Malik mendekati satu sosok yang selalu dia ingat di dalam hatinya.
Walaupun gadis itu memunggunginya, Malik tetap masih ingat dan ngga bisa melupakannya.
"Liliana.....," panggilnya pelan penuh perasaan.
Gadis itu menoleh. Menatapnya sedih. Kemudian perlahan berjalan menjauh.
"Liliana.....!" kaget Malik sampai berseru ketika melihat gadis itu yang semakin jauh dan akhirnya menghilang sebelum satu langkah pun Malik bisa gerakkan kakinya
"LILIANA!" serunya lantang.
Dia terbangun sampai terduduk di atas tempat tidurnya.
Malik mengusap butiran keringat yang ada di keningnya. Punggung bajunya juga sudah basah kuyup .Jantungnya pun berdebar debar kencang.
Setelah hampir setengah tahun, kini dia memimpikan gadis itu lagi.
Gadis itu tau kalo dia akan melupakannya?
Malik menghela nafas panjang. Dia menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata. Tapi dia sulit untuk tidur lagi.
Besok paginya, Malik melajukan mobilnya ke sebuah rumah mewah yang sudah beberapa bulan ini tidak dia lewati lagi.
Rumah itu masih tampak sepi. Masih sama seperti terakhir Malik lewati.
TOK TOK TOK
Malik menurunkan kaca jendela mobilnya.
Pengawalnya yang dimintanya bertanya pada orang orang yang ada di sekitarnya, sepertinya sudah mendapatkan informasi yang dia butuhkan.
"Kakek nenek mendiang nona Liliana sudah tidak terlihat sejak sebulan yang lalu, tuan muda."
"Mereka kemana?"
Pengawalnya menggeleng.
"Tidak ada yang tau, tuan muda."
Malik terdiam. Karena mimpi itulah dia datang ke sini.
"Oke." Malik menaikkan kaca jendela mobilnya dan melajukan lagi ke sebuah area perkuburan mewah.
Bulan pertama, Malik selalu dihalangi untuk ziarah ke makam Liliana.
Tapi di bulan kedua, kedua kakek nenek itu seakan akan sudah tidak peduli dengan kedatangannya.
Di bulan ketiga juga begitu. Itu terakhir kali dia datang.
Malik merasa bersalah dengan wajah sedih maminya yang seolah bisa merasakan kedukaannya yang belum hilang.
Akhirnya di bulan keempat dan kelima Malik ngga pernah datang lagi. Dia malah tambah gila bekerja, berharap bisa melupakan Liliana. Perasaan suka dan juga rasa bersalahnya selalu membebani rongga rongga dadanya.
Tapi di bulan keenam ini Malik datang lagi. Dengan buket bunga lili putih, seperti biasa yang dia bawa dulu.
Menatap nama itu dengan perasaan teramat dalam dan sendu.
Liliana Aldrin.
"Kenapa kamu datang lagi di dalam mimpiku?" gumam Malik sangat pelan.
"Kamu tau kalo hari ini aku akan menemui perempuan lain?" gumam Malik lagi dengan nada bertanya.
Dia mengusap tulisan timbul nama itu perlahan.
Setelahnya dia mencium bunga lili yang dia bawa dengan sepenuh hati sebelum meletakkannya di sana.
"Aku akan melanjutkan hidup. Maafkan aku." Malik menghela nafas sebelum melangkah pergi dengan gontai.
Dia melajukan mobilnya, pergi dari sana.
Sebuah mobil mewah lainnya masih terparkir di sana.
Kedua orang laki laki paruh baya yang ada di dalamnya saling diam dengan pikiran masing masing.
"Aku ngga tau sedalam itu perasaan Malik." Suara Jeff memecah keheningan.
Fazza-daddy Malik, menghembuskan nafas kasar.
