NovelToon NovelToon

RUMAH EYANG

EPS. 1. Keluarga yang cerai berai.

Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu baru saja turun dari mobil teman - teman nya, dia lalu melambaikan tangan nya pada teman - teman nya itu..

"Bye.. See ya.." Teriak nya.

Dia adalah Dara.. Gadis cantik yang baru saja merayakan kelulusan nya dari sekolah menengah atas seminggu lalu.

Teman - teman Dara juga melambaikan tangan nya pada Dara dan langsung pergi, dan setelah teman - teman nya pergi.. senyum Dara pun langsung memudar.

"Hufft.. beruntung banget mereka, bisa kuliah ke universitas yang mereka mau, lah gue.." Gumam nya.

Dara lalu berbalik badan dan masuk kedalam rumah nya. Rumah yang sudah di pasangi plang kuning dengan tanda di jual di depan nya.

"Assalamualaikum." Salam Dara, ketika masuk rumah.

"Waalaikumsalam." Sahut ibunya.

Saat Dara masuk, Dara melihat kakak perempuan nya yang sudah siap berkemas dengan barang - barang nya. Dara pun menatap kakak nya dengan tatapan kesal.

"Di tengah - tengah ekonomi keluarga yang susah, mama tetep kirim kak Riri ke luar kota buat lanjutin studi nya, tapi aku nggak!" Ujar Dara langsung marah.

"Dara.. kamu tau kita nggak bisa biayain kamu sekarang kan nak, mama kan udah janji.. Ntar juga kamu kuliah." Ujar ibunya Dara.

"Mama emang pilih kasih!" Ujar Dara, dia lalu pergi masuk kedalam kamar nya di lantai dua.

"Ma.. kenapa uang nya nggak buat Dara kuliah aja, aku rasa dengan posisiku sekarang juga udah bisa cari kerja." Ujar Riri.

"Nggak Ri, mama udah perhitungkan dengan baik. Mama akan kirim Dara ke rumah eyang." Ujar ibunya.

"Rumah Eyang?? Riri nggak tau kalo kita masih ada eyang." Ujar Riri.

"Mama emang nggak pernah kasih tau kalian, dah kamu pergi aja sama papa.. jangan khawatirin mama sama papa, apalagi Dara." Ujar ibunya.

Ibunya lalu pergi dari sana. Riri hanya bisa menatap kepergian ibunya yang seolah tak peduli dengan nya itu. Riri sedikit bingung dengan sikap ibunya yang berubah sejak beberapa bulan lalu.

Tepat nya sejak ayah nya bangkrut dan satu persatu aset milik keluarga nya mulai terjual untuk menutupi hutang dan menyambung hidup. Sekarang, hanya rumah itu saja yang mereka punya.. sisa nya sudah habis terjual.

Riri menatap kamar Dara, dia ingin pamit tapi dia tahu tabiat adiknya yang pemarah dan selalu berapi - api saat marah, jadi dia memilih langsung keluar dari rumah. Di luar rumah, ayah nya sudah menunggu di dalam mobil taksi.

"Ayo Ri, mama mana?" Tanya ayah nya.

"Mama bilang Riri pergi sama papa aja." Ujar Riri, dan ayah nya mengangguk.

"Ya udah, yuk." Ujar ayah nya.

Riri pun masuk kedalam taksi, dan kemudian taksi pun pergi.. Tapi Riri tidak tahu bahwa sebenar nya Dara menatap dari balkoni kamar nya sambil menangis.

"Kan, pergi aja nggak pamitan. Orang - orang pada jahat sama gue." Ujar Dara, dan dia masuk lagi kedalam kamar nya.

Dara tumbuh berbeda dengan Riri, Riri lebih feminin sementara Dara bisa terbilang tomboy. Dara lebih berani mengekspresikan dirinya, tapi Riri tidak.. Riri selalu patuh apapun ucapan orang tua nya, terutama ibunya.

