Kirana tidak bisa memejamkan matanya, padahal waktu telah menunjukkan pukul 11 malam lebih. Gadis cantik berambut hitam panjang yang saat ini berusia 23 tahun itu tengah gelisah karena suatu hal. Ingatannya kembali pada kejadian siang tadi, bukan pertengkaran, melainkan hanya kesalahpahaman sedikit antara dirinya dan Satya. Siang tadi, Satya tidak sengaja melihat dan mendengarkan percakapan Kirana dan temannya yang bernama Sisil. Pada saat itu, Kirana tengah menceritakan bahwa dia baru saja mendapat DM di akun media sosialnya dari seorang laki-laki yang dulu pernah mendekatinya sewaktu di SMU dulu.
"Eh, serius Ki, tu cowok emang... siapa namanya?" tanya Sisil, teman Kirana, yang menjeda ucapannya sambil mengerutkan kening mencoba mengingat sesuatu.
"Dafa," sahut Kirana.
"Nah... itu, Dafa yang dulu bucin abis sama kamu itu, kan?" tanyanya lagi.
"He, em, aku bahkan sudah tidak ingat lagi," jelas Kirana.
"Tapi, seingatku, kan dulu kalian pernah viral banget jadi best couple di sekolah. Eh, terus gimana ceritanya tiba-tiba dia bisa datang lagi sekarang?" tanya Sisil penasaran.
"Couple apa pun, orang dari dulu kita nggak ada hubungan apa-apa. Dia aja yang ngejar-ngejar dulu. Liat deh ini," kata Kirana sambil menyodorkan ponsel miliknya kepada Sisil. Karena saking penasarannya, Sisil buru-buru merebut ponsel Kirana dan langsung melihat apa yang ingin Kirana tunjukkan.
"Jadi, semalem tuh, pas buka medsos, aku penasaran, kok ada yang DM aku. Terus, pas aku buka, ternyata dari si Dafa itu," jelas Kirana singkat. Sementara itu, Sisil menanggapinya hanya dengan manggut-manggut saja karena dia tengah fokus membaca chat dari Dafa.
"Gila, nih anak! Nggak ada angin, nggak ada ujan, dan nggak ada kabar, tiba-tiba datang kek jailangkung. Serius, dia mau ngelamar kamu, katanya. Padahal, kalian belum pernah ketemu lagi, kan, sejak lulus sekolah? Dia pasti cinta mampus sama kamu, Ki! Sampai segitunya, stress kali, tu anak?" ucap Sisil dengan raut muka terheran-herannya.
"Nah, itu makanya, kok dia bisa-bisanya kepikiran mau datang ngelamar. Tiba-tiba lagi," jawab Kirana.
"Belum bisa move on, tuh berarti si Dafa. Terus, kamu gimana?" tanyanya lagi.
"Gimana apanya? Ya, nggak gimana-gimana lah. Lagian, palingan dia lagi gabut doang," jawab Kirana.
"Gabut, kok ngajak nikah? Hadeuhhh!" Sahut Sisil sambil menepuk pelan keningnya sendiri.
"Sebenernya, dia udah beberapa kali, sih, mencoba hubungi aku. Saat itu pun aku biasa aja nanggepinnya, nggak kasih respon yang berlebihan. Karena dari jaman sekolah dulu pun aku emang gak suka sama sikap dia yang kelewat obsesif. Ngeri, tau? Tapi, nggak tahu kenapa, tiba-tiba sekarang dia muncul lagi," jelas Kirana panjang lebar.
Sementara itu, tanpa mereka sadari, sebenarnya Satya sudah ada di balik pintu sejak tadi. Otomatis, dia mendengarkan percakapan dua sahabat tersebut. Sebenarnya, Satya sengaja datang untuk menemui Kirana dan mau mengajaknya makan siang bersama. Tapi, ketika mau masuk ke ruangan tempat Kirana berada, dia malah tidak sengaja mendengar percakapan mereka berdua yang otomatis membuat Satya mengepalkan tangannya karena menahan rasa marah yang cemburu.
Setelah cukup lama berdiri di balik pintu, akhirnya Satya langsung masuk ke ruangan tersebut tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kedatangan Satya yang tiba-tiba itu mampu membuat Kirana dan Sisil langsung menoleh ke arah pintu secara bersamaan karena saking terkejutnya.
Satya menghampiri mereka berdua dan tanpa mengatakan apa pun, ia langsung mengambil ponsel milik Kirana yang masih dipegang oleh Sisil. Satya membuka ponsel tersebut dan melihat semua chat yang dikirimkan laki-laki lain kepada kekasih yang sangat dicintainya itu. Satya mendesah pelan. Terlihat dari raut wajahnya yang masam saat membaca chat tersebut, sudah bisa dipastikan dia tengah menahan amarahnya saat ini.
