NovelToon NovelToon

Kembalinya Sang Agen Rahasia

Mission Failed

Seorang pria mengenakan pakaian serba hitam tengah mengintai targetnya dengan senapan runduk di tangannya. Matanya terus melihat pada target yang jaraknya tiga ratus meter dari tempatnya berada. Jarinya bersiaga di pelatuk senapan, menunggu instruksi dari sang atasan.

Sementara sang target masih terlihat duduk tenang di kursi santai di dekat kolam renang. Dia sama sekali tidak menyadari bahaya yang mengintai. Pria itu masih berbincang dengan seseorang menggunakan ponselnya. Dia adalah Margo, buronan pemerintah Indonesia. Dia seorang mafia kelas kakap yang membantu pencucian uang dari para koruptor. Selain itu, kelompok Margo juga sering diminta untuk mengeksekusi orang yang menjadi target kliennya. Kasus terakhir, dia terlibat pencucian uang korupsi negara mencapai ratusan milyar rupiah. Selain itu, Margo juga membunuh saksi kunci kasus sebelum melarikan diri.

Margo melarikan diri saat dirinya akan dibawa ke pengadilan untuk menjalani sidang. Anak buahnya menyerang aparat dan berhasil membebaskannya. Pria itu segera keluar dari Indonesia menggunakan jalur laut. Pemerintah segera membentuk tim intelijen khusus untuk memburu Margo. Anggota tim terdiri dari para intelijen yang merangkap menjadi pasukan rahasia penjaga kedamaian tanah air. Saat ini disinyalir Margo hendak menjual rahasia negara pada musuh. Zyan dan anak buahnya diberi perintah menangkap Margo hidup atau mati.

Setelah selama sebulan melacak keberadaan Margo, akhirnya pria itu ditemukan berada di Malta. Pemerintah menugaskan pasukan intelijen khusus menyelesaikan tugasnya. Margo harus dihabisi tanpa kegaduhan dan mereka hanya diberi waktu tiga hari. Negara Malta tidak pernah memberikan ijin pasukan asing melakukan aktivitas militer di negaranya. Kementrian luar negeri harus melobi secara khusus agar mereka diperkenankan menangkap Margo. Otoritas setempat memberikan ijin, namun operasi militer hanya boleh dilakukan secara diam-diam, tanpa menarik perhatian publik dan dalam waktu singkat.

"Target clear!" seru Hafid yang bertindak sebagai sniper pada atasannya.

Di tempat yang tidak terlalu jauh dari kediaman Margo, nampak Zyan, sang pemimpin operasi masih mengawasi keadaan. Rumah milik Margo jauh dari keramaian dan letaknya di atas bukit. Hal ini memudahkan mereka untuk menghabisi pria itu. Baru saja Zyan akan memberikan perintahnya, salah seorang anak buahnya datang.

"Lapor Kapten, informasi terbaru, Margo bukan hanya bertugas mencuci uang hasil korupsi. Tapi dia juga saksi penting kasus tersebut. Dia memegang buku besar aliran dana dan nama-nama orang yang terlibat di dalamnya. Kita harus menangkapnya hidup-hidup."

"Kamu yakin?"

"Yakin, Kapten. Informasi ini didapatkan tim lapangan kita dari sumber terpercaya."

"Target clear! Kita hanya punya waktu sedikit. Sebentar lagi target akan bergerak."

"Hentikan operasi! Kita harus menangkap target hidup-hidup."

"Target clear! Kita harus mengeksekusinya sekarang."

"Misi dibatalkan! Tangkap target hidup-hidup."

Perintah Zyan tidak bisa ditangkap oleh anak buahnya karena sinyal komunikasi mereka terganggu. Zyan segera keluar dari persembunyiannya. Dia berlari menuju tempat di mana anak buahnya berada. Tangannya mencoba melambai memberi tanda pada sang sniper untuk menghentikan aksinya sambil membawa walkie talkie di tangannya.

"Abort mission! Abort mission!" seru Zyan sambil terus berlari.

"Kapten, saya butuh konfirmasi. Target clear, saya akan langsung menembaknya."

"Abort mission!!"

Zyan mempercepat larinya. Alat komunikasi di tangannya sama sekali tidak berguna. Komunikasi mereka terganggu oleh sinyal. Suaranya terdengar putus-putus dan banyak sekali noise atau suara-suara mengganggu.

Sementara itu, Margo beranjak dari duduknya. Dari arah dalam rumah muncul anaknya yang baru berusia sebelas tahun. Anak laki-laki itu berlari menuju Margo. Pria itu berlutut seraya membuka tangannya, hendak menyambut anaknya. Namun tiba-tiba sebuah peluru menembus kepalanya. Sang anak yang terkejut berlari mendekati ayahnya. Lagi-lagi sebuah peluru datang dan menembus belakang kepala anak tersebut.

"Hentikan!" teriak Zyan saat berada di lokasi anak buahnya.

Pria berseragam itu menolehkan kepalanya, namun bersamaan dengan itu sebuah peluru menembus kepalanya. Pria itu ambruk di depan Zyan. Dengan cepat Zyan segera mendekati anak buahnya. Dia memberi perintah melalui walkie talkie dan ternyata sinyal mereka sudah kembali seperti semula.