Dara yang kesal menghapus air matanya, dan akhir nya dia tidur.. Tidak mau memikirkan apa yang terjadi, dia sudah biasa di perlakukan begitu, selalu begitu.

KE ESOKAN HARINYA..

Dara bangun ketika dia mendengar suara berisik dari kamar nya, saat Dara membuka mata, dia melihat ibunya sedang mengemasi barang nya.. Seketika Dara pun duduk dengan mata yang masih ngantuk.

"Ngapain, ma?" Tanya Dara, sambil mengucek matanya.

"Dara, rumah ini udah ada yang beli. Kita harus keluar dari rumah ini, hari ini." Ujar ibunya, seketika Dara melek segar.

"Hari ini!?" Tanya Dara terkejut.

"Iya nak, rumah nya udah laku itu bagus." Ujar ibunya.

"Mandi gih, abis ini mama sama papa mau ngomong sama kamu. Mama tunggu kamu di ruang makan." Ujar ibunya dan Dara mengangguk saja.

Ibunya keluar membawa tas dan koper milik Dara, entah kenapa perasaan nya menjadi sedikit tidak enak sekarang, seolah alan terjadi sesuatu..

Dara bangun dan masuk kedalam kamar mandi, dia mandi dan tak lama dia keluar lagi sambil mengusap rambut pendek nya yang basah dengan handuk.

'Gak nyangka ada masa nya berada di titik ini, titik dimana gue bahkan nggak tau arah masa depan gue kemana.' Batin Dara.

Dia duduk di ranjang dan memandangi kamar nya, kamar yang di pakainya sejak kecil, yang menjadi saksi bertumbuh nya dirinya di rumah itu. Ada rasa sedih tentu saja, dia harus berpisah dengan kamar yang selalu menemaninya itu.

Akhir nya Dara keluar dari kamar setelah dia bersiap, Dara turun ke bawah dan dia mengernyit bingung karena orang tua nya masih tidak bersiap..

"Kok mama sama papa nggak siap - siap? Barang - barang kalian mana?" Tanya Dara.

"Sini dulu nak, papa mau ngomong." Ujar ayah nya Dara.

Dara patuh dan duduk di meja makan, di mana di depan nya hanya tersaji sepiring nasi goreng, untuk nya saja..

"Kalian nggak makan?" Tanya Dara.

"Dara.. Mama sama papa mau bicara serius sama kamu, harap kamu denger baik - baik ya nak." Ujar ayah nya.

"Ngomong apa?" Tanya Dara, perasaan nya semakin tidak enak.

"Mama sama papa nggak mampu biayain kamu studi lanjutan, karena kami nggak punya uang lagi nak.." Ujar ayah nya.

"Aku tau kok, papa nggak harus bilang tiap hari." Ujar Dara.

Dara kesal, karena jika membahas itu.. Dia akan teringat dengan ketidak adilan orang tua nya pada nya. Karena kakak nya selalu dapat hal - hal baik, sementara dirinya tidak. Dara menyendok nasi goreng di depan nya dengan kasar, dia makan dengan kesal.

"Dan mama sama papa juga akan menitipkan kamu di rumah eyang." Ujar ibunya.

DEG!

Dara langsung terdiam dan menatap kedua orang tua nya.

"Apa maksudnya, ma?" Tanya Dara.

"Dara.. Saat ini mama sama papa beneran nggak punya tempat tinggal lagi nak, kami akan pergi dari kota ini untuk mencari usaha yang baru." Ujar ibunya.

"Terus?? Kenapa aku di titipin?? Aku kan bisa ikut kalian." Ujar Dara.

"Nggak bisa nak, mama sama papa nggak mau terjadi sesuatu sama kamu. Udah kamu harus nurut, kamu akan tinggal sama eyang, sebentar lagi kamu di jemput." Ujar ibunya, mendengar itu Dara marah dan membanting sendok di tangan nya.

