Petir menyambar nyambar disertai hujan badai, dan rumah kayu sederhana di tahun 80an itu terlihat cahaya temaram lilin yang masih menembus celah papan dinding rumah tua.
Sebuah rumah panggung sederhana yang dibatasi per keluarga, dihuni oleh 4 keluarga, yang masing-masing memiliki anak. Ada 8 anak yang hanya berbeda usia sedikit sekali bahkan ada yang seumuran.
Hari itu di rumah ibu Tere, terlihat cahaya lilin yang sendu, rupanya wanita ini sedang merenung dengan penuh kegundahan. Anaknya sudah tertidur pulas di kasur kecil mereka. 2 orang anak laki-laki ganteng yang cerdas dan selalu membawa keceriaan. Tapi rupanya hal ini tidak membuat ibu Tere berpuas hati. Di hati yang terdalam nya, dia ingin memiliki seorang anak perempuan, yang bisa dipakaikan baju gaun, diikat rambutnya dan menjadi teman kala dewasa. Tapi kondisi badannya tidak lagi memungkinkan memiliki anak.
"Ah, seandainya saja ada yang mau memberiku anak perempuan" ujar bu Tere dengan sendu sembari memandang kedua anak lelakinya. Usia mereka tidak terpaut jauh hanya 2 tahun, jadi mereka selalu bermain bersama.
"Mereka pasti senang jika ada adik perempuan" ujar bu Tere lagi. Suaminya pak Guntur hanya diam saja. Sebenarnya dia sendiri kurang setuju menambah anak lagi, biaya hidup di tahun itu sangat sulit, memiliki anak lagi sama saja menambah beban biaya. tapi rasa cinta pak Guntur membuat dia memilih tetap diam.
"Jika saja ada yang memberiku anak perempuan, aku akan menjaga nya dengan sepenuh hati dan tidak akan membuat dia menderita" ujar bu Tere
Yah, ibu rumah tangga yang hanya memikirkan indahnya kehidupan tanpa tahu bahwa manusia di dunia ini memiliki karakter yang berbeda-beda. Apalagi dengan tidak ada hubungan darah, pasti ada perbedaan yang akan muncul.
"Sudahlah, lebih baik cepat tidur karena besok anak-anak akan sekolah" akhirnya pak Guntur membuka suara. Mengajak sang istri keluar dari lamunan dan kembali ke alam nyata.
"Iya, ini memang sudah mau tidur, mau mematikan nyala lilin dulu" jawab bu Tere dengan lesu. Dia tau suaminya tidak mengharapkan lagi menambah anak, tapi kekerasan hatinya, membuat sang suami memilih tidak berkomentar.
Akhirnya malam itu kembali sunyi dan hanya terdengar dengkur halus sang pemilik rumah yang tidur dengan nyenyak untuk menyambut pagi yang cerah.
...****************...
"Kukuruyuk...."
"Ah, sudah pagi saja" ujar pak Guntur. Dia selalu terbangun dengan kokok ayam di pagi hari.
"Anak-anak ayo bangun, bersiap ke sekolah" ujar bu Tere yang telah bangun dari tadi karena menyiapkan sarapan untuk ketiga jagoan di rumahnya.
"Uuuh, baiklah ibu" jawab Joni anak yang pertama.
"Apa sarapan kita pagi ini?" tanya Doni anak yang kedua sambil mengucek-ngucek matanya.
"Seperti biasa, mie rebus kesukaan mu dengan telur setengah matang" jawab bu Tere dengan senyum lembutnya.
"Wah, seru donk" jawab Doni bersemangat. Dia segera berlari menuju sumur bersama yang berada di belakang rumah. Ya, mereka menggunakan bersama-sama dengan keluarga lainnya. Jadilah pagi itu mulai ramai suara anak-anak yang bersiap mandi untuk ke sekolah.
