NovelToon NovelToon

Ayah Anakku Ternyata ... Suamiku

Bab 1 Teman Jahat

Viona membuka mata. Viona merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya. Betapa terkejutnya Viona saat membuka selimut, tidak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.

Viona beranjak dari tempat tidur, Viona kembali merasakan sakit di area bawah bagian intinya. Viona melihat ada banyak bercak merah di leher dan bagian dadanya.

"Ya Allah apa yang terjadi? Mengapa bisa begini?" Viona berjalan menuju kamar mandi.

Viona membersihkan bercak merah yang ada di leher dan dadanya. Viona terus saja menangis. Viona sama sekali tidak ingat apa yang barusan terjadi.

Viona ingat terakhir kali, mengantarkan pesanan kue ke rumah langganan ibunya. Sepulang dari sana, Viona mendapatkan telepon dari teman sekolahnya yang bernama Nura. Viona datang ke pesta ulang tahun yang di adakan secara dadakan oleh Nura. Viona datang dengan pakaian seadanya tanpa kado ke hotel.

Acara ulang tahun diisi dengan tiup lilin dan makan-makan. Viona meminum minuman yang diberikan Nura khusus untuknya. Setelah itu Viona merasakan sakit kepala. Viona perlahan meninggalkan kamar yang dipesan Nura bersama teman-temannya.

Saat Viona menyusuri lorong hotel, tangan Viona tanpa sengaja membuka salah satu kamar yang ada di sana. Viona terjatuh di lantai kamar sambil memperhatikan sekelilingnya yang terasa berputar. Pandangannya menghitam. Terakhir kali yang Viona rasakan, tubuhnya diangkat seseorang.

Viona memakai pakaian dan menutupi rambutnya yang basah dengan jilbab. Viona mengambil tasnya yang ada di lantai. Viona menemukan kartu debit berwarna hitam dengan secarik kertas bertuliskan 'Di dalam kartu ini ada sejumlah uang, PINnya 424242'.

"Aku bukan gadis semacam itu!"

Kembali Viona menangis meratapi nasibnya. Viona merasa jijik dan kotor. Viona meninggalkan hotel. Di depan hotel Viona bertemu dengan Nura dan teman-temannya.

"Viona, kemana aza kamu?" Nura menghampiri Viona.

Viona hanya diam, Nura mengantarkan Viona pulang ke rumahnya. Dan di sepanjang jalan Viona tidak juga membuka mulutnya. Viona mengucapkan terima kasih dan bergegas masuk ke dalam rumahnya.

Sementara itu Nura tersenyum sinis ke arah Viona. Nura yakin sudah terjadi sesuatu kepada Viona gadis cantik, pintar dalam segala hal, sholehah pokoknya segala hal positif tentang Viona Aisyah.

Nura iri dengan Viona yang selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolah. Nura selalu menjadi nomor dua. Padahal Nura lebih cantik dan lebih kaya dari Viona.

"Hallo," Nura mengangkat teleponnya.

"Mana gadis yang kamu janjikan itu? Sudah berapa lama aku menunggu. Kamu gak lagi bercanda kan!" terdengar suara dari balik telepon.

"Lho bukannya tadi dia bersama Abang?" Nura mengernyitkan keningnya.

"Pokoknya ganti rugi! Atau kamu yang akan aku makan!"

Nura mematikan teleponnya. Jadi selama berjam-jam Viona tadi ke mana. Nura membuang handphonenya ke kursi belakang mobil.

Nura berniat menghancurkan kehidupan Viona dengan mengumpankan Viona kepada lelaki hidung belang untuk melepas segel keperawanan Viona. Ternyata rencananya gagal. Nura melajukan mobilnya meninggalkan rumah Viona.

Sedangkan di tempat lain. Seorang pemuda ditemani seorang dokter di sebuah ruangan rumah sakit, terbaring lemah tak berdaya. Pemuda itu baru saja mengalami kecelakaan mobil.

