NovelToon NovelToon

Terpikat Pesona Suami Brondong

Bab. 1

Perempuan cantik berusia 33 tahun itu sudah berulang kali mencoba pakaiannya, tapi sampai detik ini juga belum ada yang mengena di hatinya.

“Kenapa semua baju-bajuku modelnya ketinggalan jaman,” gerutunya.

Beberapa potong pakaian sudah berceceran di atas ranjangnya, hampir keseluruhan isi lemarinya sudah berpindah tempat.

“Ck.. ck.. Astaganaga, ini kamar apa kapal pecah sih!?” olok seorang gadis yang tidak kalah cantik dengan pemilik kamar yang baru saja masuk ke kamar tersebut.

“Aku tidak ingin tampil jelek di depan calon kakak ipar Kamu, masa gue ngedate sama calon suami penampilanku biasa-biasa saja,” balasnya yang kembali mengeluarkan koleksi pakaiannya dari dalam lemari.

“Kakak saja yang nggak mau beli baju baru malah setiap habis gajian selalu belikan ini itu untuk calon suaminya kakak,” ejeknya.

“Kamu sotoy banget Dek! Wajar saja kakak belikan apapun untuk calon suaminya kakak agar dia tidak selingkuh dibelakangku. Lagian aku gak rugi-rugi amat kok kan hanya sesekali juga itupun hanya barang-barang murah,” kilahnya.

“Gue heran sama kakak kenapa sih mau berkorban banyak sama kak Dimas padahal dia juga sudah kerja, punya gaji gede malahan gajinya lebih tinggi dari kakak Erina,” ujarnya lagi.

Perempuan yang disapa Erina tersenyum menanggapi ucapan adik bungsunya,” Elma kamu itu masih kecil belum paham apa yang kakak lakukan, suatu saat kalau kamu punya kekasih pasti akan mengerti kenapa kakak melakukannya.”

“Terserah kakak Erina saja semoga kak Dimas serius ingin menikahi kakak,” ucapnya pasrah karena dia tidak mungkin memaksakan kehendaknya kepada kakak sulungnya itu.

“Ada apa nih kok rame banget?” Tanyanya perempuan yang baru datang masih memakai seragam ASNnya.

“Aku bingung nih dek, coba bantuin kakak pilih outfit yang pantas dan paling bagus aku pakai malam ini,” pintanya Erina.

Esra mengambil sebuah pakaian semi formal berwarna abu-abu muda dipadukan dengan kemeja putih dan blazer senada dengan celananya.

“Ini kayaknya cocok dengan kakak, coba deh,” pintanya Esra.

Erina segera mengambil pakaian yang disodorkan oleh adiknya kemudian mencobanya dan bercermin untuk memastikan apakah cocok di tubuhnya atau tidak.

Erina bahkan berputar-putar layaknya seorang model profesional yang memperagakan busana saja.

“Ini baru perfect! Kamu memang paling memahami gaya busananya kakak. Makasih banyak dek cantik,” Erina memeluk adiknya.

“Sama-sama kakak, kami adik-adiknya kakak pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaan kakak,” balasnya Esra.

“Ya Allah apakah aku sampaikan kepada kakak Erina atau aku diam saja tentang kekasihnya kak Dimas,” batinnya Esra.

Sebenarnya Esra sedih melihat kakaknya yang sungguh gembira karena akan berkencan dengan calon suaminya.

“Kalau aku sampaikan pasti kak Erina bakal sedih dan hancur karena ternyata calon tunangannya tidak seperti yang diimpikannya,” Esra membatin.

Berselang beberapa menit kemudian…

Erina segera berpamitan kepada kedua orang tuanya karena sudah jam tujuh lewat. Dia janji kencan dengan Dimas calon suaminya itu.

Erina grogi dan nervous karena dia akan bertemu dengan pria yang sudah dua tahun ini menjalin hubungan dengannya.

Kedua orang tua mereka pun sudah merestui hubungan mereka. Kedua keluarga besar mereka pun telah sepakat akan melangsungkan pernikahannya pertengahan tahun ini.

Senyuman manis terpatri di wajah ayunya," Alhamdulillah akhirnya sampai juga,” gumamnya.

Erina memarkirkan mobilnya di salah satu tempat parkir khusus roda empat. Dia tidak mengecek ponselnya padahal Dimas mengirimkan pesan chat kepadanya kalau kencan mereka malam ini batal.