"Si... ang pak," Sapa Sisil dengan kikuk.
Satya tidak bereaksi apa pun. Dia masih fokus dengan ponsel yang dipegangnya.
"Mas Satya," sapa Kirana kemudian. Dia berusaha setenang mungkin menata ekspresi wajahnya, meskipun jantungnya tengah tidak aman saat ini.
Satya meraih tangan Kirana dan meletakkan ponsel tersebut di telapak tangannya.
"Mungkin ada yang ingin kamu jelaskan padaku, Ki?" tanyanya masih dengan raut muka yang masam.
"Sebelumnya aku minta maaf untuk itu, tapi Mas Satya bisa lihat sendiri kan aku bahkan tidak menanggapinya sama sekali," jelas Kirana mencoba membela diri.
"Kenapa kamu tidak cerita sama aku?" tanya Satya.
"Karena menurutku ini nggak penting, Mas. Jadi aku pikir Mas Satya gak perlu tahu juga," jelas Kirana lagi, kali ini dengan suara pelan. Sebenarnya, dia tengah menahan rasa takutnya, takut kalau Satya marah karena hal ini.
"Huffh... ya sudah tidak apa-apa. Tadinya aku ke sini mau ngajak kamu makan siang bareng, tapi... " Satya menjeda ucapannya. Lalu Kirana tiba-tiba menyahut.
"Enggak jadi karena Mas Satya marah sama aku, ya?" tanyanya.
"Bukan begitu, aku tidak marah kok. Hanya saja sekarang tiba-tiba aku jadi tidak berselera makan," jelas Satya.
"Bilang aja marah," sahut Kirana lagi.
"Ya sudah aku keluar dulu. Sepertinya aku mau melanjutkan pekerjaanku saja. Aku baru ingat aku ada janji mau ketemu ayah juga. Kamu jangan lupa habis ini makan siang ya, biar ditemani Sisil. Aku pergi dulu, nanti kita bicara lagi," pamit Satya. Setelah itu, ia langsung melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Kirana pun dibuat heran dengan sikap Satya yang seperti itu, sebab biasanya Satya selalu bersikap manis kepadanya.
"Ya sudah kalau gitu, Mas Satya jangan lupa makan siang juga," ucap Kirana kemudian, meskipun dia tidak yakin apakah Satya mendengar ucapannya.
Kirana mendengus pelan. Dalam pikirannya saat ini, ia mengira pasti Satya tengah marah padanya.
"Ayo ke kantin, laper nih," ajak Sisil sambil menggandeng tangan Kirana. Dia langsung menariknya, meskipun Kirana belum mengiyakan ajakannya.
Abisatya Bimantara, atau yang lebih dikenal sebagai Satya, adalah sosok laki-laki dewasa yang serius dalam setiap ucapan maupun perbuatan. Meskipun dia terlihat begitu kaku dan dingin, sebenarnya dia adalah lelaki yang baik, tenang, dan sangat bertanggung jawab. Dia adalah kekasih Kirana saat ini. Mereka sudah menjalin hubungan sejak enam bulan yang lalu, meskipun sebenarnya mereka telah saling mengenal lumayan lama. Kirana bekerja di salah satu perusahaan garmen milik orang tua Satya sebagai staf kantor di perusahaan tersebut, sementara Satya membantu ayahnya mengelola perusahaan tersebut. Itu artinya Satya adalah atasannya dan sekaligus kekasihnya.
Sebenarnya, Satya sudah lama menyimpan perasaan yang lebih terhadap Kirana, tepatnya saat awal-awal Kirana masuk kerja di perusahaan miliknya. Satya sudah tertarik dengan gadis itu, Kirana yang begitu cantik dan memikat meski dengan segala kesederhanaannya. Namun, justru hal itulah yang mampu membuat Satya jatuh cinta dengan begitu mudahnya kepada gadis itu. Namun, saat itu Satya memilih mencintai Kirana dalam diam, sebab dia bukan tipe laki-laki yang bisa begitu mudah mengungkapkan cinta kepada lawan jenisnya, terlebih dengan sikapnya yang sedikit kaku dan serius. Dia ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
Akhirnya, setelah sekian waktu lamanya, Satya memberanikan diri untuk menyatakan cintanya pada Kirana, seorang gadis sederhana yang memiliki paras cantik alami dan senyum yang menawan. Pada akhirnya, keteguhan dan kesungguhan Satya dalam mengambil hati Kirana pun mampu meluluhkan hati gadis tersebut. Meskipun Kirana sebenarnya belum begitu yakin dengan perasaannya sendiri terhadap Satya saat itu, selama ini Kirana mengira perhatian yang ditunjukkan Satya padanya adalah hal yang wajar, sebagai atasan kepada bawahannya. Tapi, ternyata ia keliru. Nyatanya, itu adalah sebagian dari upaya Satya untuk mendapatkan cintanya.
