Pagi hari di kota London, kabut gelap masih menyelimuti negeri Ratu Elizabeth tersebut.
Ini akhir bulan November yang mana sebentar lagi London akan memasuki musim dingin alias salju.
Suhu udara rata-rata berkisar 41°F atau 5°C hingga 48°F atau 9°C dan sering terjadi suhu beku.
Zuri merapatkan lagi mantelnya. Ia harus bergegas pulang jika tidak ingin ketinggalan bis terakhir menuju rumahnya di distrik Brixton dimana itu adalah lingkungan para mahasiswa yang berasal dari luar negeri.
"Huft... untung saja tidak ketinggalan" ujarnya saat ia baru saja menaiki bus.
Zuri memilih duduk di kursi belakang bagian dekat dengan jendela. Ia sangat suka melihat jalanan ketika bus berjalan.
Ini adalah tahun terakhirnya di London.
Ia telah lulus dari universitas terbaik dengan nilai terbaik pula.
Jika boleh jujur, ia enggan pulang ke Indonesia. Tapi sang papa memintanya untuk pulang karena sudah lebih dari tujuh tahun ia memilih tinggal dan bersekolah dinegeri orang.
Zuri masih menatap trotoar dengan isi pikiran yang berkecamuk.
Kemarin malam, kekasih yang ia pacari sejak beberapa bulan yang lalu meminta Zuri untuk menikah dengannya.
Ethan adalah pemuda yang telah memikat hatinya sejak mereka masih kanak-kanak..
Jika bisa dibilang, Zuri lah yang mengejar Ethan Aviel Leon yang merupakan putra dari sahabat papanya Abraham Nicholas Wesley.
Ethan akhirnya luluh akan perhatian yang diberikan oleh Zuri.
Nanti setelah kembali ke Indonesia, Zuri akan bicara pada papanya perihal rencana pernikahannya dengan sang kekasih.
Ethan dan Zuri bertemu kembali saat mereka sama-sama mengikuti seminar yang diadakan oleh pihak kampus. Ethan kini sedang menyelesaikan study S2 disalah satu kampus ternama di London.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akhir pekan yang sangat dinanti.
Hari ini, Zuri dan Ethan telah berjanji akan menghabiskan akhir pekan mereka dengan berjalan-jalan dan nonton film yang telah lama ia nantikan penayangannya.
Sejak pagi-pagi sekali, Zuri telah bersiap dengan penampilan terbaiknya.
Menanti sang kekasih hati yang berjanji akan menjemputnya.
"Yang mau kencan... Kau terlihat cantik Zuri. Aku yakin Ethan akan semakin tergila-gila padamu nanti" puji rekan sekamar Zuri.
"Terima kasih Adelline" sahut Zuri.
Hingga tiga jam kemudian....
Adelline yang baru pulang dari menghadiri misa di gereja heran melihat Zuri masih berada dikamarnya.
"Kau tidak jadi pergi Zuri? ini sudah lewat pukul sebelas siang" tanya Adelline.
"Ethan belum datang" sahut Zuri dengan raut sedih.
"Coba kau hubungi Ethan lagi, barangkali dia ketiduran. Atau kau saja yang menghampirinya" usul Adelline.
Zuri kembali mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Ethan.
Mau berapa kalipun Zuri menghubungi tetap tak ada sahutan dari seberang.
"Tidak diangkat juga?" tanya Adelline.
Zuri menggeleng lemah.
"Susul saja...! Lagipula, kalian juga akan pergi, jadi tidak apa disusul keapartemennya sekalian langsung berangkat setelahnya" kata Adelline lagi.
"Baiklah..."
Akhirnya, dengan segala pertimbangan, Zuri menyusul Ethan ke apartemennya.
Raut khawatir tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.
Awalnya Zuri menekan bel tapi pintu tak kunjung dibuka.
Akhirnya, Zuri menekan password unit milik Ethan dan langsung masuk kedalam. Ia khawatir jika dugaan Adelline benar jika Ethan ketiduran atau bahkan terjadi sesuatu padanya.
Beruntung Zuri sering kesana mengantarkan makanan atau merawat pria itu ketika sakit jadinya ia tahu kode unit milik kekasihnya itu.
