NovelToon NovelToon

SEKTE KEKAISARAN ABADI

SEKTE KEKAISARAN ABADI

Sekte Kekaisaran Abadi telah berdiri selama ratusan juta tahun, menjadi mercusuar keagungan yang tak tergoyahkan di seluruh alam semesta. Murid-muridnya adalah para penguasa dunia, tetua-tetuanya adalah legenda hidup, dan pemimpinnya, Taixuan Dijing, adalah eksistensi yang melampaui batas fana, berdiri sejajar dengan para dewa.

Namun, kekuatan yang terlalu besar selalu mengundang malapetaka.

Pada suatu malam yang tampak biasa, langit Sekte Kekaisaran Abadi berubah muram. Awan kosmik bergolak, cahaya bintang meredup, dan ruang-waktu bergetar seakan menahan sesuatu yang tak terelakkan.

Lalu, suara itu menggema, menyelimuti seluruh sekte. Suara yang tidak berasal dari makhluk fana, melainkan dari kehampaan itu sendiri.

???: "Taixuan Dijing, kau telah melangkahi batas yang ditentukan oleh langit. Sekte Kekaisaran Abadi telah mengacaukan keseimbangan kosmos. Penghakiman telah tiba."

Langit terbelah. Celah raksasa terbuka, dan ribuan sosok ilahi turun dari alam tertinggi. Cahaya mereka menyilaukan, tekanan mereka menghancurkan dimensi, dan di antara mereka berdiri para Dewa Penguasa Galaksi.

Di depan Aula Langit Kekaisaran, Taixuan Dijing berdiri dengan jubah hitam keemasannya berkibar, menatap tanpa gentar ke arah para dewa yang turun.

Taixuan Dijing: (tersenyum dingin) "Akhirnya kalian datang. Aku sudah menunggu."

Dewa Penguasa Galaksi: (memandang tanpa ekspresi) "Kalian telah melampaui batas yang diperbolehkan. Langit tak bisa membiarkan kalian hidup lebih lama."

Di belakang Taixuan Dijing, para tetua sekte dan murid-muridnya telah berkumpul. Mereka menatap ke langit dengan mata penuh kewaspadaan dan keteguhan.

Tetua Agung: (menggenggam pedang roh, suaranya bergetar namun penuh keyakinan) "Guru… mereka benar-benar datang. Tidak ada jalan mundur."

Murid Muda: (menggertakkan gigi, tangannya mengepal kuat-kuat) "Kita tidak akan menyerah! Sekte Kekaisaran Abadi telah berdiri lebih lama dari peradaban para dewa! Kita akan melawan!"

Dewa Penguasa Galaksi: (mengangkat tangannya, tekanan ilahi semakin menindas, memaksa banyak murid untuk berlutut) "Tidak ada gunanya. Perlawanan hanya akan memperpanjang penderitaan kalian."

Taixuan Dijing mengangkat kepalanya, matanya bersinar seperti bintang yang akan meledak.

Taixuan Dijing: (tertawa kecil, suaranya penuh penghinaan) "Perpanjangan penderitaan? Tidak, ini adalah awal dari legenda baru."

Ia melangkah maju, aura hitam-keemasan meledak dari tubuhnya, mengguncang langit dan bumi.

Taixuan Dijing: "Jika langit mencoba menghapus kami, maka aku akan menindas langit itu sendiri!"

Langit bergetar, bintang-bintang padam, dan pertempuran pun dimulai.

---

Pertempuran berlangsung sengit. Para tetua sekte mengerahkan kekuatan yang telah mereka latih selama jutaan tahun, murid-murid sekte mengorbankan diri untuk menghancurkan pasukan ilahi. Ribuan dewa tewas, galaksi bergetar, dan dimensi-dimensi runtuh di bawah kekuatan yang dilepaskan.

Namun, perlahan-lahan, pasukan Sekte Kekaisaran Abadi mulai tumbang.

Satu per satu murid gugur.

Satu per satu tetua menghilang dalam ledakan cahaya ilahi.

Hingga akhirnya, sosok itu muncul.

Sang Dewa Pencipta.

Sebuah eksistensi yang tak bisa dijelaskan. Kehadirannya saja cukup untuk membuat seluruh realitas bergetar.

Tanpa sepatah kata, ia mengangkat tangannya.

Taixuan Dijing: (matanya melebar, tubuhnya menegang) "Tidak…!"

Dalam satu genggaman, semuanya lenyap.

Tidak ada jeritan. Tidak ada perlawanan. Tidak ada jejak.

Sekte Kekaisaran Abadi, yang telah bertahan selama ratusan juta tahun, musnah dalam sekejap mata.

Yang tersisa hanya Taixuan Dijing, berdiri di tengah kehampaan.

Ia menatap kosong ke sekelilingnya. Murid-muridnya… tetua-tetuanya… aula sekte yang ia bangun dengan darah dan keringat… semuanya telah hilang.

Tangan Taixuan Dijing bergetar.

Darah mengalir di sudut bibirnya.

