...PENOKOHAN...
1. Reno El barra Hartawan Hadiningrat
Protagonis cowo
2. Kanaya Diniarti Sandika Dwipangga
Protagonis Cewe
3. Dealova Melani
Sahabat Reno dan Kanaya
4. Dumas Algafari
Sahabat Reno dan kanaya
5. Naomi
Mantan pacar Reno (Antagonis 1)
5. Sinta zizilia
Antagonis 2
Reno El barra anak dari pasangan Hartawan Hadiningrat dengan Yulan Nasution. Hartawan Hadiningrat memiliki jabatan penting di suatu instansi dan Yulan Nasution seorang pengacara terkenal, pasangan itu merupakan orangtua yang strict parents.
Mereka berupaya menjadikan anak-anaknya sukses di semua bidang. Reno anak kedua dari tiga bersaudara, kakanya bernama Davin Pramudia jebolan sekolah kedinasan yang melahirkan intelijen negara, dan Lalita adik perempuan kesayangan Reno yang ceria dan manja.
Di rumah Reno adalah anak yang penurut, soft spoken, tidak pernah bisa membantah apa pun yang diinginkan kedua orangtuanya, akan tetapi hatinya seringkali bergejolak dengan semua aturan dan kekerasan hati mamanya, semua kemarahan dan kekecewaan pada keluarganya dia lampiaskan di luar rumah terutama di sekolah.
Reno memiliki wajah yang 'lumayan' menarik namun tidak setampan kakanya, Davin. Tubuhnya yang atletis terbentuk karena hobinya yang tawuran, bersepeda, basket, gulat dan renang.
Masa SMP Reno boleh dibilang sangat kelam, sering terciduk dan mendekam di polsek karena tawuran, masa SMP adalah masa pergolakan jiwanya yang ingin menentang segala hal walaupun hanya bisa dia lampiaskan di luar rumah. Kenakalannya semakin menjadi semenjak Naomi mendekati dan memanfaatkan untuk memuluskan semua kenakalannya.
Baginya saat itu Naomi adalah dunianya, apapun yang Naomi katakan dia dengan suka rela melakukannya. Hingga memasuki masa SMA, Reno mengikuti di mana Naomi bersekolah dan dia berhasil menentang keinginan orangtuanya yang berniat mendaftarkannya ke sekolah Krida Nusantara.
Masa SMA adalah masa terberat bagi Reno, karena Naomi menduakannya, dunia Reno seakan runtuh, hancur berkeping-keping ditambah tuntutan dan kata-kata makian yang dia terima dari mamanya. Reno sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan menceburkan dirinya di laut dari sebuah kapal, namun karena kejadian itulah awal mula dunia baru menghampirinya. Dia mengenal sosok yang akan menjadi idolanya, lelaki matang berpangkat Letkol yang menyuntikkan kata-kata motivasi untuk bekal hidupnya.
Kanaya Diniarti Sandika Dwipangga, adalah putri semata wayang dari pasangan Letkol Sandika Dwipangga dengan Ayunda, Kanaya memiliki pribadi yang extrovert di rumah dan pada orang-orang terdekatnya, namun dia akan berubah jadi pemalu, pendiam dan tertutup pada orang yang tidak begitu dia suka dan tidak akrab dengannya.
Akan tetapi Kanaya mempunyai kepribadian menarik, jiwa sosial yang tinggi, pintar, ulet, teguh pendirian dan percaya diri.
Kanaya pernah memiliki trauma saat masa SMP, di mana ada Kaka kelas yang menyukainya namun seringkali mengancam siapapun yang dekat dengan Kanaya, baik itu teman perempuan maupun laki-laki. Masa SMP adalah masa yang sunyi bagi Kanaya karena dia tidak memiliki teman di sekolah, semua teman menjauhinya, hanya Milo si kaka kelas itu yang selalu mengikuti Kanaya kemana pun gadis itu pergi.
Milo adalah cowo terkeren dan terkaya di sekolah, kemanapun Milo berada sudah pasti dikejar oleh kaum hawa, sementara Milo hanya menyukai Kanaya.
Milo selalu mengajak kanaya berkencan tapi selalu dia tolak hingga suatu hari saat perpisahan kelas tiga, perpisahan Milo, di depan semua mahluk sekolah dengan menggunakan microphone di atas panggung, lantang Milo menyatakan kalau Kanaya adalah miliknya.
