Asap membumbung tinggi diiringi dengan kobaran api yang menyala melahap habis bangunan yang ditempati nya. Suara dentingan pedang dan juga lesatan panah bak hujan yang mengincar nyawa orang-orang.
Suara teriakan bak nyanyian merdu di sana. Aroma anyir bak parfum yang wanginya merebak kemana-mana.
"Bagaimana Qian? Kau suka hadiah pernikahan nya?" Gelengan lemah dan bibir yang luka itu tidak mampu berujar. Hanya matanya yang menatap nanar dengan pemandangan yang mengerikan.
"Kau tidak suka ya? Tapi aku suka....." Ucap pria itu dengan senyuman jahat nya.
"Benarkan sayangku?"
"Tentu saja sayang! Seorang wanita memeluk tubuh itu dengan mesra.
"Hai kakak ku tersayang..... Bagaimana? Bagaimana rasanya melihat kehancuran keluarga tercinta mu itu? Oh, bukan..... Aku ralat, keluarga yang tidak kau inginkan itu. Ibumu yang lemah dan juga kakakmu yang cacat serta ayah yang tidak melihat ke arah mereka. Aku sudah menghabisi semuanya. Aku baik kan? Dan untuk mu, kakak ku tersayang.... Kau juga akan segera menyusul. Benarkan suamiku?"
"Tepat sekali! Aku tidak butuh wanita yang tidak berguna selain rupanya saja. Kau tidak bisa apapun dan begitu sombong. Berbeda dengan sayangku ini.... Dia cantik, hebat dan tentunya disayangi oleh rakyat."
"Iya! Itulah aku! Jadi suamiku, habisi saja dia segera dan penggal kepala nya untuk menjadi hiasan bagi rakyat. Bahwa putri Qian yang angkuh akhirnya tiada juga!"
Qianlu, adalah seorang tuan putri yang hidup di keluarga yang awalnya sangat bahagia dan mencintai dirinya. Tapi karena kehadiran seorang selir dan juga pengaruh yang diberikan membuat Qian menjadi putri yang jahat dan dibenci oleh rakyat.
'Jika aku diberikan kesempatan lagi, jika aku bisa memutar waktu kembali.... Aku ingin berubah! Aku ingin mengubahnya, menjadi lebih baik, anak yang baik, saudari yang baik dan juga tuan putri yang baik untuk rakyat. Aku sangat menyesal..... Aku tidak akan membiarkan perusak itu masuk dan menggerogoti keluarga ku.' Permintaan itu hanya keluar dari suara hatinya.
Ketika kesadarannya sudah menghilang dengan penyesalan tak berujung dia berharap di alam akhirat, dia bisa dimaafkan.
Ketika matanya terbuka, dia merasakan rasa pusing dan tubuh terasa lemah. Apakah dia sudah berada di akhirat? Itulah yang di pikirannya. Dia mengerjapkan matanya berulang kali, dia ingin memastikan dimana dia berada.
Tapi betapa terkejutnya dia berada di sebuah ruangan yang dikenali nya. "Ini......" Ketika dia ingin turun dari ranjang empuk itu.
"Tuan putri! Jangan bergerak!" Seorang wanita masuk dengan raut cemas.
"Tuan putri, tubuhmu masih panas. Tubuhmu juga masih lelah."
"Bawakan air!" Titahnya pada pelayan lain.
"Aku......" Dia melihat dirinya sendiri, tubuhnya menjadi kecil dengan wajah yang begitu imut dan cantik. Diantara wajah putihnya dihiasi oleh kemerah-merahan.
"Putriku!" Seorang wanita cantik datang dengan wajah yang cemas.
"Qian ku. Putriku sudah bangun. Tubuhmu masih panas. Ibu disini, maafkan ibu ya...." Tubuh kecilnya membeku ketika merasakan pelukan itu. Pelukan seorang ibu.
"Kau menangis sayang? Apa ada yang sakit? Katakan pada ibu. Hmmmm, panggilkan tabib!"
"Baik nyonya!"
"Sini ibu peluk...."
'Aku? Aku kembali ke masa lalu? Aku kecil kembali?' dia tidak menyangka akan ini. Doa nya dikabulkan, dia kembali ke masa lalu.
"Ibu......" Panggil nya.
"Iya putriku, ibu disini. Kau akan segera sembuh, ayahmu sedang dalam perjalanan."
Ayah sedang dalam perjalanan, bukankah itu artinya usia ku enam tahun? Ini sangat bagus! Aku akan merubah takdir ini, aku akan menyingkirkan benalu yang ingin menggerogoti keluarga ku. Selir itu, wanita itu yang menghadirkan wanita licik seperti nya.
Bersambung.......
Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiah nya ya terimakasih banyak 🥰 🙏 🥰
Qian menyandarkan kepalanya di pelukan ibunya. Dia begitu rindu dengan pelukan ibunya ini. Sosok ibu yang sangat menyayangi nya tapi justru dia sia-siakan karena hasutan yang membuat dia tumbuh menjadi wanita yang keras kepala dan arogan.
