NovelToon NovelToon

Istri Bar-Bar Dokter Arlan

Bab 1

Tidak ada yang bisa menebak takdir, apalagi mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Jika itu bisa dilakukan, mungkin malam ini Arlan lebih memilih tidak akan menolong gadis nakal dan problematik itu. Lebih baik dia membiarkan gadis itu berakhir tidur dengan preman bayaran. Daripada masa depannya di pertaruhkan seperti ini.

Namun Arlan tidak sejahat itu untuk membiarkan sebuah kejahatan terjadi di depan matanya. Tanpa pikir panjang, Arlan menghajar dan mengusir preman dari sebuah kamar dengan seorang gadis dalam pengaruh obat terangsang. Tubuh gadis itu nyaris polos ketika Arlan menerobos masuk ke dalam kamar. Dia murni menolong, sedikitpun tidak mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Tapi orang-orang tidak percaya padanya.

Arlan menghembuskan nafas kasar dan mencoba menjelaskan rentetan kejadian pada anggota keluarga dari gadis itu. Arlan merasa dirinya menjadi terdakwa atas kasus pemer k*saan yang tidak pernah dia lakukan.

"Sudah berhubungan bad*n atau tidak, kalian tetap akan dinikahkan besok pagi!" Tegas seorang pria paruh bayar pemilik hotel ini, yang tak lain adalah Ayah dari si gadis pembuat onar itu.

Arlan tidak melayangkan penolakan karna merasa harga dirinya sebagai pria sedang dipertaruhkan. Dia bukan pria pengecut yang tidak bertanggungjawab meski kejadian ini bukan kesalahannya.

Berbeda dengan sikap pasrah Arlan, gadis nakal pembuat onar itu justru menolak mentah-mentah dengan kemarahan.

"Aku tidak mau menikah dengan orang itu Dad! Demi apapun, i'm still a virgin!!" Serunya geram.

"Saya setuju menikahi Rachel besok." Arlan bicara tegas tanpa keraguan. Bagaimanapun dia telah membantu Rachel mencapai klimaks meski tanpa penyatuan. Arlan merasa perlu bertanggungjawab dan menerima konsekwensinya.

"Diam! Aku tidak meminta mu bicara!" Sentak Rachel emosi.

Semua orang terkejut melihat sikap Rachel yang berani membentak Arlan. Termasuk kedua orang tua Rachel sendiri. Hal itu semakin memperkuat keputusan mereka untuk segera menikahkan putrinya dengan Arlan. Rachel sudah tidak tertolong lagi, dia perlu orang lain di luar keluarganya untuk mendidiknya.

"Arlan, hubungi keluarga mu. Pernikahan kalian akan di langsungkan besok pukul 11 siang." Tegas Frans. Penolakan putrinya tidak dihiraukan sama sekali. Frans sendiri terkadang bingung bagaimana lagi caranya mendidik putrinya. Anggap saja Frans ingin segera lepas dari tanggungjawab dengan mempercayakan Rachel pada Arlan, Dokter pribadi keluarga besarnya.

"Dad! Sudah ku bilang, aku tidak mau! Daddy akan melihatku terjun dari kamar hotel jika sampai pernikahan itu terjadi!" Ancam Rachel.

Tapi lagi-lagi tidak ada yang peduli dengan perkataan Rachel.

...******...

Ancaman Rachel malam itu tidak bisa mengubah keputusan kedua orang tuanya. Arlan cukup terkejut ketika semua anggota keluarga Rachel tidak menghiraukan ancaman itu. Arlan sendiri cukup khawatir, takut gadis itu benar-benar nekat mengakhiri hidup. Tapi sampai detik ini Rachel masih bernafas dan tengah berdiri disampingnya diatas pelaminan dengan balutan gaun lengan pendek berwarna putih. Gadis 19 tahun itu terlihat lebih dewasa dengan riasan pengantin. Wajahnya terlihat seperti gadis baik-baik pada umumnya, tapi faktanya berbanding terbalik.

