Kevin mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Cari istri ku dimanapun dia berada, bawa dia pulang dalam keadaan selamat tanpa ada lecet satupun," perintahnya kepada seseorang di sebrang telepon.
Tut... Panggilan terputus.
Setelah berbicara seperti itu, Kevin langsung menutup telepon secara sepihak.
"Aku harus cari sesuatu, mungkin aku bisa menemukan petunjuk yang membuat Wulan pergi tanpa pamit dari rumah," kata Kevin, dia segera mencari sesuatu yang bisa jadi petunjuk di kamar, setelah memeriksa satu persatu Kevin tak menemukan apapun. Karena lelah Kevin merebahkan tubuhnya namun sesuatu terasa mengganjal. Kevin bangkit dan mengambil bantal ingin tahu apa yang membuatnya tak nyaman.
"Buku," guman Kevin.
"Ini buku apa," kata Kevin saat melihat bentuk buku bergambar lucu dan terlihat kecil dari buku biasa.
Rasa penasaran membuat Kevin membuka buku. Matanya melotot kaget. "Ini buku diary Wulan, sejak kapan dia menulis buku diary," guman Kevin karena dia tak pernah melihat Wulan menulis bahkan memegang buku ini.
"Mungkin ini bisa jadi petunjuk," batin Kevin segera membuka buku itu.
Halaman demi halaman dia baca.
"Ha ha ha ha ha, kamu memang banyak akal," tawa Kevin pecah saat disana Wulan menulis dia mengerjai atasannya yang suka menindas karyawan.
Kevin membalik halaman demi halaman, sampailah dia melihat catatan dimana dia memaksa Wulan menikah.
"Hah dia dulu mengatai aku bos galak, dingin dan dia bilang aku tidak suka perempuan, dasar nakal," guman Kevin.
Disana juga ada cerita Kevin dan Bela, Wulan sempat mengaggap Bela cinta pertama Kevin.
"Dia mengaggap aku dan Bela itu kekasih pantas saja dia berpura-pura makan malam dengan pria lain hanya untuk melihat ku dan Bela," Kevin mengelengkan kepalanya tak habis pikir dengan pikiran istrinya itu.
"Apa dia tak tahu kalau dia (Wulan) adalah perempuan pertama yang membuatku jatuh cinta. Aku dan Bela adalah teman sejak kecil dan sebelum kedua orang tuanya meninggal mereka sempat menitipkan Bela kepada ku jadi aku selalu tak bisa menolak permintaan dia,"
"Ternyata dia cemburu dan salah sangka, padahal aku memang sering pergi dengan Bela meting tetapi kami tidak berdua saja. Lagian mana mungkin aku suka Bela karena aku sudah menganggap Bela seperti adik," Kevin tak menyangka Wulan bisa berfikir demikian.
Kevin melanjutkan membaca, ini saat-saat mereka tahu kalau Wulan hamil membacanya membuat Kevin tersenyum, namun saat-saat sampai 3 halaman terakhir Kevin langsung terdiam tak tahu harus bagaimana.
"Jadi dia tahu kalau aku pergi malam itu menemui Bela, kenapa dia tidak bilang?" lirih Kevin.
Semakin membaca semakin dia tahu kalau istrinya itu kecewa.
"Bodoh Kevin kenapa tadi pagi kamu berbohong sama Wulan, padahal kalau kamu jujur mungkin Wulan tak akan pergi seperti ini," lirih Kevin.
Di sana tertulis kalau Wulan sempat memberikan dia kesempatan namun lagi-lagi Wulan tahu Kevin berbohong.
"Jadi ini alasan kamu pergi meninggalkan aku, hiks hiks hiks hiks hiks maafkan aku sayang," lirih Kevin sambil terisak menangisi kebodohannya sehingga istrinya pergi.
"Apa aku terlalu memperhatikan Bela sampai aku lupa dengan istriku yang sedang hamil," lirih Kevin meratapi kelakuannya yang lebih mendahulukan Bela daripada istrinya. Kevin tak sadar Wulan sering membutuhkan dirinya karena Wulan tak pernah mengeluh atau berbicara kepada.
"Hiks hiks hiks hiks hiks sayang maafkan suamimu yang bodoh ini," lirih Kevin.