Pemandangan pertama sungguh membuat hati Zuri galau sekaligus meringis.
Pakaian berserakan dilantai. Matanya juga menangkap sepasang sepatu wanita yang tergeletak tak beraturan berikut dengan sepatu milik Ethan disampingnya.
Dada Zuri makin bergemuruh.
Kakinya ikut gemetar. Rasanya ia tak sanggup lagi melangkah.
Sayup-sayup Zuri mendengar suara aneh dan rintihan dari dalam kamar.
Zuri mencoba menguatkan hatinya untuk lebih menggali asal suara.
"Oh... lagi Ethann... yeaah... disanaa... ahh kau hebat.." racau suara wanita dengan rintihannya.
"Ssshiit... Kau tetap enak Leona... Sial... aku ketagihan..." balas suara pria yang sangat Zuri kenal.
Zuri menutup mulutnya. Rasa kesal dan amarah tertahan darinya. Apalagi ia mendengar nama adik disebut-sebut.
Brakkk....!!!
Zuri melakukan hal paling gila.
Ia membuka pintu kamar dengan paksa hingga menimbulkan bunyi gaduh.
Dua orang yang sedang bergumul panas terperanjat dibuatnya.
Posisi yang tidak ingin Zuri lihat sebenarnya.
"Zuri.. kau...?" panggil Ethan yang langsung bangkit dari baringnya dan menghempas Leona hingga jatuh terjengkal kelantai karena posisi Leona berada diatas Ethan.
Leona mengaduh tapi tidak diperdulikan oleh Ethan.
Cepat-cepat Ethan membungkus tubuh telanjangnya dengan selimut meski si benda tak bertulang itu masih berdiri tegak.
Zuri tersenyum kecut.
"Silahkan lanjutkan...! Sorry mengganggu aktivitas panas kalian..." usai mengucapkan itu, Zuri beranjak dari sana.
Tak ada airmata yang jatuh. Tak ada kalimat makian yang keluar dari bibirnya.
Dia hanya tersenyum seolah mengejek si adik yang terlihat kesal dan masih duduk dilantai dengan tubuh polos tanpa busana hingga memperlihatkan betapa bergairahnya waktu yang kedua orang itu lalui sebelum Zuri tiba.
Sekujur tubuh Leona dipenuhi bekas cu**ngan hingga tak ada satu titik yang terlewatkan.
"Zuri... dengarkan penjelasanku.. Ini... Ini tak seperti yang kau pikirkan" Ethan mencegat lengan Zuri.
Zuri yang kadung kesal namun tak bisa lagi marah itu menghempas tangan Ethan dengan kasar.
Matanya memandang dada telanjang milik Ethan yang juga dipenuhi jejak percintaan keduanya.
"Tidak ada penjahat yang akan jujur. Manusia munafik akan tetap menyalahkan orang lain dan membela dirinya agar tetap sempurna dimata orang lain..." ucap Zuri sungguh menusuk.
Zuri melepaskan cincin yang pernah diberi oleh Ethan beberapa hari lalu.
"Aku kembalikan cincin pemberianmu dan kau bisa berikan padanya..."
Zuri berbalik dan meninggalkan Ethan dengan kekesalannya.
Selangkah lagi kaki Zuri mencapai pintu, ia berbalik dan menatap kearah Leona.
"Tong sampah hanya akan menerima sampah dari orang lain. Tidak perduli bagaimana bentuk dan rupanya" ucap Zuri dan setelahnya ia pergi dari sana.
Leona yang marah serta benci pada Zuri tersenyum puas dari dalam kamar. Ia puas kembali bisa menghancurkan hidup kakaknya.
Ia telah berpakaian lengkap.
"Aku pergi dulu. Kita lanjutkan nanti malam saja" katanya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Ethan kembali mengumpat kesal.
Ia memang menyukai Leona dan hanya memanfaatkan Zuri. Tapi ia juga tidak menyangka akan dipermalukan begini apalagi Zuri telah melihatnya dalam posisi yang tidak wajar bersama gadis yang sama-sama mereka kenal.
"Sial... Awas kau Leona...!!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Zuri menyusuri jalanan dengan suhu dingin kota London.
