NovelToon NovelToon

Sang Pengiring Pengantin

satu

"loh, Ma? kenapa aku di kurung sih? bentar lagi kan aku bakal ngantarin Kak Tania ke tempat akad" tanya Ningsih bingung karena sang Mama malah membawanya ke kamar ini saat ia akan menuju kamar mempelai wanita yang tak lain adalah sepupunya.

"udah! kamu di sini aja, nanti ada yang jemput kamu ke sini! oh ya, satu lagi! turutin apapun yang disuruh Mbak Lila yah!" Ningsih semakin bingung dengan kelakuan dan ucapan Mamanya. Apalagi wajah sang Mama seperti terlihat panik, ada apa sebenarnya?

"Mbak Lila, dandanin Ningsihnya kalau bisa dipercepat yah Mbak!" kata Mama pada Mbak Lila, penata rias yang setahu Ningsih yang menghias mempelai wanita. Dan Mbak Lila itu juga salah satu sepupunya, meski sudah sepupu jauh.

"kok....? Ma, Ningsih kan udah dandan!" protes Ningsih bingung, perasaan dandanannya udah rapi dan pas deh!

"udah! kamu nurut aja, dan kalau disuruh Mbak Lila nggak usah banyak tanya!" Mama kemudian mengalihkan fokusnya kembali ke Mbak Lila "oh Ya, Lil! kalau Ningsih banyak nanya, kamu nggak usah jawab apa-apa!" perintahnya. Mbak Lila mengangguk, Ningsih menatap keduanya curiga.

"Mama ke bawah dulu!" pamit Mama pada Ningsih dan Mbak Lila.

sepeninggal Mamanya, Ningsih masih diam berusaha menebak ada apa sebenarnya. Matanya menyorot Mbak Lila, berusaha mencari jawaban karena ia yakin wanita itu pasti tahu. Tak sengaja, matanya menatap sesuatu yang dibawa Mbak Lila, itu kan......gaun pengantin yang akan Kak Tania pakai.

"Mbak, ada apasih sebenarnya?" tanyanya penasaran. tadi, setelah memakai kebaya yang memang dikhususkan untuknya itu Ningsih keluar dari kamar. Niatnya ia akan nyamperin Mbak Tania. Ia memandang bingung saat melihat beberapa orang keluarganya berdiri dengan gelisah di depan pintu. Tapi waktu Ningsih berniat mendekat, ia malah diseret ke kamar ini dan mengurungnya dengan Mbak Lila yang disuruh mendandaninya.

"udah, mending Adek turutin aja apa kata Tante Ana!" jawab Mbak Lila. " sekarang Adek pakai ini!" sambungnya sambil menyodorkan gaun pengantin yang tadi menarik perhatian Ningsih.

"bukannya itu gaun pengantin yah? terus kalau aku pakai ini Kak Tania pakai apa?" Mbak Lila terlihat gelagapan saat Ningsih bertanya seperti itu.

"emmm...emmang Tania nggak bilang yah sama Ade, kalau ia memesan dua gaun yang sama. katanya biar kalian pakai yang sama dihari pernikahannya" Ningsih masih belum puas dengan jawaban Mbak Lila.

"masa sih Mbak? tapi kebaya ini pilihan Kak Tania kok" tanyanya memastikan. Bukannya apa, entah kenapa sejak tadi perasaannya tak enak. Apa karena dia akan mengiringi Kak Tania ke tempat akad yah? atau memang ada hal lain yang mungkin akan terjadi sebentar lagi? tapi Ningsih berdoa semoga hanya karena hal pertama.

"iya, emmm...tadi..tadi Tania bilang itu biar nanti kamu pakai kalau pas resepsi nanti" Ningsih semakin curiga karena Mbak Lila terkesan bingung akan menjawab apa.

"tapi...."

"udah! nggak usah banyak nanya karena waktunya benar-benar mepet" potong Mbak Lila saat Ningsih terlihat ingin bertanya lagi.

Ningsi menghela nafasnya pelan. padahal ia tadi ingin menanyakan pada Mbak Lila, kalau resepsi nanti kan mereka sudah punya seragam juga, masa dia disuruh pakai kebaya ini? akhirnya, dengan pasrah ia menuruti semua perkataan Mbak Lila.