Di tinggalkan oleh orang yang dia cintai, inilah yang harus Kevin rasakan karena telah membuat istri tercintanya terluka. Mungkin Kevin tak merasa dia telah menyakiti hati Wulan karena Wulan hanya diam memendam semuanya sendiri, rasa lelah membuat Wulan harus pergi melepaskan cinta yang menyakitkan ini.
Berbeda dengan Kevin yang meratapi kepergian Wulan dengan penyesalan. Wulan kini sedang tertidur menunggu kereta sampai tujuan.
Kereta yang Wulan,Rita dan Kenan naikin akhirnya sampai di tempat tujuan.
"Oh iya Nan, nanti kita bagaimana? Malam-malam begini memang ada taksi lewat," kata Rita.
"Nan, nan... Panggil nama ku yang benar," protes Kenan.
"Ya elah gitu aja marah," gerutu Rita.
"Nanti dikira nama ku Nando kan gak lucu," kata Kenan sebal.
"Ha ha ha ha ha, iya ya aku minta maaf,"
"Kok malah bahas nama sih, ini kita bagaimana," protes Rita.
"Kamu tenang saja, aku sudah minta teman ku buat antar kita nanti sampai tujuan dengan selamat," jawab Kenan.
"Ayo kita bersiap turun," ajak Kenan.
"Ini bagaimana, aku bangunin Wulan dulu," kata Rita menunjuk ke arah Wulan yang tertidur nyenyak.
"Dia nyenyak banget, mungkin dia kelelahan," lirih Kenan seperti tak tega membangunkan Wulan.
"Iya mungkin dia lelah menghadapi tingkah Kevin selama ini," jawab asal Rita.
Rita mendekat dan mengguncang pelan tubuh Wulan.
"Lan..."
"Wulan, ayo bangun,"
"Lan bangun..."
"Kita sudah sampai," kata Rita yang sedari tadi membangunkan Wulan yang tak kunjung bangun.
"Kalau dia tidak bangun juga biarin saja, biar aku yang mengendong dia," kata Kenan tak tega melihat raut wajah lelah Wulan saat ini.
"Terus aku yang bawa koper sebanyak ini," protes Rita tak terima karena dia tak mungkin sanggup membawa 4 koper.
"Kamu diam dulu, aku coba sekali lagi mungkin saja dia mau bangun," kata Rita bersiap membangunkan Wulan untuk kesekian kalian.
"Wulan ayo bangun kita sudah sampai," kata Rita.
Mendengar suara berisik Wulan pun terbangun.
"Emmmm sudah sampai," kata Wulan sambil mengucek matanya.
"Iya ayo turun," ajak Rita.
"Kamu bantu Wulan, biar aku turunkan semua barang kita," kata Kenan takut Wulan masih mengantuk dan salah berpijak atau hilang keseimbangan.
"Ok,"
Kenan pun menurunkan semua barang mereka melihat banyaknya barang membuat Kenan menyesal meminta Rita duluan.
Kenan pun menumpuk koper dan menariknya dengan kedua tangannya.
"Kita naik taksi?" Tanya Wulan.
"Mana teman mu?" Tanya Rita saat dia turun namun tak ada yang menghampiri mereka.
"Sebentar aku telpon dulu," Kenan merogoh saku jaketnya dan mengambil ponsel.
Terdengar suara dering ponsel tak jauh dari saja.
"Kenan...." Seseorang berteriak memanggil dirinya membuat Kenan menoleh. Kenan pun mematikan ponselnya dan melambaikan tangannya.
"Sorry ya aku telat," pria itu meminta maaf.
"Tidak apa-apa, kami juga baru turun," kata Kenan.
"Ayo," ajaknya.
Temannya itu membantu Kenan membawa koper dan Kenan, Rita maupun Wulan mengikuti teman Kenan. Sampailah mereka di parkiran.
"Kalian masuk saja," kata Kenan kepada Wulan dan Rita. Mereka mengangguk dan segera masuk kedalam mobil. Sementara Kenan dan temannya masih menata koper di bagasi.
"Ini masih ada satu, bagaimana?" Tanya Kenan.
"Taruh diatas saja nanti biar ku ikat," kata temannya.