"Hafid tertembak! Datangi Margo sekarang! Cepat!"

Usai memberi perintahnya, Zyan mengangkat tubuh Hafid lalu membaringkan di pangkuannya. Pria itu terus memanggil nama Hafid. Namun anak buahnya itu sudah tak bernyawa lagi.

"Hafid! Hafid!"

Kepala Zyan menoleh ke kanan dan kiri. Dia melepaskan Hafid dari pangkuannya lalu menyambar senapan runduk yang ada di dekatnya. Pria itu membidik area sekitar, mencari orang yang sudah membunuh anak buahnya. Kemudian matanya menangkap seorang pria berlari sambil membawa senapan runduk di tangannya. Jaraknya cukup jauh, sekitar empat ratus meter. Zyan segera mengokang senjatanya. Dia segera membidik pria tersebut lalu menembaknya tanpa ragu. Tubuh targetnya langsung terjatuh ke tanah.

***

Misi penangkapan Margo berubah kacau. Aksi mereka diketahui oleh kepolisian setempat. Kematian Margo dan anaknya langsung menarik perhatian. Kepolisian Malta segera memburu orang yang sudah membunuh Margo. Media massa memberitakan kematian Margo serta anaknya menjadi berita utama. Mereka menelusuri kejadian sampai akhirnya mendapatkan informasi kalau Margo adalah buronan pemerintah Indonesia.

Kondisi menjadi pelik, Indonesia dianggap melanggar perjanjian yang sudah disepakati. Keduanya memang menyepakati tidak akan ikut campur dengan urusan dalam negeri masing-masing. Ketika Margo pergi ke Malta, pria itu sudah mengubah kewarga negaraannya. Pemerintah Malta menuntut pertanggung jawaban pemerintah Indonesia karena sudah membunuh warga negaranya. Mereka langsung memburu Zyan dan anggota timnya.

Lewat bantuan Sekretaris Badan Intelijen Strategis TNI, akhirnya Zyan dan empat anak buahnya berhasil keluar dari Malta dengan selamat melalui jalur laut. Anggota TNI Angkatan Laut secara khusus menjemput mereka, tentunya secara sembunyi-sembunyi. Mereka terpaksa meninggalkan jenazah Hafid karena sudah dibawa pihak berwenang.

Sesampainya di Indonesia, Zyan dan anggota timnya langsung menjalani penyelidikan. Mereka sudah mengatakan kondisi di lapangan dan informasi yang terlambat mereka terima. Zyan dan empat anak buahnya ditahan di kesatuan dan terus menjalani pemeriksaan. Untuk menghentikan ketegangan dua negara, pemerintah menyebut kalau Hafid menaruh dendam pada Margo dan aksinya kemarin adalah aksi individual dan tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah Indonesia.

Beberapa kali Zyan memukul dinding di depannya. Bukan pemecatannya yang membuat pria itu marah, tapi nama baik Hafid yang dikorbankan. Sebagai agen lapangan yang merangkap sebagai agen intelijen, mereka memang sudah menandatangani perjanjian. Jika gagal melakukan misi, maka pemerintah akan menyangkal mereka dan keberadaannya tidak diakui. Namun tetap saja itu membuatnya sakit hati.

Semua anggota tim tentu saja kecewa dengan keputusan pemerintah. Diam-diam Zyan meminta salah satu koleganya di Malta untuk menyelidiki masalah yang terjadi. Jenazah, Margo, anaknya dan Hafid segera dibawa ke rumah sakit untuk diautopsi. Namun jasad pria yang berhasil ditembak oleh Zyan tidak ditemukan. Pihak lawan sudah lebih dulu menyingkirkannya.

Seorang pria berseragam loreng berjalan cepat melewati koridor lalu berhenti di depan sebuah ruangan yang dijaga oleh dua orang petugas. Setelah memberi hormat, pria itu segera masuk ke dalam ruangan. Melihat kedatangan orang yang ditunggunya, Zyan segera menghampiri.

"Kapten, ada informasi dari Malta."

"Apa?"

"Peluru yang membunuh Margo, anaknya dan Hafid memiliki kesamaan. Dan peluru itu bukan yang biasa kita gunakan."

"Apa kamu yakin?"

"Yakin. Aku sudah mengirimkan file-nya ke e-mail kapten. Kalian harus berhati-hati. Situasi sedang tidak baik-baik saja. Masalah ini lebih rumit dari yang kita kira dan melibatkan banyak petinggi. Mereka sengaja menyingkirkan Margo agar keterlibatan mereka tidak terendus.

"Brengsek! Lalu bagaimana dengan Hafid?"

"Tenanglah. Dia sudah dimakamkan sesuai permintaan kapten."

"Terima kasih, Alif. Sebaiknya kamu tidak berhubungan lagi dengan kami. Entah mengapa aku merasa kami tidak akan lolos dari kasus ini. Aku tidak mau melibatkanmu."

"Tapi, Kapten."

"Ini perintah!"