Pengumuman Milo itu sontak membuat kaum hawa yang tergila-gila dengan Milo meradang, marah dan tidak terima, Kanaya menjadi bahan Bullyan berbulan-bulan. Dia mengalami bully hampir setiap hari hingga sang papa harus turun tangan menghadapi semua pelaku bully dan meminta pihak sekolah bertindak.
Bagi Kanaya, papanya adalah super Hero, idolanya sampai kapanpun. Jika harus dia memiliki suami, dia ingin memiliki lelaki yang berkepribadian seperti papanya.
Tapi Tidak! Semenjak Kanaya mengalami trauma karena Milo, Kanaya memutuskan tidak ingin mengenal makhluk berjenis kelamin laki-laki. Dia menutup diri pada siapapun di luar rumah, dia jadi paranoid, dan selalu menghindari pertemanan. Bahkan Kanaya berikrar tidak ingin menikah, baginya lelaki seperti sosok papanya tidak akan dia temui di manapun, papanya adalah spesies langka yang sudah punah.
Traumanya semakin melekat saat papanya berangkat ke medan tugas dan menghilang tanpa kabar juga saat mamanya meninggal karena menjadi salahsatu korban Covid, Kanaya pindah ke kota metropolitan pertama di Indonesia, menempati rumah Eyang nya dari mamanya di wilayah Jakarta.
Bagaimana cerita Cita-Cinta Reno dan Kanaya di bab selanjutnya...
Happy Reading 🎉
"Kita putus!" teriak Naomi
"Nom, apa lagi masalahnya? Aku sudah minta maaf berkali-kali sama kamu, apa aku harus menyembah di kakimu?" dengan wajah kucel Reno yang baru saja turun dari motor langsung berlari mengejar Naomi yang juga berlari menjauh ke arah aula sekolah yang saat ini sepi.
"Kita udah engga ada kecocokan Ren, ngeyel banget sih kamu! Liat penampilan kamu, emangnya pantes kamu jalan denganku?" ucapnya dengan wajah menghina
"Hah? maksudmu apa sih? Selama ini penampilan aku emang begini, dan kamu fine aja gak pernah komplain"
"Tapi gue ilfeel" Naomi melengos
"Nom? Gue? Kamu merubah panggilan aku dan kamu?" Reno menggelengkan kepala dengan wajah tak percaya
"Iya! Gue bosen sama lo Ren!" dengan melangkah mundur, Naomi menunjukan jari tengahnya di depan wajah
"brengsek lo!! Gue udah korbanin segalanya buat lo Nom, gue rela dicaci maki mama papa gue demi lo!" teriak Reno
"bodo! Emang gue pikirin" Naomi menunjuk Reno dan dirinya juga mengarahkan telunjuknya di leher; 'lo gue end'' disertai jari tengah tegak berdiri mengarah ke depan Reno, gadis itu terus berlalu menuju ruang OSIS
"aarrggkk...!!" Reno meremas rambutnya dan menendang apa saja yang ada di dekatnya.
"wait...wait... Bro, lo gak boleh ngerusak Sapras sekolah" Dumas yang baru datang langsung merangkul Reno
"geret dia ke warung bude, Dum" perintah Aldi
Sepanjang perjalanan ke warung bude tempat yang mereka jadikan basecamp, Reno terus saja mengumpat dan memaki Naomi dengan kata-kata kasar.
"udah lah dok, cewe gak usah dibikin pusing. Gue tau banget si Naomi gak bisa jauh dari Lo, bentar lagi juga dia minta balikan, yakin gue! Gue kenal kalian dari SMP, putus nyambung udah jadi lagu lama" timpal Angga yang memang satu sekolah sejak SMP dengan pasangan sejoli itu.
Ohya! Reno diberi julukan 'kodok' sama teman-teman Genknya, karena hobi tidur di kelas hingga dengkurannya sering dijadikan meme dan nada dering grup Genk Dekil nya.
Tak berapa lama jam pelajaran pun di mulai, kelima sahabat itu masih asyik nongkrong di warung bude sampai security sekolah datang membuyarkan keasikan mereka dengan memberi tanda peluit yang begitu kencang.
"priiuttt...! Ayo masuk ke kelas masing-masing!" teriak Jono.