Setelah semua beres, Kenan dan temannya masuk kedalam mobil. Mobil melaju menuju daerah yang akan menjadi tempat tinggal mereka nantinya.
Bersambung....
Akhirnya mereka sampai di tempat itu.
Wulan dan Rita turun terlebih dahulu keduanya menatap ke rumah yang ada di depannya dengan ragu..
"Ini rumahnya," bisik Wulan kepada Rita sambil terus menatap atau lebih tepatnya mengamati rumah yang ada di depannya.
"Iya kali," jawab Rita asal.
"Kok aku merinding ya, rumahnya horor banget sih," kata Wulan sambil merapatkan tubuhnya menempel ke Rita.
"Ck masa begini saja kamu takut," kata Rita menatap Wulan namun dalam hati Rita juga membenarkan ucapan Wulan. Rumput di depan rumah sudah tumbuh tinggi dan lebar, daun juga berserakan dan kondisi rumah seperti lama tak di tempati.
"Apa Kenan matanya rabun ya, bisa-bisanya dia pilih rumah ini untuk tempat tinggal kita," gerutu Rita di dalam hatinya saat ini.
"Ah mungkin bukan ini, mungkin dia mau tanya alamat saja," Rita mencoba berfikir positif.
Rita menatap sekeliling, ini seperti perkampungan yang rumahnya tidak berdempetan. Rumah satu dengan yang lain terdapat jarak yang cukup lebar.
Pekarangan mereka semuanya luas-luas dan ada tanaman pohon pisang dan pohon mangga berbeda dengan di kota. Kalau di kota rumah berdempetan kalau mereka punya halaman luas di gunakan untuk parkir mobil dan di tanami tanaman hias yang harganya mahal.
"Ayo masuk," ajak Kenan membuat Rita dan Wulan langsung menoleh dan melotot kaget.
"Jadi benar ini rumahnya, tidak salah," kata Rita tak percaya.
"Iya, kalau tidak mana mungkin aku berhenti disini," jawab Kenan.
Rita dan Wulan terasa berat untuk melangkah menuju rumah.
"Kalian mau masuk atau tidak," kata Kenan sedikit kesal melihat keduanya justru terdiam mematung.
Sedangkan teman Kenan sudah pergi entah kemana, Kenan sudah masuk kedalam halaman lebih tepatnya menuju ke rumah.
"Ayo masuk aja, nanti kita suruh Kenan yang rapikan rumahnya biar layak di tinggali," kata Rita mengandeng tangan Wulan sambil menenangkan padahal Rita sendiri sedikit takut untuk masuk karena melihat halaman luar yang menyeramkan menurutnya jadi di dalam juga pasti sama.
Kini mereka berada di depan pintu.
"Kamu tidak punya uang ya jadi sewa rumah seperti ini," protes Rita yang kesal dengan Kenan.
"Ya cuma ada rumah ini aja yang di sewakan, tenang ini rumah bukan rumah hantu kok. Rumah ini baru setahun tak di tinggali karena yang punya rumah ikut anak dan menantunya ke kota," jelas Kenan dengan santai.
"Kamu juga tinggal disini kan," kata Wulan menyela, entahlah dia sedikit takut tinggal di rumah ini apalagi tempatnya masih asing.
"Kenapa?" Tanya Kenan.
"Jawab saja jangan malah bertanya balik," protes Rita sambil memukul lengan Kenan.
"Auhhh sakit tahu," protesnya mendelik kesal ke arah Rita.
"Kalau aku tempat tinggal sudah di sediakan oleh pihak kampung," jelas Kenan.
"Jadi kita tinggal aku disini berdua saja dengan Rita," kata Wulan.
"Yups..." Jawab Kenan yang sibuk memasukan kunci.
"Rita pulang yuk, kita kerumah nenekmu saja lebih nyaman aku," ajak Wulan.
"Kalian ini kenapa sih, takut," kata Kenan saat melihat mereka.
"Ya iyalah kamu bayangin aja kita berdua tinggal di rumah begini tetangga kanan kiri berjauhan, pasti kita takut," jelas Rita.
"Kalian tenang saja, besok akan ku suruh orang buat merapikan semua halaman dan memperbaiki rumah, pintu dan jendela," kata Kenan meyakinkan.