"PRAK!!"

"Ma!!"

"PLAK!!"

Dara terkejut, dia tersentak kaget mendapat layangan tamparan dari ibunya. Dara sampai berkedip - kedip seolah tidak percaya dirinya baru saja di tampar.

"Jangan berani kamu sama mama! Mama bilang kamu ikut eyang, maka kamu harus ikut eyang!" Ujar ibunya.

"Aku bahkan nggak tau siapa yang mama maksud! Siapa eyang?? Aku nggak pernah denger aku punya eyang!" Ujar Dara.

"Sudah, makan dan bersiap. Jemputanmu sebentar lagi sampai." Ujar ibunya.

"Kalian mau buang aku yah??" Ujar Dara tiba - tiba, ayah ibunya terdiam mendengar itu.

"Kalian sengaja nggak mau bawa aku dengan alasan titip ke eyang, tapi sebener nya kalian mau buang aku, kan??" Ujar Dara lagi.

"Kenapa?? Aku nyusahin kalian banget?? Aku juga nggak minta di lahirin kok, aku bahkan nggak pernah dapet kasih sayang kalian, kalian nggak adil." Ujar Dara.

"DARA!" Bentak ayah nya.

"Oke.. Nggak apa - apa, aku ikut siapapun itu dia yang kalian panggil eyang. Semoga kalian tenang tanpa aku." Ujar Dara, lalu dia bangun dan berjalan keluar.

"Dara!" Panggil ibunya, tapi Dara tidak menggubris, dia berjalan sambil menghapus air matanya.

"Dara balik kamu!!" Teriak ibunya.

BERSAMBUNG..

EPS. 2. Di buang ke Jawa

Dara yang duduk di ayunan di depan rumah nya kemudian melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah nya. Mobil yang asing, yang tidak pernah dia liat lingkungan itu.

Dara tinggal di komplek perumahan sebenar nya, hanya saja bukan komplek perumahan yang elit di sebuah daerah di Jakarta selatan.

"BRAK!" Bunyi pintu mobil yang di tutup, setelah seorang pria yang terlihat murah senyum turun dari sana.

Pria yang kira - kira berusia 60 tahun dengan tubuh lumayan gemuk, punya tahi lalat besar di dekat dagu nya. Dia pakai kaos oblong putih dengan bibir selalu tersenyum, tampak sangat ramah, dia lalu mendekat pada Dara yang duduk di ayunan..

"Assalamualaikum.." Sapa nya dengan begitu mendayu.

"Waalaikumsalam." Sahut Dara, dengan wajah kebingungan.

"Ehehe, mbak.. ini.. Bener rumah nya pak Pramudityo?" Tanya pria yang ramah radi dengan logat jawa nya.

"Bener pak, cari papaku mau apa?" Tanya Dara, langsung ke inti.

"Hehe, saya mang Nuri.. mau jemput anak nya pak Tyo yang namanya mbak Dara.." Ujar pria tadi, seketika Dara tertegun.

"Itu aku, bentar aku panggil papa." Ujar Dara, dan pria itu mengangguk.

"O Njehh.." Sahut si mamang.

Dara masuk kedalam dan di dalam ayah nya ternyata hendak berjalan keluar, Dara yang masih kesal tak sedikitpun menegur apapun dan langsung mengambil koper juga ransel nya, kemudian langsung keluar.

"Dara.." Panggil ibunya.

"Yang jemput aku udah dateng, bye. Semoga kalian hidup bahagia tanpa aku." Ujar Dara ketus.

"Dara!" Panggil ibunya lagi dengan kesal.

Dara tetap menyeret koper nya keluar dan di luar ayah nya sedang mengobrol dengan bapak - bapak ramah tadi.

"Titip Dara ya mang, anak nya agak keras kepala emang, tapi dia baik kok."