"Hari ini dia akan bertemu dengan putri kolegaku. Menurutmu aku keterlaluan?" tanya Fazza seolah minta pendapat sahabat yang sudah jadi sepupu iparnya.
"Sudah enam bulan, kan? Ngga ada salahnya dicoba." Jeff berusaha membesarkan hati Fazza.
Fazza membuang nafasnya dengan kasar, mencoba menyingkirkan beban. Tapi ganjalannya masih tetap ada di sana.
"Apa kamu akan merahasiakan keberadaan oma dan opa gadis itu?" tanya Jeff hati hati.
Tanpa setau Malik, dia dan Fazza selalu mengawasi oma dan opa Liliana.
Selain ingin tau kegiatan orang tua renta itu, juga ingin memastikan keadaan dan kesehatannya.
Mereka tau beberapa kali kedua opa dan oma itu pergi ke Jerman. Tapi Fazza ngga ingin menyelidiki lebih lanjut
Hingga kemudian kedua opa oma itu kembali dan ngga pernah pergi pergi lagi.
Tapi dua bulan yang lalu mereka tau kalo aktivitas opa dan opa Liliana berada jauh di timur Pulau Jawa.
Tapi Jeff dan Fazza tidak merasa aneh, mungkin kedua opa oma itu ingin mengisi waktu dengan mengurus perkebunan untuk melupakan kesedihan ditinggal secara beruntun dalam waktu yang bersamaan. Anak, menantu dan cucu.
"Ya."
Jeff hanya tersenyum getir. Jeff tau Fazza hanya ingin Malik bisa melupakan Liliana. Dan dia akan mendukungnya.
"Mungkin Malik akan marah karena aku tidak memberitaunya," ucap Fazza lagi.
"Malik tidak seperti itu. Dia anak yang baik. Seseorang tidak bisa memilih untuk jatuh cinta dengan siapa. Itu saja masalahnya."
Fazza menghela nafas lagi. Dia tau ucapan Jeff benar adanya.
Gadis itu sudah tiada. Semesta juga tidak mendukung perasan mereka.
Fazza kembali menghela nafas kasar.
Anak cuma satu satunya, sekalinya patah hati meresahkan seluruh keluarga besar.
Semoga gadis yang nantinya akan ditemui Malik bisa menariknya keluar dari kubangan patah hatinya, harap Fazza dalam hati.
*
*
*
"Cassie......"
Seorang gadis yang mengenakan masker dan topi serta diapit beberapa laki laki berseragam terdiam saat seorang wanita berumur lima puluhan yang baru keluar dari sebuah mobil sedan mewah, kemudian memeluknya.
Wanita tua itu juga menangis.
Kemudian seorang laki laki tua juga mendekat dan ikut memeluknya.
"Kami keluargamu. Opa dan oma."
Gadis yang dipanggil Cassie masih belum menjawab dan menatap bingung Selama dua bulan dia berada di Jerman, setelah sadar dari koma, sendirian tanpa ditemani oleh keluarga. Hanya ada dokter dan perawat saja.
Baru baru ini saja tiba tiba ada beberapa laki laki berseragam yang mengatakan kalo oma dan opanya sedang menunggu di negara yang lain.
Tapi anehnya Cassie ngga bisa mengingat apa pun tentang dirinya, juga tentang opa dan omanya.
Karena sikap mereka yang baik dan Cassie juga merasa ngga mungkin lama lama berada di rumah sakit karena dia sudah bisa berjalan walaupun belum selancar orang normal, akhirnya dia mau juga mengikuti mereka.
Sekarang dia sudah bertemu keluarganya. Tapi perasaannya datar dan tetap merasa asing.
Dokter memang mengatakan kalo dia mengalami lupa ingatan saat dia melakukan fisioterapi agar bisa berjalan lagi.
"Kita pulang, sayang." Omanya menggandengnya.menuju mobilnya. Opanya juga begitu.
Kedua orang tua itu terlihat sangat bahagia sekali bertemu dengannya.