Ningsih melihat pantulan dirinya di depan cermin. Matanya membulat, penampilannya benar-benar terlihat seperti mempelai wanita, bukan pengiringnya.

Baru saja ia berniat untuk berbalik dan bertanya pada Mbak Lila, suara yang terdengar keras dan lantang di Microphon itu membuatnya membeku seketika.

"saya nikahkan engkau dengan Putri saya, Ananda Fajria Ningsih Binti Mohammad Al-Fatah dengan mas kawin tiga puluh gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai"

"saya terima nikahnya, Fajria Ningsih Binti Mohammad Al-fatah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" dan seketika itu juga Ningsih membeku.

"Mbak, jelasin ke aku apa maksudnya ini?" tanyanya pelan. Air matanya sudah mengalir, bagaimana bisa.....

"Mbak nggak punya hak apa-apa untuk jelasin ke kamu walaupun Mbak tahu. Maaf!" Mbak Lila merengkuh gadis polos itu, berusaha menguatkan. ia tahu ini benar-benar bukan hal yang mudah, terlebih ini suda termasuk Gila menurut Mbak Lila.

Dua

Ningsih membuka matanya dengan perlahan. Kepalanya terasa pusing, dengan bersusah payah, ia memaksakan untuk bangun.

"baring aja kalau masih pusing. bilang aja, kamu mau apa? biar Kakak aja yang ngambilin!" cegah seseorang, sambil membaringkan kembali tubuh Ningsih.

Mata Ningsih membulat saat melihat siapa pelakunya. Ingatannya kembali berputar pada kejadian sebelum dia pingsan.

"Dek? Dek, ngomong dong! jangan kayak gini!" pria itu tak lain adalah suami Ningsih, Arjuna Putra Wibowo. ia mengguncang bahu Ningsih dengan pelan dan perasaan hawatir karena gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong.

"bagaimana bisa Kak? kenapa bisa?" tangis Ningsih akhirnya pecah setelah pertanyaan itu keluar dari bibirnya. ia bangun dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Juna yang melihat hal tersebut langsung menggenggam tangannya, "nangis aja dek, nangis aja! Kakak janji, setelah ini Kakak nggak akan biarin air mata kamu menetes karena sedih" ucapnya sambil merengkuh Ningsih ke dalam pelukannya.

Ningsih berusaha mencerna apa yang dimaksud Juna. Bukankah tidak selayaknya Juna berkata demikian padanya? Hello! Juna dan Kak Tania itu bukan dijodohkan loh, tapi mereka memang pacaran, bahkan delapan tahun lamanya. bukannya nggak wajar kalau Juna berkata semanis itu pada Ningsih sementara pernikahan ini terjadi karena terpaksa?

Ningsih melerai pelukan Juna padanya. saat melihat mata itu, Ningsih membeku karena di dalam sana tak ada sinar keraguan, yang ada hanya binar penuh tekad dan keyakinan. ada apa sebenarnya dengan Juna? Bukankah seharusnya ie bersedih karena tak menikahi kekasihnya?

"Kak? Kenapa kalian membuat aku bingung? kalian.....sebenarnya kalian semua kenapa? kenapa kalian tega nempatin aku di posisi ini?" tanya Ningsih dengan suara lirih. Juna kembali menariknya ke dalam pelukan. Ia tahu apa yang terjadi hari ini, benar-benar berat bagi gadis itu. Tapi saat ini, ia benar-benar tidak tahu untuk menjawab apa. karena apapun yang akan ia katakan, pasti sangat susah diterima Ningsih sebagai jawabannya.

"Sisi, Sisi udah sadar sayang?" suara tersebut membuat Ningsih menarik diri dari pelukan Juna. Ia mengalihkan tatapannya pada sang Mama yang baru saja memasuki kamar karena pintu sejak tadi memang terbuka.

Ningsih tak menjawab pertanyaan Mamanya, dia hanya menatap wanita yang terlihat sangat hawatir itu dengan datar.

"Iya, Ma. Sisi baru aja sadar" Juna memilih menjawab pertanyaan Wanita yang sudah resmi menjadi mertuanya itu, karena ia melihat Ningsih sama sekali tak berniat menjawabnya.