Senyuman tak pernah pudar dari wajahnya yang cantik jelita meski dia sudah kepala tiga tapi aura kecantikannya semakin terpancar.

“Bismillahirrahmanirrahim lancarkan pertemuan kami ya Allah,” gumamnya sambil mengunci pintu mobilnya.

Baru saja hendak melangkahkan kakinya menuju ke arah dalam kafe, kedua pasang matanya melihat siluet seorang pria yang sangat dikenalnya.

Tentu saja dia mengenal baju itu karena dialah yang membelikan pakaian tersebut untuk kekasihnya sebulan yang lalu.

Dia memicingkan matanya untuk memastikan apakah penglihatannya benar atau tidak. Langkah kakinya menuntunnya ke arah orang yang baru saja turun dari mobil berwarna putih itu.

Pria itu tak sungkan mengecup bibir kekasihnya dengan begitu mesranya tanpa rasa malu, padahal mereka sedang berada di tempat umum.

Dunianya seolah berhenti berputar melihat Dimas berciuman dengan perempuan lain. Bagaikan godam yang menghantam jantungnya melihatnya tanpa risih.

Erina menutup mulutnya saking terkejutnya melihat siapa orang itu. Hatinya mendidih terbakar api amarah dan cemburu buta melihat pria yang begitu dicintainya dan disayanginya berciuman di depannya.

Tangannya terkepal kuat, dadanya bergemuruh hebat menahan rasa benci dengan kelakuan pria yang telah melamarnya itu. Erina menambah kecepatan langkahnya menuju ke arah Dimas.

“Ini tidak boleh dibiarkan! Gue harus menuntut penjelasan dari pria brengsek itu!” murkanya Erina yang hanya dalam sekejap api asmara berubah menjadi api kebencian.

Erina tanpa aba-aba langsung menarik rambut perempuan itu dan menampar wajah perempuan itu beberapa kali.

“Rasakan wanita murahan!!” amuk Erina.

Kedatangan Erina tak disangka-sangka oleh Dimas dan kejadian ini sungguh begitu cepat terjadi di depan matanya sehingga dia tidak sanggup mencegah pukulannya Erina.

Plak! Plak!!

Bagaikan alunan melodi yang bertalu-talu tamparan yang dilayangkan oleh Erina ke kedua sisi pipi perempuan yang tidak dikenalnya.

“Auhh,, ahh sakit! Tolong mas Dimas!” ratapnya perempuan itu.

Perempuan yang mendapatkan tamparan bertubi-tubi hanya mampu mengelus pipinya yang perih dan panas.

“Hentikan! Apa yang kamu lakukan!?” Dimas memegangi tangannya Erina.

Erina menghempaskan cekalan tangannya Dimas di pergelangan tangannya dengan kuat.

Erina tertawa mengejek, “Haha!? Kamu bertanya padaku! Kamu bego apa buta ha!?” Erina menutup mulutnya,” apa gue harus belikan kamu kacamata agar kamu bisa melihat dengan jelas! Mumpung gue baru gajian nih!” Sarkas Erina.

“Mas pipiku ngilu banget, dia sungguh kejam padaku mas,” keluhnya perempuan itu sambil memeluk Dimas tapi tatapan mata mengejeknya tertuju pada Erina.

“Gimana ha!? Sakit gak? Kalau sakit alhamdulilah gue bersyukur banget malah dan memang Lo pantas mendapatkannya!” Hinanya Erina.

Erina menatap nyalang ke arah perempuan tak tahu diri itu, “Masa kamu enggak bisa bedakan orang yang ditampar dengan orang yang tak tahu malu berciuman di depan umum!”

“Dasar perawan tua! Apa kamu sudah tidak punya akal waras sehingga kamu menampar wajahnya kekasihku!?” bentak Dimas.

Erina membulatkan matanya mendengar ucapan dari calon suaminya. Bibirnya bergetar tangannya sampai tremor saking terkejutnya dengan fakta yang tak terduga itu.

“Betul banget seratus buat Lo! saking tidak warasnya pikiranku sampai-sampai aku terpedaya dan tertipu oleh omongan kosongmu!” dengusnya Erina.

Perempuan itu semakin mengeratkan pelukannya ke tubuh Dimas dan berpura-pura bahwa dia adalah perempuan yang paling terzalimi dan teraniaya.

Dimas menatap jengah ke Erina,” aku itu tidak pernah mencintai ataupun menganggap kamu adalah calon istriku, Gue itu cuma memanfaatkan kebaikan kamu termasuk uang dan koneksi papamu dan perlu kamu ketahui gue hanya menyukai Rena bukan kamu wanita kolot!”