"Baik, Kapten."

Pria bernama Alif itu akhirnya pergi meninggalkan ruangan. Kini hanya tinggal Zyan bersama empat orang anak buahnya yang tersisa. Situasi sekarang sangat tidak menguntungkan dan peluru akan berbalik menyerang mereka.

Dua hari lamanya mereka menunggu keputusan akan nasib ke depannya. Hingga akhirnya keputusan itu datang. Semua dipanggil ke ruangan untuk dibacakan keputusan hasil perundingan. Saat mereka tiba, di sana sudah ada Direktur B Bais, Perwira Pembantu Utama B1 sampai B4 dan Komandan Satuan Intelijen Bais. Setelah memberikan hormatnya, kelima orang itu berdiri dalam posisi istirahat sambil mendengarkan keputusan.

Apa yang terjadi di Malta dianggap sebagai kelalaian Tim Intelijen. Mereka tidak mampu menyelesaikan tugas sesuai instruksi, membuat target terbunuh dan memicu ketegangan dua negara. Kelimanya diputuskan di non-aktifkan sebagai agen intelijen sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Jabatan mereka dicopot sementara dan dibebaskan dari semua tugas.

Usai mendengar putusan, kelimanya segera meninggalkan ruangan. Dengan dikawal dua orang petugas, mereka diminta membereskan barang-barang dan mengosongkan loker mereka. Seragam, tanda pengenal dan senjata diserahkan kembali oleh mereka. Kelimanya keluar dari kantor yang selama ini menjadi tempat mereka bertugas.

"Apa rencana kalian?" tanya Zyan pada anak buahnya.

"Aku mau pulang kampung untuk sementara," jawab Deri.

"Aku juga akan pulang ke rumah orang tuaku di Magelang. Untuk sementara waktu menenangkan diri dulu di sana," sambung Yanto.

"Aku akan ke Bandung, membantu mengurus perkebunan orang tua," sahut Yunan.

"Aku tetap di Jakarta, sambil menunggu kepastian tentang status kita," pungkas Ahsan.

"Bagaimana dengan kapten?"

"Aku juga tetap di Jakarta. Aku akan terus menyelidiki soal kasus ini. Bagaimana pun juga aku harus menemukan kebenarannya. Jangan sampai kematian Hafid sia-sia."

"Aku akan membantu Kapten," seru Ahsan.

"Kalau begitu aku juga akan membantu Kapten," putus Yunan yang diikuti oleh Deri dan Yanto.

"Tidak usah. Kalian jalani saja rencana seperti semula. Biar Ahsan saja yang membantuku. Kalau aku membutuhkan bantuan, pasti akan menghubungi kalian."

"Baiklah, tapi kalian berdua harus berhati-hati."

Kepala Zyan mengangguk sambil menepuk pundak Yunan. Kelima orang tersebut memisahkan diri menuju arah berlainan. Zyan menolehkan kepalanya, melihat pada kantor yang sudah enam tahun ini menjadi naungannya.

***

Di sebuah ruangan, nampak enam orang pria tengah berunding membicarakan masalah penting. Mereka terdiri dari petinggi di pemerintahan, BIN dan Bais. Salah satu yang hadir adalah Sekretaris Bais, Mayjen TNI Gantika Gumilang. Mereka sedang membahas kejadian di Malta tempo hari. Dari hasil penyelidikan, mereka mendapat informasi kalau Zyan dan anggotanya sudah membelot. Mereka bekerja sama dengan salah satu mafia yang juga mengincar nyawa Margo. Hal ini diketahui dari peluru yang ditemukan di tubuh Margo dan anaknya berasal dari senjata yang diproduksi oleh kelompok mafia tersebut. Sementara peluru yang berada di tubuh Hafid merupakan peluru dari senjata yang digunakan. Zyan dan anak buahnya. Mereka disinyalir membunuh Hafid demi menghapus jejak keterlibatan mereka.

"Itu tidak mungkin! Informasi itu pasti salah! Aku akan menyelidiki lagi kasus ini," seru Gantika.

Namun protesan itu tidak didengarkan oleh yang lain. Namun pria itu tidak mau menyerah. Dia akan terus menyelidiki kasus ini sampai mendapatkan kebenarannya. Dia ingin membersihkan nama anak buahnya yang dirusak oleh informasi palsu. Setelah rapat berakhir, semua meninggalkan ruangan tersebut, termasuk Gantika.

Hanya tinggal seorang saja yang masih berada di dalam ruangan. Pria itu masih duduk tenang di atas kursinya. Kemudian dia menghubungi orang kepercayaannya.

"Halo.."

"Temukan Zyan dan anak buahnya lalu habisi mereka!"

***

Hai² aku kembali dengan karya baru. Jangan lupa like dan tinggalkan komen kalian ya. Jangan lupa juga klik bintang limanya. Semoga kalian suka, terima kasih🤗

Target Clear!

Sudah seminggu lamanya Zyan dan empat anak buahnya dibebaskan dari tugasnya. Pria itu setiap hari hanya menghabiskan waktu di rumah. Namun begitu, dia tetap mencari informasi dari rekan-rekannya yang masih berada di Bais. Dia juga tetap berkoordinasi dengan Ahsan. Mengumpulkan setiap informasi yang dirasa berguna untuk mereka.