Selama jam pelajaran Reno hanya diam dengan wajah mengeras, tidak ada senyuman dan tingkah konyol yang biasa menjadi ciri khasnya. Entah kenapa kali ini dia merasa Naomi bukan hanya menggertaknya, tapi gadis itu memang menginginkan putus karena punya gebetan baru.
Reno berniat mengirim DM ke Naomi di medsosnya, namun ternyata dia sudah di unfollow dan di blokir.
"Dum, lo bisa DM Naomi gak? Bilang gue tunggu di warung bude setelah pulang sekolah" pinta Reno, Dumas hanya mengerlingkan matanya.
Jam pulang sekolah pun tiba, dengan sabar Reno menunggu Naomi di warung bude sambil memesan mie rebus ditambah dua telor plus sayuran sawi. Sedang asik makan, punggung Reno di tepuk seseorang.
"Lo mau ngomong apa lagi?" tanya Naomi dari balik punggungnya
Reno segera memutar tubuhnya, menghadap Naomi. Kaget bukan kepalang, ternyata Naomi tidak sendiri. Di sebelahnya Kaka kelas yang kini menjadi ketua OSIS berdiri di samping Naomi, mereka bergandengan tangan! Mie rebus yang baru saja masuk mulutnya seakan susah sekali dia kunyah, rahangnya terasa ikut mematung dan malas mengunyah makanan.
"mau ngomong apa lagi?gue mau jalan sama ka Dilan" sinis Naomi
"bisa gak kita ngobrol berdua aja?" pinta Reno
"engga bisa, Naomi pacar gue, jadi gue harus tahu apa yang mau kalian omongin" ucap Dilan
Reno berdiri di depan kedua pasangan baru itu, yang sedang menatapnya dengan tatapan mengejek, tegak Reno berdiri di depan Naomi dengan tangan mengepal di sisi tubuhnya.
"Tiga kali kamu minta putus sama aku Nom dengan berbagai alasan, beda keyakinan lah, orangtua aku gak asik lah, kamu minder sama aku karena kamu anak broken home, dan alasan yang keempat ini aku gak bisa terima. setega itu kamu sama aku, Nom!" ucap Reno
"kamu udah jelas kan sekarang, jangan ganggu aku lagi. Kita selesai!" tegas Naomi
Mereka pun pergi meninggalkan Reno dengan saling berangkulan mesra dan tawa yang saling menggoda. Sementara Reno hanya menatap punggung Naomi yang semakin menjauh dengan perasaan hancur.
Berapa banyak waktu yang sudah mereka lalui selama SMP, berapa banyak cerita yang terukir di tiap-tiap jalan yang mereka lalui dan yang paling menyesakkan dada adalah dia gagal mengikuti keinginan orangtuanya untuk masuk sekolah Krida Nusantara karena Naomi mengamcamnya putus.
Dan apa ini, setelah dia korbankan harapan orangtuanya demi Naomi, sekarang gadis itu malah melenggang pergi bersama selingkuhannya.
Reno meninggalkan mie rebus yang sudah mekar di mangkok dan pergi menjauh dari warung bude. Pikirannya kacau, hatinya hancur ditambah motor tua pemberian orangtuanya tidak juga mau hidup walaupun sudah dia engkol tiga kali. Jiwa mudanya tersakiti dengan pengkhianatan cinta, Reno tidak kuat menghadapi ini.
Dengan deraian airmata yang tersamar hujan, Reno mendorong motornya yang mogok keluar dari sekolah. Dia biarkan tubuhnya basah kuyup di terpa hujan deras disertai angin. Entah berapa kilometer dia lalui jalanan itu hingga dia tidak kuat lagi mendorong motornya, dia duduk di trotoar jembatan dengan bersandar pembatas jembatan.
Bahunya terguncang saat mengingat momen dimana dia dicaci maki oleh kedua orangtuanya karena melewatkan sesi interview masuk sekolah Krida Nusantara, justru dengan bangga dia menentang keinginan orangtuanya hingga sang papa menghadiahi tamparan di pipinya.
"Mau susah hidupmu ya, diatur orangtua gak mau..sudah hebat kamu? Lihat kakakmu bisa sukses karena dia nurut sama omongan papa mama. Mau jadi kuli panggul di pasar induk kamu, iya!?"
