Rania Anindita , gadis dua puluh satu tahun yang saat ini sudah bekerja di salah satu pabrik yang ada di Jakarta . Gadis asli Jakarta ini sudah bekerja semenjak lulus sekolah menengah atas , lahir di keluarga sederhana membuatnya mengubur impiannya untuk berkuliah.
Namun jangan remehkan ia yang hanya lulusan SMA , nyatanya ia bisa merebut hati anak pemilik perusahaan yang menaungi pabrik ini . Itu benar , saat ini ia sedang menjalin hubungan dengan anak pemilik perusahaan sekaligus direktur dari tempatnya bekerja .
Nathaniel Wijaya yang biasa di panggil Nathan , mereka bertemu saat Nathan sedang blusukan ke pabrik tempatnya bekerja dan langsung terpesona melihat kecantikan Riana . Riana yang tidak tahu apa - apa pun sampai kebingungan mengapa ia di panggil oleh kepala tim produksinya ke ruangannya , dan ternyata Nathan yang ingin bertemu dengannya dan meminta nomor teleponnya.
Riana yang tahu kalau Nathan ini adalah orang penting di perusahaan pun memberikan nomornya , dan setelah itu mereka pun lebih sering berkomunikasi . Dan lama kelamaan muncul rasa nyaman di hati mereka masing - masing , dan mereka pun memutuskan untuk berpacaran dan bertahan selama tiga tahun ini .
Nathan sering sekali mengajak Riana untuk pergi berkencan atau paling tidak jalan - jalan di malam Minggu seperti pasangan umumnya , bahkan Nathan sudah mengenal orang tua Rania karena memang akhir - akhir ini , laki - laki dua puluh tiga tahun ini ingin membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius .
Namun Rania yang di ajak untuk ke jenjang yang lebih serius belum sekali pun di pertemuan dengan ayah dari Nathan , karena memang bukan rahasia umum lagi kalau orang tua Nathan sudah lama berpisah dan ayahnya memutuskan untuk hidup sendiri tidak mau menikah lagi.
Ayah Nathan yang tak lain adalah pemilik perusahaan yang bernama Bagaskara Wijaya , yang bisanya di panggil Bagas yang baru berumur empat puluh tahun itu tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan sama sekali. Malah di usianya itu ia terlihat semakin matang dan tampan saja , dengan jarak usia mereka yang berbeda tujuh belas tahun dan wajah yang tidak mirip .
Dan bukan rahasia umum lagi kalau Nathan ini adalah anak sambung dari Bagaskara , ia dan mantan istrinya Juliana mengadopsi Nathan saat pernikahan mereka yang ke dua tahun . Saat itu terdengar rumor kalau Bagaskara ini mandul , sehingga mereka memutuskan untuk mengadopsi Nathan di usia empat tahun di salah satu pantai yang di mana Bagaskara ini adalah donatur tetapnya.
***
Rania kini tengah menatap penampilannya di cermin , ia tersenyum begitu melihat kalau dirinya sudah cantik untuk bertemu dengan pacarnya .
Tak lupa ia membawa kue yang akan ia berikan kepada Nathan untuk merayakan anniversary mereka yang ke tiga tahun , ia pun mengambil tasnya dan tak lupa paper bag yang berisi kue yang ia buat sendiri.
" Bu , Pak ! " Ucap Rania begitu keluar dari dalam kamarnya , ia memanggil orang tuanya yang saat ini sedang berada di dapur .
" Ibu di dapur ! " Ucap ibu Rania yang bernama Ani , dengan berkata seperti itu secara tidak langsung ia menyuruh Rania agar menghampirinya jika memerlukan sesuatu .Rania pun menghampiri orang tuanya untuk berpamitan .
" Aku izin keluar ya ! " Ucap Rania sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman , Bu Ani yang sedang memasak pun menghentikan pergerakannya begitu juga dengan Pak Rudi yang sedang mengulek .
" Mau kemana ? " Tanya Pak Rudi pada anak perempuannya itu .
" Aku mau ketemu sama Nathan dan setelah itu aku mau ketemu sama Siska juga ! " Ucap Rania dengan jujur kepada orang tuanya .
" Ya sudah , hati - hati ! Ohh iya , tadi kata kak Rendra dia akan datang Minggu depan , si Kenan libur sekolah soalnya ! " Ucap Bu Ani yang akhirnya memberi izin pada anaknya itu , dan tak lupa ia pun memberikan informasi kalau anak laki - lakinya akan pulang bersama dengan anak dan istrinya untuk menghabiskan waktu liburan di sini.
" Iya udah , nanti kalau begitu aku pergi dulu ya ! " Ucap Rania sambil menyalami tangan ke dua orang tuanya itu , dan setelah itu ia pun berangkat menuju apartemen Nathan dengan sepeda motor yang sudah menemaninya sejak di bangku sekolah menengah atas ini .
Di dalam hati Rania tidak sabar melihat reaksi Nathan saat memakan kue buatannya sendiri , karena selama ini ia selalu membuatkan Nathan makanan dan Nathan selalu memuji masakannya itu.
Setelah perjalanan selama empat puluh menit , Rania pun sudah sampai di depan gedung apartemen Nathan . Dengan berhati - hati ia mengambil paper bag yang berisi kue , yang tadi ia sangkutkan di dasbor motornya.
Dengan hati yang riang ia pun berjalan sambil bersenandung kecil , tak lupa ia pun menyapa satpam yang selama ini bekerja menjaga apartemen mewah ini.