Bu Tere hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya dan membatin, "Jika saja ada anak perempuan, tentu dia akan bersikap manis dan tidak buru-buru seperti ini"
Tapi semuanya itu hanya bisa dipendam dalam hatinya, karena dia tau, tidak mungkin lagi memiliki anak.
......................
Akhirnya rumah kembali sepi dan bu Tere melakukan kegiatan harian membersihkan rumah setelah merendam pakaian kotor untuk dicuci nanti. Bu Tere juga bersiap akan ke pasar untuk berbelanja bahan masakan.
"Hari ini aku akan buat ikan balado saja, anak-anak begitu suka dengan ikan. Sayurnya cukup bayam saja". Gumam bu Tere sembari menutup pintu rumahnya dan mengunci nya.
"Bu Tere...Bu Tere" panggil seseorang.
"Ha? Siapa itu?" bu Tere sedikit terkejut dan melihat ke arah suara.
"Oh bapak Randy" jawab bu Tere sembari melempar senyum.
"Ada apa pak? Kenapa buru-buru sekali?" tanya bu Tere dengan heran.
"Ini, saya ada berita bagus untuk bu Tere" jawab pak Randy lagi.
"Ha? Berita bagus apa itu pak?" bu Tere sedikit tergelitik mendengarnya.
Ya, siapa yang ngga senang kalau dapat berita bagus kan?
...----------------...
Kehidupan manusia semua nya pasti memiliki masalah, hanya saja tiap individu memiliki masalah yang berbeda dan cara menanggapi serta menghadapi masalahnya juga akan berbeda. Ada yang beriman maka mereka akan bersyukur dan menanggap setiap masalah adalah ujian kehidupan agar kadar keimanan mereka semakin meningkat.
Ada pula yang memiliki iman, tapi tidak sepenuhnya berharap dengan doa, mereka mencari cara lain bahkan dengan cara yang dilarang agama untuk menyelesaikan masalah.
Ada yang bahkan menyalahkan Sang Pencipta karena masalah yang dihadapinya, seakan Sang Pencipta adalah pihak yang bisa diatur oleh manusia ini.
Di Novel ini saya akan menceritakan kehidupan keluarga yang akan berubah jauh karena cara mereka menyingkapi masalah, yang mungkin masalah itu malah timbul dari pilihan mereka sendiri atau dari pihak lain. Kembali seperti tadi saya katakan, bagaimana manusia menyingkapi sebuah masalah itu. Apakah dengan bersyukur dan menghadapi masalah itu dengan beriman, atau malah mencari cara-cara tidak benar, atau justru menyalahkan Sang Khalik yang Maha Tau dan Maha Benar.
Manusia memang diberikan hak memilih, tapi juga diberi akal pikiran untuk memikirkan baik buruknya suatu pilihan itu beserta resiko-resikonya kelak. Tapi sering kali mata manusia hanya tertutup keindahan duniawi dan lupa realita duniawi yang sebenarnya.
Dalam Novel ini akan banyak pro dan kontra nantinya, tapi semoga pembaca semua terhibur, mendapatkan pengalaman dan mungkin menjadi suatu wawasan baru dalam hidup.
"Lebih baik belajar dari pengalaman orang lain daripada kita alami sendiri."
Inilah Motto hidup saya, dan selalu saya pegang. Karena pengalaman hidup sendiri "mahal" harganya.
Baiklah, semoga semua pembaca terhibur dan mohon bantuan likenya serta dukungannya ya kakak-kakak pembaca semua. Saya hanya penulis baru yang mencoba menuliskan kisah yang mungkin jarang dibaca orang. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih untuk bantuan likenya jika kakak suka dengan cerita novel ini.
Terimakasih Banyak 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
"Ini, ada seseorang yang perlu bantuan" ujar pak Randy tersengal- sengal karena berlari dengan perut buncit nya.
"Bantuan?" bu Tere mengernyitkan kening heran.
"Ya, sebaiknya kita segera ke rumah dia saja langsung" ujar pak Randy sambil menarik tangan bu Tere.
