NovelToon NovelToon

DENDAM JIWA NAYLA

OPERASI

Kliiing... Kliiing...Kliiing...

Lonceng angin berbunyi nyaring, seolah ada angin kencang yang menggerakkannya, padahal kenyataannya, sama sekali tak ada angin yang bertiup, bahkan dedaunan dihalaman rumah tak bergerak sedikit pun.

Hewan-hewan malam mengigil dalam persembunyiannya, meringkuk ketakutan.

Kriettt... Kriettt...

Seorang wanita tua memakai jarik hitam duduk diatas kursi goyang sambil menatap rembulan diatas langit, seolah menunggu sesuatu muncul.

Aroma bunga kantil bercampur dengan bunga melati dan kenanga tercium kuat, wanita tua itu tersenyum tipis sambil berguman lirih, "sudah waktunya ya"

Melihat jika waktunya telah tiba, iapun beranjak dari kursi goyangnya menuju sebuah ruangan gelap dengan aroma kemenyan yang sangat kuat didalamnya.

Begitu pintu tertutup, suasana malam terasa semakin mencekam.

Kwaaak! Kwaaak! Kwaaak!

Bunyi buruk gagak terdengar nyaring, pertanda sesuatu hal yang buruk akan segera terjadi.

Yang jelas, malam ini akan ada sesuatu hal yang besar yang akan mengubah kehidupan seseorang untuk selamanya.

.

.

Sementara itu disebuah rumah sakit besar di negeri Sakura, dilorong rumah sakit, dua orang perawat dan satu dokter berlarian sambil mendorong brangkar berisi korban kecelakaan lalu lintas yang baru tiba menuju ruang operasi.

Nayla yang masih memiliki sedikit kesadaran hanya bisa mengerang kesakitan, merasakan kepalanya sangat sakit seperti diremas-remas.

Ia hanya bisa merintih dalam hati karena sekeras apapun dia berteriak, suaranya hanya bisa tercekat ditenggorokan.

Brangkar Nayla didorong masuk kedalam ruang operasi dimana beberapa orang dokter dan perawat tengah bersiap disana.

"Dok, apakah pasien tak perlu dibius? ", tanya salah dokter muda yang ada didalam ruangan.

"Tidak usah. Kondisinya sudah memburuk, sebentar lagi juga akan mati", jawab rekannya yang lebih senior dengan enteng.

Nayla yang masih bisa mendengar dengan jelas obrolan hanya bisa mengumpat dalam hati dan mengutuk dokter yang membiarkannya dioperasi tanpa menggunakan anastesi tersebut.

Dia yang masih memiliki kesadaran yang samar, berusaha untuk membuka kelopak matanya yang terasa sangat berat.

Nayla ingin melihat dengan jelas wajah dari dokter kejam itu dan berencana akan menuntut dokter yang melakukan operasi terhadapnya beserta rumah sakit yang menanganinya saat ini, begitu dia sadar nanti.

"Gila aja nih dokter. Masa aku dioperasi tanpa dibius! ",gumannya menggerutu dalam hati.

Dokter muda yang mendengar ucapan kejam seniornya hanya bisa menatap Nayla dengan sedih, namun dia juga tak bisa berbuat apapun karena tugasnya didalam ruang operasi ini hanya membantu seniornya dan tak memiliki kebijakan untuk memutuskan apapun.

Nayla yang mendengar para dokter berbincang sambil menyiapkan peralatan operasi yang akan mereka gunakan nanti, berusaha untuk menggerakkan badannya.

Begitu dia hendak bergerak, kedua tangan dan kakinya seakan mati rasa, tak bisa dia gerakkan, membuat perasaannya menjadi tidak enak.

"Ada apa denganku!

Kenapa aku sulit sekali membuka mata dan kedua tangan serta kakiku seperti mati rasa padahal aku sama sekali tak diberikan anastesi!

Apa ini efek dari kecelakaan yang aku alami!

Akankah aku lumpuh nanti!

Oya, dokter tadi menyebutkan akan melakukan operasi kepadaku. Operasi apa itu? apakah itu operasi untuk memotong tangan dan kakiku karena sudah tak berfungsi lagi?"

Nayla terus berguman dalam hatinya mengenai kemungkinan yang terjadi karena suaranya sama sekali tak bisa keluar sehingga dia hanya bisa berguman sendiri dalam hati.