Ia belum ingin pulang. Sejak dari apartemen Ethan tadi siang, kakinya hanya ingin berjalan tanpa arah dan tujuan.
Hatinya sakit tapi airmata tidak juga keluar.
Ia tidak menangis ataupun tertawa.
Perasaannya hancur tapi ia tidak bisa meluapkannya.
Zuri seperti lupa caranya menangis.
Lagi dan lagi ia dikecewakan oleh orang-orang terdekatnya.
Leona Agatha Wesley bukan orang lain bagi Zuri. Gadis itu adalah adik kandungnya sendiri. Tapi juga adalah orang yang selalu membuatnya tersisih dan terluka.
Bukan tanpa alasan Zuri akhirnya terdampar jauh dinegeri orang. Ia harus rela jauh dari keluarganya dan hidup sendiri.
Sakit dan airmata ia tanggung sendiri.
Apakah Zuri gadis yatim piatu?
Tidak...!!
Kedua orangtuanya masih lengkap bahkan kakeknya juga masih ada meski sang nenek sudah lebih dulu pergi saat usianya masih 15 tahun.
Dia juga bukan orang miskin. Keluarga mereka cukup terpandang. Keluarga Wesley memiliki beberapa jenis usaha dibidang properti, beberapa hotel dan juga villa.
Tapi ia tetap tersisih dan terbuang.
Sejak kejadian dua puluh tahun lalu, semua anggota keluarga membenci dirinya. Bahkan sang mama pernah menyumpahinya agar mati saja.
Berawal dari sebuah kejadian diwaktu ia berusia lima tahun. Zuri pernah secara tidak sengaja menyebabkan Leona hampir mati tenggelam di kolam ikan milik sang kakek saat mereka masih kecil.
Itu bukan sepenuhnya salah Zuri.
Ia telah melarang sang adik yang masih berusia tiga tahun untuk tidak bermain ditepi kolam ikan. Namun larangannya diabaikan oleh Leona hingga akhirnya ia tergelincir masuk kedalam kolam ikan yang dalamnya setinggi dada orang dewasa.
Sepanjang hari sejak kejadian itu, hanya cacian dan makian yang ia dapatkan.
Dan ingatan itu akan membekas dibenaknya hingga kapanpun.
Zuri menghela nafas. Dadanya begitu sesak.
Salju pertama turun menyentuh pipinya, membuat malam kota London semakin dingin.
Zuri menengadah, menatap langit malam.
"Salju pertama yang indah tapi hatiku terasa hampa..." lirihnya.
bersambung....
Brakkk...
Ruang kerja seorang pria kembali heboh. Ini sudah kesekian kalinya dalam bulan ini ia mengamuk.
Terdengar makian dan umpatan disana.
Beberapa pria dan wanita duduk dengan kepala tertunduk dalam.
"Bagaimana kalian akan menutupi kerugian ini hah...!! Ini sudah ketiga kalinya kalian lalai dalam bekerja. Kalian mau buat saya bangkrut...!" kesalnya dengan suara lantang dan penuh amarah.
Bahkan asistennya pun tidak berani menenangkan bos besarnya itu.
Pria muda yang biasanya jenaka itu juga ikut menundukkan kepala.
"Pak Amri... bisa anda jelaskan pada saya kenapa ini bisa terjadi? Apa kalian melakukan penggelapan dana perusahaan saya hah!?" tanya pria muda yang kini berdiri bersandar di tepi meja kerjanya.
Pria paruh baya yang bernama Amri itu mengangkat kepala takut-takut.
Usianya memang lebih tua dari bosnya itu tapi soal pengalaman, ia tetap kalah dari pemuda tersebut.
"Maafkan saya tuan Davian... saya bersalah karena tidak teliti" ucap pak Amri dengan wajah pucatnya.
Pria bernama Davian Maverick Junior tertawa kecil. Bukan karena ada hal yang lucu melainkan karena kekesalannya sudah sampai keubun-ubun.
Ia berjalan mendekati pak Amri.
Dengan wajah dingin seolah akan menelan pak Amri hidup-hidup.
"Kau bilang maaf...? Kau pikir kata maaf bisa menghapus kerugian yang kalian sebabkan hah?"
Pak Amri tertunduk lebih dalam.