"Tapi aku mau ke pasar dulu mau berbelanja keperluan dapur dulu" Sahut bu Tere sambil memperlihatkan keranjang belanja anyaman bambu nya.
"Nanti juga bisa belanja, untuk makan siang kan? Beli sajalah dulu nasi bungkus. Ini penting sekali" ujar pak Randy lagi sedikit memaksa.
"Baiklah, aku akan ikut" ujar bu Tere sembari menarik nafas dan berjalan mengikuti pak Randy dari belakang.
"Ini kita mau ke mana sih?" tanya bu Tere sedikit heran, karena dia kenal betul arah jalan ini menuju ke rumah salah seorang kenalan jauh mereka.
"Ke rumah bapak Simon. Nanti sampai disana kamu paham ada apa." ujar pak Randy penuh teka-teki.
"Pak Simon yang ada anaknya 5 orang itu kan?" "Teman lama kita juga?" cecar bu Tere dengan penasaran.
"Ya, pak Simon yang itu. Yang perlu bantuan adalah anaknya Ema" sahut pak Randy.
"Ema masih sekolah di SMA kan? Kenapa dia? Apa kecelakaan?" Tanya bu Tere lagi sembari mempercepat langkah karena pak Randy juga berjalan dengan cepat, seakan sedang diburu waktu.
"Ya, ada sedikit masalah dengan Ema. Selebihnya kita bahas di rumah pak Simon saja" pak Randy memutuskan pertanyaan bu Tere.
"Baiklah" jawab bu Tere sembari manggut-manggut mencoba menerka-nerka ada masalah apa.
Tidak sampai 5 menit kemudian, mereka telah berdiri di depan pintu rumah pak Simon.
"Simon, ini aku Randy dan bu Tere" ujar pak Randy mengetuk pintu rumah pak Simon.
Tak lama pintu rumah terbuka dan muncul pak Simon mempersilahkan mereka masuk, setelah masuk, pak Simon kembali mengunci pintu.
Bu Tere sedikit heran dengan tindakan ini, seakan mereka memiliki suatu rahasia besar.
"Begini Tere, mungkin kamu sedikit terkejut dengan panggilan mendadak ini" Pak Simon membuka suara. "Kami hanya teringat akan dirimu saat ini." lanjut pak Simon lagi.
"Ada apa Simon? Kenapa seperti ada sesuatu yang besar?" selidik Tere.
"Anak kami Ema, mendapat musibah." Ujar pak Simon bergetar
"Musibah? Ada apa? Kecelakaan?" tanya bu Tere
"Bukan, Ema dihamili orang." Ujar pak Simon bergetar menahan tangis.
"Dia..." Bu Tere tidak melanjutkan lagi.
"Lebih tepatnya oleh pacarnya" Lanjut pak Simon.
"Jadi, anak ini tidak mungkin digugurkan, sedangkan dia masih sekolah Tere. Sebagai manusia yang tidak bersalah, anak ini pun tidak bisa memilih dia lahir di perut siapa. Tapi masa depan Ema juga taruhan nya." Sambung pak Simon sambil menahan air mata.
"Berdosa sekali kami rasanya jika menggugurkan anak ini. Tapi kami juga tidak sanggup membesarkan anak ini. Aib bagi Ema jika anak ini ada di sini. Kau tahu kan umur Ema baru 16 tahun" suara pak Simon bergetar hebat.
"Aku mengerti, jadi kalian ingin memberikan anak ini kepada orang lain kan?" Bu Tere langsung memperjelas maksud pak Simon.
"Seperti itulah kira-kira Tere. Kami tau engkau begitu merindukan anak perempuan, dan dari hasil USG dokter, anak ini adalah anak perempuan" Terang pak Randy kemudian.
"Anak perempuan?" Seulas senyum nampak di wajah bu Tere "Tapi, aku tidak bisa memutuskan sendiri" sambung bu Tere.
"Ya, kami paham. Kamu sendiri sudah berkeluarga, dan sudah memiliki 2 orang anak. Tapi cobalah untuk diskusikan dahulu. Memang harapan kami keluarga mu lah yang menolong anak ini" jelas pak Simon.