Lamunan Nayla buyar ketika dia mendengar suara yang cukup familiar masuk kedalam indera pendengarannya.

Meski tak bisa membuka mata, namun Nayla bisa mendengar semua hal yang ada disekitarnya karena dia masih berada diambang kesadaran hingga sebuah nama terlintas dalam benaknya.

" Kak Gisel", batinnya terkejut.

Wanita muda tersebut berbisik tepat ditelinganya, "Halo dik, apakah tubuhmu sudah siap sekarang? Aku harap kamu siap karena tubuhku telah siap untuk menerima jantungmu", ucapnya penuh kelembutan yang mematikan.

"Apa! Jantung! Apa maksud kak Gisel! ", batin Nayla binggung.

Meski samar, Nayla bisa merasakan ada tangan halus menyentuh wajahnya dan suara lembut tersebut kembali terdengar.

"Nayla, selama ini aku sangat muak melihatmu. Aku yang berjuang keras namun kamu yang mendapatkan semuanya. Kekayaan, kecantikan, kecerdasan, dan semua hal yang aku inginkan bisa kamu miliki dengan mudah. Tapi untungnya kamu cukup bodoh ketika sedang jatuh cinta. Pria yang kamu anggap sangat mencintaimu nyatanya telah memberikan seluruh hatinya kepadaku dan diapun dengan sukarela menjadi pion yang aku pergunakan untuk menghancurkanmu!", ujarnya penuh kebencian.

Melihat Nayla meneteskan air mata dengan ekpresi penuh sedihan, Gisel yang telah menyuap dokter yang akan mengoperasinya keduanya nanti agar tak memberikan Nayla anastesi merasa senang.

Kedua matanya berkilat penuh kebahagiaan dan senyum lebar kembali terbit diwajah cantiknya.

Dia cukup senang melihat ekpresi sedih sekaligus kesakitan yang Nayla tampilkan saat ini sehingga membuatnya semakin berani untuk memprovokasi.

"Kamu tahu Nay, atas permintaanku, pria yang kamu cintai dengan senang hati memberikan jantungmu untukku agar aku bisa sembuh. Aku tak akan perlu meminta maaf kepadamu karena semua hal baik didunia ini sudah seharusnya menjadi milikku. Sebentar lagi, semua yang dulu menjadi milikmu akan segera menjadi milikku, termasuk jantungmu. Begitupun dengan semua harta, kekuasaan, dan suami yang sangat kamu cintai", bisiknya lagi sambil tertawa bahagia.

Nayla yang mendengar hal itu hatinya merasa sangat sakit.

Wanita yang selama ini dia sayangi dan sudah dia anggap sebagai kakak kandunganya, menusuknya dari belakang.

Bukan hanya menginginkan harta yang dimiliki, wanita itu juga menginginkan orang yang paling dicintainya.

Tak hanya puas merebut semuanya, Gisel bahkan jiga menginginkan jantungnya, membuat hati Nayla hancur.

Nayla yang masih berada dalam kesedihan dan kebinggungan, samar-samar indera pendengarannya kembali menangkap satu suara yang sangat dia kenal.

Suara yang selama ini selalu membuatnya nyaman dan tenang, kini terasa seperti bom waktu yang menghancurkan jiwanya dan menjungkirbalikkan hidupnya.

"Sayang, kamu jangan takut. Ada aku yang selalu menemanimu. Kamu pasti sembuh!", ucapnya lembut.

Nayla mendengar suara lembut yang biasanya selalu membisikkan kata cinta untuknya, kini mengucapkan kata sayang kepada wanita lain, hatinya langsung hancur berkeping-keping.

Pada awalnya, mendengar bisikan Gisel, Nayla masih menolak kebenaran yang ada.

Tapi kini, begitu dia mendengar jelas suara lelaki yang baru satu minggu dinikahinya, hatinya sangat sakit.

Kepercayaan dan kasih sayang yang dia berikan dengan tulus telah dinodai oleh sebuah pengkhianatan yang lansung menjungkirbalikkan dunianya.

"Kenapa! Kenapa mereka begitu kejam kepadaku! Apa salahku!", teriak Nayla dalam hati.