"Pantas saja kamu menolak bekerjasama denganku untuk menjebak Bulan, ternyata kamu punya rencana sendiri untuk menjadi menantu konglomerat dengan masuk ke kamarku." Cibiran Rachel cukup pelan, tapi Arlan bisa mendengarnya dengan jelas.

Rachel sangat tidak tau berterimakasih. Padahal dia hampir di tiduri oleh preman bayaran jika sana Arlan tidak datang menolongnya. Tapi ucapannya seolah-olah Arlan yang menjebaknya.

Apakah Arlan sakit hati dengan ucapan Rachel? Tentu saja tidak. Sebab sejak semalam harga dirinya sudah diinjak habis-habisan oleh Rachel didepan banyak orang. Arlan mulai terbiasa, apalagi sifat Rachel memang diluar nalar.

Satu persatu keluarga yang hadir mulai naik keatas panggung untuk memberikan selamat. Arlan memilih mengabaikan perkataan Rachel. Setiap kali Arlan tersenyum lebar membalas ucapan dari keluarga besar mereka, Rachel terlihat menahan amarah. Sebab Rachel benci melihat siapapun berbahagia atas pernikahannya.

Acara pernikahan mereka berakhir pukul 2 siang. Tidak lama, sebab hanya keluarga besar dan orang-orang penting saja yang kebetulan memang masih ada di hotel ini sejak kemarin.

Dalam 2 hari berturut-turut, orangtua Rachel mengadakan pesta di ballroom hotel yang sama. Padahal mereka datang ke hotel ini untuk menggelar acara ulang tahun perusahaan milik Frans kemarin malam, dan siang ini mereka menggelar pernikahan putrinya.

Rachel berjalan cepat dengan menyeret ekor gaunnya yang panjang. Gadis itu menolak ketika Arlan menawarkan bantuan. Jadi Arlan hanya menyaksikan kerepotan Rachel yang susah payah berjalan menuju kamar mereka.

Sampainya di depan kamar hotel president suite, Rachel menempelkan akses card dan membuka pintu lebar-lebar dengan mendorongnya.

Arlan menggeleng melihat istrinya buru-buru memasuki kamar. Dia segera menyusul dan menutup pintunya perlahan. Arlan belum sepenuhnya sembuh dari sakit hati karna melihat mantan kekasihnya dinikahi pria lain, tapi hari ini Tuhan memberinya istri yang sangat jauh dari kriterianya. Bahkan berbanding terbalik. Tipe istri idamannya adalah wanita dewasa, sopan, lemah lembut dan sholehah tentunya, bukan gadis nakal seperti Rachel. Rasanya luka dihatinya kian bertambah.

Braakkk!!!

Pintu kamar mandi ditutup dengan keras. Lagi-lagi Arlan hanya bisa menghela nafas melihat sikap bar-bar Rachel.

Menjatuhkan diri di ranjang, Arlan memejamkan mata dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. Dia masih memakai setelan tuxedo lengkap dengan sepatunya. Pernikahan seperti ini tidak pernah Arlan bayangkan sebelumnya. Tanpa ada rasa haru, apalagi bahagia. Meski Arlan tau bahwa gadis yang dia nikahi adalah pewaris hotel ini dan juga beberapa perusahaan besar di Jakarta, justru Arlan merasa terbebani karna memiliki tanggungjawab besar untuk mendidik Rachel.

"Heh! Bangun!" Rachel menendang kecil sepatu yang masih melekat di kaki Arlan agar pemiliknya terbangun. Padahal sejak tadi Arlan memang tidak tidur, dia hanya menutup mata sambil memikirkan bagaimana caranya mendidik Rachel sesuai permintaan Ayah mertuanya.

Arlan membuka mata, tatapan yang tegas tertuju pada gadis di depannya. Rachel sudah mengganti bajunya dengan baju rumahan dan menghapus make upnya.

"Kamu tidak tau caranya bersikap sopan?" Tegas Arlan setelah mengubah posisinya menjadi duduk.