"Ini bukan sekali kita kehilangan klien penting karena kelalaian yang seharusnya tidak pernah terjadi... "
Pak Amri mengangkat kepalanya dan menatap balik Davian seolah sedang menantangnya.
"Jangan limpahkan kesalahan anda pada kami tuan Davian. Andaikan saja anda menerima tawaran Mr. Gilbert, tentu hal ini tidak akan pernah terjadi. Ini karena anda yang tidak percaya diri dan tidak bisa mengelola perusahaan... Bukan sepenuhnya kesalahan kami" ucap pak Amri yang semakin membuat Davian naik pitam.
Davian menarik kerah kemeja pak Amri.
"Kau bilang apa...? Kau menyalahkanku hah..?"
"Tuan Davian... sudah... anda bisa membunuhnya...!" lerai asisten Davian yang berusaha memisahkan keduanya.
Pak Amri sudah keringat dingin tapi tetap tidak mau mengalah. Ia tidak tinggal diam dan terus saja memancing amarah Davian.
"Ya... Anda jangan sok suci tuan Davian. Ini dunia bisnis yang semua orang tahu tanpa kecurangan tidak ada satupun yang berhasil. Lagipula, tuan Gilbert hanya menawarkan pernikahan bisnis dengan putrinya. Anda yang sok suci ini justru membuang kesempatan suntikan dana yang beliau tawarkan" ucap pak Amri semakin membuat Davian geram.
Davian kembali hendak menarik kerah kemeja pria paruh baya itu namun bisa ditahan oleh semua orang termasuk asistennya.
Para karyawan juga membawa pak Amri keluar dari ruangan tersebut sebelum terjadi baku hantam antara bos dan karyawannya.
"Tuan... tenangkan diri anda... Anda hampir saja membuatnya jadi pergedel... Calm down Bos....!" ucap asisten Davian.
Davian menghempas tangan asistennya.
"Gama... Kau pecat pria tua itu! Saya tidak mau melihat wajahnya lagi...!" perintah Davian.
Gama si asisten hanya bisa menghela nafas.
"Kalau kita memecatnya sekarang, anda akan dikenakan pinalti pak bos, mengingat pak Amri adalah karyawan lama dan sudah mengabdi diperusahaan sudah lebih dari delapan tahun. Lagipula ucapan pak Amri itu ada benarnya juga. Kenapa bos tidak menerima saja tawaran tuan Gilbert? Nona Agnes juga tidak jelek, masih bisa dibawa kondangan lah..." ucap Gama yang membuat dia mendapat bombastis side eyes dari Davian.
"Kalau begitu, kau saja yang menikah dengannya.. Saya ogah...!" tolak Davian yang melenggang keluar dari ruangannya.
Gama menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mana mau non Agnes dengan saya.. " ucapnya pada diri sendiri.
"Itu tahu sendiri!" sebuah kalimat ejekan keluar dari bibir Davian yang rupanya masih berdiri diambang pintu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil Lexus Ls 500 seharga 80 dollar lebih itu melenggang cantik dijalanan ibukota yang cukup padat di jam yang sebenarnya sudah lewat dari jam makan siang.
Davian memarkirkan mobilnya di sayap kiri rumah berarsitek Eropa kuno yang terdiri dari lima lantai, bercat putih kombinasi hitam disetiap pilarnya.
Ia sedikit merapikan penampilannya sebelum masuk kedalam rumah yang sudah dibukakan pintunya oleh seorang pelayan setia si empunya rumah.
"Selamat siang tuan muda Davian... Tuan besar ada di ruang baca. Mari saya antar" ucap pria paruh baya tapi masih tetap segar diusia 55 tahun.
"Rodeo... Kau mengecat rambutmu jadi hitam kali ini?" ucap Davian melirik penampilan kepala pelayan.
Pria bernama Rodeo itu tersenyum kecil. "Iya tuan muda. Uban saya sudah lumayan banyak" sahutnya.
Davian hanya mengangguk.
Mereka telah sampai didepan pintu kayu berwarna coklat.
"Silahkan masuk tuan muda... Tuan Edgar ada didalam" ucapnya sambil membuka pintu dan meminta Davian untuk masuk.