Terdengar suara gunting mengoyak pakaian yang dikenakannya dan rasa dingin yang semula hanya menjalar dilengannya yang terbuka kini merata diseluruh tubuh bagian atas.

Tiba-tiba, suara lembut dan manja milik Gisel kembali menyerbu indera pendengarannya, "Kenapa kamu terus melihatnya? Apa kamu tidak tega", ucapnya merajuk.

Mendengar nada manja Gisel, membuat Nayla ingin muntah dan mencabik-cabik wajah cantik penuh kepalsuan itu.

"Jangan cemburu, kamu tahu sendiri kan jika sejak awal aku hanya mencintaimu. Jika saja bisnis keluargaku tidak jatuh dan dia tidak memiliki jantung yang cocok untukmu, mana mau aku menikah dengannya", ujar Lucas sambil menoel hidung Gisel yang wajahnya langsung memerah.

Tawa renyah dan lembut terdengar dari mulut Gisel, "Aku kira, mas mencintainya", ucapnya manja.

"Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada wanita yang kaku dan membosankan seperti dirinya", ucap Lucas penuh nada cibiran.

Percakapan penuh cinta dan kasih sayang terus berlanjut, meski dengan bisik-bisik, namun masih bisa terdengar oleh Nayla sebelum suara dokter menginterupsi kemesraan mereka dan menyuruh Lucas untuk segera keluar karena operasi akan segera dilangsungkan, membuat airmatanya kembali menetes.

Air mata Nayla mengalir dengan derasnya seiring rasa sakit, sedih, kecewa dan marah yang meluap dari hatinya saat ini.

Jadi selama ini dia telah dibohongi, dianggap boneka oleh semua orang, terutama oleh keluarga sang suami yang dianggapnya sebagai teman dekat keluarga yang telah mengadopsinya.

"SAKIT!!!", teriaknya dalam hati.

Nayla bisa merasakan dengan jelas bagaimana pisau bedah membela dadanya dan menyayat dagingnya secara perlahan.

Air matanya pun semakin deras mengalir dari kedua matanya yang masih tertutup rapat dan ia hanya bisa menjerit kesakitan dalam hati karena mulutnya sama sekali tak bisa terbuka.

"Biadab! Bagaimana bisa mereka melakukan pembedahan dalam kondisi pasien setengah sadar seperti ini!", batin Nayla menjerit.

Ketika mengingat jika semua ini merupakan mengaturan yang sengaja dibuat oleh Gisel dan Lucas, rasa sakit ketika pisau mengiris setiap senti dagingnya sebelum jantungnya mereka ambil, tak sebanding dengan rasa sakit akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh keduanya, membuat Nayla merasa sangat marah.

" Mami, papi, maafkan Nayla yang bodoh ini hingga terjebak dalam skema jahat mereka", tangisnya pilu.

Sambil berderai air mata, Nayla kembali berguman dalam hati, " Jika Tuhan memberi aku kesempatan untuk lahir kembali, maka aku berjanji, akan membalas semua rasa sakit ini dan membuat mereka semua hancur!", sumpah Nayla dalam hati.

Bersamaan dengan darah yang terpecik mengenai anting giok yang dikenakannya, alat deteksi jantung berbunyi nyaring dan garis luruspun tercipta.

Proses transpalasi jantung berhasil dan Nayla pun menghembuskan nafas terakhir begitu jangtungnya berpindah ketubuh Gisel.

PINDAH RAGA

Setelah rasa sakit yang teramat sangat tersebut menghilang, perlahan jiwa Nayla keluar dari tubuhnya.

Begitu jiwanya keluar, dia bisa melihat tubuhnya yang tergeletak diatas brangkar dengan wajah pucat dan berlinangan air mata.

Nayla menundukkan kepala, melihat bagian dadanya yang terbuka dengan darah segar mengalir deras disana.

Salah satu dokter terlihat bersiap untuk menjahit bagian dadanya yang tak lagi memiliki jantung, dan pada saat itu Nayla pun tersadar jika dirinya telah mati.

Nayla berdiri menatap semua orang yang ada dalam ruang operasi, berusaha mengingat wajah mereka satu persatu dan dikunci dalam memorinya dengan penuh dendam.

"Dendam ini harus terbalaskan!