Lalu, ia tertawa.

Taixuan Dijing: (suara parau, penuh amarah dan kepedihan) "Hanya begini saja…? Setelah ratusan juta tahun… kalian menghapus kami dalam satu genggaman…?"

Tangannya mengepal, aura gelap menyelimuti tubuhnya.

Ia menatap lurus ke arah Sang Dewa Pencipta, matanya menyala dengan api kebencian yang membakar langit.

Taixuan Dijing: (menggeram) "Kalian ingin aku lenyap begitu saja? Tidak akan pernah!"

Dengan satu langkah, ia menerjang.

Tangannya menghantam dada Dewa Penguasa Galaksi, melemparkannya menembus tujuh alam. Ia merobek tubuh seorang Dewa Perusak dalam satu tebasan.

Para dewa berusaha menghentikannya, tetapi Taixuan Dijing seperti iblis yang terlepas dari neraka.

Ia bertarung, menghancurkan, mengoyak, dan membantai para dewa satu per satu.

Tetapi mereka terlalu banyak.

Para dewa mengerubutinya, menindasnya dari segala arah.

Darahnya mengalir. Luka-luka mengoyak tubuhnya. Napasnya semakin berat.

Namun ia tetap berdiri.

Sang Dewa Pencipta melangkah maju, mengangkat tangannya sekali lagi.

Taixuan Dijing: (terengah-engah, namun masih tersenyum dingin) "Jika ini adalah kehendak langit…"

Ia meludahkan darah.

Taixuan Dijing: "...maka aku bersumpah, suatu hari nanti… bahkan langit itu sendiri akan dihancurkan."

Dan dengan satu serangan terakhir, ia pun gugur.

Namun, di suatu tempat di luar cakupan para dewa…

…sesuatu mulai bangkit dari kehampaan.

________________________________________

Miliaran tahun telah berlalu sejak Peperangan Puncak Dewa menggetarkan alam semesta.

Di sebuah rumah kecil di dekat tebing gunung, seorang kakek duduk di atas kursi kayu tua, menghisap pipa bambunya dengan tenang. Di depannya, seorang bocah laki-laki duduk bersila di atas lantai, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. Angin gunung berdesir lembut, membawa keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara kayu yang berderak di perapian.

"Kakek, ceritakan lagi tentang Perang Puncak Dewa! Tentang Taixuan Dijing! Apakah benar dia lebih kuat dari para dewa?"

Sang kakek tersenyum, menghembuskan asap perlahan ke udara. Matanya yang keriput seakan menatap ke kejauhan, menembus waktu, kembali ke era ketika langit dan bumi masih berguncang di bawah kekuatan makhluk-makhluk agung.

"Lebih kuat dari para dewa? Hmph… Dulu, tidak ada yang berani menyebut nama Taixuan Dijing dengan sembarangan. Dia bukan sekadar kuat… dia adalah bencana yang bahkan para dewa tak sanggup kendalikan."

Mata bocah itu semakin berbinar. "Kakek, bagaimana perangnya? Apa benar langit retak dan bintang-bintang jatuh?"

Sang kakek mengangguk pelan, mengetukkan pipanya ke sisi meja. "Langit? Retak? Ha! Langit tidak hanya retak, langit hancur berkeping-keping. Pada hari itu, jutaan dunia runtuh, bintang-bintang padam, dan dimensi-dimensi yang telah ada sejak awal waktu terbelah seperti kaca yang pecah."

Bocah itu menelan ludah, membayangkan kedahsyatan peristiwa itu. "Lalu… bagaimana akhirnya? Bukankah Sekte Kekaisaran Abadi sangat kuat?"

Senyum sang kakek perlahan memudar. Ia menatap ke luar jendela, ke arah langit malam yang dipenuhi bintang. Suaranya menjadi lebih dalam, lebih pelan, seakan mengenang sesuatu yang begitu jauh namun masih terasa nyata.

"Kekuatan… tidak selalu cukup untuk melawan takdir."

Bocah itu mengerutkan kening. "Takdir?"

Sang kakek mengangguk, lalu menarik napas dalam sebelum melanjutkan.

"Taixuan Dijing melawan takdir. Dia berdiri seorang diri melawan seluruh surga, menantang para dewa, dan menolak tunduk. Tapi… bahkan makhluk sehebat dia pun tidak bisa menentang kehendak yang telah ditetapkan sejak awal semesta diciptakan."

Bocah itu menggigit bibirnya, tidak terima dengan akhir yang begitu menyedihkan. "Jadi… dia kalah?"

Sang kakek tidak langsung menjawab. Matanya masih terpaku pada bintang-bintang di langit, seakan mencari sesuatu yang tersembunyi di balik cahaya redupnya.

"Lalu, kakek," suara bocah itu kembali bergetar, penuh rasa ingin tahu, "Apakah dia benar-benar mati?"

Angin gunung berhembus lebih kencang. Api di perapian berkelip-kelip seakan merespon pertanyaan itu.

Sang kakek tersenyum tipis. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam senyumannya.