"Coba saja dulu tinggal di sini satu minggu, lagian ini sudah malam kalian pasti lelah," bujuk Kenan.
Wulan dan Rita saling berpandangan, keduanya saling mengangguk sebagai isyarat coba saja kalau tidak betah tinggal pindah.
Ceklek.... Kenan berhasil membuka pintu.
Rita dan Wulan tak tahu harus bicara apa saat pintu sudah terbuka menunjukkan ruang tamu.
"Bagaimana?" Tanya Kenan menatap mereka berdua dengan alis naik turun.
"Bagus kan, aku tahu pilihanku tak pernah salah," kata Kenan dengan sombong terkesan percaya diri dengan rumah pilihannya.
Kenan melangkah masuk kedalam di ikuti Rita dan Wulan.
"Bagus," hanya kata itu yang keluar dari mulut Wulan, dia tak percaya kalau isi dalam rumah ini bersih terawat bahkan rumah ini terlihat begitu nyaman. Meskipun di luar terlihat biasa saja tetapi di dalam bagus barang-barang semua lengkap tertata rapi.
"Tentu saja, kata orang yang menyewakan rumah ini kalau di dalamnya bersih dan terawat karena satu Minggu sekali ada yang membersihkan," jelas Kenan.
"Terus di luar kok seperti sarang ular," protes Rita.
"Ya dia cuma bilang kalau di dalam selalu di bersihkan seminggu sekali jadi di luar tidak, jelaskan," kesal Kenan.
"Sudah kalian berdua istirahat saja," kata Kenan.
"Kamu tidur disini kan," pinta Rita sedikit takut.
"Iya, besok aku baru pindah," jawab Kenan.
Rita dan Wulan berdua melihat keselurahan dalam rumah.
"Kira tidur bareng saja," kata Rita dan Wulan mengangguk setuju.
Rita dan Wulan membersihkan kamar yang akan mereka tempati saat ini. "Ambil seprei di koperku," pinta Wulan.
"Kamu bawa seprei juga," kata Rita tak habis pikir.
"Ya iyalah biar nyaman,"
"Tidak sekalian guling, bantal juga," sindir Rita.
"Maunya sih tetapi koper ku tak muat," jawab Wulan cengengesan.
Setelah seprei terpasang Wulan yang sudah mengantuk pun langsung naik ketempat tidur.
"Ayo tidur," ajaknya ke Rita tak lupa Rita mengunci pintu kamar.
Setelah memastikan pintu tertutup, Kenan memilih tidur dikamar samping tak lupa juga dia menghubungi temannya meminta di carikan tukang untuk mengecek semua jendela dan pintu serta menambahkan gembok di pintu agar lebih aman, Kenan juga meminta 2 orang lagi untuk membantu membersihkan rumput dan pohon di depan rumah agar terlihat rapi dan bersih.
"Tinggal cari art buat bantu mereka sehari-hari sekalian yang bisa tinggal disini takutnya mereka takut tinggal berdua saja disini, ah gampang besok aku tanya mereka saja," kata Kenan sebelum dia tidur.
Di tempat lain...
"Kamu dengar," kata Bik Asih.
"Dengar apa?" Tanya pak supir heran.
"Itu sepertinya tuan Kevin teriak-teriak memanggil nama nyonya," kata bik Asih.
"Iya ya, jadi benar nyonya pergi. Kenapa ya nyonya pergi setahu ku tuan dan nyonya dari kemarin tak ada masalah, berantem saja tidak," kata bik Asih sedikit binggung alasan Wulan pergi.
"Apa gara-gara kemarin nyonya memintaku mengantarkan dia kerumah sakit ya, tetapi karena apa. Nyonya juga diam saja tidak berbicara apapun cuma memintaku tak memberitahu tuan saja," batin pak supir.
"Sudah jangan berbicara macam-macam takutnya tuan mendengarnya, yang harus kita pikirin itu bagaimana nasib kita? Apa nanti tuan Kevin memecat kita semua karena lalai menjaga nyonya sampai nyonya kabur saja kita tidak tahu," kata pak supir takut.
"Iya ya, kita berdoa saja semoga kita tidak di pecat," kata bik Asih sambil berdoa.