Dari alam bawah sadarnya, pemuda itu mengingat kembali kejadian beberapa waktu yang lalu. Dia bertemu dengan seorang gadis di sebuah kamar hotel. Gadis itu tertidur di lantai. Dia yang pada saat itu dalam keadaan sedikit mabuk, mengangkat gadis itu ke tempat tidur.

Entah apa yang merasukinya, saat itu dia begitu bernafsu memandangi gadis yang terbalut pakaian tertutup. Perlahan dia membuka penutup kepalanya. Nampak lah rambut panjang bergelombang miliknya.

Pemuda itu memandangi wajah gadis itu, hidung mancung, alis matanya tebal bak semut beriring, bibirnya merah seperti buah ceri yang matang. Pemuda itu tanpa sadar membelai lembut wajah gadis itu.

Dan di luar dugaan, gadis itu menarik tangannya. Gadis itu seperti hilang kendali. Gadis itu mengecup bibir dan menciumi pipi pemuda itu. Pemuda itu tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya.

Dan sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi pada malam itu akhirnya terjadi. Si pemuda di bawah pengaruh alkohol sedangkan si gadis di bawah pengaruh obat perangsang. Mereka berdua melakukan hubungan intim di luar pernikahan.

Selang beberapa jam kemudian, pemuda itu mulai tersadar. Dia sangat menyesali perbuatannya. Sebelum gadis itu terbangun dari tidurnya. Pemuda itu mengeluarkan sebuah kartu dan menulis sesuatu di selembar kertas dan memasukkannya ke dalam tas ransel milik gadis itu.

Pemuda itu melihat tanda pengenal gadis itu kemudian dia memotretnya dengan ponselnya. Pemuda itu bergegas meninggalkan kamar hotel.

Rasa penyesalan teramat sangat menyerang pikiran dan hati pemuda itu. Dia pulang ke rumah. Dia masuk ke dalam rumah dan mencari kedua orang tuanya.

"Ma, Pa, Alva ingin menikah."

"Alva kok tiba-tiba?" Mama Alva memegang kening Alvaro.

"Alva, apa kamu telah berbuat sesuatu?" Papa Alvaro menatap tajam ke arahnya.

"Alva ingin menikahi gadis ini. Ma, Pa, please," sambil memohon Alvaro menunjukkan ponselnya.

"Alva, kamu kenapa? Sebelumnya Mama dan Papa sudah banyak mengenalkan gadis-gadis kepadamu tapi selalu saja kamu tolak. Kenapa harus dia?" Mama Alvaro takut anaknya kena santet.

Alvaro memandangi Mama dan Papanya. Alvaro takut berkata jujur. Alvaro telah merenggut kesucian seseorang. Alvaro harus bertanggung jawab. Tapi, Alvaro tidak sanggup berkata jujur.

Alvaro berlari keluar rumah. Alvaro masuk ke dalam mobilnya. Alvaro mengebut di jalan raya. Dan Alvaro tabrakan dengan mobil yang melaju kencang dari arah depannya.

"Dokter bagaimana keadaan Alva?" tanya Papa Alvaro.

"Cukup parah. Kakinya untuk sementara tidak bisa berjalan," jawab Dokter.

"Tolong Dok, kami ingin Alva sehat kembali," mohon Mama Alvaro.

"Alva selalu menyebut nama Viona. Siapa dia? Saya rasa Alva ingin sekali bertemu dengannya," kata Dokter.

Mama dan papanya Alvaro saling berpandangan. Ke mana mereka harus mencari gadis yang bernama Viona.

🌑 Di rumah Viona.

Viona kembali ke rumah di saat orang tua dan kakaknya sedang tertidur lelap. Viona kembali menangis. Viona sungguh tidak ingat apa yang telah terjadi.

Viona memandangi kartu yang ada di tangannya. Viona ingin sekali bertemu dengan orang yang telah meninggalkan jejak merah di tubuhnya. Viona ingin tahu alasan dia melakukan itu pada dirinya.