Selama seminggu ini Zyan hanya berdiam di rumahnya saja. Pria itu tinggal bersama teman masa kecilnya semasa di panti asuhan. Hubungan keduanya sangat dekat, sudah seperti saudara. Bahkan di kartu keluarga, hubungan yang tercantum adalah sepupu. Armin namanya, usianya hanya berbeda satu tahun saja. Armin memanggil Zyan dengan sebutan Abang.

"Sekarang apa rencanamu?"

"Aku masih mengumpulkan informasi tentang misi terakhirku yang berantakan. Apa masih ada yang mengawasi rumah kita?"

"Hem.."

"Kalau sesuatu terjadi padaku, kamu lakukan seperti apa yang kita sepakati."

"Jangan menakutiku. Abang pasti akan baik-baik saja."

Kepala Zyan mengangguk pelan. Intuisinya mengatakan masa tenang yang dirasakannya sekarang hanya bersifat sementara. Entah mengapa pria itu yakin akan ada badai yang menghantamnya. Deringan ponsel Zyan menghentikan pembicaraan kedua orang tersebut. Zyan masuk ke dalam kamar untuk menjawab panggilan.

"Halo.."

"Di mana kamu sekarang?" terdengar suara Mayjen Gantika dari seberang.

"Sedang di rumah, Pak."

"Kamu harus berhati-hati. Ada yang mengincarmu dan juga anggota timmu. Peringatkan anggota timmu, berhati-hati lah. Aku akan mencoba melindungi kalian semampuku."

"Terima kasih, Pak."

Setelah panggilan berakhir, Zyan masih terdiam di tempatnya. Apa yang ditakutkannya menjadi kenyataan. Dia dan semua anggota timnya berada dalam bahaya. Kasus kematian Margo tidak sesederhana yang terlihat. Orang di belakangnya ingin menyingkirkan semua bukti termasuk keberadaan dirinya dan anak buahnya. Zyan pun segera menghubungi Ahsan. Tak butuh waktu lama, pria itu segera menjawab panggilannya.

"Halo.."

"Kita bertemu malam ini di tempat biasa jam sembilan malam. Hubungi yang lain, minta mereka berhati-hati. Ada yang sedang mengincar nyawa kita."

"Baik, Kapten."

Zyan segera mengakhiri panggilan. Pria itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Disibaknya pakaian yang menggantung. Di bagian dalam lemari terdapat tombol, segera diputarnya tombol terbesit. Bagian dalam lemari bergeser, sekarang di hadapannya sudah terpampang senjata pribadi miliknya.

Ada empat buah pistol yang dimiliki pria itu. Mulai dari Glock 17, Dessert eagle, SIG Sauer P226 dan G2 Premium. Lalu ada senapan serbu dan senapan runduk serta beberapa macam belati. Beberapa pack peluru yang sesuai dengan senjata yang dimiliki. Selain itu, ada juga granat suara, granat gas airmata, granat asap berwarna dan granat tabir asap. Sejak bertugas sebagai agen rahasia, Zyan sudah mengumpulkan banyak alat tempur yang menunjang pekerjaannya dan bisa digunakan untuk menjaga keselamatannya.

Pria itu mengambil pistol G2 Premium, mengisinya dengan peluru dan membawa peluru cadangan. Diselipkannya pistol tersebut ke balik pinggangnya. Kemudian Zyan mengambil jaket untuk melapisi tubuh luarnya. Pria itu mengambil kunci motor sportnya lalu keluar dari kamar. Sebelum pergi, dia berbicara sebentar dengan Armin.

"Aku akan pergi. Jika aku tidak kembali dalam beberapa hari, jalankan rencana kita. Kamu harus melepaskan diri dari kecurigaan mereka. Aku akan menghubungimu kalau situasinya sudah memungkinkan."

"Hati-hati."

Keduanya berpelukan sebentar. Armin mengantarkan Zyan sampai ke garasi. Pria itu segera memakai helm full facenya. Waktu pertemuannya dengan Ahsan hanya menyisakan waktu setengah jam lagi. Dia segera melajukan kendaraannya keluar dari garasi. Dari kaca spionnya, nampak sebuah kendaraan mengikutinya.

***

Kuningan, Jawa Barat. Pukul 21.00

Sepasang kekasih nampak sedang berburu kuliner di alun-alun Cibingbin. Sejak di non-aktifkan, Deri kembali ke kampung halamannya. Orang tua pria itu tinggal di desa Pananggapan, Kabupaten Brebes. Selama pulang kampung, Deri banyak menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-temannya. Salah satunya adalah Ani yang sudah tiga tahun ini menjadi kekasihnya. Rencananya akhir tahun ini mereka akan menikah.