"Sampai saat ini… tidak ada yang tahu."

Misteri akan selalu terjadi dimana pun

Sesaat kemudian

Langit yang tenang tiba-tiba berubah.

Dari kejauhan, sebuah titik merah membara muncul di langit malam. Kecil pada awalnya, tapi semakin lama semakin membesar, menyala seperti api yang membakar cakrawala.

Fluktuasi mana di seluruh dunia mulai menggila. Udara bergetar, daratan bergemuruh, dan lautan mendidih seakan merasakan sesuatu yang akan segera tiba.

Di dalam istana kekaisaran, seorang pria berjubah emas berdiri di balkon tertinggi, matanya yang tajam menatap ke langit dengan ekspresi serius.

"…Apa itu?" suaranya dalam, penuh kewaspadaan.

Di belakangnya, beberapa tetua berjanggut panjang berlutut dengan wajah pucat.

"Maharaja, itu… itu bukan meteor biasa! Energi di dalamnya… lebih mengerikan dari bencana apa pun yang pernah kita lihat!"

Salah satu tetua mengusap janggutnya dengan tangan gemetar.

"Bahkan saat Dewa Petir Agung turun ke dunia seratus ribu tahun yang lalu, tekanan yang dilepaskannya tidak sebanding dengan ini…!"

Sang Maharaja menggertakkan giginya.

"Beritahu seluruh pasukan! Semua ahli tingkat tertinggi, siapkan formasi pertahanan! Jika benda itu menghantam ibu kota, seluruh negeri bisa musnah!"

Sementara itu, di Gunung Langit Sembilan, markas Sekte Pedang Abadi, seorang pria berambut putih berdiri di puncak, jubahnya berkibar tertiup angin kencang yang semakin menggila. Pedang panjang di punggungnya bergetar sendiri, seakan merasakan ancaman yang tak terlukiskan.

Salah satu muridnya berlutut di belakangnya, suaranya penuh kepanikan.

"Guru… apakah ini pertanda kiamat?"

Mata sang tetua tetap tertuju pada api besar di langit, suaranya dingin.

"Jika ini adalah kiamat… maka kiamat itu datang terlalu cepat."

Sementara itu, di Paviliun Takdir Surgawi, tempat para peramal agung membaca kehendak langit, seorang wanita berjubah putih duduk di dalam kuil, di depannya bola kristal raksasa yang memancarkan cahaya keemasan.

Tiba-tiba, bola kristal itu mulai retak. Cahaya di dalamnya berputar liar, seakan mencoba menolak sesuatu yang terlalu besar untuk diramalkan.

Para murid peramal berteriak ketakutan.

"Guru! Kita… kita tidak bisa melihat masa depan!"

Mata wanita itu membelalak, jari-jarinya mencengkeram kuat lengan kursinya.

"Tidak… ini bukan sekadar gangguan takdir… Ini adalah sesuatu yang tidak pernah ada dalam catatan langit!"

Di langit, api yang jatuh semakin dekat.

Di berbagai sudut dunia, makhluk-makhluk kuat—raja iblis yang telah tersembunyi selama jutaan tahun, naga kuno yang tertidur di bawah tanah, roh para tetua yang telah mencapai keabadian—semuanya terbangun.

Mereka merasakan sesuatu yang lebih menakutkan dari kehancuran.

Sesuatu yang lebih besar dari sekadar bencana.

Sebuah kebangkitan.

BAB 1 TAIXUAN DIJIING

Langit semakin memerah, seolah-olah terbakar oleh kedatangan sesuatu yang tak seharusnya ada.

Meteor yang menyala-nyala itu kini semakin dekat, ukurannya kian membesar, tidak seperti benda langit biasa—tetapi lebih seperti matahari kedua yang jatuh dari surga.

Di Kota Kekaisaran Tianlong, para bangsawan, prajurit, dan rakyat jelata menatap ke langit dengan wajah penuh ketakutan. Suara bisikan dan jeritan mulai memenuhi udara.

Seorang Jenderal Besi Baja berteriak: "Cepat! Semua pasukan, mundur ke dalam benteng! Ini bukan bencana biasa!"

Seorang tetua berjubah ungu di dalam Menara Ilmu Surga, tempat berkumpulnya para cendekiawan terhebat, mengamati langit dengan mata membelalak.

Tetua Ilmu Surga: "Tidak… Ini bukanlah fenomena kosmik biasa… Energinya… ini bukan hanya api! Ini adalah esensi kekuatan yang berasal dari luar tatanan dunia kita!"

Di dalam Istana Langit Abadi, Maharaja Tianlong menatap dari balkon emasnya.

Maharaja: "Benda ini… tidak mungkin berasal dari alam fana. Kirim utusan ke semua sekte besar, minta mereka bersiap untuk sesuatu yang lebih besar dari sekadar bencana."

Sementara itu, jauh di dalam Hutan Abadi, seekor naga emas raksasa yang telah tidur selama jutaan tahun tiba-tiba membuka matanya yang menyala seperti matahari kembar.