Ingin rasanya Viona curhat kepada mamanya seperti biasa. Tapi kali ini rasanya tidak mungkin. Viona mengambil air wudhu, Viona melaksanakan sholat isya. Viona mencurahkan segalanya kepada Sang Pencipta.

"Ya Allah, ampuni dosa hamba. Bagaimana hamba menjalani ini semua. Kasihani lah orang tua hamba. Jangan seret mereka ke dalam dosa hamba. Jangan jadikan hamba penghalang mereka untuk masuk ke dalam surga-Mu. Berikan hamba kekuatan menjalani hidup."

Viona terus berdoa dan tidak henti-hentinya memohon ampun. Masih memakai mukena, Viona tertidur di atas sajadah merah. Viona bermimpi berada di tempat luas yang penuh dengan bunga-bunga.

Viona mendengar suara yang berbisik kepadanya.

"Sabarlah, akan datang sebuah berita untukmu. Terimalah dia, jangan kamu tolak, jangan kamu hindari. Dia akan menjawab semua pertanyaanmu."

Viona terbangun dari tidur singkatnya.

"Berita apa? Apakah ini sebuah petunjuk? Aku akan menunggunya," Viona melepas mukena dan sajadahnya. Viona kembali memejamkan mata menunggu hari esok.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 2 Lamaran

Sejak kejadian hari itu, Viona membatasi dirinya bergaul dengan teman-temannya. Tidak terlihat lagi Viona yang ceria. Viona lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah. Setelah pulang sekolah Viona juga langsung pulang ke rumah.

Viona juga lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Orderan kue mamanya sekarang yang antar papanya. Mamanya melihat perubahan dari diri Viona. Mamanya dengan sabar bertanya apa yang terjadi kepadanya tapi Viona selalu saja bisa menyembunyikan kegelisahannya.

Sementara itu di rumah sakit, Alvaro berjuang untuk sembuh. Walaupun Alvaro tahu kakinya saat ini memerlukan banyak perawatan, setidaknya Alvaro bisa duduk saja sudah cukup.

Alvaro ingin segera bertanggung jawab kepada Viona. Rasa bersalah dan penyesalan ini begitu sangat menyiksanya. Alvaro meminta tangan kanannya mencari alamat Viona.

Assisten Alvaro memberikan informasi tentang keluarga Viona. Mama dan Papanya berjualan kue di depan rumahnya. Kakak laki-lakinya baru lulus kuliah dan baru diterima bekerja di kantor Alvaro.

"Siapa namanya?" tanya Alvaro.

"Bima Pratama," jawab Raka.

"Dia, meraih nilai tertinggi di kampus dan juga nilainya sempurna saat interview," Alvaro mengingatnya.

"Viona juga siswi berprestasi dan mendapatkan bea siswa di sekolahnya. Sebentar lagi Viona akan melaksanakan ujian sekolah," kata Raka.

Alvaro memerintahkan Raka untuk memesan semua kue yang ada di tempat Viona. Alvaro minta pesanan itu diantarkan ke rumah sakit. Raka langsung ke tempat Viona dengan motor matiknya.

Raka tiba di depan rumah Viona. Raka melihat sekilas Viona. Gadis berhijab manis, calon istri idaman Raka. Tapi Raka segera menepis khayalannya. Bosnya sekarang mengejar Viona. Raka tidak mungkin bersaing dengan bos sendiri.

"Permisi," Raka berdiri di depan kios Viona.

"Iya, bisa saya bantu?" Viona ramah melayani calon pembeli.

Raka dengan sopan bertanya kue apa saja yang ada. Dengan ramah Viona menunjukkan kue-kue yang ada seperti brownies panggang dan kukus, bolu susu, black forest potong dan juga aneka pastry dan roti.