Malam ini, Deri mengajak Ani makan di luar. Mereka mencari makan ke daerah Cibingbin. Daerah ini dekat dengan perbatasan Kuningan dan Brebes. Jaraknya hanya sekitar setengah jam saja dari desa Pananggapan. Untuk sampai ke sana, harus melewati jalan lurus di mana jarang terdapat perumahan warga. Di beberapa tempat, hanya ada pepohonan dan hamparan sawah saja. Dan jarak lampu jalan antara satu dan lainnya tidak terlalu berdekatan.

Selesai menikmati makanan dan membeli oleh-oleh untuk yang di rumah, Deri mengajak Ani pulang. Setelah memakaikan helm ke kepala Ani, Deri segera menaiki tunggangannya lalu melakukannya dengan kecepatan sedang. Roda kendaraan yang dikemudikan Deri mulai memasuki jalan panjang yang kanan kirinya hanya ada pepohonan dan hamparan sawah saja. Tidak ada kendaraan yang melintas karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Karena dalam perjalanan, Deri tidak sadar kalau sedari tadi ada panggilan masuk dari Ahsan ke ponselnya.

Tiba-tiba dari arah belakang, muncul empat kendaraan bermotor. Mereka menggerung kendaraan hingga cukup mengganggu Deri. Bahkan mereka membunyikan klakson dan memainkan lampu motor. Ketika mendekati motor Deri, salah satunya menendang motor dengan kencang. Deri kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Empat motor itu berhenti. Para pengendara yang terdiri dari enam orang segera mengeluarkan senjata tajam dari saku masing-masing. Tanpa ampun mereka menyerang Deri. Kemampuan Deri sebenarnya cukup tinggi, hanya saja konsentrasinya terbagi antara menghadapi musuh dengan melindungi Ani.

Karena tidak berhati-hati, salah seorang penyerangnya berhasil menendang Deri hingga jatuh tersungkur. Yang lain menarik Ani lalu mengancamnya dengan menaruh pisau ke dekat lehernya. Melihat itu, Deri pun mencoba bernegosiasi agar mereka melepaskan Ani. Namun yang didapat Deri hanyalah pukulan dan tendangan. Pria itu tidak bisa membalas karena khawatir dengan keselamatan Ani. Gadis itu hanya bisa menangis sambil memohon agar menghentikan tindakan mereka. Salah satu pria yang diyakini sebagai pimpinannya mendekati Deri lalu menusukkan pisau ke perut pria itu beberapa kali.

"DERI!!!" teriak Ani kencang.

Gadis itu melepaskan diri lalu menghambur ke arah Deri. Tubuh kekasihnya itu jatuh ambruk ke tanah dengan luka tusukan dan darah yang terus keluar. Belum sempat nyawa Deri meninggalkan raga, salah satu penyerangnya mendekat lalu menyayat leher Ani. Deri hanya mampu memandangi kekasihnya yang juga berada di ujung maut. Tak lama kemudian sepasang kekasih itu ambruk dengan tubuh bersimbah darah. Setelah yakin kedua orang itu sudah tidak bernyawa, mereka segera meninggalkan tempat tersebut.

"Target clear!"

***

Magelang, Jawa Tengah. Pukul 21.00

Di salah satu hotel yang ada di kota Magelang, nampak serombongan orang keluar dari ballroom. Mereka adalah keluarga pasangan pengantin yang menikah hari ini. Usai mengadakan pesta resepsi, mereka pun bersiap pulang ke kediaman masing-masing. Salah satu di antara mereka adalah Yanto, anak buah Zyan yang memilih kembali ke Magelang usai di non-aktifkan. Pasangan yang menikah adalah adik perempuan Yanto.

"Yanto, kamu antar Pakde dan Bude ya," ujar Ayah Yanto.

"Iya, Ayah."

Yanto meminta Pakde dan Budenya menunggu di depan lobi, sementara dirinya mengambil mobil. Tak butuh waktu lama, kendaraan roda empat tersebut sudah sampai di depan lobi. Pasangan paruh baya itu segera masuk ke dalamnya. Sambil membunyikan klakson, Yanto melajukan kendaraannya.

"Yanto, Desi sudah menikah. Terus giliranmu kapan?" tanya Bude.

"Nanti saja, Bude. Kalau sudah nemu calonnya," jawab Yanto sambil melihat ke kaca spion tengah.

"Kamu cuti berapa lama?" kali ini Pakde yang bertanya.

"Lumayan lama, Pakde. Kan tahu sendiri, sejak kerja, aku belum pernah ambil cuti. Pulang buat lebaran juga cuma tiga kali."

Kepala Pakde mengangguk. Memang sejak diterima bekerja di Jakarta, Yanto tidak pernah ambil cuti. Selama empat tahun bekerja, baru sekali dia pulang ke Magelang untuk merayakan lebaran. Sisanya pria itu masih menjalankan tugas negara.

Mobil yang dikemudikan Yanto berbelok memasuki daerah perumahan di mana Pakde dan Budenya tinggal. Setelah berjalan selama kurang lebih dua ratus meter, akhirnya kendaraan tersebut berhenti. Sebelum turun, Pakde melihat pada Yanto sebentar.

"Terima kasih ya, Yanto."

"Sama-sama, Pakde."

"Hati-hati di jalan. Langsung pulang ke rumah."