Naga Emas: "Hmph… Apa langit telah memanggil kehancuran pada dunia ini?"

Fluktuasi mana semakin menggila. Langit bergetar. Gunung-gunung yang megah mulai retak sebelum meteor itu bahkan menyentuh daratan.

Di puncak Gunung Tianxu, gunung tertinggi di dunia, seorang lelaki tua berjubah putih berdiri di tepi tebing, ditemani seorang murid muda yang gemetar ketakutan.

Murid: "Guru… Itu… Itu akan menghantam gunung kita!"

Tetua Gunung Tianxu: (menatap langit dengan tenang, lalu tersenyum pahit) "Sudah terlambat untuk lari… Takdir sudah ditetapkan. Hari ini, kita akan menyaksikan kelahiran sesuatu yang lebih besar dari sekadar kehancuran."

Dan kemudian… Meteor itu menghantam Gunung Tianxu.

Ledakan itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata biasa.

Cahaya menyilaukan meledak ke segala arah, menelan langit dan bumi. Guncangan yang terjadi begitu hebat hingga gelombangnya terasa sejauh jutaan mil.

Gunung Tianxu, yang telah berdiri sejak zaman kuno, hancur dalam sekejap mata. Batu-batu besar yang seukuran kota beterbangan seperti debu.

Di Kota Kekaisaran Tianlong, di Paviliun Takdir Surgawi, di markas sekte-sekte besar—semuanya merasakan dampaknya.

Tanah merekah. Sungai meluap. Dimensi mulai bergetar, seolah-olah dunia itu sendiri berusaha menolak keberadaan sesuatu yang baru saja datang.

Dari dalam kawah besar yang kini menggantikan tempat Gunung Tianxu berdiri, pusaran energi gelap mulai terbentuk.

Dan di pusat kehancuran itu…

Sebuah siluet perlahan muncul dari dalam api dan abu.

Dari kawah yang menganga, di tengah api yang masih menyala-nyala, sesuatu mulai muncul.

Bukan sekadar kehancuran, bukan sekadar energi liar yang tak terkendali—tetapi sebuah keberadaan yang jauh melampaui pemahaman dunia ini.

Di antara abu yang mengepul dan batu-batu besar yang masih mencair karena panasnya, sebuah bola jiwa bersinar dengan cahaya yang mustahil untuk diukur.

Kilauannya bukan sekadar cahaya biasa. Itu adalah cahaya yang mengandung esensi kekuasaan mutlak, aura yang mampu mengguncang tatanan dunia.

Jiwa itu berdenyut, sekali…

Seluruh langit mendadak bergetar.

Jiwa itu berdenyut lagi…

Lautan yang luas, yang terletak jutaan mil jauhnya, tiba-tiba bergejolak dengan gelombang setinggi gunung.

Lalu, jiwa itu melayang ke atas, naik perlahan ke langit yang cerah itu. Ia tidak bergerak tanpa tujuan. Tidak, ia seperti sedang mencari sesuatu.

Sementara itu, di pinggiran kehancuran, seorang pemuda terbaring tak berdaya.

Pakaiannya compang-camping, tubuhnya penuh luka akibat dampak dahsyat dari kehancuran Gunung Tianxu. Pemuda itu adalah murid dari tetua yang tadi menerima takdirnya tanpa melawan.

Darah menetes dari sudut bibir pemuda itu, matanya kosong menatap ke langit yang telah berubah menjadi merah kehitaman karena energi yang mengamuk. Nafasnya tersengal, hampir tak berdaya… namun tubuhnya masih utuh.

Lalu, jiwa itu menemukannya.

Dalam sekejap, bola jiwa itu meluncur turun dengan kecepatan luar biasa, meninggalkan jejak cahaya keemasan di udara.

Saat cahaya itu menyelimuti tubuh pemuda tersebut, dunia seakan membeku.

Tekanan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Di Gunung Langit Sembilan, Tetua Sekte Pedang Abadi, yang tadinya masih berdiri gagah dengan pedangnya, mendadak tersungkur berlutut.

Darah keluar dari sudut bibirnya. Tangannya bergetar hebat, matanya yang telah menyaksikan berbagai pertempuran besar selama ribuan tahun kini dipenuhi ketakutan murni.

"Apa… Apa ini…?" suaranya bergetar, tidak percaya dengan kekuatan yang tiba-tiba menyelimuti dunia.

Di Lembah Iblis Kelam, tempat raja-raja iblis bersembunyi dan merencanakan kehancuran dunia, seorang iblis tua yang bertanduk tiga tiba-tiba membeku.

Matanya membelalak, pupilnya mengecil seakan melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini.

"Ini… Ini mustahil!" suara iblis itu serak, tubuhnya menggigil.

Di Kediaman Naga Langit, naga emas yang tadi terbangun dari tidurnya kini merunduk ke tanah, sisik-sisiknya yang keras seperti baja mulai bergetar hebat.

"Tidak…!" suaranya bergetar dalam bahasa naga kuno. "Apa yang turun ke dunia ini… lebih kuat dari siapapun… lebih tua dari siapapun!"