“Kasihan kasihan… emang enak jadi perempuan tua yang tak laku-laku!” cibir Rena itu.

“Kamu itu terlalu tua untukku! Umur kita itu berbeda enam tahun! Amit-amit jabang bayi deh punya istri perawan tua kayak Lo bisa-bisa kalau gue nikah sama kamu gue gak punya keturunan karena kamu sudah tuir!” sarkas Dimas tanpa peduli dengan rasa sakit dan kecewa yang dirasakan oleh Erina.

Erina tanpa tedeng aling-aling langsung menampar wajahnya Dimas.

Plak!!

“Ups! Sorry mulut Lo bau comberan soalnya,” olok Erina.

Dimas mengusap wajahnya yang ngilu karena kekuatan tamparan dari Erina terbilang cukup kuat.

“Mulai detik ini kita putus dan pertunangan kita berdua batal!” Dimas meninggikan volume suaranya seolah-olah agar orang-orang mengetahui aibnya Erina.

“Nggak apa-apa, gue malah beruntung karena keburukan dan kebusukan kamu akhirnya terbongkar juga,” ujarnya Erina.

Dimas dan perempuan yang bernama Rena cepat-cepat pergi dari sana karena dia muak melihat Erina.

“Hey tunggu! Jangan pergi dulu! Buru-buru amat!” Erina berjalan ke arah kedua pasangan sejoli yang dimabuk asmara itu.

“Ada apa lagi!?” ketus Dimas.

Erina mengulurkan tangannya,” Serahkan cincin pertunangan kita. Gue beli pakai uangku itu apa kamu lupa!?”

Erina semakin berjalan ke arah depan kedua pasangan kekasih itu. Erina sedih dan kecewa tapi dia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain.

Dimas melepaskan cincin yang ada dijari manisnya. Cincin yang bertahtakan berlian kecil berinisial nama mereka.

“Jangaan lupakan kartu kredit serta kartu debit punyaku yang kamu pinjam!” Erina tak kalah mengeraskan suaranya.

Beberapa orang memperhatikan apa yang mereka perbuat bahkan tak sedikit orang yang merekam menjadikan kejadian labrak melabrak pelakor menjadi konten mereka.

Semua orang seketika berteriak histeris ketika mendengar ucapannya Erina,” dasar pria matre! Pria mokondo!” cibir orang-orang.

Wajahnya Dimas memerah menahan rasa amarahnya karena sudah dipermalukan oleh perempuan yang sudah menjadi mantan kekasihnya.

“Sayang sini kartu kredit sama ATM yang minggu lalu mas berikan,” bisiknya Dimas.

Rena sangat jengkel karena ternyata semua barang-barang yang diberikan kepadanya pemberian dari Erina. Dengan berat hati dia mengembalikan milik Erina.

“Anak pinter! Gitu dong kalau bukan milik kamu yah dibalikin!” sindir Erina kemudian berjalan meninggalkan tempat itu setelah mendapatkan atm-nya.

Dimas pun buru-buru pergi bersama selingkuhannya sedangkan kekasihnya misuh-misuh karena dia tidak bebas shoping lagi.

Erina berjalan cepat ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi tak tentu arah.

Hujan mengguyur kota Jakarta malam itu semakin menambah rasa sedih yang dirasakan oleh Erina. Seolah bumi dan langit ikutan sedih melihat kondisinya.

Dia menghentikan mobilnya di salah satu jembatan yang dilaluinya. Hujan deras tak menyurutkan niatnya, ia terus berjalan menyusuri trotoar hingga sampai di ujung jembatan.

Tubuhnya basah kuyup tak dipedulikannya bahkan dia sudah menggigil menahan dinginnya air hujan.

Erina berteriak lantang,” argh!! Gue benci loh Dimas! Gue sumpahin Lo menikah dengan perempuan yang lebih tua dariku!”

Kepalanya tiba-tiba pusing, pandangannya mengabur, tubuhnya gemetaran menahan rasa dingin yang menusuk ke tulangnya, jalannya sempoyongan.

Byur!!!

Hingga terdengar lah suara benda jatuh ke dalam air.

Bab. 2

Erina terjatuh ke dalam air karena kepalanya yang tiba-tiba pusing, penglihatannya berkunang-kunang sehingga dia berjalan sempoyongan dan kakinya yang tergelincir.