Semua orang yang berkontribusi menyumbang rasa sakit dalam dirinya harus membayar lunas!",

Kedua mata Nayla berubah menjadi merah, penuh kobaran amarah ketika kembali menyadari jika jantungnya telah berpindah ketubuh Gisel yang saat ini tengah didorong keluar dari dalam ruangan yang langsung disambut oleh Lucas begitu pintu ruang operasi terbuka.

Dalam kondisi seperti itu, Lucas sama sekali tak menoleh ke belakang, kearah tubuh istri sekaligus wanita yang dia korbankan jantungnya demi keberlangsungan hidup wanita lain.

"Jahat! Dia benar-benar jahat! Bahkan setelah membunuh dan mengambil jantungku, dia sama sekali tak merasa bersalah!"

Nayla mengepalkan kedua tangannya, kuku-kuku panjang berwarna hitam menusuk telapaknya, darah segar mengalir deras namun hal itu sama sekali tak mengurangi amarah dalam dadanya.

"AAARGHHH!"

Teriakan Nayla membuat semua benda dalam ruangan beterbangan dan lampu dalam ruang operasi berkedap kedip, membuat ruangan terlihat mencekam.

Para dokter dan perawat yang hendak belari keluar, tak bisa menggerakkan kedua kaki mereka, seolah ada lem kuat yang membuat mereka tetap berada ditempatnya.

Teriakan ketakutan dan minta pertolongan pun berusaha untuk mereka keluarkan dari tenggorokan.

Namun sayang, sekeras apapun usaha yang mereka lakukan, bahkan mulut mereka sudah terbuka dengan lebar, tak ada satu katapun bisa mereka keluarkan, seolah semuanya tersangkut ditenggorokan, membuat keringat dingin mulai mengucur deras ditubuh semua orang.

Sekarang, yang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa agar ada yang masuk kedalam ruangan dan menyelamatkan mereka.

"Biadab! Kalian semua binatang dan pantas mati!"

Baru saja Nayla mengangkat tangannya, hendak melemparkan pisau bedah dan gunting yang melayang diudara, tiba-tiba tubuhnya tersedot dengan cepat, sehingga aksinya terhentikan.

Wushhhh....

Begitu angin kencang berhembus, lampu berhenti berkedip dan suara semua orang kembali terdengar.

Melihat jika kedua kaki mereka telah bisa digerakkan, para dokter dan perawat pun segera berlari tunggang langgang, keluar dari ruang operasi dengan cepat, meninggalkan jenazah Nayla yang terbaring kaku diatas brangkar, sendirian.

.

.

Ditempat lain, disebuah rumah sakit swasta yang ada dipinggiran ibukota, dalam ruang ICU tiba-tiba alat detak jantung salah satu pasien berbunyi nyaring, membuat perawat yang berjaga bergegas masuk dengan wajah panik.

"Pasien anfal!"

Begitu kata itu terucap, tim dokter bergegas masuk dan berjuang keras untuk mengembalikan kesadaran seorang gadis dengan wajah pucat yang baru saja menghilang.

Defibrillator diletakkan didadanya, mencoba mengembalikan detak jantungnya.

"Charge ke 200! Clear! ", suara dokter terdengar lantang.

Tubuh gadis itu melompat sedikit karena kejutan listrik, tetapi monitor tetap menunjukkan garis lurus.

"Tidak ada respon! Ulangi lagi!",kata dokter tersebut sambil kembali meletakkan Defibrillator ke dada pasien, mencoba memompa kehidupannya kembali.

"Charge ke 300! Clear! ", suara dokter kembali memenuhi ruangan, diikuti dengan lonjakan kecil di tubuh pasien, namun monitor jantung tetap menunjukkan garis lurus, sama sekali tak ada perubahan.

Salah satu dokter menatap layar monitor dengan tatapan suram. " Tidak ada respon. Kita coba sekali lagi. Charge ke 360! Clear! "

Kali ini seluruh tubuh gadis itu terlihat sedikit gemetar karena kekuatan kejutan listrik yang lebih besar, tapi tetap saja, monitor menunjukkan hasil yang sama, garis lurus.

"Dokter... ", suara salah satu perawat terdengar pelan, seolah meminta keputusan terakhir.

Dokter jaga tersebut meletakkan Defibrillator dengan berat hati menarik nafas dalam-dalam, lalu memeriksa denyut nadi gadis tersebut, untuk memastikan.