Raka memborong semua sisa kue yang ada. Raka membayar tunai dan meminta semua pesanan kue itu diantar ke Rumah Sakit Ulin kamar Melati 5.

Terpancar kebahagiaan di wajah manis Viona, hari ini semua jualan mamanya laris manis. Viona membungkus semua kue dan meminta papanya mengantar semua kue itu ke rumah sakit.

Papanya menaruh semua kue ke dalam box yang ada di atas motor. Beliau pergi menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, papa Viona bertanya kepada suster di mana ruangan Melati 5.

Tibalah pak Dharma di depan ruangan Melati 5. Beliau di sambut Raka. Raka meminta pak Dharma masuk ke dalam ruangan. Pak Dharma melihat seseorang terbaring di atas tempat tidur pasien.

Raka meninggalkan pak Dharma dan Alvaro agar mereka bisa bicara di dalam dengan leluasa.

"Permisi Pak, kenalkan nama saya Alvaro Bagaskara," sapa Alva.

"Iya, nama saya Dharma," sahut pak Dharma.

Alvaro menarik napas panjang, Alvaro mempersilakan pak Dharma untuk duduk di sofa. Alvaro kemudian mengutarakan niatnya untuk melamar Viona.

Seperti orang tua pada umumnya, pak Dharma bertanya apakah Alvaro dan Viona sebelumnya saling mengenal. Alvaro menjawab tidak.

Alvaro kembali menarik napas panjang. Alvaro dengan berlinangan air mata menceritakan kejadian hari di mana dia dan Viona melakukan hubungan suami istri di hotel.

Dharma menatap penuh kebencian kepada Alvaro. Dharma mengepal erat jemarinya. Dharma bangkit dari tempat duduknya menghampiri Alvaro dan melayangkan pukulan keras ke wajah tampan Alvaro.

PLAK!

Tamparan yang begitu keras. Alvaro meringis menahan sakit. Dharma mencengkram kerah Alvaro.

"Silakan Pak, saya pantas menerimanya. Viona saat itu diberikan obat perangsang oleh seseorang. Dan saya saat itu juga dalam keadaan mabuk. Saya habis meeting dengan klien di hotel. Viona tiba-tiba sudah ada di dalam kamar. Sumpah Pak, ini semua di bawah kendali kami."

Alvaro juga menyampaikan niatnya untuk melamar Viona kepada orang tuanya. Orang tuanya juga menanyakan alasan Alvaro kenapa memilih Viona.

"Maaf Pak, saya pengecut. Saya tidak sanggup mengakui perbuatan saya di hadapan kedua orang tua saya. Saya begitu takut. Tapi saya benar-benar ingin bertanggung jawab kepada anak Bapak," Alvaro menangis.

"Dan malam itu juga saya berniat mencari alamat Viona, tapi malang saya mengalami kecelakaan. Kaki saya tidak bisa digerakkan. Untung Raka bisa menemukan alamat Bapak." Alvaro mengatupkan kedua tangannya.

"Pak, Viona tidak bersalah. Ada yang ingin menjebak Viona malam itu. Saya yang harus disalahkan. Saya siap menerima hukuman dari Bapak apapun itu."

Dharma melepaskan cengkramannya. Dharma kembali duduk di atas sofa. Dharma sekarang mengerti mengapa sifat Viona berubah. Viona sama seperti Alvaro tidak berani jujur.

Tidak berapa lama Raka masuk ke dalam ruangan dengan membawa tab di tangan. Raka menunjukkan sebuah video kepada Alvaro. Kemudian video itu ditunjukkan Raka kepada Pak Dharma.

"Benar, Viona izin hari itu pergi ke ulang tahun Nura," Pak Dharma memperhatikan video.

Di dalam video itu terlihat di luar pintu ada seorang pria memberikan segelas minuman kepada Nura. Setelah beberapa menit terlihat Viona keluar dari kamar Nura dengan sempoyongan. Viona menghilang dari rekaman CCTV.