Byur!!

“Ahhh!” Teriaknya sebelum terjatuh ke dalam dasar sungai malam hari itu.

“Hey! Jangan bundir!” Teriak seorang pria yang menganggap kalau Erina berniat bunuh diri.

Dia gegas memarkirkan motornya sembarang tempat dan berlari cepat untuk menolong Erina, tapi usahanya sia-sia karena Erina sudah terjatuh ke dalam sungai.

Pria itu celingak-celinguk mencari keberadaan Erina, tapi tidak ditemukan keberadaan wanita cantik itu.

“Astaga dragon! Kenapa semakin banyak saja orang-orang yang nekat mengakhiri hidupnya karena gara-gara putus cinta,” tebaknya yang sok tahu.

Pria itu mengambil hpnya dan mulai menyenter ke bawah hingga tatapan matanya tertuju kepada sebuah tangan yang terus menggapai ke atas karena tubuhnya timbul tenggelam.

Pria itu tanpa berpikir panjang langsung terjun bebas dari atas jembatan yang airnya cukup dalam.

Erina sebenarnya bisa berenang tapi, kakinya kram sehingga dia kesulitan untuk menyelamatkan diri.

“Astaghfirullahaladzim kenapa kakiku nggak bisa digerakkan?”

Arus air semakin deras karena debit air sungai bercampur dengan air hujan mengakibatkan Erina semakin kesulitan untuk berenang ke tepian sungai.

“Ya Allah maafkan atas semua salah dan khilaf hamba. Mama, Papa maafin Erina.” Cicit Erina yang tubuhnya semakin terseret arus aliran sungai.

“Hey! Apa kamu baik-baik saja!?” Tanyanya pria itu yang ingin memastikan apakah penglihatannya tidak salah.

Pria itu semakin mempercepat gerakan renangnya meski dia pun kesulitan untuk melakukannya karena kondisi air sungai yang keruh menghambat usahanya.

“Tolong! Aku belum siap mati!” Erina membalas teriakan orang yang berusaha menyelamatkannya.

Butuh waktu lama hingga pria itu bisa memegang tangannya Erina yang hampir saja terseret jauh oleh arus derasnya air malam itu. Tubuh keduanya terbawa arus derasnya air sampai beberapa meter jauhnya.

Kondisi Erina pun tak sadarkan diri karena terlalu banyak air masuk kedalam tubuhnya melalui telinga dan mulutnya.

“Bertahanlah, aku akan berusaha untuk menyelamatkanmu,”

Pria itu memeluk tubuh Erina dan berjuang sekuat tenaga membawa Erina yang sudah pingsan ke tepian sungai.

Petir dan guntur saling bersahut-sahutan, angin semakin bertiup kencang begitupun hujan yang membasahi bumi semakin lebat pula.

“Baru kali ini gue ketemu dengan perempuan yang bodinya hampir sama tinggi denganku,” gerutunya yang nafasnya ngos-ngosan.

Karena bobot tubuh sang polwan cantik yang tinggi semampai sehingga menyulitkan proses penyelamatannya.

Tapi karena, niatnya yang tulus dan pantang mundur sehingga dia berhasil menyeret tubuhnya Erina ke hulu sungai.

Pria itu menidurkan Erina di atas rerumputan, dia mengatur nafasnya yang tersengal-sengal karena kelelahan.

“Alhamdulillah akhirnya berhasil juga menyelamatkannya. Semoga saja masih hidup,” lirih pria itu yang ikut berbaring di atas rumput sambil mengatur nafasnya.

Air hujan mengenai wajahnya tak dipedulikannya yang paling penting saat ini dia bisa mengatur pernafasannya terlebih dahulu.

“Gue harus bawa kemana wanita ini?” Akmal kebingungan.

Dia memperhatikan sekitarnya dan senyuman tersungging di bibirnya ketika melihat ada rumah-rumah kecil yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berada.

“Untuk sementara berteduh saja di sana kalau hujannya reda barulah kami balik ke rumah,” gumamnya sambil menggendong Erina layaknya karung beras.

Tubuhnya yang tinggi atletis, otot bisep lengannya nampak terbentuk dengan baik selayaknya otot yang sering ditempa di tempat gym.

‘OMG! Kenapa perempuan cantik ini tubuhnya sungguh berat, apa seberat dosanya yah?’ keluhnya.

Hanya butuh beberapa langkah saja mereka berdua sudah sampai di depan balai-balai yang tak berpenghuni itu.

