena setelah ini kita akan melakukannya." Bisikan Reynald mampu membuat tubuh Yasmin meremang.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!