Makian kesekian kali dan semua kata-kata kejam yang terlontar ribuan kali dari bibir mamanya. Mamanya yang berprofesi sebagai pengacara memang luar biasa saat menekan perasaannya, dia perlakukan Reno seperti terdakwa di ruang sidang, tanpa ampun Reno ditekan dengan pertanyaan-pertanyaan tanpa diberi ruang bicara.
Tidak ada komunikasi timbal balik atau dua arah, Reno hanya duduk lesu dibawah cacian bertubi-tubi dari kedua orangtuanya.
Reno meremas rambutnya saat kenangan itu bagaikan adegan film thriller yang memenuhi pikirannya. Dia berdiri dan membalik tubuhnya menatap aliran sungai yang bergolak karena debit air semakin meninggi saat hujan deras seperti itu.
Kaki panjangnya kini berlari tak tentu arah tujuan, dia terus berlari hingga hujan yang sejak tadi menyamarkan derai airmatanya berhenti. Kini dia di sebuah dermaga yang masih hiruk pikuk dengan para tentara, nelayan dan pengguna jasa kapal yang akan melintasi pulau.
Masih dengan seragamnya yang basah, Reno membeli tiket kapal yang akan berangkat segera, dia tidak tahu arah tujuannya, dia hanya ingin berlari dari masalah, dia ingin berteriak di tengah laut biar hatinya lega.
Kini Reno berdiri di atas kapal yang sudah berlayar dengan tatapan mata kosong hanya tertuju pada air laut yang menggulung, pikirannya masih saja berisik menyuarakan pergolakan hatinya akan semua kejadian demi kejadian.
Dia bermonolog;
Mereka mengatakan aku harus sukses, aku harus bisa melampaui pencapaian kakakku yang terdengar sangat hebat dan mereka memujanya. Dengan sengaja mereka lontarkan belati ke hatiku yang mereka sebut itu adalah nasehat.
Mereka berkata aku harus jadi hebat, tapi mereka juga yang melemahkanku sedikit demi sedikit dan menginjak harga diriku dengan kata-kata caci dan makian.
Aku ingin mendengar bimbingan penuh kasih tanpa cacian dan makian juga penghakiman.
Jika kasih sayang itu ada kenapa harus menorehkan luka
Jika kasih sayang itu membuat luka bagaimana aku mengerti Cinta?
Aku ingin mereka melihatku sebagai diriku sendiri bukan memaksanya berubah menjadi kloning dari sosok Kakaku yang hebat itu.
Aku memang lemah dalam pendidikan, tapi seharusnya kalian tahu aku anak yang berbakti, penurut dan penyayang pada kalian. Pernahkah aku membantah saat kalian memintaku mencuci mobil? Menyikat WC? Pernahkah aku membantah saat harus mengepel semua ruangan tanpa mengeluh?
Kalian membunuh waktu dengan kata sibuk, hingga kalian lupa hatiku butuh kasih sayang dan sentuhan hangat.
Naomi mengatakan aku harus kuat, aku adalah lelaki hebat tapi dia juga yang mengatakan aku tidak pantas jalan dengannya, dia ilfeel dan bosan padaku.
Hei Naomi, tidakkah kau ingat masa-masa kita berlari sambil tertawa bahagia setelah berhasil mencuri sebungkus rokok dari pedagang warung yang lengah dan kita saling membagi asap nikotin itu bersama.
Tidakkah kamu ingat kita pernah menari saat berhasil bolos karena melompat tembok pagar sekolah, saat itu rok pendek mu sobek hingga aku mengorbankan jaketku untuk menutupi pahamu yang putih mulus.
Dari semua alasan yang kamu punya, kenapa harus kata ilfeel dan bosan yang keluar dari bibir indahmu, bibir yang pernah mencium bau iler dan ketekku yang belum mandi dua hari.
Bibir yang pernah mengatakan 'I Love you dan I miss you kodok', bibir yang pernah mengatakan 'tenang, kamu punya aku'
Dari semua pria yang bisa kamu pacari kenapa kamu memilih dia yang juga berbeda keyakinan denganmu.
Menurutmu bagaimana aku harus mempercayai bahwa kamu tidak lagi menginginkanku? Sementara dialog janji cinta kita di saat matahari sedang tinggi-tingginya itu masih terngiang di telingaku.