"Benar, keluarga kalian kami kenal dengan baik. Kami percaya kalian bisa membesarkan anak ini dengan baik. Dia akan berada di tangan yang tepat" timpal pak Randy.
"Biarlah aku bicarakan ini dahulu dengan suami ku. Semoga dia berkenan" jawab bu Tere. "Untuk sekarang aku akan kembali ke rumah dulu, karena sudah waktunya anak-anak pulang sekolah" sambungnya.
"Baiklah, semoga kami bisa mendapat kabar baik. Sehingga Ema kami juga bisa melanjutkan sekolahnya" jawab pak Simon.
"Ya, kami berharap juga begitu. Ini memang adalah jalan keluar paling baik. Semua orang tertolong dan tidak ada yang menderita" jawab pak Randy.
"Baiklah kalau begitu Simon, kami permisi dulu. Semoga Tere bisa mendapatkan jawaban secepatnya." ujar pak Randy.
"Kapan anak ini lahir?" tanya Tere tiba-tiba.
"Perkiraan dokter sekitar bulan Oktober" jelas pak Simon.
"Berarti masih ada sekitar 4 bulan lagi ya." Bu Tere mulai menghitung-hitung di tangannya.
"Ya, semoga ada kabar baik dari mu ya Tere." jawab pak Simon lagi penuh harap.
"Baiklah Simon. Secepatnya aku akan memberi kabar" timpal bu Tere sedikit bersemangat.
"Kami pamit dulu." pak Randy berpamitan dan berjalan bersama bu Tere kembali ke rumah bu Tere.
"Aku sedikit ragu, apakah suami ku mau anak ini?" mulai muncul keraguan di hati bu Tere. Tapi dia memang sangat menginginkan anak perempuan.
"Cobalah bicarakan dahulu. Kalian juga menolong 2 nyawa, Ema yang terbebas dari aib dan anak ini yg memiliki orangtua lengkap. Jika masih bersama Ema maka anak ini tidak memiliki ayah, karena pacar Ema tidak mau bertanggung jawab." jelas pak Rony.
"Hmmm...untung lah aku tidak bertanya perihal pacarnya itu." gumam bu Tere.
"Mereka hanya mengikuti nafsu masa muda. Tapi Ema yang jadi korban. Anak ini juga tidak salah apa-apa." sambung pak Rony.
"Ya, aku kasihan dengan anak di perut Ema itu, apalagi anak perempuan pasti perlu kehidupan yang aman. Baiklah, nanti aku akan bicarakan dengan suamiku. " ucap bu Tere sembari melangkah menuju jalan ke rumah nya.
"Aku akan pergi ke rumah teman ku di gang sebelah ini. Bisa sendiri?" tanya pak Rony.
"Aman. Ini kan jalan ke rumahku sendiri. Hari juga masih siang. Lanjutkan saja perjalanan mu." ucap bu Tere.
"Hati-Hati di jalan."
Mereka berpisah di persimpangan jalan. Dan bu Tere kembali ke rumah dengan senang hati. Dia bisa mempersiapkan keperluan bayi itu jika suaminya setuju untuk menyelamatkan bayi tak berdosa itu.
Bu Tere semakin bersemangat mempercepat langkahnya tak sabar menunggu sang suami kembali jam istirahat makan siang nanti ke rumah. Dia akan membicarakan keinginan hatinya ini. Dia sangat berharap suami nya juga akan setuju dengan keinginan hatinya ini.
...----------------...
Yah, bu Tere tidak tahu badai besar akan datang melanda kehidupan mereka. Kehidupan yang akan diporak porandakan, diputar balikkan dan ratap tangis menghiasi rumah tangga ini nantinya. kita lihat saja bagaimana kelanjutannya di bab berikut nya. Terimakasih atas waktunya untuk membaca cerita ini.