Beberapa mobil mengikuti di belakang.
Omanya terus menggenggam tangannya.
"Oma senang karena keadaan kamu sudah membaik, sayang," ucap Omanya lembut.
Cassie tersenyum.
"Ya, oma." Walau lidahnya cukup kaku, tapi setelah mengucapkannya, hatinya diliputi perasaan senang.
"Jangan lupakan, opa," kekeh laki laki tua itu. Sepasang matanya penuh binar.
Cassie tersenyum lagi, dia merasakan kehangatan di hatinya.
"Kita akan hidup di lingkungan perkebunan teh. Udaranya sejuk dan segar. Kamu bisa sering latihan berjalan tanpa khawatir ditabrak motor atau mobil," canda opanya lagi.
Cassie dan omanya berderai tawa.
Cassie tau, dia harus terus melatih otot otot kakinya
Tapi ngga lama kemudian, saat melewati jalan yang cukup sepi, karena tempat tinggal oma opanya jauh di luar kota, mulai terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Tuan besar, ada yang ingin mencelakakan kita," ucap si supir sambil melirik kaca spion.
Dua buah mobil pengawal mereka terlihat oleng dan mulai terdengar suara letusan senapan.
Tangan Cassie kian erat digenggam kedua kakek nenek itu.
Cassie bingung dengan apa yang sedang terjadi.
"Bukan rombongan Fazza, kan?" tanya Opanya menuduh penuh curiga. Mereka sudah melakukannya dengan sangat hati hati agar Fazza dan teman temannya tidak tau keberadaan mereka.
"Bukan, tuan besar. Tapi sepertinya dari musuh tuan Leonel."
"Mengapa mereka memburu kita? Bukannya kedudukan tertinggi sudah bukan milik Leonel lagi setelah dia tiada?" Opa langsung khawatir. Yang mereka hadapi saat ini klan mafia yang sudah pasti sakit hati terhadap Leonel dulu.
Kalo Fazza cs, dia masih tenang. Mereka hanya kepo. Tapi kalo musuh Leonel mereka akan ma ti.
Semua orang orang yang mendukung Leonel.sudah dibantai habis di Roma. Hanya sedikit yang tersisa yang membantu mereka selama ini.
Si supir melakukan panggilan agar pengawal pengawal yang ada di vila tuan besarnya segera mendekat.
"Mereka siapa, Oma? Fazza dan Leonel....?" tanya Cassie bingung dan cemas.
"Leonel papamu. Dia sudah tiada tapi dia punya banyak musuh. Tolong rahasiakan hal ini, sayang. Demi keselamatanmu. Kalo Fazza......" Oma menjeda ucapannya. Menatap.suaminya yang menganggukkan kepalanya.
"Fazza itu.....dia punya anak bernama Malik yang hampir meno daimu dan telah menembakmu. Membuat kamu sempat lumpuh, sayang." Omanya sesunggukan, seolah kejadian yang dialami cucunya sangat mengerikan dan membuatnya trauma.
DEG DEG
Cassie terhenyak mendengarnya.
Jadi begitu cerita masa lalunya?
"Oma dan opa sengaja pindah jauh ke kota ini bahkan sampai ke luar kota untuk.menghindari mereka, agar kita memiliki kehidupan baru yang tenang," lanjutnya lagi.
Kembali tangisannya pecah. Sebelum terjadi sesuatu dengan mereka, cucu mereka harus tau garis besar tentang siapa dirinya.
"Dengar sayang. Namamu yang sebenarnya Liliana Aldrin. Papamu Leonel, dan mamamu adalah putri kami, Eleanor," jelas oma lagi.
Cassie terpaku mendengarnya. Banyak pertanyaan bersemanyam di dalam kepalanya.
Sewaktu Eleanor di penjara, putrinya pernah mengeluhkan penolakan sikap cucunya untuk merayu Malik, agar mau membebaskannya.