Bersambung...
Keesokan harinya....
Kevin terbangun dari tidurnya, dia menatap sekeliling.
Sepi....
"Aku kira mimpi ternyata semua ini nyata," lirih Kevin menatap sekeliling kamar yang sepi. Bayang-bayang istrinya memenuhi ruangan. Senyuman manis Wulan sambil melambaikan tangannya namun saat Kevin ingin menyentuh tangan sang istri semuanya hilang.
"Hanya halusinasi ku," guman Kevin.
"Sayang kamu dimana? Maafkan aku, kembalilah,'' lirih Kevin dengan perasaan meratapi kepergian istrinya, ah lebih tepatnya meratapi kaburnya Wulan tanpa dia duga.
''Ya aku harus cari Wulan,'' kata Kevin dia segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi.
Sedangkan di tempat berbeda lebih tepatnya di rumah orang tua Wulan.
"Mama kenapa tadi malam Kevin menelpon papa dan menanyakan keberadaan Wulan?"Tanya sang suami penasaran.
.
.
Flashback kemarin malam...
Tok tok tok tok...
"Sebentar,"
Ceklek..
"Eh papa baru pulang ," tak lupa menyalami tangan suaminya.
"Papa mau minum," tawar istrinya namun di tolak dengan mengelengkan kepalanya.
Baru saja duduk di kursi tiba-tiba ponselnya berdering.
Saat melihat siapa yang memanggilnya ternyata itu dari menantunya. Dengan heran karena tak biasanya menantunya itu menghubungi dirinya seperti ini.
"Siapa pa," tanya istrinya.
"Kevin," jawab suaminya setelah itu dia mengangkat telepon.
"Halo..."
"Halo pa," sapa Kevin.
"Ya ada apa nak Kevin?" Tanya papa Wulan.
"Apa Wulan ada disana?" Dengan ragu Kevin bertanya kepada mertuanya.
"Wulan?"
Dengan keadaan binggung suaminya itu menatap ke arah sang istri bertanya apa anaknya ada disini namun istrinya langsung memberi kode dengan mengelengkan kepalanya.
"Tidak Wulan tidak ada disini, memang Wulan kenapa?" Tanya papa Wulan dengan binggung dan penasaran.
"Tidak apa-apa pa, ku kira Wulan main kesana," jawab Kevin cepat.
"Em ya sudah kalau begitu selamat malam pa, maaf menganggu," dengan cepat Kevin menutup teleponnya sebelum mertuanya itu curiga.
Tut...
Setelah itu panggilan terputus....
"Ma memang Wulan ada disini ya kok suaminya seperti orang binggung mencari dia," tanya papa.
"Sudah papa istirahat saja, besok mama ceritakan," jawab mama setelah itu dia meminta suaminya untuk mandi air hangat.
Flashback off....
.
.
"Papa duduk dulu, ma mau cerita sesuatu tetapi papa harus tenang," pinta mama.
Setelah itu mengalir lah cerita antara Wulan dan Kevin dan bagaimana Wulan datang kerumahnya untuk berpamitan pergi bersama sahabatnya.
Mendengar itu sebagai seorang ayah tentu pasti marah karena pria itu telah menyakiti putri kesayangan.
Brakkkk...
"Dasar pria kurang ajar, bagaimana dia membuat putriku sedih sampai pergi seperti ini," teriak papa Wulan marah sambil mengepalkan tangannya.
"Biar ku hajar laki-laki brengsek itu, dia telah menyakiti putriku," dengan marah dia berdiri namun mama Wulan dengan sigap memeluknya. Ya melihat suaminya marah seperti bersiap menghajar orang, mama Wulan langsung memeluk suaminya dengan erat takut suaminya itu bertindak di luar kendali.
"Pa ingat kesehatan papa," katanya menenangkan sang suami sambil mengelus dada suaminya.
"Ma tetapi pria itu sudah menyakiti anak kita," lirihnya.
"Biarkan saja, Wulan sudah memberikan dia pelajaran. Yang terpenting sekarang kita harus mendukung Wulan," katanya mama Wulan dengan bijak.
Di tempat lain...