Dan seorang pria kembali menunggu di depan kamar Nura. Pria itu yang memberikan minuman kepada Nura. Setelah menunggu lama pria itu meninggalkan kamar Nura dengan ekspresi marah.

Pak Dharma kemudian keluar dari ruangan Alvaro dan meninggalkan rumah sakit. Dengan perasaan kaget campur sedih, pak Dharma kembali pulang ke rumah. Pak Dharma melihat Viona yang diam di meja makan sambil menghabiskan makanannya.

Terdengar bunyi ketukan pintu. Mama Viona membuka pintu dan menyuruh tamu mereka untuk duduk di ruang tamu. Mama Viona masuk ke dalam.

"Pa, ada tamu di luar cari Papa," panggil mama Viona.

Pak Dharma menuju ruang tamu. Tak disangka ternyata yang datang adalah Carlo sahabatnya yang bertahun-tahun lamanya tidak pernah bertemu. Dia datang bersama istrinya.

Dharma dan Carlo saling berpelukan melepaskan rindu.

"Carlo Baskara, ada angin apa kamu datang kemari?"

"Ternyata ini rumah kamu. Dharma lama kita tidak bertemu."

"Silakan duduk," Dharma duduk di samping Carlo.

Carlo dan istrinya kemudian menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu kepada Dharma. Anak mereka tiba-tiba saja ingin melamar seorang gadis bernama Viona. Dan hari itu juga dia mengalami kecelakaan.

"Siapa nama anakmu?" tanya Dharma.

"Alvaro, Alvaro Bagaskara," jawab Carlo.

Dharma terdiam. Ternyata Alvaro adalah anak dari sahabatnya Carlo. Alvaro jujur, dia tidak main-main ingin bertanggung jawab kepada Viona.

Carlo dan istrinya juga tidak mengetahui alasan sebenarnya Alvaro melamar Viona. Dharma bertanya di dalam hati, apakah Alvaro menikahi Viona hanya untuk bertanggung jawab. Apakah nantinya setelah dia bertanggung jawab Viona akan disia-siakannya.

Dharma tidak bisa menjawab. Dharma berpikir jauh ke depan, bagaimana seandainya Viona hamil dan tidak ada seorang pun yang mau menikahinya.

Dada Dharma terasa sesak, keringat dingin membasahi wajahnya, wajahnya tampak pucat.

"Dharma, Dharma," Carlo menepuk wajah Dharma.

Talia berlari masuk ke dalam memanggil mamanya Viona. Viona dan mamanya ke ruang tamu. Mereka mendapati Pak Dharma yang sudah tidak sadarkan diri.

"Pa, Papaaaaaaa!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 3 Dikejar Preman

Pak Dharma dibawa ke rumah sakit. Pak Dharma hanya syok, beliau harus istirahat di rumah sakit untuk beberapa hari. Sebagai seorang sahabat, Carlo menempatkan Dharma di ruangan terbaik dengan perawatan yang juga terbaik.

Carlo, Talita akhirnya memberitahukan kedatangan mereka kepada Viona dan Warda di luar ruangan Dharma.

"Maksudnya, Anda berdua ke rumah melamar Viona untuk anak Anda?" tanya Warda.

Talita memberitahu mereka, sekarang anaknya ada di ruangan sebelah. Dia mendapatkan kecelakaan. Talita meminta tolong kepada Viona untuk menjenguk anaknya ke ruangan sebelah.

Setelah dibujuk mamanya, Viona memberanikan diri ke ruangan sebelah. Viona dengan ragu mengetuk pintu. Terdengar suara dari dalam, Viona perlahan membuka pintu.

Viona berdiri di depan pintu. Alvaro menatap Viona. Pandangan mereka bertemu, ada getaran di dalam dada yang tidak bisa mereka jelaskan. Alvaro mencubit keras lengannya.

"AAAAGGHHHHH!"

Spontan Viona berlari masuk ke dalam dan menghampiri Alvaro.