Dunia yang akan kita tuju itu terguncang, mereka membunyikan lonceng pengharapan untuk dikunjungi. Bukankah kita pernah menyalakan dupa dan berdoa di depan Tuhanmu yang aku bilang itu Dewa Krisna, dan kamu pernah dengan bahagia menjadi makmumku di mesjid Sunda kelapa.
Kemana janji itu, Nom?.
Air laut yang menggulung di bawah sana seakan lebih tulus menawarkan kehangatan dan siap memecahkan masalah yang sejak tadi mendidih di kepalaku, Nom.
Kalau kamu mencariku, datanglah ke sini, atau kunjungi aku di dermaga dekat Pura biasa kamu menyalakan dupa dan saji puja puji untuk Tuhanmu.
Reno melompat dari atas kapal dengan segenap keyakinan bahwa di bawah laut sana dia akan bersemayam dengan damai, tanpa suara makian kedua orangtuanya, tanpa tatapan mengejek dari Naomi yang mudah berganti haluan.
Byuuuurrr....!!!
☘️☘️☘️☘️☘️
Bersambung...
"Pak ABRI! Pak tentara! tolongin itu ada orang kecebur!" teriak seorang ibu dengan wajah panik pada rombongan tentara yang sedang menikmati senja di sisi lain kapal.
Seorang tentara berkaos dan celana doreng menengok ke arah air laut yang menggulung. Lelaki itu langsung menekan tombol pengembang pelampung yang menjadi baju rompinya.
"Lemparkan ban pelampung ke arah sana, Yan" perintahnya
"Biar saya saja komandan yang terjun ke laut" Praka Iyan langsung meluncur ke dalam laut
Karena ombak yang menggulung-gulung menyulitkan Iyan menarik tubuh remaja yang terlihat sudah pingsan itu. Seorang lelaki matang pun ikut terjun ke laut untuk memberikan bantuan.
Tubuh lemah itu sudah berhasil diraih oleh Sandi, lalu Iyan pun membantu memasangkan ban pelampung pada tubuh Reno sambil menunggu tali penarik tambahan di lemparkan.
Dengan bermacam drama penyelamatan karena cuaca yang ekstrim, akhirnya tubuh Reno yang kaku tidak sadarkan diri berhasil di naikan ke atas kapal, begitu juga kedua tentara yang berusaha memberi pertolongan berhasil sampai di atas kapal dengan selamat.
Tim medis memeriksa tubuh Reno yang sudah dingin dan bibirnya membiru, saturasi jantung yang menurun dan denyut nadi juga lemah.
Setelah dilakukan rescue breath lima kali, Reno masih belum merespon hingga tim medis memberikan CPR, tubuh Reno memberikan respon dengan batuk dan mengeluarkan air dari mulutnya. Sandi memiringkan tubuh Reno agar air tidak kembali masuk ke pernapasannya.
"Wes, bangun sehat waras ... Alhamdulillah" seru Sandi sambil memperhatikan wajah Reno
Remaja itu terlihat linglung dan pendiam. Sandi mengeringkan rambut dan anggota tubuh Reno lainnya.
"Bapak ijin gantikan baju kamu" ucap Sandi sangat sopan dan membukakan baju basah Reno lalu menggantikannya dengan yang kering.
Ketika akan di gantikan bagian bawah Reno sempat menolak, Sandi menyodorkan celana kering ke Reno namun remaja itu tidak mampu berdiri.
"Biar bapak yang gantikan celana kamu" Reno pun pasrah aset berharga satu satunya di lihat orang lain.
Dengan telaten Sandi menyisirkan rambut Reno dan memberikan pijatan di telapak tangan Reno. Hati Reno terenyuh karena selama ini, papanya tidak pernah melakukan hal itu saat dia sakit. Mama hanya bisa bawel menyuruhnya minum obat tanpa dilihat anaknya sudah sekarat atau sakit biasa. Tapi yang Sandi lakukan sangat perhatian dan telaten. Lelaki dewasa itu menunggu di sisi Velbed Reno sambil memperhatikan perubahan wajah Reno.
"Siapa namamu, le" tanya Sandi lembut
Reno seakan linglung dia tidak lupa siapa namanya, tapi bibirnya Kelu untuk menjawab. Sandi menyodorkan sendok yang sudah berisi cairan hangat, disuapinya dengan telaten teh hangat ke bibir Reno.