Suguhan pertama yang menyambutnya adalah deretan buku yang tersusun rapi dirak yang tingginya mencapai dua meter lebih.
Seorang pria tua duduk di kursi goyang dengan syal melingkar di lehernya, kacamata baca dan sebuah buku dipangkuannya.
Rambut putihnya semakin banyak saja dari hari ke hari.
"Kali ini apa? Usahamu sudah bangkrut? Atau kau dikejar oleh wanita mana lagi yang meminta pertanggungjawaban?" ucap pria tua yang tak lain adalah kakek dari Davian.
Davian berdecak kecil. Ia duduk di sofa single disisi kiri sang kakek.
"Jangan berburuk sangka. Saya bukan penjahat kel**in. Saya butuh suntikan dana dari kakek. Tidak banyak, hanya 8 milyar saja. Saya kehilangan banyak tender karena klien kami direbut oleh pihak lawan" ucap Davian tanpa basa-basi.
Tuan Edgar melepas kacamatanya dan menatap cucu satu-satunya.
"Baik... Tapi dengan satu syarat!" ucapnya.
Davian mengernyit. "Jika kakek meminta saya untuk mengurus peternakan atau semacamnya, tidak...! Saya tidak mau!" ucapnya langsung menolak.
"Kau kebiasaan berburuk sangka pada pria tua ini"
"Bukankah turunan dari kakek sendiri" sindir Davian yang mendapat decakan dari Edgar.
"Lalu apa? Kakek kan suka sekali meminta saya mengurus peternakan atau perkebunan. Tidak... saya tidak mau tinggal di desa" kembali Davian menegaskan penolakannya.
"Bukan mengurus peternakan atau perkebunan. Kakek hanya minta kau menikah dan semua warisan akan kakek serahkan padamu tanpa tersisa atau kalau kau menolak, maka semua aset dan warisan akan kakek berikan pada yayasan. Bagaiamana? Kau bersedia...?" ucap Edgar menawarkan pilihan.
Davian nampak berpikir keras. Sebagai pewaris tunggal, ia tidak rela harta sang kakek jatuh pada pihak lain.
Jika lima tahun lalu ia pernah menolak maka kini ia tidak punya pilihan lain. Perusahaannya sedang diambang kebangkrutan.
"Siapa calonnya?" tanya Davian kemudian.
Edgar tersenyum.
"Masih sama dengan lima tahun lalu..." ucapnya.
Davian menyisir rambutnya. Ia tahu siapa gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Yang Davian tidak habis pikir, kenapa harus gadis itu dan tidak berubah meski ini sudah lima tahun berlalu. Apa yang kakeknya lihat dari gadis yang bahkan keluarganya saja tidak memperdulikannya sama sekali.
Edgar masih menunggu jawaban cucu tunggalnya itu.
"Apa tidak ada pilihan lain? Kan dia punya adik perempuan, kenapa harus dia?" ucap Davian mencoba tawar-menawar.
Edgar menggeleng. "Harus dengannya! Tidak boleh yang lain!" tegasnya.
Davian menghela nafas.
"Baik...! " sahut Davian.
Edgar tersenyum senang namun senyum itu lenyap seketika karena Davian mengajukan syarat.
"Saya akan menikahinya jika dia bisa membuat saya terkesan. Jika tidak, saya yang akan membatalkannya sendiri dan kakek tetap membayar saya dengan uang senilai 20 milyar rupiah. Bagaimana? Deal?" ucapnya.
"Otak bisnismu memang cerdik"
"Saya belajar dari kakek.. "
Edgar diam sejenak. Menimbang untung ruginya.
"Oke... Deal... Jika dia bisa membuatmu terkesan, maka pernikahan kalian akan segera dilaksanakan tanpa penundaan" ucap Edgar tak mau kalah strategi dari cucunya.
"Baik.. Saya setuju!" sahut Davian.
Kedua pria itu bersalaman sebagai tanda kesepakatan.
Davian lalu keluar dari ruang baca menuju kamarnya.
Sudah hampir lima tahun ia tidak pernah menginjakkan kaki dirumah kakeknya itu. Mereka berdua memang tidak pernah akur sejak dulu.
Meski begitu, keduanya tetap memantau keadaan satu sama lain walau gengsi mereka lebih diutamakan pastinya.