"Maafkan ibu ya....." Dengan suara lembut, dia mengelus lembut kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.
"Ibu, jangan pergi..... jangan tinggalkan aku."
"Tidak akan, ibu tidak akan pergi. Ibu tidak akan meninggalkan mu."
"Nyonya Yeong! Salam untuk nyonya." Seorang wanita yang sedikit tua datang memberikan hormat.
"Akhirnya kau datang juga, periksa putriku."
"Baik nyonya."
'Dia ini, tabib..... Ah, aku ingat! Dia tabib yang baik. Jadi tidak ada masalah.' jelas Qian yang mengandalkan ingatan dewasa nya.
"Demam putri Qian sudah mulai mereda nyonya. Pastikan agar putri Qian meminum obat nya."
"Baiklah."
"Kalau begitu saya permisi nyonya."
"Dengar kan? Kau harus minum obat. Supaya cepat sembuh. Jangan menolak ya, karena ayah belum datang, ok Qian?"
'Aku tidak akan mempersulit ibu lagi.'
"Iya Bu. Aku akan minum obat nya."
"Baiklah, kita minum obat dulu......"
"Masih belum juga!" Suara dengan teriakkan itu langsung menggema di ruangan.
"Ibu."
"Apa ini Yeong? Qian masih belum juga minum obatnya? Apa harus menunggu putraku dulu datang. Apa dia juga harus mengurus masalah ini selain masalah kekaisaran." Ujarnya dengan sinis.
"Bukan begitu Bu, tapi Qian baru sadar."
"Ketika dia tidur pun, bisa diberikan obat! Kau saja yang tidak becus! Sudah tidak becus melahirkan seorang putra mengurus putri juga tidak bisa! Aku menyesal putraku menikahi dirimu!"
Qian melihat wajah teduh ibunya yang tetap tersenyum padanya meskipun dikata-katai. Memang, neneknya tidak suka dengan ibunya karena menganggap membawa sial bagi ayahnya. "Kalau kau tidak bisa memberikannya obat, biar aku yang berikan padanya! Minggir!" Yeong menyerahkan obat berbentuk pil itu.
"Ayo Qian, minum obat nya. Cukup ibumu ini saja yang tidak berguna."
'Dia mengatai ibuku. Dasar mulut peot! Aku akan balas!'
"Buka mulutnya!" Titah nenek, Qian menurutinya.
"Lihat? Gampang kan?"
"Iya Bu."
"Nenek!" Panggilan Qian dengan pelan.
"Apa? Jangan minum dulu, telan obatnya."
Qian mengangguk kecil. "Nenek, aku tidak minta minum. Obatnya sangat enak di lidahku, aku menyukai rasanya nek." Ucap Qian dengan riang.
"Mana ada obat yang enak."
"Tapi enak, aku suka nek!" Ujar Qian dengan yakin.
Wajah nenek menjadi curiga dan menatap Yeong. "Apa kau sudah memeriksa obatnya? Jangan sampai salah Yeong!"
"Tidak Bu, aku sudah periksa. Obatnya benar. Mungkin karena Qian......"
"Sudahlah! Bicara dengan mu tidak akan selesai! Aku akan coba sendiri obatnya." Dalam hati Qian tersenyum lebar melihat nya.
'Ya, cobalah..... Dan setelah itu bibir peot itu tidak akan bicara untuk sementara waktu.'
"Pleh!" Belum lama masuk ke mulutnya, pil itu langsung dilepehkan.
"Air!" Air yang dipegang oleh Yeong langsung diambil dan diminum sekali tandas.
'Rasakan itu!'
"Bu, kenapa? Ibu baik-baik saja?"
"Ya! Pahit sekali! Sepertinya aku harus minum susu sapi untuk itu. Urus Qian!"
"Aku ingin bilang Bu, mungkin karena indra perasa Qian yang tidak bekerja dengan baik. Jadi, dia....."
"Sudahlah!" Nenek melenggang pergi dengan beberapa kali menyentuh lidah nya.
"Hahaha." Suara tawa Qian terdengar kecil, membuat Yeong menoleh pada putrinya.
"Kenapa putriku?"
"Tidak Bu, wajah nenek sangat lucu kan?"
"Sudah, minum air nya."
'Selalu saja ibu seperti ini. Bersikap baik dan berpikir positif serta sabar. Tapi itu dulu, sekarang aku akan menjaga ibu.' Tekad Qian.
Bersambung........
Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiah nya ya terimakasih banyak 🥰🥰🥰
Setelah selesai minum obat yang memang pahit. Qian berpikir dengan tubuh kecilnya, tetapi otaknya tidaklah memiliki pemikiran seperti anak kecil.
Dia seperti orang dewasa yang terjebak di dalam anak kecil, yang meksipun itu adalah tubuhnya sendiri. "Huft...... Ditubuh kecil ini aku kesulitan untuk bergerak, atau mungkin karena aku sedang sakit?"