“Gelap juga, apa memang nggak pernah ada orang yang datang ke sini?”

Pria itu menidurkan tubuhnya Erina, tapi pandangannya malah tertuju pada buah dadanya Erina yang nampak terekspos karena baju yang dikenakan oleh Erina sudah basah sehingga nampak tembus pandang.

Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar,” astaghfirullahaladzim kenapa ukurannya pas banget dengan kepalan tanganku, kayaknya 34/85.”

Pria itu langsung menepuk pelan bibirnya yang keceplosan karena malah memikirkan ukuran size cup milik Erina.

“Astaghfirullah aladzim maafkan Akmal ya Allah, ampuni hambaMu yang tak berdaya ini telah melihat hal-hal yang tak sepantasnya aku lihat, tapi apakah ini namanya nikmat mana lagi yang kamu dustakan,” cicitnya Akmal.

Akmal Amelio Arshaka pemuda berusia 19 tahun adalah mahasiswa jurusan pertanian semester 4. Dia adalah pendatang yang merantau di ibu kota Jakarta demi cita-citanya menjadi seorang insinyur pertanian.

Anak dari dua bersaudara dan kebetulan dia adalah anak kedua dari pasangan Bu Ulfa dan Pak Raffi.

“Bukan gue yang salah yah Allah masalahnya branya perempuan ini sendiri yang nampak di mata mau tidak mau pasti gue pelototin, tapi nggak apa-apa juga lihat-lihat dikit-dikit mumpung belum sadar.”

Lanjutkan dek itu namanya rezeki nomplok atau bisa dibilang jackpot besar kapan lagi bisa berada dalam posisi seperti itu kan? Pikiran kotor othor jangan ditiru yah dek yah jangan Hihi.

Keheningan terjadi di dalam gubuk kecil yang hampir reog itu, Akmal mencari benda apa saja yang bisa dipakai nya untuk menutupi tubuhnya yang tiba-tiba menggigil menahan dinginnya udara malam itu.

Akmal menghela nafasnya dengan berat karena tidak ada apapun yang bisa dipakai untuk menutupi tubuhnya dengan Erina.

Akmal menepuk keningnya karena baru teringat kalau Erina belum sadar.” Astaganaga! Kenapa gue sampai melupakan kalau wanita cantik ini belum siuman.”

Akmal mulai membantu Erina agar segera sadar, ia melakukan segala cara untuk menyadarkan Erina.

Akmal memeriksa jalan nafas,” Alhamdulillah masih hidup.”

Dia kemudian melakukan resusitasi jantung paru-paru atau lebih dikenal dengan nama CPR.

“Ayo bangun Mbak, apa Kamu nggak capek tiduran mulu kayak putri tidur saja, jangan-jangan Lo ga nelan air tapi malahan makan apel beracun,” celotehnya Akmal sambil terus menekan dadanya Erina tapi usaha itu sia-sia.

Akmal mulai memeriksa tanda-tanda vital pada tubuhnya Erina,” Alhamdulillah bagus tapi kenapa belum sadar juga. Kenapa sih Mbak doyan amat tidur cantik kayak gini.” Akmal bersungut-sungut.

Akmal kebingungan untuk melakukan pertolongan terakhir atau gimana karena mereka bukanlah saudara lebih-lebih bukan mahram ataupun muhrim.

“Nggak ada jalan keluar lainnya sebaiknya gue berikan pernafasan buatan dan semoga saja secepatnya siuman,”

Akmal melakukan nafas buatannya, percobaan pertama gagal, kedua pun sama.

Akmal sampai-sampai frustasi dibuatnya meskipun ada keuntungan terselubung yang dia dapatkan dengan memberi nafas buatan.

“Bibirnya manis banget,” ceplosnya.

Akmal kembali merutuki kebodohannya.

“Bismillahirrahmanirrahim moga saja ini berhasil,”

Akmal melakukan berulang-ulang upayanya yang belum berhasil tapi, kali ini berhasil. Erina terbatuk-batuk sampai-sampai banyak air yang keluar dari mulutnya. Akmal tersenyum gembira karena akhirnya Erina sadar juga.

“Syukur Alhamdulillah makasih banyak ya Allah,” Akmal sampai-sampai bersujud saking bahagianya melihat Erina yang sudah sadar.

Erina melirik ke arah pria yang berbicara tepat di sampingnya.

“Kamu siapa?” Tanyanya Erina yang suaranya cukup lirih.