Padahal setelah disangka meninggal, Malik malah sering ke kuburan cucunya.
Jadi tanpa dirayu pun, anak Fazza sudah jatuh cinta dengan cucunya.
Awalnya dia menghalangi karena sudah merasa sangat benci.
Tapi akhirnya dia merasa mungkin ini hukuman untuk keluarga angkuh itu, hingga dia dan suaminya membiarkan Malik mengunjungi makam cucunya yang sekarang namanya sudah dia ganti.
Malik dan keluarganya harus menderita seperti yang sekarang dia dan suaminya rasakan. Selamanya kalo perlu.
Kesedihan Malik adalah kebahagiaannya.
Sekarang setelah ingatan Cassie dihilangkan, mereka bisa menanamkan ingatan baru agar Cassie tidak berhubungan lagi dengan Malik.
Mereka sengaja membeli vila di timur pulau Jawa, memulai hidup baru dengan merintis perkebunan, menjauhkan Cassie dengan kehidupan masa lalunya.
Tapi yang ngga terduga, musuh musuh mafia menantunya sepertinya ngga membiarkan mereka hi dup.
Karena itu mereka ngga bisa menunggu Liliana yang sudah berganti nama jadi Cassie Nathalia di rumah sakit.
Selain menghindari kekepoan Fazza dan teman temannya, juga untuk melindungi Cassie dari musuh mafia papanya.
Mereka jadi main kucing kucingan.
"Sekarang siapa yang sedang mengejar kita, oma?" tanya Cassie setelah berhasil mengendalikan detak jantungnya yang ngga normal.
"Musuh papamu. Oma juga ngga tau kepentingannya. Tapi dulu papamu ketua mafia di Roma, Leonel Eduardo."
"Kamu harus selamat," sambung opanya dengan raut kian cemas.
Salah satu mobil pengawalnya oleng dan masuk ke jurang yang berada di kiri jalan.
Suara ledakan terdengar membuat Cassie tambah deg degan dan semakin kalut. Demikian juga oma dan opanya.
Nggak lama kemudian mobil pengawal kedua juga oleng dan masuk ke jurang. Kemudian yang mengejutkan, mobil itu meledak.
Omanya mengeluarkan sebuah foto di dalam tasnya.
"Lihat laki laki ini. Namanya Malik Arkana Artha Mahendra. Dia yang hampir meno dai dan menembak kamu. Menjauh darinya. Dia kejam."
Cassie menatap foto itu cukup lama sebelum oma nya menyimpannya lagi di dalam tasnya.
Dia masih belum bisa berpikir.
"Bawa tas oma. Di sini ada semua yang kamu perlukan dan kamu ketahui."
"Kita harus selamat bersama sama, oma, opa." Cassie merasa omanya seperti sedang mengucapkan salam perpisahan.
Oma dan opanya tersenyum lembut.
"Kami sudah bahagja melihatmu sehat kembali, Cassie."
Cassie menangis bersama oma dan opanya.
DOR
DOR
Suara tembakan kembali terdengar.
Supirnya ngga bisa mengendalikan mobil ketika terdengar suara ban belakang pecah.
BRAK!
Mobil yang ditumpangi Cassie menabrak pohon dengan keras setelah meluncur dengan deras.
Kapnya sampai setengah terbuka dan mengeluarkan kepulan asap. Kaca depan mobil retak parah.
Ketiga orang yang bersama Cassie ngga sadarkan diri dengan adanya darah yang mengalir darj salah satu sisi kepala mereka.
"Oma.... Opa....?" panggil Cassie sambil menahan sakit di punggungnya.
Dari arah depan datang lusinan mobil yang memborbardir mobil mobil yang menghancurkan mobil majikan mereka.
"Nona, kita harus segera pergi," seru seseorang setelah berhasil mengeluarkan tubuh Cassie.