Begitu jarinya menyentuh titik nadi, kedua mata dokter itu terbelalak begitu dia merasakan denyut nadi yang tadi sempat hilang kini tiba-tiba saja menjadi sangat kuat, berbarengan dengan suara monitor yang mulai bergerak naik turun dilayar.

Melihat jantung gadis tersebut kembali berdetak dengan stabil, semua orang yang berada dalam ruangan merasa lega.

Mereka cukup kasihan dengan gadis tanpa identitas itu, selama koma hampir dua bulan lamanya tak ada seorangpun yang datang untuk mencari keberadaannya.

Untungnya ada seorang dermawan yang bersedia membiayai semua perawatannya selama dirumah sakit hingga gadis itu mendapatkan perawatan yang cukup baik.

Begitu dokter dan perawat telah keluar, jemari gadis itu tiba-tiba bergerak tanpa ada yang menyadarinya, kesadarannya pun mulai kembali secara perlahan.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ruangan ini penuh bau obat? apakah aku masih berada di rumah sakit? Bukankah aku sudah mati?"

Berbagai pikiran berkecamuk dalam benak Nayla yang jiwanya telah masuk kedalam raga gadis tanpa identitas yang memang telah disiapkan untuknya.

Nayla masih bisa merasakan bagaimana dadanya ditekan tadi, dan beberapa kali alat kejut menempel didadanya.

"Tunggu! Mereka bilang tadi jika detak jantungku kembali? Apakah Gisel mengembalikan jantungku karena tak cocok dengan tubuhnya?", batinnya penuh tanya.

Nayla yang sibuk dengan pemikirannya tak menyadari jika ada seorang perawat yang masuk kedalam ruangannya.

Dia yang masih bingung akan kondisi yang ada tanpa sadar mulai menggerakkan jemarinya, membuat perawat yang sedang mengecek kondisinya segera menekan tombol merah disampingnya.

Tak lama kemudian, dokter yang tadi membantunya mengembalikan detak jantungnya ketika terhenti kembali datang dan memeriksa kondisinya seiring dengan kedua matanya yang perlahan mulai terbuka.

Karena sudah melewati masa kritis dan telah sadar, gadis itupun dipindahkan ke ruang VVIP sesuai dengan permintaan orang yang membiayai pengobatannya.

Begitu tiba didalam ruang rawat, dokter kembali memeriksa kondisinya yang kini sudah bisa duduk dan minum air putih yang diberikan oleh perawat kepadanya.

"Syukurlah anda telah sadar nona. Kondisi kepala anda cukup parah setelah terjatuh dari tangga dilantai tiga mall. Kita akan melakukan observasi selama beberapa hari, jika tidak ada keluhan dan semuanya berjalan dengab baik maka nona sudah bisa pulang ", ucap sang dokter menjelaskan.

Nayla menoleh, "Jatuh dari tangga? bukankah aku mengalami kecelakaan dan baru saja menjalani operasi dimana jantungku diambil untuk diberikan kepada Gisel", gumannya bingung.

Meski banyak alat seperti yang dia lihat tadi ketika jiwanya keluar dari raganya, namun kondisi ruangan yang sekarang dia tempati tak sama.

Dan pria yang ada dihadapannya juga berbeda dengan orang-orang yang telah melakukan operasi untuk mengambil jantungnya tadi.

Dokter yang melihat gadis dihadapannya sedikit binggung, menganggap hal itu wajar bagi pasien yanh telah sadar dari koma sehingga memberinya waktu sejenak untuk beradaptasi dengan situasi yang ada.

Masih dengan wajah bingung dan suara sedikit serak Nayla pun kembali bertanya, " Kamu siapa dan ini dimana?".

"Saya Dokter Bima dan sekarang anda sedang berada di rumah sakit Amanah. Anda sempat mengalami koma selama dua bulan setelah terjatuh dari tangga".

Dokter Bima yang melihat Kayla terdiam dengan wajah binggung pun berjalan mendekat dan mencoba memeriksanya sekali lagi.

Untuk memastikan kecurigaannya, dokter Bima pun memberi sebuah pertanyaan, "Nona, apa anda tahu nama anda?".

Nayla yang masih sedikit linglung pun segera menjawab, "Ten-tentu saja ingat. Namaku Nayla Putri Darmawan", ucapnya.