“Gue orang yang dikirim oleh Allah SWT untuk menolong wanita yang hendak bunuh diri,” jawabannya Akmal.

Erina berusaha mengingat-ingat apa yang sudah dialaminya hingga dia teringat ketika terjatuh dari atas jembatan

“Makasih banyak sudah rela menolongku untungnya kamu membantuku, tapi kita sekarang ada dimana?” tanyanya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan sempit itu.

“Panjang kalau gue jelasin sama Mbak, yang jelasnya jangan sekali-kali coba-coba untuk mengakhirinya hidup Mbak dengan cara bunuh diri. Untungnya gue kebetulan lewat jadi Mbak terselamatkan,” imbuhnya panjang lebar.

“Jam berapa sekarang? Aku harus balik ke rumah pasti kedua orang tuaku khawatir dengan keadaanku,”

“Kayaknya sudah jam dua belas malam lewat sedikit,” jawabnya.

Akmal melihat ke arah jam tangannya yang anti pelakor ehh anti air maksudnya. Benar apa yang diperkirakannya jarum jamnya menunjuk pukul dua belas lewat 38 menit.

“Besok pagi saja, kita barengan baliknya,” balasnya.

Keduanya sama-sama mencari tempat yang ternyaman untuk beristirahat mengistirahatkan tubuh keduanya.

Akmal tidur sambil bersandar di dinding dalam keadaan kedinginan begitupun juga yang dialami oleh Erina. Tapi, mau bagaimana lagi karena di luar sana hujan semakin turun dengan lebat. Tidak mungkin pulang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Gemuruh petir disertai halilintar menyambar pohon yang tidak jauh dari tempat mereka menginap.

Angin semakin bertiup kencang membuat suasana tengah malam itu semakin terasa mencekam. Dingin semakin merasuki tubuh dan jiwa mereka.

Hingga tanpa mereka sadari mereka sama-sama terlelap tidur dalam keadaan hanya memakai pakaian yang basah. Tubuh mereka sudah kelelahan hingga seperti tak bertenaga bergerak saja tidak bisa apalagi untuk berjalan pulang sampai ke jembatan.

Ayam jantan berkokok lantang di pagi hari itu, entah itu ayam milik siapa coba milik emak daeng pasti sudah aku potong menjadi ayam goreng Upin Ipin hehe.

Keduanya semakin terlelap dalam tidurnya tanpa peduli dengan kendaraan mereka yang terparkir dengan asal di sekitar jembatan.

Brak!!

Bruk!!

Prang!!

Suara ribut-ribut dan gaduh itu tidak membuat keduanya segera bangun malah semakin mengeratkan pelukannya.

Suara yang cukup menggelegar mengalahkan suara petir mampu membangunkan kedua anak manusia itu.

“Bangun!! Apa yang kalian lakukan!?”

Keduanya sama-sama mengerjapkan kelopak matanya tapi, mereka sama-sama berteriak histeris ketika tersadar dengan kondisi tubuh mereka.

“Ahhh tidak!” Erina spontan menutup kedua matanya.

Akmal pun sama,” arghh! Kenapa bisa gue gak pakai baju!?”

Bab. 3

“Argh!! Cepat Lo pakai pakaianmu!” Teriak Erina yang langsung berpaling ke arah lain.

“Astaganaga kenapa bisa gue nggak pake baju sih!?” gerutunya.

Akmal buru-buru memakai pakaiannya, dia kebingungan dengan situasi yang dialaminya.

Seingatnya semalam dia tertidur memakai pakaian, tetapi pagi ini mendapati dirinya hanya memakai boxer pendek bergambar Spongebob Squarepants si keju kuning yang tinggal di laut di dalam rumah nanasnya.

“Apa yang kalian perbuat di dalam gubuk kecil ini?” Tanyanya seorang pria tua yang membawa sebuah cangkul.

"Kami lagi duduk pak, masa lagi main bola! Bapak sudah lihat kami malah bertanya lagi," gerutunya Akmal.

“Saya yakin mereka adalah pasangan mesum, lihat saja buktinya si pemuda itu tidak memakai baju dan hanya celana pendek saja,” sahutnya pria yang disampingnya yang memakai baju salah satu partai politik di negeri Konoha kita yang tercinta.

“Betul, saya juga berfikir seperti itu! Kalau begitu kita harus arak mereka ke rumahnya pak RT untuk diadili dan mereka secepatnya diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya,” sahut yang memakai kopiah.