"Iya."

Pakde turun dari mobil bersama dengan istrinya. Keduanya masih bertahan di depan rumah, melihat mobil yang dikendarai Yanto kembali melaju. Usai mengantarkan Pakde dan Budenya, Yanto memang bermaksud langsung pulang. Pria itu melakukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Di saat sedang menyetir, konsentrasinya terganggu dengan deringan ponselnya. Segera saja pria itu menjawab panggilan dengan mode loudspeak.

"Halo San, apa kabar?"

"Baik. Kamu lagi di mana?"

"Aku lagi di jalan pulang. Adikku baru saja menikah. Apa ada kabar baik?"

"Kamu harus berhati-hati, ada yang sedang mengincar kita. Aku diminta kapten menghubungi kalian semua. Tadi aku hubungi Deri tapi tidak diangkat."

"Ini kan malam Minggu, mungkin dia sedang dengan pacarnya. Siapa yang mengincar kita."

"Orang yang berada di balik kematian Margo..."

Konsentrasi Yanto mendengar perkataan rekannya terganggu ketika tiba-tiba sebuah truk dari belakang menabrak kendaraannya. Mobil Yanto yang dalam kecepatan sedang menjadi meluncur cepat akibat dorongan dari truk di belakangnya. Kemudian tanpa diduga, dari arah depan muncul Jeep wrangler dengan kecepatan tinggi melaju ke arahnya. Yanto tidak dapat menghindar ketika mobil di depannya menabraknya, begitu pula dengan truk di belakangnya.

Kondisi mobil Yanto seperti habis dipress saja. Tubuh pria itu tergencet antara dashboard dan kursi yang ditumpanginya. Darah sudah banyak mengalir dari kepalanya akibat benturan keras. Matanya melihat ke arah luar, nampak seseorang mendekati mobilnya. Setelah itu pria itu langsung terkulai tak bernyawa akibat luka yang dialaminya.

"Target clear!"

***

Yang nanya apa novel ini masih ada hubungannya dengan keluarga Hikmat, jawabannya ngga ya. Ini tokoh baru dan ngga ada sangkut pautnya dengan novel terdahulu.

Besok aku libur ya. Selama puasa, aku up sehabis buka. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Mohon maaf atas semua kesalahan yang dilakukan sengaja atau tidak sengaja🙏🏻

Target Destroyed

Indramayu, Jawa Barat. Pukul 21.00

Sudah bukan rahasia lagi jika Indramayu merupakan daerah penghasil beras terbanyak di Jawa Barat. Setiap tahunnya daerah ini menghasilkan satu juta ton lebih gabah kering panen dan gabah kering giling. Indramayu menjadi salah satu lumbung padi terbesar di Jawa Barat. Salah satu Desa penghasil beras di Indramayu adalah Desa Mundakjaya. Desa ini adalah tempat tinggal orang tua Yunan.

Setelah seharian sibuk memanen di sawah, kedua orang tua Yunan nampak sedang beristirahat di bale depan rumah. Setelah di non-aktifkan, Yunan kembali ke desanya dan membantu kedua orang tuanya mengurus sawah. Kebetulan sekali ketika dia kembali, masa panen sudah tiba. Kedatangan Yunan tentu saja disambut gembira oleh kedua orang tuanya. Sejak anaknya bekerja, Yunan jarang pulang ke rumah.

Dari dalam rumah, Yunan keluar dengan membawa dua gelas minuman hangat. Dia menaruh gelas di atas bale. Lalu pria itu mendudukkan diri di samping Ibunya. Tangannya Langung memijat betis wanita yang sudah melahirkannya.

"Nan.. kamu kapan mau menikah? Umurmu sudah berapa sekarang?"

"Gampang itu, Bu."

"Jangan gampang-gampang, buktinya sampai sekarang kamu belum bawa satu calon pun ke depan Ibu dan Bapak."

"Nanti kalau sudah waktunya, aku pasti datang membawa calon untuk Ibu dan Bapak."

"Kamu cuti sampai kapan, Nan?" kali ini Bapaknya yang bertanya.

"Belum tahu, Pak. Masih nunggu keputusan."

"Memangnya kamu ada masalah di tempat kerja?"

"Ngga Bu. Lagi menunggu surat tugas berikutnya. Tugas yang kemarin sudah selesai. Aku cuti dulu sambil menunggu penugasan baru. Lagian aku ngga pernah cuti sebelumnya."

Yunan terpaksa berbohong pada kedua orang tuanya. Tidak mungkin kalau dirinya mengatakan perihal yang sebenarnya. Apalagi kedua orang tuanya tidak tahu pekerjaan apa yang dijalani anaknya. Sejak diangkat menjadi agen intelijen, dia sudah bersumpah untuk tidak membuka identitasnya di depan siapa pun, termasuk kedua orang tuanya sendiri.

"Sebenarnya pekerjaanmu itu apa?"

"Staf khusus, Pak. Diperbantukan di atase kedutaan."

"Berarti kamu kerjanya di luar negeri ya?"