Bahkan di istana langit, tempat tinggal para dewa, energi yang mengalir di dunia bergetar dengan gelombang yang begitu besar.

Para tetua surgawi yang selama ini tak pernah menggubris urusan dunia fana kini menoleh dengan wajah penuh keterkejutan.

Sementara itu, di tempat pemuda itu terbaring… tubuhnya mulai berubah.

Pola-pola kuno yang berisikan hukum-hukum alam terbentuk di kulitnya, berpendar dengan cahaya suci namun juga mengerikan.

Darahnya, yang tadinya merah biasa, kini berubah menjadi emas, mengalir dengan kekuatan yang tidak bisa dijelaskan oleh hukum dunia manapun.

Denyut kehidupannya, yang tadinya lemah, kini mengguncang seluruh dunia dengan irama yang seolah-olah menandakan kedatangan kembali sesuatu yang telah lama terkubur dalam sejarah.

Pemuda itu, yang seharusnya sudah mati, kini menjadi pusat perhatian dari seluruh makhluk di dunia ini.

Kebangkitan telah dimulai.

Langit sore yang tadinya tenang kini terasa berat, seolah-olah seluruh dunia harus menanggung beban yang tak terlihat. Matahari yang masih menggantung di cakrawala mulai kehilangan sinarnya, tertelan oleh aura yang baru saja bangkit dari dasar kehancuran.

Dari tengah kawah yang masih mengepulkan asap dan energi liar, sesosok pemuda berdiri dengan tatapan kosong.

Tubuhnya yang sebelumnya penuh luka kini telah sembuh sepenuhnya, bahkan lebih dari itu—ia kini memiliki kehadiran yang tidak berasal dari dunia fana ini.

Pemuda itu adalah Taixuan Dijing.

Tangannya perlahan terangkat, matanya menatap telapak tangannya sendiri dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Jari-jarinya bergerak perlahan, seolah-olah mencoba merasakan apakah tubuh ini memang benar miliknya.

—"Ini… tubuhku?"— suaranya pelan, nyaris seperti bisikan, namun entah bagaimana, suara itu menggema ke segala arah.

Matanya sedikit menyipit. Ia merasakan setiap otot, setiap serat tubuhnya yang kini terasa lebih sempurna dari sebelumnya.

Namun tiba-tiba…

BOOM!

Dari dalam tubuhnya, gelombang aura yang tak terbendung kembali meledak keluar.

Angin topan terbentuk seketika, menyapu daratan sejauh ratusan juta mil. Langit yang tadinya cerah kini mulai bergetar, meski matahari belum tenggelam, langit berubah menjadi keemasan dengan pusaran energi yang berputar liar.

Di bawah kakinya, tanah yang dulunya kokoh kini berderak dan pecah dengan sendirinya. Batu-batu melayang, pohon-pohon tumbang, dan sungai yang tadinya mengalir tenang kini mengamuk tanpa kendali.

—"Ah…"— Taixuan Dijing menarik napas dalam-dalam, mencoba menekan sesuatu di dalam dirinya.

Tapi sia-sia.

Energi yang begitu mengguncang langit dan bumi terus memancar dari tubuhnya, membuatnya merasa seolah-olah dunia ini terlalu sempit untuk menampung keberadaannya.

Di kejauhan, dari kota-kota besar, sekte-sekte kuno, dan istana-istana surgawi, semua makhluk merasakan kebangkitan ini.

Di Kekaisaran Tianlong…

Maharaja Tianlong, yang sebelumnya masih berdiri dengan tenang di balkon emasnya, kini duduk dengan napas memburu.

Matanya penuh keterkejutan, wajahnya yang biasanya angkuh kini pucat pasi.

—"Ini… bukan aura manusia biasa. Bahkan para dewa pun… tidak pernah mengeluarkan tekanan semacam ini!"— suaranya bergetar, tangannya menggenggam pegangan kursinya begitu erat hingga retak.

Seorang penasihat kekaisaran yang telah hidup selama ribuan tahun ikut berlutut dengan tubuh menggigil.

—"Maharaja… aura ini berasal dari timur… dari tempat di mana meteor itu jatuh!"—

—"Benua Timur?"— Mata Maharaja Tianlong semakin melebar, lalu tanpa ragu, ia berdiri dan berseru kepada para jenderalnya.

—"Kirim mata-mata! Kirim pasukan elit! Cari tahu siapa atau apa yang baru saja bangkit dari kehancuran itu!"—

Di Istana Iblis Hitam…

Seorang raja iblis yang telah tertidur selama jutaan tahun membuka matanya yang berwarna merah menyala.

Di sekelilingnya, pilar-pilar batu hitam mulai bergetar, dan semua iblis yang ada di dalam istana tersungkur ke tanah tanpa bisa menahan tekanan dari aura yang tiba-tiba muncul.

—"Tidak mungkin…"— suara Raja Iblis dalam dan penuh ketakutan.