"Mau duduk?" tanya Sandi
Reno hanya mengangguk.
Sandi membantunya duduk dan memberikan elusan ringan pada punggung Reno. Lalu menyodorkan roti di tangan Reno.
"Makan ini dulu, sebentar lagi kapal sandar di Karimun baru kamu bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik" ucapnya sangat berwibawa.
Reno ditinggalkan sendiri di ruang kesehatan.
Sandi duduk di sebuah kursi di dek kapal sambil menatap langit malam. Dia teringat anak laki-lakinya yang meninggal tenggelam di sungai saat berusia lima tahun. Melihat Reno dengan wajah putus asa seperti itu hatinya jadi terketuk, ingin tahu apa yang dirasakan laki-laki belia itu, dari wajah terlihat seakan hidupnya tidak berarti lagi.
Setelah dirasa cukup dingin di luar, Sandi masuk lagi ke ruang kesehatan. Reno sudah tertidur pulas. Sandi membuka Velbed lain untuk tidur di samping Reno.
Suara ketukan di pintu besi membangunkan Sandi dan Reno.
"Komandan, kapal sudah sandar di Karimun" Ucap salahsatu anak buahnya
"Ayo Le, kita turun di Karimun dulu setelah urusanku selesai baru aku antar kamu ke tujuanmu" Reno seakan terhipnotis, dia menuruti perintah Sandi.
Reno mengikuti kemana Sandi pergi, dia masih diam seribu bahasa, meskipun ada yang bertanya dia hanya menjawab dengan senyuman tipis. Tapi tidak ada satupun yang menghakiminya bahkan mengungkit kejadian memalukan ... itu.
Setelah sadar Reno baru menyadari dan menyesali kebodohannya menceburkan dirinya di laut, mungkin kemarin pikirannya benar-benar kosong, jadi hanya jalan itu yang dia tempuh.
Reno baru bertemu lagi dengan Sandi saat menjelang sore,.sempat terdengar di telinga Reno kalau Sandi menanyakan beberapa hal pada anak buahnya tentang Reno.
"Kenapa makanannya gak di makan, Le. Kamu tidak suka? Survival itu harus bisa makan apa saja, gimana kalau kamu terdampar di hutan atau di pulau tidak berpenghuni. Kecuali kalau kamu niat mati. Kamu gak berpikir seperti itu, Kan?" Ujar Sandi menunggu jawaban Reno
Reno hanya menggeleng.
"Ngomong toh Le, namamu siapa, tinggalmu dimana, dan tujuanmu kemana?" tanyanya tegas
"A-aku ... Re-Reno pak"
Sandi menunggu jawaban lainnya dengan sabar.
"T-tinggal di komplek pajak pak. a-aku... Tidak punya tujuan" jawabnya terbata.
"Yowes, besok bapak antar kamu ke rumah. Malam ini kita di sini dulu, bapak masih ada urusan di sini. Besok kita balik Jakarta dengan kapal kecil" ucapnya hati-hati dengan logat Jawa yang medok.
Malam itu mereka membuat acara bakar ikan laut dan bernyanyi di pinggir pantai. Reno ikut berbaur dengan bapak tentara lainnya, lama kelamaan Reno bisa menyesuaikan, dia ikut tertawa dan bernyanyi, membantu bergantian membakar ikan. Suasana akrab dan hangat terasa, Sandi memasangkan jaket tebal pada tubuh Reno dan menyodorkan minuman cokelat yang lezat padanya.
"Enak gak? Itu namanya Imukal, salah satu ransum TNI" ucap Sandi
"Enak pak, kalau mau beli di mana pak?" tanya Reno polos
"Yo gak di jual bebas toh Le, kamu harus jadi tentara dulu kalau mau dapat makanan itu gratis" jawab Sandi sambil menepuk bahu Reno
"Jadi cita-citamu apa?" tanya Sandi setelah suasana mulai mencair
"Aku gak punya cita-cita pak, gimana papa mama aja menginginkan aku kemana, aku nurut" Jawab Reno pasrah, membuat Sandi mengernyit.