Dokter Bima tersenyum lega melihat gadis itu mengingat namanya.

Diapun segera mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji jika gadis dihadapannya itu tidak mengalami amnesia akibat benturan keras dikepalanya.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja Dokter Bima pun keluar untuk memeriksa kondisi pasien yang lain.

Nayla yang masih syok atas apa yang menimpanya, sedikit linglung sehingga diapun segera meminta bantuan pada perawat yang datang memberikannya obat.

"Sus, bisa minta tolong pinjamkan saya kaca", pinta Nayla sopan.

Meski sedikit takut namun Nayla membutuhkan kaca untuk meyakinkan kecurigaan dalam hatinya, karena jika benar dia bertransmigrasi maka wajahnya pun pasti berubah.

SIAPA KAMU?

Srek! Srek! Srek!

Gemerisik dedaunan kering ketika dipijak memecahkan keheningan malam yang mencekam ditengah pemakaman.

Asap kemenyan membumbung keatas. Aromanya menyebar kesekitar. Lolongan anjing kampung semakin membuat suasana malam semakin terasa mencekam.

Wadah besi yang dipergunakan untuk membakar kemenyan diletakkan didekat batu nisan. Kemudian,  disertai sesajen berupa kembang kantil dan kopi hitam serta darah ayam cemani yang ditampung didalam wadah kayu dengan ukiran tulisan jawa kuno.

Orang yang menyediakan sesajen tersebut mengatup kedua telapak tangannya di atas kepala memberi penghormatan seraya memejamkan mata dengan mulut komat kamit membaca mantra.

Perlahan, asap putih yang sangat tipis muncul dari gundukan tanah makam yang basah dan penuh dengan taburan bunga,  membumbung di udara dan tersedot masuk kedalam liontin batu hitam yang sengaja diletakkan diatas batu nisan.

Begitu asap putih tersebut sepenuhnya terserap kedalam liontin, kedua mata wanita tua yang melakukan ritual itu pun terbuka.

"Jemput gadis itu dan bawa masuk kedalam rumahmu sebelum tengah hari esok hari.  Jiwa cicit buyutku yang bersatu dalam raga khusus yang sengaja aku siapkan bisa menghilangkan kutukan yang ada pada anakmu", ucapnya tajam.

"Baik mbah", jawab lelaki berbadan tegap yang duduk bersila dibelakangnya dengan patuh.

"Ambil kalung ini! Ingat,  jangan sampai kalung ini lepas dari leher anakmu, apapun yang terjadi", ucapnya penuh peringatan.

Lelaki itupun kembali mengangguk patuh,  " Baik mbah. Akan saya ingat selalu", jawabnya tegas.

Begitu ritual selesai, lelaki itupun berjalan menuju mobil yang terparkir dipekarangan kediaman rumah tua peninggalan koloni Belanda yang masih tampak bersih terawat, yang menjadi tempat tujuan dia mencari alternatif pengobatan bagi anak semata wayangnya yang diduga terkena kutukan setelah pulang dari menjelajahi hutan dibagian paling Timur pulau Jawa.

Sebelum masuk kedalam mobil, satu tangannya yang memegang ponsel menekan sebuah nomor dan telepon pun tersambung.

“Karta, siapkan semuanya. Besok pagi kita akan kerumah sakit menjemput gadis itu”.

Setelah menutup telepon ditangannya, lelaki itupun segera masuk kedalam mobil dan mulai menyalakan mesin mobilnya, meninggalkan pekarangan kediaman yang sudah lima bulan ini rutin dia sambangi.

.

.

Diwaktu yang sama, dirumah sakit, Nayla tiba-tiba terbangun ditengah malam karena merasa tenggorokannya terasa sangat kering.

Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retinanya, matanya pun terbuka dengan lebar.

Dengan hati-hati, dia pun perlahan bangun dan meraih botol air mineral yang telah disiapkan diatas nakas disamping ranjangnya.

Tak ada yang mendampingi, perawat yang bertugas mengantar makanan tiga kali sehari selalu mengecek persediaan air mineral dan camilan diatas nakasnya, sebagai persiapan jika Nayla haus dan lapar sebelum waktunya makan tiba.