Dara mendengar apa yang ayah nya ucapkan dari pintu masuk dimana dia berdiri sekarang, dia lalu langsung turun ke bawah menuju mobil.

"Nak, sini dulu." Panggil ayah nya, tapi Dara tak menggubris nya.

Saking kesal nya Dara, dia membuka sendiri pintu bagasi mobil itu dan memasukkan koper milik nya, bapak yang ramah tadi langsung lari untuk membantu Dara.

"Biar mang Nuri aja, mbak." Ujar mang Nuri.

"Ngak apa - apa mang, bisa kok." Ujar Dara, dia masih kukuh memasukkan barang nya.

Ayah dan ibunya Dara berjalan menghampiri mobil itu, karena Dara sungguh benar - benar tidak mau mendengar panggilan orang tua nya. Dara bahkan langsung masuk mobil dan duduk di dalam mobil dengan wajah datar.

"Astaga anak ini, bener - beber nggak ada sopan santun nya sama orang tua." Ujar Ibunya.

"Kalo sampe sana, dengerin kata eyang ya nak. Eyang paling nggak suka kalo ucapan nya di bantah." Ujar ayah nya Dara.

Dara masih tetap hanya diam dengan mata lurus kedepan, tidak sama sekali menggubris ucapan orang tua nya. Karena tidak ada jawaban dari Dara, akhir nya ayah nya pun kembali menutup pintu mobil nya.

"Ya udah mang, Dara nya masih ngambek sama saya. Titip ya mang.." Ujar ayah Dara.

"Iya pak, asiapp.." Ujar mang Nuri.

Dara mendengar obrolan singkat ayah dan ibunya dengan mamang tadi, dan tanpa terasa air matanya menetes dengan sendiri nya.

"Mau buang anak aja kata - kata nya sok sedih." Gumam Dara.

Mang Nuri lalu masuk kedalam mobil dan langsung menyalakan mobil itu, dia melirik ke belakang melihat Dara yang masih duduk diam tak bergeming lalu berkata..

"Kita jalan ya, mbak. Ndak mau pamitan atau salim sama mama papa dulu, tah?" Tanya mang Nuri.

"Jalan aja mang." Ujar Dara singkat.

Mang Nuri hanya bisa mengangguk lalu menyalakan mesin mobilnya.

"Bismillah.." Ujar mang Nuri, dan mobil itu melaju pergi.

Dara sama sekali tidak melihat kebelakang, tidak menoleh pada orang tua nya, dia tetap menatap lurus meski air matanya jatuh dan dengan secepat kilat di hapus lagi. Kedua orang tua Dara juga masih hanya berdiri di depan rumah, ayah nya tampak meneteskan air mata nya yang kemudian juga di hapus lagi.

"Ayo kita siap - siap juga." Ujar ibunya Dara.

Berpindah kembali ke sisi Dara, dia menatap pemandangan sepanjang perjalanan itu, tapi kemudian dia penasaran dengan siapa eyang nya.. Sebab sedari dia lahir sampai sekarang, Dara tidak pernah tau bahwa dirinya memiliki eyang.

"Mang Nuri.." Panggil Dara.

"Iya, mbak." Sahut mamang.

"Mang Nuri udah kerja berapa lama?" Tanya Dara, dia mencoba membuka obrolan.

"Mamang ikut Eyang dari papa nya mbak Dara belom nikah, mbak." Sahut mang Nuri.

"Eh, seriusan? Lama banget dong?" Ujar Dara kaget.

"Hehehe, iya gitu mbak." Ujar mang Nuri sambil terkekeh.

"Pernah nggak mang Nuri sama eyang maen ke rumah Dara?" Tanya Dara.

"Pernah mbak, dulu waktu anak pertama nya pak Tyo baru lahir.. setelah itu eyang sudah nggak mengunjungi pak Tyo lagi. Makanya tadi pangling sama rumah nya, takut salah rumah" Ujar mang Nuri.

"Kenapa eyang nggak dateng lagi?" Tanya Dara.