Rachel berdecak. "Aku tidak perlu sopan padamu. Minggir, aku ingin tidur. Ada sofa disini, kamu bisa memanfaatkannya jika tidak ingin tidur di lantai!" Nada bicara Rachel terdengar ketus dan tidak main-main.

Arlan berdiri dan berlalu ke kamar mandi tanpa berniat menanggapi ucapan Rachel. Masih banyak hal yang sedang Arlan pertimbangkan untuk bersikap tegas pada Rachel meski sudah diberi kebebasan dalam mendidik Rachel.

"Saya akui kenakalan Rachel dan sikap kerasnya akibat kesalahan saya dan Belina yang gagal mendidiknya. Sejak kecil kami selalu memanjakan Rachel. Nanti setelah kamu menjadi suaminya, saya membebaskan kamu mendidik Rachel dengan caramu, asal tidak menyakiti fisik. Saya percayakan putriku padamu, Arlan. Jangan mengecewakan saya!"

Arlan mengusap kasar wajahnya mengingat perkataan Frans beberapa jam sebelum acara pernikahan berlangsung.

"Saya tidak akan ikut campur dalam mendidik Rachel, Sepenuhnya tanggungjawab putriku aku percayakan padamu."

Arlan membasahi tubuhnya dibawah guyuran shower. Pikirannya mulai bercabang. Tanggungjawab sebagai suami yang memiliki istri nakal dan keras kepala seperti Rachel tidak akan mudah untuknya.

"Ck!! Anak itu benar-benar merepotkan. Belum apa-apa sudah membuatku sakit kepala!" Arlan bergumam kesal.

Bab 2

Arlan keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri, meski tujuannya mandi adalah untuk menyegarkan pikirannya. Pernikahan ini terlalu cepat, tanpa ada persiapan dan terpaksa dilakukan karna sebuah insiden. Bisa dibilang sebagai one night stand di mata keluarga yang tidak mengetahui kebenarannya. Sebab Arlan hanya membantu Rachel terbebas dari efek obat perangsang tanpa menidurinya.

Sosok Rachel diatas tempat tidur menarik perhatian Arlan saat dia ingin mengambil ponsel. Rachel sudah terlelap dalam posisi tengkurap dengan kedua tangan dan kaki yang direntangkan hingga memenuhi hampir seluruh tempat tidur dan tidak menyisakan tempat. Arlan paham tujuan gadis itu membuat posisi tidur yang tidak ada anggun-anggunnya sebagai seorang gadis dari keluarga konglomerat. Sama sekali tidak mencerminkan sosok Rachel yang biasanya terlihat seperti putri kerajaan.

Meninggalkan Rachel sendiri dikamar hotel, Arlan memutuskan bertemu dengan keluarganya yang juga masih ada di hotel ini. Tidak banyak keluarga yang datang, Arlan sengaja hanya meminta kedua orangtuanya untuk membawa keluarga inti saja yang berjumlah 7 orang.

Arlan mengajak mereka pergi ke restoran hotel untuk sekedar minum teh atau kopi. Sebab 2 jam lalu mereka baru saja makan siang di ballroom hotel.

"Sebenarnya Mama tidak begitu paham dengan situasinya. Tapi kamu yakin akan menjalani pernikahan ini? Mama lihat, Rachel bukan hanya membenci kami sebagai orang tuamu, tapi juga terlihat tidak menyukai kamu." Ucap Resty menatap sedih putra sulungnya. Putra yang selalu membuat Resty bangga akan pencapaian dan kerja kerasnya untuk keluarga.

Arlan tersenyum, senyum penuh ketenangan yang menunjukkan bahwa dia baik-baik saja dan orang tuanya tidak perlu khawatir.