Tangannya yang dipenuhi sisik iblis mencengkeram lengan singgasananya, matanya menatap ke langit.

—"Ini… bukan aura biasa. Bahkan dalam perang besar antara para dewa miliaran tahun lalu… aku tidak pernah merasakan sesuatu yang begitu… mutlak!"—

Tanpa ragu, tubuhnya berubah menjadi kabut hitam dan melesat ke langit, menuju ke arah asal energi tersebut.

Di Lembah Naga Abadi…

Naga emas yang tadinya bersembunyi di dalam danau surgawi kini telah terbang tinggi ke langit, matanya bersinar dengan kekuatan petir.

—"Kekuatan ini… siapa yang telah bangkit? Apakah salah satu penguasa kuno telah kembali?"—

Dengan kepakan sayapnya yang besar, naga itu melesat menuju Benua Timur, mengikuti jejak aura yang kini telah mengguncang seluruh dunia.

Di Paviliun Takdir Surgawi…

Bola kristal yang tadinya hanya retak, kini pecah berkeping-keping.

Seorang wanita berjubah putih yang duduk di singgasananya kini berlutut, tubuhnya dipenuhi keringat dingin.

—"Aku… Aku tidak bisa melihat masa depan lagi…"—

Para muridnya semua menatapnya dengan wajah pucat.

—"Guru… apa maksudmu?"—

Sang wanita menggigit bibirnya, matanya gemetar.

—"Keberadaan itu… keberadaannya terlalu besar. Takdir dunia tidak lagi bisa menampungnya. Kita semua… hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."—

Kembali ke tempat Taixuan Dijing…

Ia masih berdiri di tengah kawah yang ia ciptakan, napasnya teratur, tapi tubuhnya dipenuhi api tak terlihat.

Aura di sekelilingnya masih belum sepenuhnya terkendali, dan ia bisa merasakan ribuan makhluk kuat sedang bergerak ke arahnya.

—"Tampaknya… aku telah kembali ke dunia ini dengan keadaan yang tidak bisa disembunyikan."— suaranya tenang, namun matanya dipenuhi kilatan tajam.

Ia bisa merasakan naga-naga purba yang telah lama tertidur kini terbangun.

Ia bisa merasakan iblis-iblis kuno yang selama ini bersembunyi di kegelapan kini bergerak menuju langit.

Ia bisa merasakan kekaisaran-kekaisaran besar mulai mengirim mata-mata dan pasukan mereka untuk menyelidiki dirinya.

—"Hmph. Sepertinya dunia ini masih mengingat… bagaimana rasanya takut."—

Ia mengangkat satu jari.

Dalam sekejap, langit yang tadinya masih menyisakan cahaya matahari sore mendadak tertutupi oleh pusaran energi yang terbentuk di sekelilingnya.

Tekanan yang semula sudah menakutkan kini semakin menggila.

Dunia ini… baru saja menyadari bahwa sesuatu yang lebih besar dari sekadar legenda telah kembali.

BAB 2 SUMPAH LAMA HARUS DILAKSANAKAN

Langit masih bergetar hebat. Aura mengerikan yang terpancar dari tubuh Taixuan Dijing belum juga mereda, justru semakin menggila.

Energi liar berkumpul di sekelilingnya, membentuk pusaran kekuatan yang bahkan mengancam kehancuran dimensi dunia ini sendiri.

Mahluk-mahluk kuat di seluruh penjuru dunia masih bergetar ketakutan, bahkan ada yang langsung bersembunyi ke dalam dimensi tersembunyi, takut tersapu oleh kekuatan yang tak dapat mereka pahami ini.

Tapi tiba-tiba…

BEEP! BEEP! BEEP!

Suara mesin yang tak dikenal tiba-tiba menggema di dalam benak Taixuan Dijing. Suara yang begitu asing, begitu mekanis, dan sama sekali tidak cocok dengan dunia yang dipenuhi oleh esensi kultivasi ini.

—"PERINGATAN! PERINGATAN! ENERGI SUBJEK MELEBIHI BATAS YANG DIIZINKAN!"—

Dahi Taixuan Dijing langsung mengernyit.

—"Apa… suara ini?"—

Namun suara itu terus berlanjut, nadanya datar dan tak bernyawa seperti seorang eksekutor tanpa emosi.

—"SUBJEK DILARANG MELEBIHI AMBANG BATAS KEKUATAN YANG DITENTUKAN OLEH HUKUM GALAKSI. JIKA TIDAK BERHENTI SEKARANG, MAHLUK DARI RANAH DEWA AKAN TURUN UNTUK MELAKSANAKAN EKSEKUSI."—

Kata-kata itu membuat mata Taixuan Dijing menyala dengan kemarahan.

—"APA?! SIAPA KAU YANG BERANI MEMBERIKU PERINTAH?!"—

Suara mekanis itu tetap dingin, tanpa reaksi terhadap kemarahannya.