"Ada yang sakit? Saya panggilin Dokter."

"Eh tidak usah, gak apa," Alvaro mengusap lengannya.

Mereka berdua kembali diam. Alvaro menyuruh Viona untuk duduk di sofa. Alvaro memperkenalkan dirinya begitu juga dengan Viona. Tanpa basa basi Alvaro mengutarakan keinginannya meminang Viona untuk menjadi istrinya. Tapi Viona secara halus menolak dengan alasan dia masih berstatus sebagai pelajar.

Alvaro tidak mempermasalahkan. Mereka akan merahasiakan pernikahan mereka sampai Viona siap. Alvaro juga tidak akan menuntut banyak kepada Viona. Viona bebas melakukan apa saja Alvaro tidak akan membatasi ruang geraknya. Viona juga bisa melanjutkan kuliahnya.

"Maaf, saya tidak pantas untuk Anda," sahut Viona.

"Apakah kamu menolak karena kondisi saya? Iya, saat ini saya dinyatakan lumpuh. Saya baru mengalami kecelakaan. Saya maklum," jawab Alvaro.

"Maaf, bukan maksud saya begitu. Kita belum saling mengenal," Viona merasa tidak enak hati.

"Seiring waktu kita pasti akan saling mengenal. Aku harap kamu memikirkan lamaran saya," ucap Alvaro.

Alvaro penuh pengharapan menatap Viona. Sungguh perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Alvaro yang sebelumnya menyukai wanita-wanita berpakaian minim, kini jatuh cinta kepada Viona yang terbungkus pakaian panjang yang menutupi auratnya.

Alvaro kembali mengingat malam panas mereka. Alvaro kembali dihantui rasa bersalah. Alvaro menundukkan pandangannya. Alvaro malu menatap Viona lebih lama. Tidak terasa air mata menetes di matanya.

Tidak berapa lama, kedua orang tua Alvaro masuk ke dalam. Viona langsung berpamitan kepada Alvaro. Viona juga berpamitan kepada Carlo dan Talita. Tidak lupa Viona juga mencium punggung tangan kedua orang tua Alvaro.

Viona berdiri di depan ruangan papanya dirawat. Viona memegang dadanya yang berdegup sangat cepat. Viona tidak tahan lama-lama berada di dekat Alvaro. Ada perasaan ingin merawat Alvaro. Viona sedikit sedih melihat Alvaro yang tidak bisa lagi berjalan.

Viona masuk ke dalam ruangan pak Dharma dirawat. Viona melihat mamanya yang tertidur di tempat tidur tamu. Viona berdiri di samping papanya. Viona memandangi wajah papanya.

"Pa, maaf. Apa Viona mengganggu tidur Papa?" tanya Viona.

"Tidak. Ada yang ingin Papa tanyakan sama Viona. Apakah Viona sayang sama Papa?"

"Tentu saja Pa," Viona mencium kening Dharma.

"Sayang, kamu sudah tau kan maksud dan kedatangan Om Carlo dan Tante Talita?"

Viona tahu arah pembicaraan ini mau ke mana. Viona mengangguk.

"Papa ingin kamu menerima lamaran Alva. Tapi ...."

"Kenapa Pa?"

"Alva mengalami kecelakaan, kakinya lumpuh. Apa kamu bersedia menerimanya apa adanya?"

"Pa, Viona masih muda. Viona masih ingin melanjutkan sekolah. Kami juga tidak saling mengenal. Dan ... Viona tidak pantas untuknya," mata Viona berkaca-kaca.

"Sayang, Papa kenal baik dengan Om Carlo. Papa percaya dengan Alva. Dia pasti akan menjadi suami yang baik untukmu."

"Tapi Pa ...."

"AAAGGGHHHH!"

Dharma memegang dadanya. Viona menekan tombol yang ada di ruangan itu. Tidak berapa lama Dokter dan perawat datang memeriksa Dharma. Dharma kemudian berisitirahat.