"Mamang kurang tau kalo kenapa nya, mbak. makanya mamang kaget, baru sekarang ini lah eyang ngirim mamang ke Jakarta buat jemput anak nya pak Tyo." Ujar mang Nuri.

"Emang eyang tinggal di mana?" Tanya Dara.

"Di jawa tengah, mbak." Ujar mang Nuri, seketika Dara terkejut.

"Hah!! Jadi ini kita mau ke jawa!!?" Tanya Dara dengan terkejut.

"Iya mbak, hehehe.." Ujar mang Nuri.

'Gue di buang jauh banget..' Batin Dara.

"Perjalanan nya jauh mbak, kalo ngantuk tidur aja.." Ujar mang Nuri.

"Iya mang.." Sahut Dara dengan lemas.

Dara merosot ke senderan jok, dia sedikit frustasi sekarang. Dia adalah orang yang malas bersosialisasi, malas menyapa, dan hanya banyak bicara dengan orang - orang tertentu yang di kenal nya saja. Sementara dia akan tinggal di tempat yang jauh, yang mana dia harus memulai dari awal lagi..

Runyam dengan isi otak nya yang tidak tahu harus melakukan apa, akhir nya Dara memutuskan untuk memejamkan mata saja. Semua kejadian yang begitu mendadak ini sudah berhasil membuat kepalanya hampir pecah.

Tapi kemudian dia kembali membuka matanya dan melihat mobil itu.. Itu adalah mobil tua tapi pernah berjaya pada masanya, yang artinya itu mobil mahal.

'Kalo mobil eyang gini, berati eyang orang kaya kan? Kenapa papa nggak minta bantuan eyang aja buat usaha lagi, malah buang aku ke jawa dan mereka mau cari usaha baru.' Batin Dara.

'Tapi kalo dari cerita mamang, jangan - jangan papa sama eyang nggak akur.' Batin Dara lagi.

'Astaga puyeng mikir nya, udahlah.. Udah gini mau gimana.' Batin Dara, lalu kembali memejamkan matanya.

"Semoga aku nggak sial." Gumam Dara.

BERSAMBUNG..

EPS. 3. Rumah nya seram.

Setelah menempuh perjalanan entah berapa lama, Dara terbangun dan mendapati pemandangan di sekeliling nya sudah berubah. Dara sudah tidak melihat gedung - gedung tinggi lagi, melainkan pemandangan yang sangat asri.

Dara terkesima melihat nya, dia yang selalu tinggal di kota tentu sangat jarang melihat pemandangan alam yang hijau, apalgi dia bukan seorang berjiwa petualang yang akan pergi liburan kemana - mana.

"Mbak Dara udah bangun? Itu tadi mamang beli makanan buat mba Dara, mba tidur nya pules jadi mamang nggak berani bangunin." Ujar man Nuri.

Dara melihat ke samping nya dan sudah terdapat makanan untuk nya, makanan kesukaan nya dari restoran cepat saji yang biasa dia beli.

"Kok mamang tau aku makan nya ini?" Tanya Dara sambil meregangkan tubuh nya.

"Pak Tyo yang kasih tau, mbak." Ujar mang Nuri.

Dara terdiam, rupanya ayah nya masih ada nurani mengingatkan mang Nuri untuk membelikan nya makanan yang biasa dia makan.

"Mamang jangan panggil aku mbak, panggil Dara aja mang." Ujar Dara.

"Ehh, ya saya nggak sopan nanti.." Ujar mamang.

"Nggak lah, kan mamang udah kerja sama eyang dari papa belom nikah, aku panggil mamang pak de aja." Ujar Dara.

"Hehehe, terserah mbak Dara saja.." Ujar mang Nuri.

"Dara, pak de.." Ujar Dara.

"Njehh, Dara.." Ujar mang Nuri.