"Iya, Pak. Oh ya, aku ke lumbung dulu, Pak. Mau ngecek hasil panen kita hari ini. Tadi Pak Karta pulang duluan."

"Besok saja, sekarang sudah malam."

"Sekarang saja, Bu. Besok pasti ngga sempat."

Yunan segera berdiri kemudian berjalan menuju lumbung padi yang jaraknya hanya dua ratus meter saja dari rumahnya. Pria itu masuk ke dalam lumbung kemudian menutup pintunya. Sambil memegang buku catatan, dia memeriksa hasil panen hari ini. Tanpa Yunan sadari, tiga orang bergerak mengendap di depan lumbung. Mereka menaruh dua bilah kayu untuk menahan pintu agar tidak terbuka dari dalam. Salah satu dari mereka kemudian menyulut api dan membakar tempat tersebut.

Api disulut di empat sisi bangunan. Bangunan yang terbuat dari kayu itu dengan cepat terbakar. Ketiga orang tersebut segera menjauh dari sana. Kobaran api semakin besar dan mulai melahap bangunan. Yunan yang berada di dalam lumbung, mulai menyadari bahaya yang mengancamnya. Asap mulai masuk ke dalam dan menghalangi pandangannya. Pria itu berusaha menuju pintu keluar, namun karena sudah terganjal, dia tidak bisa membukanya. Beberapa kali Yunan mencoba mendobrak, namun semuanya sia-sia. Pria itu segera menghindar ketika atap di atasnya yang sudah terbakar jatuh ke arahnya.

Melihat kepulan asap, Bapak Yunan bergegas menuju arah datangnya asap. Pria itu terhenyak ketika melihat lumbungnya terbakar. Dengan cepat dia memukul kentongan untuk memanggil warga lain. Kepanikan segera terjadi, beberapa tetangga yang menyadari kebakaran itu segera mengambil air dengan ember atau alat apapun yang bisa menampung air untuk memadamkan api. Ketua RT segera menghubungi pemadam kebakaran.

"YUNAN!!" teriak Ibu Yunan yang menyadari kalau anaknya masih berada di dalam lumbung.

Bapak Yunan mencoba menyelamatkan anaknya, namun segera ditahan oleh beberapa warga. Api sudah berkobar hebat dan hampir menghanguskan seluruh bangunan. Air yang digunakan untuk memadamkan api tidak bisa melawan si jago merah tersebut. Kedua orang tua Yunan jatuh terduduk di tanah memandangi lumbung mereka habis terbakar dengan sang anak berada di dalamnya.

Salah satu pria yang membakar lumbung berada di tengah kerumunan warga. Dia berpura-pura membantu untuk memadamkan api. Senyum tipisnya terlihat ketika api mulai melalap habis bangunan. Pria itu segera meninggalkan lokasi kejadian.

"Target clear!"

***

Jakarta, pukul 21.00

Tepat pukul sembilan malam, Ahsan sudah sampai di tempatnya bertemu dengan Zyan. Pria itu melihat jam di pergelangan tangannya. Tidak biasanya atasannya itu terlambat datang. Dia bermaksud menghubungi atasannya untuk menanyakan keberadaannya. Tanpa sengaja matanya menangkap seseorang berjalan mendekatinya. Tiba-tiba saja Ahsan teringat akan pesan Zyan. Bukan tidak mungkin orang itu mencoba menghabisinya. Tadi saat menghubungi Yanto, dia mendengar suara hantaman keras setelah itu panggilannya terputus begitu saja. Sementara Deri dan Yunan yang tidak menjawab panggilannya.

Ahsan segera menjauh dari lokasi yang didatanginya tadi. Pria itu berlari sambil menghubungi Zyan, namun sang atasan tidak menjawab panggilannya. Pria yang tadi dilihatnya segera mengejar Ahsan. Pria itu berlari menyusuri lorong jalan yang kanan kirinya hanya terdapat bangunan kosong saja. Pria itu terjatuh ketika mendapat tendangan dari pengejarnya. Dengan cepat Ahsan segera bangun. Sang pengejar mulai menyerangnya dan perkelahian di antara keduanya tak dapat terelakkan.

Sementara itu, Zyan masih memacu kendaraan roda duanya dengan kecepatan tinggi. Pria itu datang terlambat karena terhalang penutupan ruas jalan di beberapa tempat. Sesampainya di lokasi tujuan, dia segera mencari keberadaan Ahsan. Pria itu mencoba menghubungi anak buahnya itu, namun Ahsan tak menjawab panggilannya. Perasaan was-was langsung menyelimuti perasaan Zyan. Pria itu segera mencari anak buahnya.

Perkelahian Ahsan dengan lawannya terus berlangsung. Ternyata lawan yang dihadapi Ahsan bukan lawan yang mudah. Pria itu memiliki kemampuan beladiri yang cukup tinggi. Adu pukulan dan tendangan terjadi beberapa kali. Sang lawan menarik tangan Ahsan lalu memukul dan menendang perut pria itu. Beberapa kali Ahsan berusaha menghindar, sampai akhirnya dia berhasil melepaskan diri. Saat itu matanya melihat ke jari manis sang lawan. Pria itu mengenakan cincin dengan bentuk yang unik. Sadar kalau lawannya sulit ditaklukkan, Ahsan memilih untuk menghindar. Tapi sebelumnya dengan gerakan cepat dia mengambil cincin yang dikenakan penyerangnya.