"Dok, Papa saya kenapa?" tanya Viona.

"Jantung Pak Dharma saat ini sangat lemah. Untuk sementara jangan membuat Pak Dharma banyak pikiran. Biarkan beliau istirahat."

Dokter dan perawat keluar dari ruangan Dharma. Viona kembali memandangi papanya yang tertidur pulas. Viona juga memandangi mamanya yang sedari tadi terlelap.

Viona masuk ke dalam kamar mandi, mengambil air wudhu. Viona membuka aplikasi di dalam ponselnya. Viona membaca ayat-ayat suci di dalam hati. Sampai Viona lelah dan tertidur di atas sofa.

Keesokan paginya seperti biasa Viona kembali masuk ke sekolah. Pagi-pagi sekali Viona dijemput Kakaknya Bima dari rumah sakit menuju sekolah. Tanpa sengaja Viona melihat Nura bicara dengan seorang pria bertampang preman di samping gang sekolah yang masih sepi.

Pria itu berambut panjang, penuh dengan tato. Viona sebelumnya cuek dengan urusan orang lain, tapi entah kenapa Viona sangat penasaran kali ini.

Viona membelalakkan kedua matanya, mulutnya terbuka lebar, Viona tidak percaya, Nura yang selama hampir 3 tahun ini menjadi temannya tega berniat jahat padanya.

Rupanya di hari ulang tahunnya kemarin, Nura sengaja memberikan sebuah minuman kepadanya. Dari yang Viona dengar, minuman itu dicampur dengan obat perangsang.

"Astaghfirullah, tega kamu Nura!" teriak Viona.

"Dia Bang orangnya," Nura menunjuk ke arah Viona.

"Cantik, sungguh cantik," preman itu melihat Viona dari atas sampai bawah. Dia juga melap air liur yang menetes di sudut bibirnya.

"Nura, selama ini kamu menganggap aku apa? Apa salahku hingga kamu tega?" Viona menangis.

"Hei Viona. Gue benci lu. Lu selalu menjadi penghalang gue. Semua yang gue suka diambil oleh lu. Gara-gara lu, gue menjadi peringkat kedua. Gara-gara lu, bokap dan nyokap gue mencap gue anak yang malas, tidak fokus belajar. Gara-gara lu, cowok yang gue sukai jatuh cinta sama lu. Gue benci! Gue benci!" Nura berteriak di depan Viona.

"Kamu jahat Nura. Apa kamu gak mikir? Kamu bisa saja merusak masa depanku."

"Itu yang gue mau. Lu akan malu, sakit hati. Apa jangan-jangan, lu sekarang sudah tidak perawan?" ejek Nura.

"Jaga mulutmu!" Viona merasa tidak senang.

"Satu-satunya cara membuktikan dia perawan atau tidak, dengan mencicipinya. Ayo Viona ikut Abang," preman itu dengan tatapan mesum mendekati Viona.

Viona mundur beberapa langkah. Viona memandangi sekeliling jalan yang masih sepi. Viona secepat mungkin berlari menghindari kejaran preman. Saking paniknya Viona berlari meninggalkan kawasan sekolah.

"Toloooooooooong!" Viona berteriak.

Preman itu semakin kencang mengejar. Preman itu berhasil meraih tas punggung Viona. Dia menariknya menghentikan langkah Viona. Viona melakukan perlawanan dengan menendang kuat sesuatu yang menegang di balik celana preman itu.

"AAGGGGHHHHH!"

Preman itu melepaskan pegangannya. Dia meringis, menahan sakit sambil memegang bagian tengah bawah tubuhnya. Preman itu berguling di aspal.

Viona terus saja berlari tanpa memperhatikan jalan. Dan tiba-tiba saja Viona merasa tubuhnya tinggi melayang dan Viona merasakan tubuhnya tertimpa sesuatu yang mampu membuat Viona tidak sadarkan diri.

BRUUUUKKK!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!