"Tapi...." Cassie menatap tubuh oma opanya yang sudah ngga sadarkan diri dan berdarah darah.
Oma dan opanya berjibaku menyelamatkannya hingga dia mengalami luka ringan. Tapi tetap saja mempengaruhi bekas lukanya yang dulu.
Pengawal itu kemudian memeriksa keadaaan tuan dan nyonya besar mereka dengan cepat.
Kemudian dia menggeleng. Keduanya sudah ngga terselamatkan. Juga rekan mereka yang menjadi supir.
Selain faktor usia.yang sudah lanjut, luka opa dan omanya juga sangat parah.
"Nona, kami akan mengalihkan perhatian mereka. Nona terpaksa melakukan rencana kedua."
"Rencana kedua?"
"Tuan dan nyonya besar sudah memikirkan ini mungkin akan terjadi, nona. Saya akan mengantar nona ke stasiun."
"Stasiun?"
Pengawal itu menganggukkan kepalanya
"Ada yang akan menjemput anda di Jakarta."
Sekarang Cassie sudah berada di dalam mobil pengawalnya.
DOR
Supirnya segera menginjak pedal gas sangat dalam.
"Kenapa kalian lakukan ini. Kenapa? Nyawa kalian sangat berharga....," protes Cassie yang merasa sangat shock melihat penyelamatan gila gilaan untuk dirinya
"Nona adalah putri tunggal tuan Leonel. Kami akan menjaga nona sampai akhir."
Cassie terhenyak mendengarnya.
Siapa sebenarnya Leonel, papanya itu?
Kenapa mereka sangat setia?
Beberapa mobil langsung menghadang mobil mobil yang menembak mobil yang membawa Cassie tadi.
"Bandara sudah dijaga nona. Karenanya nona terpaksa naek kereta. Sebaiknya nona memakai jaket ini."
Seorang pengawal di samping supir memberikan jaket yang ada topinya.
"Wajah nona hanya kami saja yang mengenali," tambahnya lagi.
"Atau nona bisa berganti dres ini di kereta."
Cassie menerima paper bag dengan hati penuh kebimbangan.
Apakah dia akan selamat?
"Nona harus selamat dan bisa hidup baik baik saja."
Hati Cassie merasa ngga enak karena pengawalnya seperti memberikan pesan terakhir.
Mobil Cassie berhasil lolos dari pengejaran dan sekarang sedang parkir tak jauh dari stasiun.
"Nona, ini tiket anda. Nanti akan ada yang menjemput anda di Jakarta. Berhati hatilah, nona."
Cassie mengambil tiket itu dengan tangan bergetar. Dia tau, pengawalnya harus segera pergi agar mereka ngga terdeteksi oleh pengejar mereka.
Cassie segera melarikan kakinya ke dalam stasiun yang sangat asing baginya. Jantungnya masih saja berdebar debar ngga menentu.
Perasaan takut mencekam kuat hatinya.
Untunglah pegawai stasiun membantunya menemukan keretanya, karena baru kali ini dia menginjak stasiun. Juga negara ini.
Dengan raut khawatir dan cemas tentang keadaan oma, opa serta pengawalnya, Cassie duduk dengan gelisah di kursinya.
Dia membuka tasnya Ada ponsel dan saat dicek, ada kartunya.
Tapi ngga tersimpan nomer siapa pun di sana.
Cassie makin mengeratkan pegangannya pada tasnya ketika ada dua orang yang melewati gerbongnya dan memperhatikan penumpang satu persatu.
Untung dia langsung menggantikan pakaiannya dengan dres yang diberikan pengawalnya saat sudah sampai di gerbongnya.
Dia hanya membawa tas kecil oma dan koper kecil dari pengawalnya, juga paper bag yang isinya sudah diganti dengan pakaiannya yang tadi dan jaket.
Sekarang Cassie tidak mengenakan topi dan kaca mata. Rambutnya sudah dia geraikan.