"syukurlah Sayang!" ujar Ana--Mama Ningsih--sambil mendekat dan bermaksud membelai rambut putrinya, namun tak disangka, Ningsih langsung menghindar. Wajah Ana seketika berubah sendu, ia tahu Ningsih pasti sangat berat menerima semuanya.

"Maaf, sayang! Maafin Mama!" tangis Ana. Ningsih memalingkan wajahnya dari wanita yang melahirkannya itu. bukan, bukan karena Ningsih benci pada Mamanya. tapi lebih tepatnya, ia tak sanggup melihat tangisan Ana. ia tahu pasti Mamanya itu merasa bersalah padanya.

"tinggalin Sisi sendirian. Aku.....aku mau sendiri dulu" ujarnya pelan.

"tapi....."

"kalau sudah waktunya resepsi, suruh Mbak Lila masuk aja. tenang, aku tetap akan mendampingi Kakak di resepsi nanti kalau itu yang Kakak hawatirkan!" potong Ningsih cepat saat Juna ingin menyanggah.

Juna menatapnya tajam saat kalimat itu keluar dari mulutnya. rasanya emosinya akan segera meledak kalau saja ia tak mengingat kondisi gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu.

Juna menghela nafas keras, "oke. Kakak dan Mama akan keluar, tapi kamu janji nggak akan ngelakuin hal aneh" Juna memilih mengalah.

"maksud Kakak hal aneh itu seperti kabur dari pernikahan ini?" sindirnya. Rahang Juna seketika mengeras "jangan macam-macam Sisi. kamu nggak akan bisa kabur dari aku dan kamu tahu sendiri hal itu!" peringatnya.

Ningsih mendengus dengan air mata yang seketika jatuh dari pelupuk matanya. "oh ya? lalu kenapa Kak Tania kabur Kakak nggak bisa nemuin? bahkan kalian dengan tega malah ngorbanin aku!" katanya dengan suara lantang, bahkan sang Mama terkejut mendengarnya.

Juna terdiam. Ia menarik nafasnya dalam-dalam berusaha menetralkan emosinya. Ia mengalihkan tatapannya pada Ana "Mama sebaiknya keluar duluan, nanti Juna nyusul. Juna mau bicara dulu pada Sisi" sarannya saat melihat wajah pias Mama mertuanya karena terkejut dengan suara lantang Ningsih tadi, Mungkin karena selama ini Ningsih bersikap lemah lembut dan penurut. Tanpa mengatakan apapun, Ana menurut meninggalkan keduanya.

"Si, dengarin Kakak. Kakak takut ninggalin kamu sendiri bukan karena takut kamu kabur atau melewatkan acara resepsi nanti. Persetan dengan resepsi atau semacamnya, Kakak nggak peduli itu. Kakak cuma takut kamu ngelakuin hal bodoh yang bisa ngerugiin diri kamu sendiri!" ujar Juna dengan tegas. Ia tahu Ningsih meragukannya, tapi Juna berani bersumpah demi apapun kalau tak pernah terlintas dipikirannya semua yang dituduhkan Ningsih.

Ningsih hanya diam tak menanggapi, lagi-lagi Juna menghela nafas gusar.

"Si, percaya sama Kakak kalau semua akan baik-baik saja!" pinta Juna memohon, ia berusaha menggenggam tangan Ningsih namun gadis itu menepisnya.

"kasih Ningsih waktu untuk sendiri. Ningsih mohon Kak!" Ningsih mengutuk air matanya dalam hati karena lagi-lagi menetes. "ada banyak hal yang Ningsih takutkan karena pernikahan ini, jadi Ningsih mohon kasih Ningsih waktu untuk berfikir" tambahnya. akhirnya, mau tak mau Juna menuruti. dengan langkah berat, ia meninggalkan sang Istri.

Tiga

Seperti janji Ningsih, ia tetap mendampingi Juna di acar resepsi, meski dengan mata bengkak yang disamarkan dengan make up. Ningsih tahu banyak tamu-tamu yang merasa heran, terlebih teman-teman Kak Tania yang mengenalnya.

Ningsih menghembuskan nafas legah karena akhirnya acara tersebut berakhir. Ia duduk diam di atas ranjang kamar yang seharusnya ditempati Tania, namun digantikan olehnya karena gadis itu kata mereka kabur entah ke mana.