Bu Tere menunggu pak Guntur pulang untuk makan siang. Karena tidak jadi memasak, jadi bu Tere membeli nasi bungkus tidak jauh dari rumahnya. Yang penting makan siang tersedia. Bu Tere sedikit bersenandung karena mengingat anak perempuan yang akan di dapatnya.
"Hai sayang" sapa pak Guntur dengan mesra ketika memasuki pintu rumah. " Lagi senang ni?" gurau pak Guntur sembari memeluk dan mencium kening istri tercinta. Mereka selalu menjaga diri kalau anak-anak ada di rumah. Tidak pantas anak-anak melihat orangtua bermesraan.
"Iya, aku ada kabar gembira" Ujar bu Tere sembari menarik tangan suami nya mengajak duduk di kursi kayu dekat meja makan mereka.
"Kabar gembira apa itu?" tanya pak Guntur heran.
"Ini, tadi aku bertemu dengan pak Randy. Aku diajak pergi ke rumah pak Simon." Tutur bu Tere.
"Lalu?" alis pak Guntur sedikit mengernyit memikirkan kira-kira apa yang akan disampaikan.
"Ternyata Ema mengalami masalah dan perlu bantuan kita." Lanjut bu Tere lagi, tapi dengan sedikit ragu.
"Bantuan seperti apa? Pinjam uang? Tenaga?" tanya pak Guntur dengan penasaran. Dia terkadang kesal dengan gaya bicara istrinya yang selalu bertele-tele, bahkan kadang sesekali dia ngedumel, lebih baik nama Tere jadi tele saja.
"Ternyata Ema hamil dan janin itu perempuan." lanjut bu Tere ragu tapi sedikit bersemangat.
"Hubungan nya dengan kita apa? Ema mau dinikahkan?" tanya pak Guntur mulai tidak sabar.
"Ema kan masih sekolah sayang, jadi dia akan melahirkan anak itu dan memberikannya kepada kita untuk dibesarkan." akhirnya bu Tere menjelaskan dengan tepat.
"Ini agak sulit loh, karena biaya anak kita berdua saja sudah berapa. Kita juga tidak tahu bagaimana nantinya anak ini. Lalu laki-laki yang melakukannya bagaimana?" cecar pak Guntur sedikit emosi.
"Laki-laki itu lari dari tanggungjawab. Kalau diributkan, maka Ema yang akan malu, makanya ditutupi dulu sementara waktu. Itulah mengapa mereka ingin menyerahkan anak Ema itu kepada kita. Karena mereka tahu aku begitu ingin anak perempuan, dan mereka juga bisa menjaga harga diri Ema" ujar bu Tere sendu.
"Kenapa anak-anak zaman sekarang tidak bisa menjaga diri mereka? Setelah kejadian begini baru tau akan aib, baru tau masa depan rusak." omel pak Guntur.
Ya, pak Guntur orangnya selalu berpegang pada tindakan yang benar, tidak mau memilih hal-hal negatif. Makanya pak Guntur juga keras perihal mendidik anak-anaknya. Kejujuran adalah hal tertinggi yang dijunjung pak Guntur.
"Ya, sekarang sudah kejadian tidak mungkin disesali. Makanya aku bertanya dulu padamu." Ujar bu Tere sembari mengambilkan nasi di piring untuk pak Guntur.
"Kita menolong Ema dan juga mendapat anak perempuan. Bukankah ini hal yang baik?" Tanya bu Tere.
"Baik sih baik, tapi biaya nya. Apalagi bayi, perlu susu juga. Belum lagi pakaian bayi dan perawatannya" jawab pak Guntur sambil menyuap nasi bungkus yang sudah disalin ke piring oleh bu Tere.
"Kalau pakaian bayi, masih ada punya Joni dan Doni yang masih bagus." Sahut bu Tere "Kalau perihal biaya, aku akan mencoba jualan risol untuk menambah biaya kita"
"Lalu bagaimana cara mengurus anak ini? Kamu pasti sibuk tengah malam mempersiapkan kulit risol, karena subuh sudah harus diantar ke pasar." tanya pak Guntur.