Davian Maverick Junior adalah cucu tunggal dari Edgar Carlos Junior. Ia yatim piatu sejak usia 7 tahun karena kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil seusai menghadiri acara.
Davian dibesarkan oleh kedua kakek dan neneknya. Hingga usia remaja, sang neneknya juga meninggal karena memang sudah sepuh.
Davian menolak mengelola peternakan dan perkebunan milik sang kakek dan lebih tertarik pada yang namanya uang. Ia membuka perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dan telah memiliki beberapa cabang bank swasta.
Karena krisis ekonomi yang sedang melanda negeri membuat perusahaannya merugi cukup besar. Dan oleh sebab itu, Davian lebih menerima tawaran sang kakek dibanding dari seorang klien yang juga menawarkan putrinya untuk menikah dengannya.
Bukan apa-apa, ia tidak suka gadis centil dan banyak polesan make up sana sini. Belum lagi rombakan di tubuh yang membuat gadis itu tampak seperti manekin yang dipajang ditoko-toko.
Bersambung....
Pesawat dari London tiba dibandara internasional pukul sembilan pagi WIB.
Zuri menarik kopernya melewati orang-orang yang lalu lalang yang hendak menjemput keluarga mereka atau kepentingan lain.
Matanya menatap kanan-kiri untuk mencari seseorang yang mungkin ia kenali.
Maklum saja, ia sudah bertahun-tahun tidak pulang ketanah air jadi ia agak lupa jalan menuju rumah orangtuanya.
Sebenarnya ia malas pulang, tapi kakeknya Adam Wesley yang memintanya karena ada hal penting yang ingin diutarakan.
"Selamat pagi nona Wesley, saya Antonio yang akan mengantar anda kerumah besar" ucap pria seusia papanya.
Zuri hanya mengangguk kecil dan mengikuti pria itu menuju mobil yang terparkir dekat sisi penjemputan penumpang.
Sepanjang jalan, mata Zuri hanya menatap ramainya jalanan ibukota dengan berbagai aktivitas paginya yang begitu sibuk.
Hingga mobil sedan hitam keluaran Eropa itu memasuki rumah dua lantai yang luas dan terparkir sempurna di depan teras rumah.
Antonio mengeluarkan koper milik Zuri.
Tak ada siapapun yang menyambutnya. Dan Zuri tidak perduli hal itu.
Baginya hanya menyelesaikan perkara ini dengan cepat agar ia bisa kembali ke London dengan segera tanpa terus dirongrong pertanyaan kapan ia pulang ketanah air.
Maklum saja, ada banyak mimpi yang ingin ia raih dinegeri orang, selain ia ingin menjauh dari keluarga pastinya sebagai alasan utama.
"Tuan... Nona Zuri telah sampai" ucap kepala pelayan pada Adam Wesley yang duduk diruang tengah.
Adam menutup korannya.
Ia menatap Zuri yang berjalan dibelakang Antonio.
"Kau sampai... istirahatlah dulu, nanti kita bicara" ucap Adam pada cucunya.
Dingin dan tegas. Tak ada raut wajah rindu di mata pria tua itu padahal Zuri adalah cucu kandung yang telah lama tak bertemu dengannya.
Zuri berbalik kearah Antonio.
"Terima kasih pak Antonio. Saya bisa bawa sendiri" ucap Zuri meraih koper miliknya dari tangan Antonio.
Zuri melangkah hendak menuju kamarnya yang berada dilantai dua, namun langkahnya terhenti oleh suara dari wanita paruh baya yang tak lain adalah mamanya, Sarah Wesley.
"Kau mau kemana Zuri? Kamarmu bukan lagi disana melainkan disana" ucap Sarah menunjuk arah pintu kamar yang berada dekat kolam renang.
Zuri mengikuti tunjuk Sarah.
"Bukankah itu kamar tamu ma? Dan aku bukan tamu disini" ucap Zuri sedikit kesal.
Sarah melipat kedua tangannya didepan dada.
"Kau memang tamu dirumah ini, karena kau tidak akan lama tinggal disini" ucapnya tanpa perasaan.
Zuri menatap sang kakek.
Pria paruh baya itu bukannya memberi penjelasan, justru kembali pada kegiatan awalnya.