Dara mengambil makanan yang di belikan oleh mang Nuri lalu kemudian dia pun memakan nya, tak lupa Dara juga membaginya pada mang Nuri. Sambil makan, Dara melihat pemandangan yang asri itu, sebuah suasana baru bagi dara.

Setelah beberapa jam kemudian hari semakin gelap, mobil mulai memasuki daerah yang sepi penduduk, jalan nya naik turun dan berkelok, khas daerah pegunungan. Dara sampai ketar - ketir kalau - kalau mobil itu tidak kuat nanjak, karena mobil itu mobil tua.

Tapi ternyata mobil itu masih kuat dan kini mereka sudah memasuki daerah yang hanya terdapat beberapa rumah saja, tapi jarak nya lumayan berjauhan. Mobil itu memasuki sebuah pagar besi yang di dalam nya terdapat sebuah rumah tua.

"Nahh.. Kita udah sampai." Ujar mang Nuri.

Dara menelan ludah nya, rumah nya tipe rumah tua khas jaman belanda tapi yang sudah modern dengan chat berwarna putih. Di depan dan sekeliling nya banyak pepohonan, dan.. Sunyi. Hanya terdengar suara burung kedasih yang sangat santer terdengar.

Mamang sudah turun lebih dulu dan menurunkan koper milik Dara, Dara pun turun dari mobil dan terdengarlah suara gesekan daun yang tertiup angin.

'Serem banget rumah nya.' Batin Dara.

"Dara, ayok.." Panggil mamang dan Dara mengangguk.

Dara sedikit heran, tidak ada yang menyambut kedatangan nya ternyata. Rumah itu serasa sangat sepi seolah kosong tak berpenghuni.

"Pak de, ini nggak ada orang??" Tanya Dara.

"Ada, ada dua bibi di sini, yang satu namanya di Lastri nah yang satu lagi namanya bi Endang." Ujar mang Nuri.

'Kok perasaan gue nggak enak ya..' Batin Dara.

"Biasanya kalo sepi, itu berarti bibi nya lagi pada ngurusin eyang di kamar eyang." Ujar mamang.

"Oke deh, makasih ya pak de.." Ujar Dara.

"Njeeh, pak de balik dulu ya.." Pamit mang Nuri.

"Iya pak de, makasih." Ujar Dara.

Mang Nuri lalu pergi setelah membantu meletakkan koper dan barang dara di teras rumah itu, setelah nya mang nuri terlihat pergi keluar pekarangan.

'Pak de jalan kaki? Apa rumah nya deket sini?' Batin Dara.

Dara terus menatap kedepan, lalu dia melihat kesekitar nya yang begitu tampak wingit. Ada sebuah pohon besar dan sangat rimbun, akar - akar tipis nya menjuntai sampai ke bawah, dan saking besar nya pohon itu sepertinya di butuhkan lima orang dewasa untuk memeluknya.

Dara juga melihat banyak rumpun bambu, suasana nya memang alami dan asri tapi Dara tidak sama sekali merasakan tempat itu seperti kelihatan nya, justru Dara malah merasa sedikit merinding. Hanyut dalam pikiran nya tiba - tiba saja ada yang menepuk pundak nya dari belakang..

"ARGH!!" Dara berteriak kaget.

"Sshh! Eyang baru tidur." Tiba - tiba saja ada seorang perempuan yang kurang lebih seusia mang Nuri yang tengah berdiri di belakang Dara.

"Astaga.." Dara mengusap - usap dada nya.

"Non Dara, ya?" Tanya perempuan itu, dan Dara mengangguk.

"Iya, ibu siapa?" Tanya Dara.

"Saya bi Endang, yang kerja di rumah ini. Maaf ya non, ngagetin.. tadi bibi udah nyapa pelan - pelan tapi non nya nggak denger." Ujar perempuan tua yang rupanya bernama bi Endang.

"Nggak apa - apa bi, aku ngelamun kayak nya." Ujar Dara.