Nayla yang tak bisa kembali memejamkan mata, menatap kearah luar jendela dengan sedikit linglung.

“Apa ini jawaban atas doa-doaku. Aku diberi kesempatan kedua untuk membalas dendamku. Jika itu benar, maka aku tak akan menyia-nyiakannya dan akan kubalas mereka satu persatu dengan rasa sakit yang lebih dalam dari rasa sakit yang pernah aku rasakan”.

Nayla terus berguman dalam hati, bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, tanpa tahu jika hal ini memang disengaja oleh seseorang dengan maksud tertentu.

Tapi,  karena Nayla tak mengetahui rencana seseorang yang sengaja membawa jiwanya masuk kedalam raga gadis muda ini, justru merasa sangat beruntung, karena telah diberi kesempatan maka Nayla akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

Untuk memulai hidup barunya, pertama yang akan dilakukan oleh Nayla adalah mencari informasi mengenai sang pemilik tubuh yang dia tempati ini.

Nayla harus mencari tahu siapa gadis yang raganya dia tempati saat ini agar dia bisa menentukan langkah kedepannya.

Dia pernah membaca novel dan melihat film mengenai perpindahan jiwa seperti yang dialaminya ini.

Biasanya ingatan sang pemilik tubuh akan masuk dalam memorinya begitu dia terbangun dari kematian.

Tapi Nayla, yang sudah sadar sejak semalam sama sekali tak mendapatkan ingatan apapun yang terkait dengan memori sang pemilik tubuh.

Bahkan Nayla sudah menggeledah seluruh laci nakas yang ada disampingnya, berharap ada sedikit informasi yang bisa dia dapatkan.

Tapi sayangnya, laci tersebut kosong melompong, tak ada isinya selain beberapa camilan yang disiapkan oleh perawat untuknya dan obat yang harus dia minum rutin tiga kali sehari.

Apa yang Nayla peroleh sama dengan apa yang dikatakan oleh para perawat jika tak ada dompet, tas ataupun ponsel ketika dia dibawa kerumah sakit.

Dia hanya membawa badan penuh darah dan orang yang menemukan serta membawanya kerumah sakit juga tak mengetahui indentitasnya.

Orang itu hanya membayar deposit untuk biaya perawatannya dan meninggalkan nomor telepon jika sewaktu-waktu rumah sakit membutuhkannya.

"Apa aku seorang gelandangan? Tapi jika aku gelandangan,  bagaimana aku bisa masuk kedalam mall?"

"Atau aku dirampok terus aku melawan hingga terjatuh dari tangga"

"Ya... Kurasa ini merupakan pemikiran yang paling masuk akal"

Nayla terus saja berguman, berspekulasi mengenai kejadian yang menimpa pemilik raga ini hingga jiwanya melayang dan digantikan olehnya.

Pada saat melamun,  Nayla dikagetkan oleh semua suara lembut dari balik keheningan, menggetarkan udara disekitarnya,  "Hallo Nayla", sapanya ramah.

Mendengar suara tanpa wujud, Nayla terkejut dan bulu kudunya merinding, udara disekitar pun perlahan mulai turun.

Diedarkannya pandangan,  menyapu seluruh ruangan berwarna putih itu sambil perlahan menarik selimut agar bisa menutupi seluruh tubuhnya, menyisakan kepala yang saat ini tengah celingak celinguk mencari sumber suara asing itu.

"Si-siapa kamu!, tanya Nayla dengan suara bergetar.

Melihat Nayla ketakutan, arwah gentayangan yang ada disekitar ranjangnya tertawa ringan.

Suara tawanya yang nyaring semakin membuat tubuh Nayla spontan bergetar ketakutan.

Sebagai pemegang sabuk hitam,  Nayla tak takut dengan musuh yang datang menyerang,  namun tidak dengan hantu,  yang wujudnya bahkan tak bisa dia lihat membuatnya nyalinya menjadi ciut.

"Siapa sebenarnya kamu? Kenapa kamu datang menggangguku? "

Nayla kembali bertanya, memberanikan diri meski keringat dingin sebesar jagung sudah mengucur deras ditubuhnya.

"Aku adalah bagian dari dirimu Nayla. Kamu tak perlu mencari informasi apapun karena kamu dan aku adalah satu", jawabnya dengan suara tenang.