Zuri membuang nafas kasar.
Ia menyeret langkahnya menuju kamar yang tadi ditunjuk oleh mamanya. Zuri terlalu malas untuk berdebat dengan sang mama.
Matanya menatap sekeliling isi kamar. Tidak ada yang istimewa, barang-barangnya juga tidak ada disana. Hanya ada kasur berukuran queen dan juga lemari tiga pintu disana dan tanpa meja rias. Benar-benar terasing walaupun ia berada dirumah orangtuanya.
Zuri merebahkan tubuhnya. Ia meraih ponsel untuk mengabari temannya Adelline.
Karena kelelahan, tanpa sadar ia tertidur tanpa mengganti pakaiannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa dia sudah sampai?" tanya Abraham Nicholas Wesley pada Antonio.
"Sudah tuan. Nona Zuri sedang beristirahat dirumah" sahut Antonio.
"Baiklah... kau boleh pergi" ucap Abraham.
Antonio menunduk hormat dan keluar dari ruangan Abraham.
Abraham memutar kursinya. Matanya menatap jauh langit siang yang cerah.
Ia kembali mengingat ucapan papanya perihal rencana untuk putri sulungnya tersebut.
Awalnya, Abraham tidak setuju namun karena syarat yang diajukan oleh sang papa, akhirnya mau tidak mau, ia menyetujuinya.
Lagipula ini juga baik untuk masa depan semua orang.
Tak perduli orang akan mengatakan jika dia sedang menjual putrinya demi sebuah modal dan keuntungan yang besar.
Abraham memang sedang mengalami permasalahan serius pada usahanya. Dan sahabat papanya datang membawa angin segar serta bersedia menyuntikkan dana yang cukup besar dengan syarat yang tidak cukup sulit.
Zuri hanya akan diminta menikah dengan cucu tunggal sekaligus pewaris tunggal dari Sinar Agro Group dan juga memiliki beberapa peternakan sapi penghasil susu sapi terbaik yang diekspor hingga luar negeri.
Brakk...
Pintu ruangan Abraham dibuka dengan kasar. Seorang gadis muda berpakaian modis muncul.
"Papa... Kenapa harus Zuri? Bukankah papa tahu jika aku lebih dulu menyukainya. Papa tidak adil padaku!" rajuk putri bungsu yang selalu memperoleh semua keinginannya.
Abraham menatap putri yang selalu dimanjakannya hingga ia lupa jika masih mempunyai putri yang lain.
"Leona, kau kalau masuk jangan suka membanting pintu! ini dikantor, bukan dirumah" ucap Abraham dengan nada dingin.
Leona bukannya minta maaf tapi justru langsung duduk di sofa dengan melipat kedua tangannya dan bibir yang cemberut.
"Apa papa sudah tidak sayang padaku lagi? Kenapa memilih Zuri dibanding aku? Padahal papa tahu jika aku sudah lama menyukai Davian. Ini tidak adil bagiku pa... Papa dan kakek jahat padaku... aku sakit hati... " Leona menangis tersedu setelahnya.
Airmata yang jatuh dipipi putri kesayangannya membuat Abraham dilanda dilema.
Satu sisi ingin menyelamatkan perusahaan tapi disisi lain, hati putrinya hancur.
Abraham berjalan mendekati putrinya.
"Berhentilah menangis Leona sayang. Nanti papa akan mencoba membujuk kakekmu atau tuan Edgar untuk memilihmu. Sudahlah, hapus airmatamu. Nanti riasanmu luntur" ucap Abraham memeluk Leona.
Leona tersenyum licik dari balik pelukan papanya.
"Sampai kapanpun hanya aku pemeran utamanya dan kau Zuri, hanya sebuah bayangan gelap tak terlihat" bisik Leona dalam hati.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seseorang mengetuk pintu kamar Zuri dengan cukup kencang sehingga membuatnya terperanjat karena terkejut.
Zuri bangkit dan mengucek matanya.
"Iya... tunggu" ucapnya sambil memutar gagang pintu.
"Kau bukan nona dirumah ini jadi jangan berlagak seperti nona besar. Cepatlah bersiap karena nanti malam kita akan kedatangan tamu istimewa" ucap Sarah pada putrinya.