Cassie bersyukur dia tidak dicurigai ketika kedua orang itu melewatinya.
*
*
*
"Tuan Fazza, kakek dan nenek mendiang nona Liliana ditemukan di dalam mobil yang mengalami kecelakaan."
Fazza menatap Jeff yang turut mendengar di sampingnya dengan tatap terkejut
Mereka baru saja melakukan setengah perjalanan dari area perkuburan elit tadi saat pengawalnya menelpon.
"Apa yang terjadi?"
"Sepertinya mereka di serang tuan. Ada bekas selongsong peluru dan ada beberapa mobil yang jatuh ke jurang dan meledak."
"Sudah kalian amankan keadaannya?"
"Sudah tuan. Ada yang mau saya sampaikan. Hasil rekaman dashcam di mobil, emm.... ada yang perlu tuan lihat." Suara pengawalnya terdengar ragu.
Telpon pun diputus pengawalnya, berganti dengan notif pesan video.
Fazza dan Jeff saling pandang dengan pupil mata membesar saat melihat video itu dari awal sampai tuntas.
"Siapa gadis itu?" Jeff bertanya dengan jantung berdebar keras.
Bukan Liliana, kan? batinnya gundah.
Padahal dia mengira Liliana sudah meninggal.
Jadi siapa yang dikubur waktu itu? tanyanya lagi dalam hati. Pikirannya langsung semraut.
Fazza mengamati dengan teliti.
Gadis yang mereka lihat itu mengenakan masker, topi dan kaca mata. Tidak terlihat jelas wajahnya, tapi perawakannya sama.
Jantungnya berdebar keras
Dia menelpon balik pengawalnya.
"Selidiki gadis ini," perintahnya
"Siap, tuan Fazza."
Setelah itu dia menutup telponnya dengan pikiran sibuk mencerna urutan kejadian yang terlewat olehnya.
Fazza ingat, proses pemakaman Leonel, Eleanor dan putrinya Liliana dilakukan secara tertutup.
Mereka tidak diijinkan masuk untuk melihat.
Setelahnya beberapa hari kemudian, oma dan opa gadis itu berangkat ke Jerman.
Untuk pengobatan.gadis itu, kah?
Fazza masih ingat betapa parahnya kondisi gadis itu.
Dia tidak meninggal?
Tanpa sadar Fazza menggelengkan kepalanya.
Pikirannya menyangkalnya.
"Aku akan menyelidiki apa yang mereka lakukan di Jerman," ucap Fazza ketika tatapnya bertemu Jeff.
Dia harus tau apa yang sebenarnya sudah terjadi.
Jeff menghela nafas panjang.
"Kalo pun Liliana masih hidup, aku rasa opa dan omanya sudah tidak ingin berhubungan dengan kita. Mereka bermaksud tinggal di daerah perkebunan teh. Membuka lembaran baru, tapi sayangnya takdir berkata lain," ulas Jeff dengan suara sedih.
"Siapa pun gadis itu, nyawanya terancam. Kita harus tau klan apa yang sangat dendam dengan Leonel, walau aku sudah bisa menebaknya."
"Siapa?" tanya Jeff mulai menerka nerka dalam hati.
"Keluarga calon suami yang dia tembak itu. Pasti dari kalangan mafia juga, kan......"
Jeff hampir menepuk jidatnya.
"Kamu benar."
Mengapa tidak terpikir olehnya!
"Orang orang itu bisa juga mengancam nyawa Malik kalo dia tau apa yang sebenarnya terjadi," analisa Fazza. Untungnya dia sudah mengamankan rekaman cctv di basemen waktu itu.
"Kalo dia menghabisi orang orang Leonel, bahkan mertuanya, pasti dia menyimpan dendam yang sangat kuat," komentar Jeff.
"Dendam paling kuat adalah saat keluarga kita dibu nuh orang," tanggap Fazza.
"Ya. Kita akan menyelidikinya."