"Balaskan dendammu. Kembalikan semua rasa sakit yang kamu terima berkali-kali lipat kepada mereka. Aku akan memberimu jalan"

Semakin banyak suara itu menjelaskan,  semakin Nayla merasa bingung dengan penjelasan yang baginya sangat tak masuk akal itu.

Dia hanyalah anak yatim piatu yang diculik dari panti asuhan oleh seseorang. Dan ketika sedang melarikan diri, Nayla kecil yang terluka parah ditemukan oleh keluarga Darmawan ditengah jalan dan diadopsi oleh mereka.

"Apa maksudnya dengan jika aku dan dia itu satu.  Apakah raga yang kutempati ini menderita gangguan bipolar"

Pikiran Nayla semakin liar,  jika dia bisa mendengar suara yang mengatakan jika dia adalah dirinya maka hanya ada satu kesimpulan yaitu dia sudah gila atau dia memiliki kepribadian ganda sehingga dia memiliki dua sisi dalam dirinya.

Arwah gentayangan yang bisa mendengar suara batin Nayla terkekeh pelan karena menurutnya gadis yang akan dia ikuti ini tampaknya cukup lucu dan tak akan membosankan.

Apalagi,  bau gadis ini sangat harum aromanya, hal ini tentu saja membuatnya merasa betah karena berada didekat Nayla bisa membantunya menyempurnakan kekuatan yang dimilikinya.

Tak semua semua arwah seperti dirinya bisa berkomunikasi dan memperlihatkan wujudnya dihadapan manusia jika tak memiliki kekuatan tinggi.

Saat ini,  dia masih belum memiliki cukup kekuatan sehingga hanya bisa memperdengarkan suaranya tanpa bisa menunjukkan wujudnya.

Menyadari jika suara tadi tak lagi terdengar, meski takut namun karena penasaran maka Nayla pun ingin kembali bertanya.

Namun baru saja mulutnya terbuka,  pintu ruang rawatnya didorong dari luar dan seorang perawat dengan membawa cairan infus masuk.

Melihat Nayla terduduk diranjangnya sambil melamun, perawat itupun menyapanya.

"Apa ada keluhan? ", tanyanya ramah.

“Tidak ada sus. Hanya saja, setelah terbangun rasanya sulit untuk kembali tidur”, jawab Nayla jujur.

Mendengar keluhan Nayla, perawat yang sedang mengganti cairan infusnya yang telah habis dengan yang baru pun tersenyum lembut.

“Tenang saja, sebentar lagi kamu akan bisa tidur karena obat yang akan aku suntikan mengandung obat tidur”, ujarnya sambil memasukkan jarum kedalam selang infuse Nayla, membuat gadis itu sedikit mengernyit karena punggung tangannya terasa ngilu begitu cairan obat itu disuntikkan.

“Sudah. Jika butuh bantuan, jangan sungkan untuk memencet tombol merah ini”, ujar sang perawat sebelum dia keluar setelah menyelesaikan tugasnya.

Begitu pintu ruang tertutup, suara asing itu kembali muncul.  "Perkenalkan, namaku Kunti. Mulai sekarang kita akan menjadi partner. Kita bisa berkomunikasi dalam hati agar kamu tak disangka orang gila", ujarnya terkekeh pelan.

Nayla yang merasa sedikit dipermainkan oleh suara tanpa wujud itupun hanya bisa mendengus kesal.

“Dasar menyebalkan!", batinnya mengumpat.

Sekali lagi, arwah gentayangan itupun terkekeh pelan. Agar Nayla tak mengabaikannya, arwah yang memang diutus untuk mendampingi Nayla pun mulai memfokuskan diri, menyerap aura kuat milik jiwa Nayla yang bisa membantu menyempurnakan kekuatannya sambil mengakrabkan diri selayaknya rekan bisnis.

Kali ini, Nayla sudah tak merasa takut lagi dan menganggap jika suara itu adalah suara hatinya.

Entah dia memang sudah gila atau ini memang nyata, Nayla sedikit merasa terhibur setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang, meski tak memiliki wujud setidaknya dia tak merasa sendiri lagi sekarang.

Keduanya terus bercakap-cakap dalam hati hingga pada akhirnya Nayla tertidur karena pengaruh obat yang disuntikkan tadi kepadanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!