“Bapak-bapak kami berani bersumpah kami sama sekali tidak melakukan apapun! Kami ini korban tenggelam pak dan berteduh di sini,” belanya Erina.

“Itu betul sekali Bapak-bapak yang terhormat kami ini tidak melakukan apapun yang seperti kalian tuduhkan,” ujar Akmal yang berusaha membela diri.

Akmal masih tanda tanya besar dalam benaknya kenapa keadaannya bisa seperti saat ini. Seingatnya semalam dia ketiduran bersandar di dinding kayu, tidak mungkin kan tidur sambil jalan apalagi tidur sambil anu.

Pria tua itu berdecak, “Alah itu hanya alasan kalian saja agar tidak mendapatkan hukuman! Yang jelas kami tidak ingin kampung kami ini terkena kutukan dan malapetaka karena ulah kalian yang bermaksiat,” tegasnya pria yang paling tua diantara mereka.

“Tidak perlu berbohong untuk menutupi kenyataan yang terjadi! Kami semua adalah saksinya kalau kalian itu berbuat asu*sila dan berzina! Ayo buruan giring mereka ke rumah pak RT secepatnya!”

“Kayaknya gara-gara ulah muda-mudi yang seperti mereka-mereka ini sehingga akhir-akhir ini hasil tangkapan ikan dan panen sayuran kita gagal,” tebaknya yang berbaju partai berlogo banteng siap menyeruduk itu.

“Kenapa bapak-bapak tidak ada yang mau mengerti dan percaya dengan apa yang kami katakan!? Kami tidak bersalah!” Tegas Erina.

“Tidak perlu dengarkan ocehan gadis cantik itu, kita gelandang saja langsung ke rumah pak Ridwan,” pintanya pria berbaju putih itu.

“OMG! Bapak-bapak yang masih ganteng meskipun sudah tua. Kami jelaskan sejujurnya kalau kami tidak melakukan apapun kecuali pelukan karena kami kedinginan,” ceplosnya Akmal.

Erina yang mendengar perkataan dari Akmal yang rada-rada diluar prediksi BMKG sampai-sampai melototkan matanya ke arah Akmal.

Akmal menutup mulutnya rapat-rapat karena salah ucap,” astoge kenapa mulutku sampai salah bicara sih!?” rutuknya Akmal.

“Apalagi yang kalian tunggu! Seret mereka ke rumah pak RT jika mereka masih menolak kita langsung gotong mereka ke penjara agar polisi saja yang menyelesaikan kasus perzinahan mereka ini,” ketus pria berkumis tebal yang bau amis hehe.

Erina tidak sanggup lagi berdebat karena tubuhnya dalam kondisi yang tidak nyaman. Kepalanya pusing, tubuhnya demam dan jantungnya berdebar kuat.

“Ya Allah kalau ayah sama bunda tau kalau gue digrebek oleh warga dengan tuduhan perbuatan tak senonoh bisa-bisa gue ga diijinkan untuk kuliah lagi,” monolognya Akmal.

Keduanya berjalan beriringan menuju ke arah rumah pak RT dengan wajah tertunduk lesu, lemah, letih dan lunglai karena belum ada yang makan padahal sudah pukul sepuluh pagi.

Erina sejak semalam sampai detik ini belum sempat makan. Tidak sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perutnya hingga saat ini sehingga semakin memperparah kondisi tubuhnya.

Berselang beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di dalam rumah pak erte setempat. Wajah-wajah mereka menatap intens ke arah keduanya yang disangka adalah pasangan kekasih tak resmi.

“Mereka ini sudah menyusahkan kami, mereka sungguh meresahkan warga masyarakat kampung kita Pak Ridwan,” imbuhnya pak kumis sambil sesekali memutar ujung kumisnya yang sudah mengalahkan kumisnya pak Raden.

“Mereka secepatnya harus diadili sesuai dengan hukum di tempat kita ini pak Ridwan,” timpalnya pria yang berkopiah hitam itu.

“Iya itu benar karena kami tidak ingin Allah SWT murka kepada kita semua gara-gara perbuatan tak terpuji mereka!”

Pak Ridwan dan sang istri mencermati, merenungkan dan menimbang baik-baik setiap ucapan yang mereka ucapkan. Dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan takutnya keputusannya salah dan keliru yang tentunya akan berakibat fatal.

Erina ingin menyanggah dan menentang setiap ucapan dan tuduhan mereka, tapi mengingat kondisi kesehatannya yang semakin menurun berbicara saja tidak mampu apalagi untuk berdebat.