Kirana menerima Satya sebagai kekasihnya lantaran ia berpikir tidak ada salahnya memberi Satya kesempatan. Toh, Satya adalah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Jadi, apa lagi yang kurang? Kirana yakin suatu saat ia juga akan mencintai Satya, meskipun itu butuh waktu yang tidak sebentar. Dan akhirnya, beberapa bulan pun telah terlewati oleh mereka berdua sebagai sepasang kekasih.
Kirana cukup bersyukur sebab Satya memang lelaki yang sangat baik dan bertanggung jawab. Ia merasa mungkin Satyalah yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya nanti. Kirana tersadar dari lamunannya. Dia merasa tidak akan bisa tidur dengan nyenyak sebelum meluruskan masalah itu dengan Satya. Berawal dari DM yang dibaca oleh Satya dari seseorang di masa lalunya, membuat Satya sepertinya menjadi marah dan kemudian mendiamkan Kirana sejak siang tadi. Padahal, Satya tadi mengatakan akan menghubunginya, tapi sampai larut malam begini tidak ada juga notifikasi di ponsel miliknya dari Satya. Membuat Kirana merasa bersalah pada Satya, ia berpikir tidak seharusnya ia menanggapi chat dari laki-laki yang pernah mengejarnya dulu, dan akhirnya menimbulkan kesalahpahaman ini.
"Apa aku menghubungi Mas Satya dulu, ya?" ucap Kirana pelan sambil membuka ponselnya dan menulis pesan pada Satya, tapi ia urung mengirim pesan tersebut. Dia pikir lebih baik bicara langsung saja besok di tempat kerja. Tapi, meskipun begitu, toh ia tetap mengecek ponselnya berkali-kali, berharap Satya menghubunginya atau setidaknya mengirim pesan untuknya. Tapi, ternyata tidak ada pesan atau panggilan sama sekali dari Satya, dan itu semakin membuat Kirana merasa tidak enak hati.
"Hufft..." Kirana lagi-lagi menghela nafasnya. "Mas Satya, maafin aku, aku tidak bermaksud membuat masalah sama kamu," ucapnya lirih sambil menutupi wajahnya dengan bantal, dan kemudian perlahan-lahan ia pun mulai memejamkan matanya.
Kirana sadar betul, perasaannya kepada Satya belum seutuhnya, tapi meskipun demikian, ia tidak pernah ada keinginan untuk mencari laki-laki lain, apalagi mendua dengan sengaja. Meskipun selama ini lumayan banyak juga laki-laki yang mendekatinya, tapi Kirana tidak goyah sedikit pun, sebab ia memang tipe perempuan yang sulit didekati, dia adalah tipe perempuan yang tidak mudah jatuh cinta pada seorang laki-laki.
Begitu juga dengan Satya, baginya Kirana adalah satu-satunya dalam hati dan hidupnya, dan untuk Kirana, Satya pasti akan memberikan yang terbaik. Dilihat dari mana pun, sebenarnya Kirana sangat beruntung karena dicintai dengan begitu hebatnya oleh laki-laki bernama Satya tersebut, tapi entah kenapa, sekian waktu berlalu, Kirana tidak juga menemukan getar cinta di dalam hatinya, hatinya tetap terasa kosong dan sepi.
Sudah hampir pukul 7 pagi, tapi Kirana masih belum beranjak juga dari tempat tidurnya. Entah kenapa, hari ini tiba-tiba dia merasa malas untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Hingga suara ketukan pintu yang cukup keras mampu membuatnya melonjak kaget seketika dari lamunannya.
"Sudah siang, Nduk, nanti kesiangan masuk kerjanya," ucap ibu dari balik pintu.
"Iya, Bu, sebentar," sahutnya dari dalam kamar.
"Aduh, gawat kesiangan lagi. Mau berangkat kerja juga sudah telat, mana belum mandi lagi," gerutu Kirana setelah menyadari kecerobohannya sendiri. Jadi, dia pun memutuskan untuk tidak masuk kerja saja, dan hampir siang dia masih belum beranjak juga dari tempat tidurnya yang nyaman.
Tiba-tiba, pintu kembali diketuk lagi dari luar. "Nduk, ini ada Nak Satya di luar nungguin kamu," ucap ibu.
"Iya, Bu, sebentar," katanya.
Tak lama kemudian, Kirana keluar dari kamar setelah sebelumnya dia mandi terlebih dahulu. Dia mengenakan kaos oblong berwarna putih dan celana pendek. Dilihatnya Satya sedang duduk di teras depan rumah dengan sebatang rokok di tangannya.