Qian kecil menggoyang-goyangkan kakinya di ranjang nya. Meksipun kepalanya masih terasa pusing, tapi dia begitu penasaran dengan keadaan. "Apakah semuanya masih sama?"
Kaki kecil itu turun dari ranjang, dia meminum air kembali sebelum melanjutkan langkahnya. Dia membuka pintu kamarnya dengan perlahan.
Terlihat semuanya sepi, lanjut beberapa langkah Qian melihat penjaga yang sedang bertugas. Kaki kecilnya melangkah, semilir angin menerpa wajahnya, membuat rambut yang tergerai itu mengikuti alunan angin yang membawanya.
"Apa ibu di kamar? Atau di tempat....." Sayup-sayup terdengar suara perdebatan di sana.
"Astaga Yong Zheng! Kenapa di buang?" Ujarnya.
"Aku tidak mau! Kenapa nenek terus memberikan makanan ini? Aku tidak mau nek!"
"Yong Zheng..... Cucuku, kau harus makan ini, supaya sembuh."
"Tapi buktinya apa nek? Tidak ada kan? Aku tetap seperti ini juga. Kakiku tidak bisa bergerak!"
"Lebih baik Nenek pergi! Aku mau sendiri! Pergilah nek!" Wanita tua itu menghela napas nya, dia harus ekstra bersabar menghadapi kemarahan cucunya.
"Baiklah, nanti nenek datang lagi." Yong Zheng tampak tidak peduli dengan ucapan itu, dia memilih diam sembari telinganya mendengar derap langkah kaki itu menghilang.
Qian melihat itu, mata bulatnya melihat sang kakak disela-sela lubang jendela yang membatasinya. Terlihat sang kakak, hanya duduk di kursi kayu yang dibantu dengan roda seperti kereta kuda.
Ketika kakinya ingin melangkah. "Keluarlah! Aku tau kau disana!" Ucapan itu membuat langkah kaki Qian terhenti. Tidak diragukan lagi, bahwa kakaknya memiliki pendengaran yang baik dan kepekaan yang luar biasa. Hanya saja, karena kecacatan nya, kemampuan nya dipandang sebelah mata. "Kau belum keluar juga?" Qian menampakkan dirinya dengan pelan.
"Kali ini apa yang kau lakukan?" Tatapan mata Yong Zheng bak menghunus seperti pedang.
Sedangkan Qian tentunya membalas dengan tatapan lugu dan juga mata yang polos. "Kakak...." Sapa nya dengan lembut.
"Aku tanya, apa yang kau lakukan?"
"Aku ingin melihat kakak." Balas Qian.
"Untuk apa? Apa ingin mengolok olok ku? Atau ingin menyalahkan ku karena kau jatuh ke kolam di musim gugur." Ujar Yong Zheng dengan tatapan tajam.
"Tidak, aku kan jatuh sendiri karena mau mengambil hiasan rambut ku.... Kakak tidak salah." Jelas Qian.
"Benarkah? Kita lihat apa setelah ayah datang itu yang kau katakan atau tidak. Aku tau kau ini...." Ucapan Yong Zheng terhenti ketika sebuah sapuan kecil nan lembut mendarat di wajahnya. Menyapu bagian dahi hingga hidung nya. Ketika dia menoleh, terlihat wajah cantik dan senyuman seperti buah persik.
"Ada sisa makanan di wajah kakak. Nanti jadi lengket." Ucao Qian dengan manis tak lupa menunjukkan jari telunjuk nya.
"Aku bersihkan....." Qian mengeluarkan sapu tangan yang selalu berada di pakaian nya. Yong Zheng menjadi diam sembari memperhatikan adiknya yang membersihkan wajahnya.
"Sudah bersih." Ucap Qian dengan riang.
"Emmmm......" Yong Zheng mengamati adiknya yang mencoba lebih dekat dengan nya dengan mata yang memandangi wajahnya seolah ada yang dia cari.
"Kakak, masih ada di kening kakak." Tubuh kecil Qian tidak sampai menjangkau nya, usia Yong Zheng yang berumur sepuluh tahun membuat perbedaan besar pada tinggi badan mereka.
Karena tidak bisa menjangkaunya, Qian mencari sesuatu. Dia beranjak dari pandangan Yong Zheng dan tak lama kembali lagi dengan membawa bangku bulat kecil. Kaki mungil Qian menaiki bangku itu dan tersenyum kecil setelah dia bisa menjangkaunya. "Apa yang kau....." Qian kehilangan keseimbangannya dan langsung terduduk di pangkuan kakaknya.
Seketika tawa Qian pecah sedangkan Yong Zheng terkejut karena adiknya berada di pangkuan nya. "Kakak!"
"Kau....." Qian langsung memeluk tubuh kakaknya, meksipun semuanya tidak terjangkau penuh oleh sepasang tangan nya.
"Kakak, aku sayang kakak!"
'Aku akan membantu kakak sembuh dan itu dimulai dengan ini... Agar aku bisa dekat dengan mu.'
Bersambung.......
Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiah nya ya terimakasih banyak 🥰🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!