"Aku bisa minta bantuan adikku Mita untuk menjaga dia. Bukankah Mita juga sedang perlu kerja?" usul bu Tere lagi.
"Tapi apakah Mita bisa menjaganya? Mita kan hanya sebentar menjaga Doni." sambung pak Guntur lagi sembari menghabiskan sisa nasi yang ada di piring.
"Bisa, aku akan mengajari dia nanti. Jadi aku hanya perlu memastikan, apakah kamu setuju untuk mengambil anak itu nanti?" tanya bu Tere.
"Ya, kalau itu keinginan hatimu dan kamu bisa melakukannya aku tidak melarang. Asal kamu bahagia." ujar pak Guntur sembari menyesap air putih yang ada di gelas dan menyeka mulutnya. Lalu bergegas mencuci tangan dan mencium kening sang istri.
" Asal kamu bisa mengatur nya, semua aku serahkan sama kamu saja. Yang penting jangan sampai kamu merasa terbeban dengan biaya, waktu dan kecapean" jawab pak Guntur. "Aku kembali bekerja lagi ya."
"Baiklah, hati-hati di jalan ya sayang." Bu guntur melambaikan tangan ke pak Guntur dan bersiap menjemput anak-anak pulang sekolah.
"Nanti aku akan mengabari pak Simon perihal berita baik ini. Akhirnya keinginan hatiku terkabul juga dan aku akan memiliki anak perempuan yang cantik, manis dan penurut." gumam bu Tere sembari melangkahkan kaki ke sekolah anak-anaknya.
Sepanjang jalan bu Tere mulai mengingat-ingat apa yang perlu dibeli, dia harus segera membongkar dus pakaian bayi Joni dan Doni agar tahu, apakah harus dibeli lagi yang baru. Minimal dia harus membeli kain bedong pink, beberapa helai pakaian pink, celana pink, kaus kaki pink.
"Ah, aku tidak sabar menunggu dia besar dan mengikatkan rambut nya ke sekolah." khayal bu Tere semakin menjadi-jadi.
"Doni juga akan menjadi seorang abang, tidak lagi menjadi adik paling kecil, dia akan memiliki teman juga. Aku yakin pasti mereka bisa akur. Selama ini mereka berdua selalu akur berdua." batin bu Tere.
"Dipikir-pikir sepertinya Ema dulu juga anak baik, tidak banyak ulah" gumam bu Tere lagi.
...----------------...
Ya, anak bu Tere termasuk anak yang patuh dan tidak nakal. Mereka bermain layaknya anak laki-laki, main kelereng, main petak umpet dan banyak lagi permainan di luar rumah masa itu. Mereka juga selalu mendengar apa yang dikatakan. Sedikit nakal itu biasa, tapi bukan jahat yang suka membuat orang menangis atau sampai melukai orang. Mereka benar-benar anak yang manis dan patuh kepada orangtua.
Makanya bu Tere jadi berandai-andai memiliki anak perempuan yang juga manis dan patuh seperti kedua anaknya ini. Tapi bu Tere lupa, kedua anak ini adalah anak dia dan pak Guntur, sedangkan anak yang akan diambil ini adalah anak dari Ema dan pacarnya. Tidak mungkin sama 100% kan?
Yah, mungkin...ini mungkin..anak itu bisa saja anak baik dan manis. Tapi bisa juga tidak kan? Ada 50% kemungkinan terburuk, meskipun Ema mungkin adalah anak yang baik dan penurut dulu nya di masa kecil. Tapi siapa yang tau masa depan kan? Seperti lagu "Que Sera Sera".
Sayang bu Tere terlena dengan manisnya kehidupan selama ini yang mereka jalani, sehingga lupa bahwa anak-anak juga bisa memiliki bermacam tingkah laku yang tidak bisa diprediksi orang lain. Bahkan orang tua kandung juga belum tentu kenal 100% anaknya seperti apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!