"Mas," sapa Kirana dengan suara lembut. Satya menoleh ke arah suara yang memanggilnya tersebut, melihat Kirana dengan baju mode santai membuat Satya bertanya.
"Kok belum siap-siap, kamu nggak kerja?"
"Kesiangan tadi aku bangunnya, lagian ini hari Sabtu, kerjaan kemarin juga udah aku beresin kok, jadi rencananya hari ini mau ijin, boleh, kan?" jelas Kirana sambil tersenyum manis setelah mengatakannya.
"Iya, terserah kamu saja, sini," perintahnya sambil meraih tangan Kirana dan mengajaknya duduk di dekat Satya.
"Emm... Mas Satya sudah tidak marah lagi sama aku?" tanya Kirana, masih dengan suara lembutnya.
"Aku mana bisa marah sama kamu," kata Satya masih dengan erat menggenggam tangan kekasihnya itu.
"Tapi kemarin Mas Satya marah, kan?" tanyanya lagi.
"Maaf, kalau kamu berpikir seperti itu, Ki, aku bukannya marah hanya saja jujur aku terlalu cemburu ketika mengetahui ada laki-laki lain yang juga menginginkanmu," terlihat raut wajah tak senang ketika Satya mengutarakan hal itu.
"Tapi aku kan tidak merespon yang gimana-gimana, kan? Mas Satya tahu itu, dia itu bukan siapa-siapa selain seorang pengganggu," jelasnya pada Satya.
"Aku tahu, makanya aku datang kesini, aku mau meminta maaf atas sikapku kemarin sama kamu, aku kira aku sudah berlebihan," kata Satya.
"Ya, Mas, aku tidak masalah dengan itu, aku bisa ngerti kok," kata Kirana sambil mengulas senyum manisnya, senyum yang selama ini telah berhasil membuat Satya tak mampu berpaling darinya.
"Oh ya, Mas Satya tidak berangkat kerja juga ya hari ini?" tanya Kirana kemudian.
Sambil mengusap rambut kekasihnya, Satya menjawab, "Iya, kerja, setelah ini mau langsung ke kantor, tapi sebelumnya aku ingin menemui kamu terlebih dahulu, aku belum tenang sebelum melihatmu lagi setelah kemarin. Ya sudah, aku berangkat dulu, banyak kerjaan yang menunggu."
"Ya, Mas, hati-hati di jalan ya."
"Ya, sudah, aku pamit dulu, jangan lupa sarapan, nanti aku ke sini kalau kerjaan sudah beres," ujarnya masih dengan tangannya yang mengusap rambut Kirana, sementara gadis itu hanya membalasnya dengan anggukan kepala dan senyuman manis di bibirnya. Kirana menatap punggung lelaki yang mulai beranjak menjauh dari pandangannya. Kemudian ia bermonolog sendiri di dalam pikirannya.
"Apa benar aku yakin dengan pilihanku dan menjadikan Mas Satya sebagai pelabuhan terakhirku?" Kirana tahu Satya memang sosok yang baik dan sangat mencintainya, tapi apakah ia yakin juga jika Satya adalah seseorang yang ia inginkan dan dia harapkan menjadi yang terakhir dalam hidupnya.
"Entahlah... biarkan waktu yang akan menjawabnya nanti, dan sementara ini biarlah aku akan menjalani peranku sebaik mungkin sebagai seorang kekasih untuk Mas Satya, dan aku berjanji akan selalu belajar menerima Mas Satya dengan sepenuh hati. Semoga"
Setelah Satya pergi, Kirana kembali ke dalam kamarnya dan duduk di atas tempat tidurnya kembali. Ia memandang ke sekeliling kamar yang terlihat begitu sunyi dan sepi. Ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya, ada yang belum ia temukan.
Ia berpikir tentang Satya dan bagaimana laki-laki itu sangat mencintainya. Tapi, ia juga berpikir tentang perasaannya yang belum sepenuhnya yakin. Ia merasa ada yang mengganjal di hatinya, ada sesuatu yang terasa kurang dalam dirinya dan kehadiran Satya sampai saat ini ternyata belum mampu menggenapinya.
Kirana menghela napas dalam-dalam dan berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu. Ia tahu bahwa ia harus menjalani hidupnya dengan sepenuh hati dan tidak boleh terjebak dalam pikiran-pikiran yang negatif.
Ia berdiri dari tempat tidurnya kemudian berjalan ke arah jendela. Ia membuka jendela dan memandang ke luar. Ia melihat langit yang biru dan matahari yang bersinar terang. Ia merasa mungkin masih ada harapan yang akan muncul dalam hidupnya nanti.
Semoga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!