Akmal mengusap wajahnya dengan gusar mendengar semua tuduhan demi tuduhan yang dilayangkan oleh orang-orang yang hanya melihat dari satu sisi saja.

“Mohon tenang bapak-bapak! Saya selaku RT di kampung bukan duren runtuh memutuskan hukuman yang paling tepat dan seadil-adilnya kepada mereka adalah yaitu mereka harus menikah hari ini juga!” putus pak Ridwan.

Erina sampai-sampai berdiri dari posisi duduknya saking kagetnya mendengar perkataan dari bapak RT setempat.

Erina memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut, “Apa!? Kami tidak mungkin menikah karena kami tidak saling kenal apalagi mencintai!” tolaknya Erina.

“Yoi! Itu benar banget pak erte yang terhormat kami ini hanya korban salah paham saja jadi keputusan bapak itu tidak bisa kami terima!” Protesnya Akmal.

“Kalau kalian tetap menolak saya nikahkan baiklah kami akan arak kalian keliling kampung tanpa memakai pakaian apapun!” ancamnya pak Ridwan.

Erina dan Akmal sampai-sampai menganga lebar mendengar ancaman yang lebih parah dari hukuman penjara atau dinikahkan.

“Ini sungguh tidak adil pak!” kesalnya Erina yang tidak terima dengan keputusan mereka.

Wajahnya memberengut lesu, “Ini hukuman yang mendzolimi kami pak erte,” keluhnya Akmal.

“Kami berikan kalian waktu sepuluh menit untuk berfikir! Silahkan memilih solusinya yang kami sudah tetapkan yaitu menikah atau diarak keliling kampung dengan tanpa memakai pakaian sepotong pun!”

“Apa ada pilihan yang bisa kami pilih misalnya mungkin phone friend, fifty-fifty atau bertanya kepada kalian pilihan jawaban yang benar untuk kami berdua,” Akmal masih saja jiwa tengilnya muncul disaat genting seperti ini.

“Ini bukan acara kuis yang dipandu oleh mas Tantowi Yahya!” Ketusnya Bu RT.

Plak!!

“Auhh sakit!” Keluhnya Akmal sambil mengusap pundaknya yang ditimpuk oleh Erina.

“Kamu bisa diam tidak!? Kita ini dalam keadaan yang sangat terdesak malah kamu sempat-sempatnya bercanda,” ketus Erina yang giginya bergemeletuk menahan kemarahannya.

Akmal hanya cengengesan,” sempat mereka berbaik hati dan memberikan kita pilihan yang lebih baik dari menikah atau ditelan*jangi.”

“Nggak mungkin banget gue nikah dengan bocah labil gendeng lagi kayak Lo,” ejek Erina.

Akmal yang mendengar ucapan sindiran dari Erina tak mau kalah,” enak aja bilang gue bocah labil! Gue ini sudah 19 tahun sudah bisa berkembang biak. Gue malah rugi jika jadi menikah dengan mbak-mbak yang sudah tua kayak kamu!”

Semua orang malah geleng-geleng kepala melihat sekaligus mendengar perdebatan mereka.

“Hemph!! Waktu kalian sudah habis jadi cepatlah putuskan untuk memilih solusi yang paling tepat!”

Semua orang terdiam menunggu jawaban dari keduanya, tatapan semua orang tertuju kepada kedua orang yang menjadi tersangka, terdakwa sekaligus tertuduh dalam kasus pencemaran nama baik kampung bukan duren runtuh.

Dag dig dug…

“Kami memilih menikah,” ucapnya keduanya secara bersamaan.

Akmal dan Erina saling pandang kemudian membuang muka ke arah lain.

Bu RT tersenyum,” Saya yakin mereka adalah pasangan yang cukup ideal dan serasi buktinya mereka menjawab dengan kompak,” celetuk ibu Tati.

“Maaf bisa kami diberikan waktu sampai satu bulan kedepan karena saya tidak mungkin melangsungkan pernikahan hari ini mengingat pekerjaan saya sebagai seorang polisi,” imbuhnya Erina.

Akmal reflek menolehkan kepalanya ke arah Erina,” apa! Jadi Mbak seorang polwan!?”

Akmal tidak menduga jika perempuan cantik yang duduk di sebelahnya adalah seorang anggota kepolisian.

Akmal menepuk keningnya,” alamak bisa mampus gue ditembak mati kalau sampe gue melakukan kesalahan.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!