Baru beberapa langkah Ahsan berlari, tubuhnya kembali tertarik ke belakang ketika lawannya berhasil menangkapnya. Pria itu jatuh ke aspal sambil mengerang menahan sakit ketika punggungnya menghantam aspal dengan kencang. Belum sempat berdiri, beberapa tendangan mengenai tubuhnya. Sang penyerang mengeluarkan pisau untuk menghabisinya. Beruntung Ahsan dengan cepat berdiri dan menghindari tikaman pisau. Tak mau menyerah, sang lawan terus menyerangnya. Sebuah sabetan pisau berhasil mengenai lengan kanannya.

Zyan yang tengah mencari Ahsan, melihat perkelahian dua orang di depannya. Dengan cepat pria itu mendekat. Ahsan kembali jatuh tersungkur saat mendapat tendangan keras. Tak ingin membuang waktu, sang penyerang langsung mengarahkan pisau di tangannya. Namun sebelum pisau mengenai tubuh Ahsan, Zyan datang dan menendang pria tersebut.

Perkelahian kembali terjadi, tapi kini antara Zyan dengan lawan Ahsan tadi. Zyan bukanlah Ahsan yang bisa ditaklukkan. Pria itu bahkan beberapa kali berhasil memberikan balasan yang membuat sang lawan keteteran. Tubuh lawan terhempas jatuh menimpa beberapa barang setelah Zyan menendangnya sangat kencang.

"Aku akan ambil alih, pergi dari sana!"

Mendengar instruksi rekannya, pria yang menjadi lawan Ahsan dan Zyan segera berlari menjauh. Zyan tak berusaha mengejar. Pria itu lebih dulu menghampiri Ahsan. Dengan susah payah Ahsan mencoba bangun, sekujur tubuhnya terasa sakit, belum lagi luka di bagian perutnya yang terus mengeluarkan darah. Dilihatnya Zyan tengah berjalan ke arahnya. Tubuh Ahsan menegang ketika melihat titik merah di dada kiri atasannya. Dengan cepat Ahsan berlari menuju Zyan. Pria itu menghalangi tubuh Zyan yang sudah terkena kuncian sniper.

Tepat ketika Ahsan sampai ke depan Zyan, punggungnya tertembus timah panas. Zyan segera menarik Ahsan ke dekat bak sampah yang ada di sana, membuat sang sniper tidak bisa membidiknya. Zyan menekan luka tembak Ahsan yang mengenai daerah vital.

"Ahsan! Sadar! Kamu harus tetap sadar!"

"Kap.."

Ahsan tidak bisa meneruskan ucapannya. Pria itu hanya memberikan cincin yang berhasil diambilnya tadi.

"Bertahanlah!"

Kepala Ahsan hanya menggeleng. Dia tahu kalau hidupnya tidak lama lagi. Pria itu berusaha bangun lalu membawa atasannya keluar dari persembunyian. Dengan tubuhnya dia melindungi Zyan. Sang sniper yang sejak tadi kehilangan jejak Zyan, kembali bisa membidiknya. Namun pandangannya terhalang oleh Ahsan yang menutupi pandangannya.

"Ahsan, jangan bodoh! Ayo kita pergi bersama."

"Pergilah!"

Ahsan mendorong tubuh Zyan sementara dirinya tetap menghalangi pandangan sang sniper. Zyan melihat sejenak pada Ahsan sebelum akhirnya pergi dari sana. Pergerakan Zyan berhasil dilihat sniper. Pria dengan senapan runduk itu segera menembakan pelurunya. Ahsan berusaha menghalangi, namun peluru sempat menyerempet perut Zyan. Di tembakan kedua, peluru mengenai kepala Ahsan. Tubuh pria itu langsung ambruk.

Melihat Ahsan yang sudah tak bernyawa, Zyan meneruskan larinya. Karena tidak menemukan tempat untuk bersembunyi, Zyan terus berlari. Pria itu berlari secara zig-zag untuk menyulitkan sniper menguncinya. Kesal karena Zyan bergerak zig-zag, sang penembak berusaha tetap fokus. Sedetik kemudian dia berhasil menembakkan pelurunya. Peluru berhasil mengenai punggung Zyan. Pria itu terjatuh, namun segera bangkit dan terus berlari. Di ujung jalan dia berbelok ke kanan dan tidak bisa terlihat lagi oleh penembaknya.

Zyan terus berlari tanpa melihat sekeliling. Ketika pria itu berhasil mencapai jalan raya, tiba-tiba sebuah mobil muncul. Zyan yang terkejut, terpaku beberapa detik. Sementara sang pengemudi berusaha mengerem. Namun karena jaraknya terlalu dekat, tak ayal mobil yang dikemudikannya menghantam tubuh Zyan.

***

Hai gimana cerita barunya? Mudah²an kalian bisa menikmati alurnya ya🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!