"Mama tau sendiri kebaikan Pak Frans dan istrinya pada keluarga kita selama ini. Aku tidak mungkin mengecewakan mereka. Rachel diibaratkan seperti berlian oleh kedua orang tuanya, mereka memintaku untuk menjaga dan mendidik Rachel. Mama dan Papa jangan khawatir." Arlan berusaha membuat kedua orang tuanya tidak terbebani dengan pernikahannya. Meskipun Arlan tidak yakin dengan hal itu, sebab Rachel terang-terangan menunjukkan kebenciannya pada keluarga Arlan. Tidak heran jika kedua orang tua Arlan merasa khawatir.

"Apa mau dikata, semuanya sudah terlanjur terjadi. Papa percaya kamu bisa menjadi suami dan imam yang baik untuk istrimu. Rachel masih terlalu muda, kita yang dewasa harus bisa memahaminya. Didik istrimu dengan baik, jangan sekali-kali menggunakan kekerasan, sebesar apapun kesalahan istrimu kelak." Tutur Hardi menasehati putranya.

"Aku mengerti Pah."

Sedikitpun Arlan tidak pernah berfikir untuk mendidik Rachel dengan melakukan kekerasan padanya. Dia bukan pria seperti itu meski Rachel selalu menjengkelkan jika mulut pedasnya sudah bicara.

"Kami langsung pulang saja sore ini. Terlalu lama di hotel juga membuat kami bosan karna tidak melakukan apa-apa." Ucap Hardi.

"Bagaimana jika menginap dulu di apartemen ku? Besok pagi aku akan membawa Rachel pulang ke apartemen, kita bisa berkumpul dulu sebelum Mama dan Papa pulang." Tawar Arlan. Jelas dia memiliki tujuan ketika ingin mengajak Rachel berkumpul dengan keluarganya.

Resty dan Hardi menolak. "Kamu butuh waktu berdua lebih lama dengan Rachel supaya terbiasa dengan karakter dan sikapnya."

Arlan tersenyum tipis. "Bertahun-tahun aku menjadi Dokter pribadi keluarga Rachel jika Papa lupa."

Tidak di panggil setiap hari, tapi setidaknya setiap.2 minggu sekali Arlan selalu berkunjung ke rumah orang tua Rachel untuk pemeriksaan rutin semua anggota keluarga dan para pekerja di rumah tersebut. Dan setiap datang, ada saja cerita tentang Rachel yang membuat orang-orang sakit kepala dengan tingkah nakalnya. Jadi Arlan sudah terbiasa sebenarnya. Hanya saja dia belum terbiasa menangani sendiri keributan yang dibuat oleh Rachel.

...******...

Rachel memaksa buru-buru meninggalkan hotel setelah mengetahui semua anggota keluarganya sudah pulang. Dia terus mendesak Arlan, bahkan sampai memukuli bahu Arlan ketika perkataannya tidak segera di respon.

"Kamu tuli ya?! Aku bilang aku ingin pulang! Jika tidak mau mengantarku, aku akan pulang sendiri!" Teriak Rachel. Dia beranjak sambil menghentakkan kakinya menuju koper berwarna pink di dekat pintu walk in closet.

Arlan menghela nafas dan terpaksa menyimpan ponselnya meski belum selesai membalas beberapa email yang masuk.

"Aku sudah memintamu menunggu sebentar, kenapa tidak bisa sabar? Satu lagi, jangan biasakan bicara kasar dengan orang yang lebih tua, itu tidak sopan." Tutur Arlan dengan nada bicara yang tenang. Rachel memang keterlaluan, tapi Arlan tidak berniat mendidik Rachel dengan cara yang kasar juga. Lagipula dia memiliki perjanjian dengan mertuanya untuk tidak berbuat kasar pada Rachel.

Rachel berdecak. "Lalu menurutmu siapa yang sabar dan sopan? Mantan kekasihmu itu?! Semua orang melihatnya sebagai wanita baik dan sempurna, menggelikan!" Wajah Rachel berubah merah.

"Kenyataan memang seperti itu. Kamu saja yang tidak bisa melihat kebaikannya hanya karna dia dinikahi pria yang kamu cintai." Sahut Arlan acuh. Dia menarik kopernya sendiri menuju pintu.