"Mari non, masuk." Ujar bi Endang dan Dara mengangguk.

Dara menyeret koper nya masuk kedalam rumah mengikuti bi Endang yang membawakan ransel nya, ketika masuk kedalam, Dara terkejut melihat arsitektur yang benar - benar masih kuno. Hanya saja furniture nya yang modern, kombinasi itu memberikan nilai estetik tersendiri.

Dara juga melihat ada foto keluarga dan melihat satu lukisan perempuan tua yang begitu berkarisma, menawan, anggun dan cantik menggunakan kebaya sedang duduk di kursi kayu.

"Beliau eyang nya non Dara waktu masih sehat." Tiba - tiba satu perempuan lagi mengejutkan Dara.

"Hehe.. Saya bi Lastri, non." Ujar bi Lastri.

'Apa semua orang di sini suka nya nongol tiba - tiba? Kaget dua kali kan nggak lucu.' Batin Dara.

"Dara, bi." Ujar Dara.

"Ayo mari, bibi antar ke kamar nya non Dara." Ujar bi Lastri.

Dara mengangguk dan mengikuti bi Lastri dari belakang, rumah itu tidak berlantai dua, tapi besar. Dara sampai bingung karena ada banyak pintu yang tertutup di sana. Sampai akhir nya bi Lastri membuka pintu nomor dua setelah dari ruang tamu.

"Cklek! Cklek!" Dara heran, kenapa kamar itu sampai di kunci segala pikir nya.

"Nah, ini kamar non Dara." Ujar bibi, lalu masuk kedalam.

Saat Dara masuk terlihat lah kamar yang terlihat nyaman, bahkan ranjang nya pun terlihat sangat nyaman dengan kasur yang tertata sangat rapi.

"Selamat istirahat ya non, nanti bibi kabarin non kalo bibi udah kelar masak makan malem nya non Dara." Ujar bi Lastri.

"Iya, bi.. Makasih banyak." Ujar Dara, dan bi Lastri kembali tersenyum dan pergi dari hadapan Dara.

"Huftt.." Dara menghembuskan nafas nya.

Dara berjalan menuju ke ranjang dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang, tubuh nya merasa lelah karena perjalanan yang sangat jauh. Tatapan Dara kini menatap langit - langit kamar yang serba putih itu dan tidak terasa mulai terasa berat karena kantuk.

"Teng! Teng! Teng! Teng!"

Namun tiba - tiba, Dara mendengar suara orang yang sedang main piano.. Dara menajamkan telinga nya dan memang benar, itu adalah suara piano.

"Apa itu anggota keluarga papa juga?" Gumam Dara.

Dara yang semula mengantuk kini segar kembali dan dia bangun lalu keluar dari kamar nya, Dara menoleh kesana kemari mencari sumber suara piano itu, dan sepertinya itu berasal dari sebuah ruang keluarga yang bertempat lebih masuk kedalam lagi dari kamar Dara.

Dara pun berjalan kesana, dari lantunan piano itu Dara merasa orang yang memainkan nya pasti sedang sangat sedih, karena lantunan nya begitu menyayat hati, bahkan Dara sendiri ikut sedih tanpa sebab..

"Kok hati gue sakit, gue pengen nangis denger irama ini." Gumam Dara.

Setelah Dara sampai di ruang tengah, tiba - tiba suara lantunan piano itu berhenti dan hilang.. Dara pun mencari di ruang keluarga itu, mencari siapa orang yang tadi memainkan piano dengan nada begitu sedih, tapi ternyata tidak ada siapapun.

'Nggak ada orang?' Batin Dara.

Tapi Dara melihat memang ada piano tua di pojok ruangan itu, dan tutup piano nya tertutup.. Dara masih celingukan mencari seseorang yang baru saja memainkan piano tadi, sampai tiba - tiba..

"Cari siapa?"

"Aaah!!"

BERSAMBUNG..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!