"nggak ganti baju?" suara Juna menyadarkan Ningsih dari lamunannya. Ia menoleh pada pria itu sebentar lalu kembali menatap ke depan seperti semula.

"Dosa loh dek, kalau mengabaikan suami" Ningsih tahu kalau Juna sedang berusaha membuat Ningsih bicara padanya. Tanpa menghiraukan Juna, ia mengambil Ponsel menghubungi seseorang. "Mbak Lila, ke kamar aku sekarang. Bantu aku ngelepasin Gaun ini!" ucapnya datar lalu menutuskan sambungan teleponnya.

"kamu kenapa minta bantuan Mbak Lila sih? padahal di sini ada Kakak" Ningsih langsung menatap Juna tajam setelah kalimat pria itu.

"diam, atau Ningsih pindah ke kamar sebelah" ancamnya, membuat Juna gelagapan.

"iya deh, iya! nggak lucu banget aku ditinggalin sendirian saat malam pertama" gerutu Juna membuat Ningsih lagi-lagi menatapnya tajam.

"nggak usah ngarap ada hal manis malam ini, karena Kakak tahu persis penyebab kita bisa bersama di sini!" peringat Ningsih.

Juna mendengus mendengar peringatan istrinya itu. "apa salahnya sih, siapa tahu aja kamu khilafkan?" ia malah semakin menggoda Ningsih.

"kayaknya Kakak benaran ingin aku tidur di kamar sebelah" Ningsih langsung berdiri setelah mengucapkan kalimat itu. Juna gelagapan saat gadis itu sudah berjalan ke arah pintu kamar. "oke, oke! nggak lagi deh!" ujarnya panik, namun Ningsih tak mempedulikannya, gadis itu bahkan sudah memegang gagang pintu kamar mereka.

Dengan tergesa-gesa, Juna menarik tangan Ningsih membuat gadis itu lagi-lagi menatapnya tajam.

"Kakak janji deh! ya, jangan pindah ya?" pintanya memohon. raut wajahnya bahkan terlihat lucu. kalau saja Ningsih tak sadar dengan keadaan sekarang, mungkin gadis itu akan tertawa dengan kencang.

"apaan sih? Mbak Lila udah kelamaan nunggu pintunya nggak dibuka-buka" ujar Ningsih dengan nada kesal. terlebih melihat wajah bodoh Juna. lalu dengan sekali sentakan, tangannya terlepas dari genggaman Juna.

"masuk Mbak!" suruh Ningsih saat sudah membuka pintu yang menampakkan wajah kepo Mbak Lila.

"kok lama? kalian ngapain dulu?" tanyanya dengan mata berkilat jahil. Ningsih mendengus, lalu saat melewati Juna ia melirik pria itu yang masih dalam keadaan terdiam dengan wajah bodohnya seperti tadi.

"Juna! kenapa?" tanya Mbak Lila saat melewatinya. Juna tersadar, lalu berusaha tersenyum pada Mbak Lila.

"nggak apa-apa Mbak. saya keluar dulu kalau begitu, Mbak kan mau bantu Ningsih ganti pakaian" ujarnya berpamitan.

Mbak Lila menatapnya bingung, kenapa harus keluar? batinnya.

"loh, kenapa? kan kalian udah sah, atau kamu canggung karena ada Mbak yah?" tanya Mbak Lila dengan jahil.

"bukan Mbak, kalau saya sih mau-mau aja. Tapi Mbak tahukan kalau Ningsih belum siap" balasnya sambil mengerlingkan matanya pada Ningsih yang sedang menatapnya penuh peringatan. setelah itu, ia melangkah dengan cepat keluar dari kamar tersebut karena merasa aura hitam sudah menyelimuti Ningsih. Di depan pintu yang tertutup itu, Juna tersenyum lebar. "ya Allah, aku benar-benar bahagia hari ini" gumamnya. Kalau saja ada orang yang melihatnya selain keluarga mereka, maka pasti orang tersebut akan heran kenapa Juna malah bahagia padahal Calon Istrinya pergi dihari pernikahan yang membuatnya harus menikahi Ningsih, yang tak lain adalah sepupu Tania sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!