"Dan kamu pria bodoh karna menolak bekerja sama denganku untuk menjebaknya. Bukannya kamu ingin merebutnya kembali?!"

Arlan menghentikan langkah, dia menoleh dan menatap tajam ke arah Rachel. "Itu hanya pendapatmu, aku tidak sepicik itu untuk merusak rumah tangga orang."

"Munafik." Seru Rachel ketus.

Arlan tidak menggubris, dia membuka pintu dan segera keluar dari kamar hotel tipe presiden suite itu. Di susul Rachel yang mengekorinya di belakang.

Keduanya tiba kediaman orang tua Rachel pukul 7 malam. Rachel bergegas turun dan setengah berlari memasuki rumah megah milik orang tuanya yang lebih mirip seperti istana.

Arlan mengikuti langkah Rachel yang menuju ruang makan. Di sana semua anggota keluarga sedang makan malam bersama. Orang-orang terkejut melihat kedatangan pengantin baru yang belum genap sehari itu.

"Kenapa kalian datang kesini? Apa ada yang terjadi?" Tanya Delia heran. karna seharusnya pasangan pengantin itu baru meninggalkan hotel lusa.

"Apa maksud Kakak bicara seperti itu? Ini juga rumahku, memangnya kenapa jika aku datang!" Rachel menjawab kesal dan segera bergabung di meja makan.

"Selamat malam semuanya, maaf jika kami mengganggu. Rachel tiba-tiba ingin diantar ke sini." Arlan membungkuk sopan pada semua orang.

"Bukan tiba-tiba! Lagipula ini rumahku, apa salahnya jika aku pulang ke rumahku sendiri." Sambar Rachel meralat perkataan Arlan.

"Duduk dulu Nak Arlan." Titah Belina.

"Baik Mom."

Rachel berdecak ketika melihat Arlan menempati kursi di sebelahnya.

"Kalian belum makan malam?" Tanya Frans. Dia yang terlihat paling tenang meski tadi ikut terkejut melihat anak dan menantunya datang.

Arlan dan Rachel kompak mengangguk. Keduanya lalu diminta untuk makan malam lebih dulu dan Frans melarang siapapun bicara selama makan malam berlangsung. Terutama Rachel tentunya, sebab Rachel masih terlihat tidak terima dengan pernikahannya, hingga apapun yang Rachel katakan selalu terdengar ketus dan penuh amarah.

Bab 3

Rachel melongo melihat 3 koper besar keluar dari lift rumahnya. Tiga orang asisten rumah tangga yang menurunkan koper itu berjalan ke arah ruang keluarga, dimana semua anggota keluarga sedang berkumpul setelah makan malam bersama.

Bola mata Rachel membulat sempurna ketika menyadari bahwa ketiga koper besar berwarna merah muda itu adalah koper miliknya. Dia sontak menatap kedua orang tuanya, tentu saja untuk meminta penjelasan.

"Mom, Dad, kenapa mereka menurunkan koper-koperku?" Protesnya.

"Rachel, kamu sudah memiliki suami sekarang. Tanggungjawab Daddy dan Mommy mu sudah selesai sampai disini. Jadi mulai hari ini kamu akan tinggal bersama Arlan." Ujar Frans menjelaskan.

Berbeda dengan Rachel yang panik, Arlan tampak tenang dan tidak kaget sama sekali dengan keputusan mertuanya. Sebab dimalam sebelum pernikahan mereka berlangsung, Frans sudah membicarakan masalah ini di awal. Bahwa Frans memintanya agar membawa istrinya tinggal bersamanya setelah menikah.

Frans tidak hanya melepaskan Rachel, tapi juga mempercayakan Rachel sepenuhnya untuk tinggal bersama Arlan. Tidak peduli meski tempat tinggal Arlan mungkin tak sebagus rumah mewahnya, Fans ingin putrinya belajar hidup sederhana dan mengerti bahwa tidak selamanya dunia berpihak padanya. Selama ini hidup Rachel dipenuhi kemewahan, apapun yang Rachel inginkan bisa didapatkan dengan mudah. Sekarang Frans tidak akan lagi mengabulkan permintaan putrinya seperti dulu.