"Itu cita-cita kamu loh, harus kamu yang nentukan. Bukan pasrah gitu" protesnya
"Bapak gak tau aja gimana papa mamaku, dia sudah punya rencana untuk masa depanku kemana"
"Ya bagus ada orangtua seperti itu, untuk memastikan anaknya tidak salah jalan dan hidup enak. Tapi kalau kamu menjalaninya gak enjoy tidak sesuai hati nurani kamu, apa iya akan enak?" Tanya Sandi
Reno menggelengkan kepala, dia memang seringkali terbebani dengan kemauan orangtuanya. Banyak hal yang dia jalani bukan dari hati dan kemauannya sendiri.
"Terus alasan apa kamu nyebur ke laut?" tanya Sandi lagi.
Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia hanya nyengir kuda, rasanya saat ini dia malu mengakui putus asa karena perempuan.
"Apa yang Tuhan jauhkan dari kamu artinya dia bukan yang terbaik, dan Tuhan akan menggantikan yang lebih baik lagi jika ... Kamu pasrah berserah diri" nasehat dan bimbingan seperti ini yang Reno inginkan, bukan penghakiman seperti papa dan mamanya lakukan.
Airmata Reno menggenang di pelupuk mata, rasanya saat ini dia ingin di peluk seseorang. Sandi tanpa diminta memeluk Reno dengan hangat dan menepuk punggungnya dengan lembut.
"Kamu ganteng, tinggi, sehat, jangan sia-siakan hidupmu dengan hal remeh. Putus cinta itu biasa, masih banyak perempuan yang tulus. Berjuang untuk hidup dan masa depanmu, itu lelaki sejati"
Pembicaraan terus mengalir, banyak masukan dan nasehat juga bimbingan dari Sandi pada Reno, satu hal yang Reno rasakan saat berhadapan dengan Sandi, dia merasa dihargai, dia didengarkan, ucapannya ditanggapi dengan solusi. Hal ini yang tidak dia dapatkan dari orang-orang yang mengaku orangtuanya.
Sandi baginya sosok ayah idaman bagi semua anak laki-laki seusianya, dia tidak lebai, tidak overthinking, dia membuka ruang bicara pada siapa saja termasuk anak buahnya.
Reno menemukan sosok idola baru dalam hidupnya.
"Pak, kalau aku ada masalah boleh gak aku ngobrol sama bapak?" tanya Reno memberanikan diri
"Jadi kalau ada masalah aja kamu baru ketemu bapak? Emang kamu gak mau belajar menembak, belajar survival, belajar hal-hal lain sama bapak?" tanya Sandi menyelidik
"Mau banget pak! Emang boleh pak?" tanya Reno dengan excited
"Boleh. Main ke kantor bapak. Tapi janjian dulu, karena banyak yang bapak urus" jawab Sandi
Sandi memang dipanggil komandan oleh anak buahnya, bisa dibayangkan kesibukannya seperti apa. Tapi lelaki itu menawarkan banyak hal untuk Reno yang membuat remaja muda itu bersemangat.
Setelah kapal sandar di Tanjung Priok, mereka menaiki sebuah mobil Ford berplat dinas milik Sandi.
"Waktu itu aku tinggalkan motorku di sini pak" Reno menunjuk motornya yang masih terparkir di bahu jalan.
Mobil itu pun menepi, mereka keluar dari mobil. Setelah dirasa motor membutuhkan perbaikan, mereka mengangkat motor Reno ke atas bak mobil Ford. Akhirnya Reno diantarkan pulang ke rumah dengan mobil Ford dinas Sandi.
Jujur saja Reno takut pulang ke rumah, karena papa mamanya akan ngomel seharian sebab dia tidak pulang berhari-hari tanpa kabar..orangtuanya sudah pasti akan cemas.
Dengan diplomasi yang baik dari Sandi ke papanya, Reno tidak mendapatkan hukuman seperti saat dia pulang telat dari sekolah.
"Kalau sudah punya handphone lagi, kamu bisa hubungi bapak ke nomer ini" Sandi memberikan kartu nama yang berisi pangkat, nama dan nomer teleponnya.
"Terima kasih banyak pak atas bantuan bapak" Ucap Reno
"laki-laki gak boleh kemenye!" bisik Sandi
Reno hanya tersenyum tipis.
...☘️☘️☘️☘️☘️...
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya gaes 🩷
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!