Wulan dan Rita sudah bangun namun mereka terkejut karena halaman yang kemarin dia lihat penuh rumput yang lebat dan tinggi kini sudah hilang, pohon mangga pun di pangkas dengan rapi.
"Rita apa mataku yang masih kabur karena bangun tidur atau ini memang nyata, kok bisa ini sudah bersih begini," kata Wulan tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
"Ini benar tetapi kok bisa ya padahal tadi malam kita lihat masih kotor dan menyeramkan tetapi sekarang bersih begini, apa mungkin Kenan ya yang bersihin," jawab Rita namun dia juga di buat binggung.
"Kenan masih molor di kamar tadi aku lihat," jawab Wulan memang benar tadi dia tidak sengaja melihat Kenan masih tidur di kamar sebelahnya.
"Terus ini siapa yang bersihin," Rita masih di buat penasaran karena saat membuka pintu depan semuanya sudah rapi.
"Entahlah," Wulan juga tak tahu.
"Kalau di lihat-lihat ternyata rumah ini tidak buruk juga ya," kata Wulan.
"Iya ku kira rumah ini horor dan ternyata tidak buktinya kita semalam tidur disini aman-aman saja," kata Rita sambil menatap rumah ini dari depan.
"Iya benar padahal semalam aku takut banget," jawab Wulan sedikit malu.
"Dasar penakut," ledek Rita.
"Ya semua lihat penampakan rumah seperti kemarin pasti takutlah," Wulan masih membela dirinya sendiri.
Rita masih berjalan melihat sekeliling rumah bersama Wulan.
Krukkkk....
Rita menoleh menatap Wulan yang cengengesan.
"He he he he he, aku lapar,"
"Dasar bumil. Kita beli makanan jadi saja," saran Rita.
"Iya lagian kita juga belum punya peralatan dapur," Wulan mengangguk setuju.
"Kalau pasar jauh tidak ya," guman Rita berfikir ingin ke pasar terdekat untuk membeli semua peralatan dapur termasuk piring, gelas dan sendok juga.
"Kita jalan-jalan yuk sambil cari makan sekalian lihat-lihat desa ini, siapa tahu di dekat sini aja toko atau warung," kata Wulan dengan semangat.
"Ayo," ajak Rita.
"Eh tunggu, kamar kita kunci dulu," kata Wulan sambil berjalan masuk ke dalam rumah di ikuti Rita di belakang. Mereka mengambil dompet dan sengaja meninggalkan ponsel mereka untuk di charger.
Sebelum pergi Wulan dan Rita menutup pintu depan namun tak dikunci karena di dalam masih ada Kenan yang tertidur mungkin dia kelelahan.
Keduanya berjalan pelan menyusuri jalan yang ada di depan rumah.
"Ahhh segarnya," kata Wulan sambil menghirup udara pagi yang masih segar.
"Iya udaranya segar banget," Rita membenarkan ucapan Wulan sambil menghirup udara pagi.
"Sepertinya tidak buruk tinggal disini," kata Wulan.
"Tidak jadi nih pindah kerumah nenek ku," hoda Rita.
"Ha ha ha ha, malas jauh," kata Wulan sambil tertawa malu kalau ingat kemarin malam dia takut tinggal dirumah ini.
Kring...
Kring...
Kring...
"Woe minggir," pinta seseorang dengan berteriak.
"Awas-awas, sepedaku rem nya rusak jadi tolong minggir," teriak seseorang dari belakang membuat Wulan dan Rita menoleh dengan cepat dan langsung menghindar.
"Untung saja," Wulan mengelus dadanya karena lega dia dan Rita baik-baik saja.
"Eh eh eh...." Pria itu kesulitan menghentikan sepeda ontel miliknya.
Brughhhhh.....
Pria itu terjatuh di depan keduanya.
"Aduh pantat ku," pria itu mengeluh sambil memegang pantatnya yang sakit terus dia melihat barang yang di boncengan ternyata sudah berhamburan.
"Ah pisang ku..." Kata pria itu sambil memegang kepalanya berteriak histeris saat melihat pisang miliknya jatuh berserakan di tanah.
"Eh tolongin yuk," ajak Rita.
"Kamu saja, bumil dilarang berjongkok," Wulan menolak karena sedikit tak nyaman apalagi dia sudah lapar dari tadi.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!