“Daddy yang benar saja?! Aku tidak mau ikut dengannya, aku akan tetap tinggal disini!” Rachel menolak tegas. Dia tidak rela meninggalkan kamar kesayangannya dan kehilangan semua fasilitas mewah di rumah ini jika harus tinggal bersama Arlan.

“Tapi kamu harus tinggal dengan suamimu, tidak bisa dirumah ini lagi.” Ujar Delia pada adiknya.

Rachel melirik sebal. “Kakak saja masih tinggal di rumah ini, kenapa aku tidak boleh!” Tatapan tajam Rachel pada Delia seperti ingin mengajak perang.

“Kamu kan tau sendiri rumah kami masih tahap pembangunan. Nanti jika rumahnya sudah siap huni, kami juga akan pindah ke rumah sendiri.”

Rachel berdecak dan tidak menanggapi perkataan Kakaknya. Dia segera berpindah tempat duduk di sebelah Ibunya dan bersikap manja untuk mendapatkan pembelaan. Rachel merasa sudah tidak ada yang bisa dia harapkan lagi dari Ayah maupun Kakaknya, jadi dia mencari pendukung yang diyakini masih berada di pihaknya.

“Mom, aku tidak ingin pisah rumah dengan Mommy. Tolong bujuk Daddy.” Pintanya lirih.

Tapi semua orang masih bisa mendengar ucapnya, mereka hanya bisa menggeleng melihat Rachel berusaha keras agar tidak keluar dari rumah ini.

Arlan memilih diam, dia tidak mungkin membujuk Rachel agar bersedia tinggal dengannya. Di mata Rachel dia sudah salah, apalagi jika ikut membujuknya seperti Frans dan Delia. Bisa-bisa dia akan semakin kesulitan mendidik Rachel jika hati Rachel sudah dipenuhi kebencian padanya.

“Sayang dengarkan Mommy, kami bukannya melarang kamu tinggal bersama lagi di rumah ini, tapi selama Arlan memiliki tempat tinggal, alangkah baiknya jika kamu ikut bersama Arlan. Tinggal berdua setelah menikah jauh lebih baik daripada tinggal bersama orang tua. Karna setelah menikah, kalian butuh ruang privasi. Patuh lah pada Arlan karna sekarang dia adalah suamimu,,” Tutur Belina lembut.

Nasehat yang Belina berikan pada putrinya entah bisa diterima atau tidak. Tapi jika melihat ekspresi wajah Rachel, sepertinya tidak didengarkan sama sekali.

“Mommy sama jahatnya seperti Daddy, Kak Delia juga!! Aku benci kalian!!” Rachel beranjak dari duduknya, dia menyingkirkan apapun yang ada diatas meja sebelum berlari pergi dari ruang keluarga.

Arlan sampai tidak bisa berkata-kata melihat kekacauan yang dibuat oleh Rachel. Vas bunga, toples dan gelas di atas meja pecah berserakan di lantai.

“Mom, Dad, maafkan Rachel.” Arlan tampak tidak enak hati pada mertuanya. Walaupun dia sendiri masih syok melihat perbuatan istrinya.

“Tidak perlu minta maaf, kami yang selama ini salah mendidik Rachel. Sebaiknya kamu kejar Rachel, bawa dia pulang. Barang-barang Rachel akan kami antar besok pagi.” Ujar Frans.

Arlan mengangguk paham. Dia segera mengejar Rachel sebelum gadis itu berhasil keluar dari rumah.

...******...

Rachel dan Arlan sama-sama diam selama perjalanan menuju apartemen. Mereka berdua sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rachel yang masih tidak percaya dengan perlakuan keluarganya sendiri, dia kecewa dan sakit hati karna merasa dibuang oleh orang tuanya. Mereka tidak mau lagi menerimanya di rumah itu.