Zuri menghela nafas.
"Tamu istimewa? Lalu apa hubungan dengannya?" pikir Zuri dalam dalam hati.
Dengan malas-malasan, akhirnya Zuri bergegas bersiap.
Saat ia baru saja keluar dari kamar mandi, ia melihat seseorang yang sebenarnya tidak ingin ia temui seumur hidup.
Leona duduk dengan angkuh di tepi ranjang.
"Hallo kakakku sayang? Kau jahat sekali tidak memberitahuku jika akan pulang kerumah. Jika tahu begitu, kita bisa pulang bersama" ucap Leona dengan senyum manis namun menyimpan racun didalamnya.
Zuri tidak menghiraukannya dan sibuk dengan kegiatannya.
Ia malas kembali berdebat dengan mamanya jika terlambat keluar dari kamar sesuai permintaan mamanya tadi.
Leona yang diacuhkan oleh Zuri merasa kesal dan mengambil botol parfum milik Zuri lalu membantingnya kelantai hingga pecah berserakan.
"Leonaaaa...!!! Apa yang kau lakukan hah?" teriak Zuri marah.
Leona hanya tertawa sinis.
"Itu pelajaran bagi orang yang tidak tahu diri sepertimu! Jika sudah memutuskan keluar dari rumah ini harusnya jangan pernah kembali lagi... !"
Zuri berjongkok dan memungut pecahan kaca hingga kalimat Leona membuat ia tak sadar karena telah meremas pecahan botol parfum hingga telapak tangannya mengeluarkan darah.
Dengan kekesalan yang terpupuk dalam hatinya, Zuri bangkit dan mendorong Leona hingga terjengkang jatuh kekasur.
Leona yang tidak terima diperlakukan demikian kembali membalas hal yang sama pada Zuri hingga kakaknya itu jatuh lalu kembali terkena pecahan kaca yang masih berserakan dilantai.
Keributan dikamar tamu membuat seisi rumah berlarian menuju sumber suara.
Dan naasnya, Zuri baru saja akan melayangkan tamparan kearah Leona ketika mama dan yang lainnya tiba disana.
Mata Sarah menatap nyalang pada Zuri karena tidak terima Leona diperlakukan demikian.
Tanpa bertanya apapun, sebuah tamparan melayang dipipi Zuri.
Plaakk....
Zuri meraba pipinya yang panas dengan tangan masih bersimbah darah.
"Kau berani memukul adikmu setelah apa yang kau lakukan dulu haaahhh!! Jangan pernah menyakiti Leona lagi jika tidak ingin aku memasukkanmu kedalam penjara karena percobaan pembu**han!"
Sebuah kalimat yang bagaikan sebuah petir ditelinga Zuri.
Zuri hanya terpaku diam ditempatnya.
Tak ada yang membelanya disana. Zuri bagaikan seorang tersangka dirumahnya sendiri. Miris sekali.
"Maaf atas keributan ini tuan Edgar. Harusnya anda tidak melihatnya.. Sekali lagi kami minta maaf" ucap Abraham pada dua orang tamunya yang juga melihat kejadian g*la saat menghadiri acara makan malam dirumah kediaman calon besannya.
Leona telah dibawa kembali kekamarnya oleh Sarah untuk ditenangkan.
Semua orang telah pergi tapi seorang pria hanya menatap wajah sendu seorang gadis yang sudah lama tidak pernah lagi ia temui sejak usia remaja.
Zuri yang menghilang sejak tamat SMA kini ia jumpai lagi.
Davian benci mata yang selalu terlihat kuat itu.
Tanpa sadar, Davian meraih kotak obat yang dibawa oleh pelayan rumah untuk membersihkan luka pada telapak tangan Zuri.
Tanpa banyak bicara, Davian menarik tangan Zuri dan mendudukkannya ditepi ranjang. Dengan telaten ia membersihkan darah dan membalut luka yang cukup lebar ditelapak tangan gadis yang hanya diam saja sejak tadi.
Tak ada airmata atau ringisan dari bibirnya.
Zuri seperti patung yang sedang diperbaiki.
"Apa segitu dalam luka batinmu hingga tak ada airmata yang jatuh? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!