—"SUBJEK MASIH MAHLUK KECIL. BELUM COCOK UNTUK MELAMPAUI EKSISTENSI YANG LEBIH KUAT."—

Kemarahan Taixuan Dijing semakin membuncah. Matanya bersinar dengan kilatan petir, sementara aura di sekelilingnya semakin liar.

—"MAHLUK KECIL?! KAU BERANI MENYEBUTKU SEPERTI ITU?!"—

Tiba-tiba, dia mengayunkan tangannya ke udara, seketika ruang di sekelilingnya bergetar dan hampir hancur!

Namun saat itu juga, suara mekanis kembali berbicara, kali ini dengan nada yang sedikit berbeda—bukan lagi sekadar peringatan, melainkan sebuah penegasan yang lebih mendalam.

—"AKU ADALAH KEABADIAN SEKTE. AKU ADALAH PENJAGA DAN WARISAN DARI KEMULIAAN YANG HILANG. DAN AKU ADALAH JAWABAN ATAS TAKDIRMU."—

Tubuh Taixuan Dijing langsung membeku di tempatnya.

Mata tajamnya menyipit, mencoba memahami kehadiran yang berbicara kepadanya.

—"Keabadian Sekte…?"— suaranya pelan, penuh kecurigaan.

Suara mekanis itu kembali berbicara, kali ini lebih dalam, lebih serius, dan seolah memiliki makna yang jauh lebih luas daripada sekadar peringatan.

—"YA. KEABADIAN SEKTE. WARISAN TERBESAR DARI ERA YANG SUDAH LAMA PUNAH. AKU ADALAH INTI DARI KEBANGKITANMU. DAN AKU DI SINI UNTUK MEMBANTUMU… UNTUK MENGHANCURKAN TAKDIR YANG TELAH MENENTUKAN KEJATUHANMU SEBELUMNYA."—

Hening.

Angin yang tadinya bertiup kencang, tiba-tiba terdiam.

Energi yang tadinya mengamuk tanpa kendali, perlahan mulai menurun.

Mata Taixuan Dijing memancarkan kilatan cahaya yang lebih dalam, lebih tajam, seolah-olah pemahamannya tentang dirinya sendiri baru saja bergeser sepenuhnya.

—"Jadi… kau ingin membantuku berkembang?"— suaranya pelan, tapi penuh tekanan yang mampu membuat gunung runtuh.

—"BENAR."—

—"Dan… apa imbalannya?"—

—"TIDAK ADA. HANYA SATU KEWAJIBAN: MENJADI TUAN BARU DARI KEABADIAN SEKTE. MENGAMBIL ALIH TAKDIR YANG TELAH HILANG."—

Seketika, Taixuan Dijing tertawa kecil.

Bukan tawa kegirangan, bukan juga tawa meremehkan—melainkan tawa seorang raja yang baru saja menemukan tahtanya kembali.

Ia lalu menatap ke langit yang masih bergejolak.

Di sekelilingnya, dunia masih gemetar, makhluk-makhluk kuat masih diliputi rasa takut.

Namun kini, di dalam benaknya, suara itu masih berbicara… dan itulah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Langit masih bergetar, namun tekanan mengerikan yang tadi menyelimuti dunia perlahan mereda. Taixuan Dijing berdiri tegak di antara reruntuhan gunung yang telah hancur oleh kedatangan meteorit sebelumnya. Matanya yang tajam menyapu sekelilingnya, lalu ia menghela napas pelan sebelum berbicara dengan suara yang penuh semangat.

—"Sistem, katamu kau adalah Keabadian Sekte, penjaga dari warisan yang telah lama punah. Sekarang katakan padaku… dunia macam apa yang sedang kutinggali saat ini?"—

Sesaat, tidak ada jawaban. Namun kemudian, suara mekanis yang datar namun penuh wibawa itu kembali berbicara.

—"SUBJEK SAAT INI BERADA DI ALAM YANG SANGAT JAUH DI LUAR BATAS DUNIA ASALNYA. DUNIA INI ADALAH FRAGMEN KEBERADAAN YANG TERHUBUNG DENGAN HUKUM-HUKUM KUNO YANG TAK TERJELASKAN."—

Taixuan Dijing mengernyit. Dunia yang sangat jauh? Apakah ini berarti dia telah melintasi dimensi tanpa disadari? Namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, di tempat lain, jauh di atas langit tertinggi yang tidak dapat dijangkau oleh eksistensi fana, sesuatu sedang terjadi.

Di alam suci yang melampaui pemahaman manusia, sebuah kerajaan putih seperti cahaya menjulang megah di antara bintang-bintang. Ini bukan sembarang kerajaan—ini adalah Istana Surga Dewa Pencipta, tempat di mana eksistensi tertinggi mengawasi seluruh galaksi dan alam yang ada.

Di dalam istana yang luas tanpa batas, Dewa Pencipta, satu-satunya entitas yang berhak atas gelar tersebut, duduk di atas tahtanya. Mata yang menyala seperti bintang menatap ke dalam pusaran cahaya yang menampilkan seluruh realitas. Ia tidak hanya melihat satu dunia, tetapi seluruh galaksi, seluruh dimensi yang bergetar dalam kehendaknya.