Rachel membuang pandangan ke luar jendela. Dia diam-diam menangis memendam kekecewaan pada orang tuanya sendiri. Disaat seperti ini, Rachel hanya menginginkan ada disamping keluarganya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Mereka tidak peduli padanya.

Arlan menyodorkan tisu pada Rachel, pria itu tau jika istrinya sedang menangis. Arlan kira gadis nakal dan bar-bar seperti Rachel tidak bisa menangis.

Rachel mendengus kesal sambil menepis tangan Arlan. Bukannya merasa dipedulikan, Rachel malah berfikir jika Arlan mengejeknya.

“Jangan pura-pura peduli padaku, kamu sama saja seperti mereka! Menyebalkan!” Rachel sempat menatap tajam, lalu membuang pandangan lagi ke luar jendela. Tampaknya dia sudah muak melihat wajah Arlan.

“Menurutmu, sikapmu yang tidak sopan pada orangtua tidak menyebalkan? Kamu bukan anak kecil lagi sampai orang-orang disekitar mu harus sabar ketika melihat mu mengamuk.” Arlan bicara tenang namun cukup menusuk. Dia menurunkan kecepatan dan memasuki kawasan tempat tinggalnya. Gedung apartemen di pusat kota yang terbilang sederhana, namun Arlan membelinya dengan penuh pengorbanan dan perjuangan selama bertahun-tahun.

“Aku tidak pernah meminta mereka sabar menghadapi ku. Jika saja mereka bisa memahami keinginan ku, apakah aku akan bersikap seperti tadi?!" Geramnya tak terima.

“Jangan hanya meminta untuk di pahami, tapi kamu sendiri tidak pernah memahami orang-orang di sekitar mu.”

Rachel tidak menjawab lagi, tapi keduanya tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka mendengar Arlan menasehatinya.

Arlan memarkirkan mobilnya di basement, dia turun dan membuka bagasi untuk mengeluarkan dua koper milik dia dan Rachel. Arlan menarik sendiri dua koper itu dan Rachel hanya melihatnya tanpa berniat membantu menarik kopernya sendiri. Gadis itu memilih mengekori Arlan dengan menyilangkan kedua tangannya didada.

“Ternyata apartemen mu lebih buruk dari bayangku." Komentar Rachel begitu memasuki unit apartemen milik Arlan.

Pria itu tampak tenang dan tidak bereaksi sama sekali. Arlan memaklumi pendapat Rachel tentang apartemen ini karna selama ini Rachel tinggal dirumah mewah dan mewah. Apartemen ini memang tidak ada apa-apanya di banding rumah orang tua Rachel.

“Mulai sekarang apartemen yang buruk ini akan menjadi tempat tinggalmu. Mau tidak mau, kamu harus patuh pada aturan ku.” Tegas Arlan.

“Bermimpi saja! Memangnya kamu siapa, sampai aku harus patuh!” Sahut Rachel acuh. “Aku tidak mau tidur satu kamar denganmu, dimana kamar utamanya?”

“Tidak ada yang namanya pisah kamar.” Jawab Arlan sembari menyeret koper ke kamarnya.

Rachel mengekori Arlan sambil mengomel, dia masih tidak terima jika mereka harus satu kamar.

“Arlan!! Jangan membuat kesabaran ku habis! Aku tidak mau satu kamar denganmu!” Rachel memukuli lengan Arlan berulang kali.

“Kamu bisa tidur di ruang tamu jika keberatan.” Jawab Arlan kemudian berlalu ke kamar mandi.

“Aargh!! Dasar menyebalkan!!” Rachel mengacak rambutnya sendiri saking jengkelnya. Dia keluar kamar untuk mencari kamar lain, tapi dia hanya mendapati ruang kerja yang tidak begitu luas dan penuh dengan rak buku didalamnya.

“Bisa-bisanya Daddy menikahkan ku dengan pria miskin!” Gerutunya kesal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!