Fazza hanya mengangguk.
"Kamu akan merahasiakannya dari Malik?"
"Belum pasti juga gadis itu Liliana," kilah Fazza. Hatinya masih enggan.
"Oke." Jeff mengerti. Kejadian ini di luar dugaan mereka
*
*
*
"Om yakin?" tanya Malik ketika mendapat laporan dari Jeff.
"Ya. Oma dan opa Liliana meninggal dalam kecelakaan mobil. Om juga baru tau mereka punya vila di Malang." Jeff merasa perlu memberitahukannya pada Malik.
Hanya tentang gadis itu saja yang tidak akan dia beritaukan.
"Sekarang om dan daddy kamu di rumah lama mereka," sambung Jeff lagi
Malik terdiam, teringat mimpinya tadi malam.
"Di dekat mobil Oma Liliana, ada beberapa mobil yang terbakar. Sedang diselidiki polisi."
"Maksud om, itu bukan kecelakaan biasa?"
"Yah. Sepertinya musuh Leonel terlibat. Dia, kan, mafia. Kamu ingat siapa laki laki yang ditembak Liliana dan Sean?"
DEG
"Namanya Enrico, om." Hati Malik jadi geram.lagi mengingat perlakuan laki laki ba ji ngan itu pada mendiang Liliana.
"Akan om selidiki. Om dan daddy kamu takut kamu juga diincar."
Malik terdiam.
Mungkin saja. Laki laki itu pasti punya keluarga .
"Harusnua sudah berakhir. Kenapa oma dan opa Liliana harus dibu nuh juga." Suara Jeff terdengar penuh kemarahan dan kesedihan.
Malik memang sudah mendengar, kalo klan Leonel sedang diburu untuk dihabisi setelah laki laki itu meninggal.
Mengapa orang orang itu mengincar oma dan opa Liliana ?
"Om dan daddy kamu sedang menyelidikinya. Nanti kamu, om kabari lagi."
"Oke, om, terimakasih." Malik mengamati foto mobil oma dan opa Liliana yang mengalami kecelakaan.
Dia juga akan menyelidikinya.
Malik mulai menjalankan mobilnya keluar dari stasiun dengan pelan. Tapi kemudian dia mengeremnya dengan mendadak ketika hampir menabrak seorang gadis yang menyeberang tanpa melihat ke arah kanan dan kiri.
DEG
Malik seperti mengingat kejadian di masa lampau. Dia merasa dejavu.
Awalnya gadis itu menampakkan wajah kaget karena hampir ditabrak.
Dia seperti terburu buru, seolah olah sedang dikejar oleh seseorang
Malik segera keluar dari dalam mobilnya.
"Are you ok?"
Keduanya saling tatap.
Wajahnya berbeda dari Liliana, tapi Malik merasakan perasaan aneh menyusup di dalam hatinya.
Berbeda dengan Cassie yang langsung gemetar tubuhnya. Dia teringat foto yang ditunjukkan omanya
Laki laki yang hampir meno dai dan sudah menembaknya ada di sini?!
Cassie langsung merasa sangat takut.
Belum lagi orang orang yang sedang mengincarnya.
Mengapa banyak sekali orang orang jahat yang dia temui?
"No, no....I I am ok," ucapnya gugup walau berusaha tetap tenang. Tapi Cassie tau, pasti wajahnya sudah pucat pasi.
Malik merasa tambah aneh karena melihat keterkejutan di wajah gadis itu, lebih karena rasa takut.
Padahal dia yakin belum pernah bertemu gadis itu.
Sebelum mulutnya sempat bertanya, gadis itu sudah berjalan pergi.
Malik yakin gadis ini tidak dalam keadaan sehat
Dia cedera?
Tatapan Malik terus menyorot padanya hingga melihat ada seorang laki laki muda berseragam pengawal yang menghampirinya dan mengajaknya masuk ke dalam mobilnya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!