Namun, tiba-tiba, sesuatu menarik perhatiannya.

—"Apa ini…?"—

Mata Dewa Pencipta menyipit saat ia melihat fluktuasi energi yang sangat mencurigakan di salah satu alam yang jauh.

—"Fluktuasi ini… tidak seharusnya muncul di sana."—

Ia mencoba mengintip lebih dalam. Tangannya bergerak perlahan, memanipulasi energi primordial yang tak dapat dijangkau oleh entitas lain. Cahaya suci dari istananya merambat ke dalam pusaran realitas, mencoba menembus alam yang mencurigakan itu.

Namun, tiba-tiba, sesuatu terjadi.

BOOM!

Sebuah kekuatan yang sangat agung dan tak terbayangkan tiba-tiba memblokir pandangannya. Benturan energi yang tak kasat mata terjadi, namun dampaknya terasa di seluruh kerajaan surga.

—"Apa…?!"—

Untuk pertama kalinya dalam miliaran tahun, Istana Surga berguncang hebat! Pilar-pilar cahaya yang menopang keabadian bergetar, nyaris runtuh. Para pelayan surgawi berjatuhan ke tanah, wajah mereka pucat pasi. Mereka tidak dapat memahami apa yang baru saja terjadi.

Namun, yang paling mengejutkan adalah… Dewa Pencipta sendiri terkejut.

Setetes darah mengalir dari hidungnya.

Para makhluk surgawi yang menyaksikannya langsung membeku dalam ketakutan. Dewa Pencipta… berdarah? Ini tidak pernah terjadi sebelumnya!

—"Tuan Dewa…?"— salah satu pelayan surgawi berani bersuara, suaranya bergetar penuh ketakutan.

Namun, Dewa Pencipta tidak menjawab. Tangannya perlahan terangkat ke wajahnya, menyentuh darah yang mengalir di bawah hidungnya. Matanya membelalak.

—"Tidak mungkin…"— bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.

Sesuatu yang berada di dunia itu… telah menolaknya. Menolak tatapan seorang Dewa Pencipta.

Dan ini hanya berarti satu hal—eksistensi yang bahkan dirinya pun tidak bisa kendalikan… telah bangkit.

—"PERHATIAN! DEWA PENCIPTA TELAH MENCOBA MENGINTIP LOKASI SUBJEK, NAMUN UPAYA TERSEBUT TELAH DIBLOKIR OLEH SISTEM."—

Taixuan Dijing yang masih merasakan sensasi kekuatan barunya tiba-tiba terdiam. Matanya menyipit tajam.

—"Apa yang kau katakan barusan…?"—

—"DEWA PENCIPTA TELAH MENCOBA MENELUSURI LOKASIMU. NAMUN, MEKANISME PERTAHANAN SISTEM TELAH MENOLAK INTERVENSINYA."—

Jantungnya seakan berdentum lebih keras. Dewa Pencipta. Nama itu…

Seketika, pikirannya terseret kembali ke miliaran tahun yang lalu. Sekte yang ia bangun dari nol, sekte yang mencapai puncak dunia, sekte yang ditakuti oleh para raja iblis dan kaisar langit… dihancurkan dalam satu genggaman tangan.

Suara itu, suara yang mengumumkan kehancuran segalanya, kembali terdengar jelas di benaknya.

—"Keberadaan sektemu adalah penghinaan bagi keseimbangan alam semesta. Sebuah sekte yang bahkan para Dewa pun takuti… harus dimusnahkan."—

Taixuan Dijing mengepalkan tangannya erat. Murid-muridnya… para tetua… tanah suci yang telah ia bangun… semua musnah hanya dalam sekejap.

Lalu suara lain, suara yang lebih dalam, lebih dingin, suara dari dirinya sendiri saat itu, menggelegar di dalam benaknya.

—"Suatu hari nanti… Aku akan kembali. Aku akan melampaui batas yang kau tetapkan, dan aku akan berdiri di atas segalanya. Jika para Dewa adalah batasnya, maka aku akan menjadi sesuatu yang bahkan para Dewa pun tak mampu menyentuh."—

Matanya memancarkan kilatan yang berbahaya. Sumpah lama yang telah terkubur bersama sektenya… kini kembali bangkit.

—"Dewa Pencipta… kau masih berada di singgasanamu, ya?"— suaranya pelan, namun penuh dengan tekanan yang mengguncangkan udara di sekitarnya.

—"SUBJEK MENUNJUKKAN PERTUMBUHAN EMOSI YANG TIDAK TERUKUR. APAKAH INGIN MENGAKTIFKAN PROTOKOL PENGEMBANGAN?"—

Taixuan Dijing mengangkat kepalanya perlahan, napasnya mulai tenang. Ini bukan lagi saat untuk sekadar marah. Ini saatnya untuk bertindak.

—"Ya… Mulai dari sekarang, sistem. Tunjukkan jalanku."—

SUMPAH LAMA HARUS DILAKSANAKAN

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!