Begitu ia sampai di lantai tiga , tempat unit Nathan berada . Ia pun memasukan sandi apartemen Nathan dan masuk setelahnya.
Riana menatap high heels yang berada di lantai dengan heran , mengapa ada sepatu wanita di apartemen pacarnya itu . Namun Riana masih berusaha untuk berpikir dengan positif , ia meyakinkan kalau itu adalah sepatu milik saudara Nathan yang sedang bertamu .
Namun pikiran positif itu harus musnah karena Riana melihat ruang tamu yang di penuhi dengan pakaian wanita dan pria yang berserakan , di tambah lagi ia mendengar suara des*ahan pria dan wanita. Hati Riana semakin kacau kalau , ia dapat mengenali dua suara itu . Itu adalah suara kekasihnya , Nathan dan teman masa kecil Nathan yaitu Claudia .
Paper bag yang berisikan kue yang ia buat pun jatuh ke lantai , Riana benar - benar syok dengan apa yang terjadi saat ini .
" Cepat Claudia , sebentar lagi aku ada janji dengan Riana ! " Ucap Nathan dari dalam kamar sana , namun Riana masih dapat mendengarnya dengan sangat jelas.
" Apa bagusnya dia , ahh lebih dalam Nath ! " Ucap Claudia yang di iringi dengan suara des*ahannya .
" Dia hanya ku jadikan mainan , nanti setelah bosan dengannya aku akan putuskan dia ! Sh*it kamu membuatku gila Clau ! " Ucap Nathan yang tidak mau kalah dengan Claudia , Riana dapat mendengar suara penyatuan mereka .
Mendengar perkataan dari Nathan , hati Riana pun teris . Ia tidak menyangka kalau hubungannya dengan Nathan hanya di anggap sebatas mainan oleh laki - laki yang selama tiga tahun ini menjalin hubungan dengannya.
Dengan langkah gontai , Riana pun keluar dari dalam apartemen. Ia tidak bisa seperti wanita lain yang bisa melabrak kekasihnya yang sedang selingkuh , hatinya begitu rapuh saat ini. Dan jika ia melabrak mereka ia takutnya akan menangis dan meminta Nathan untuk memilihnya dari pada Claudia .
Riana memutuskan untuk tidak kembali ke apartemen Nathan lagi. Hatinya benar-benar hancur melihat pengkhianatan yang dilakukan Nathan . Hubungan yang mereka bangun selama tiga tahun itu ternyata tidak berarti apa-apa bagi Nathan. Malam itu, ia memutuskan untuk melampiaskan rasa sakitnya di sebuah klub malam di pusat kota, tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya.
Klub malam itu penuh dengan suara musik yang memekakkan telinga, lampu-lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari tanpa henti. Riana duduk di bar, memesan minuman yang tidak pernah ia coba sebelumnya. Ia hanya ingin melupakan rasa sakit hatinya, meskipun hanya untuk sementara.
"Minumannya, nona," ucap bartender sambil meletakkan gelas di hadapan Riana.
Tanpa banyak berpikir, ia langsung menenggak minuman itu. Ia tidak menyadari bahwa seseorang di sudut ruangan sedang memperhatikannya dengan tatapan penuh niat buruk. Pria itu mendekati bartender, menyelipkan sesuatu ke dalam minuman Riana tanpa sepengetahuannya.
Beberapa menit kemudian, Riana mulai merasa pusing. Tubuhnya terasa lemah, kendalinya terhadap dirinya sendiri perlahan hilang. Pria itu mendekati Riana, menawarkan bantuan seolah-olah ia adalah seorang penyelamat.
Namun, sebelum pria itu bisa melancarkan niat jahatnya, seorang pria lain muncul. Dengan tubuh tegap dan wajah penuh wibawa, ia segera menarik Riana dari pria tersebut.
"Lepaskan dia," ucapnya dengan suara tegas.
Pria jahat itu mencoba melawan, tetapi Bagaskara, yang tak lain adalah ayah angkat Nathan, berhasil melumpuhkannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Bagaskara sambil menatap Riana yang terlihat linglung.
Namun, efek obat itu terlalu kuat. Riana kehilangan kesadaran dan mulai meracau tidak jelas , dan Bagaskara membawanya keluar dari klub. Ia memutuskan untuk membawa Riana ke salah satu hotel terdekat agar gadis itu bisa beristirahat dengan aman, lagi pula ia tidak tahu dimana rumah gadis yang baru saja ia tolong ini .
Namun, saat Bagaskara membawa Riana ke kamar hotel dan membaringkannya di tempat tidur, efek obat yang juga terminum olehnya mulai terasa dan Rania semakin tidak bisa mengendalikan dirinya.
Bagaskara, yang semula bermaksud hanya memastikan Riana aman, tiba-tiba merasa pikirannya kabur. Ia kehilangan kendali atas dirinya dan Rania yang terpengaruh obat pun semakin berani menyentuh Bagaskara.
Malam itu menjadi sebuah peristiwa yang tidak pernah terbayangkan oleh Riana maupun Bagaskara. Peristiwa yang membawa mereka ke pernikahan.
.
.
Bersambung....
Keesokan paginya, sinar matahari menembus celah tirai kamar hotel, menerangi ruangan yang masih diselimuti keheningan. Rania menggeliat pelan, kepalanya terasa berat dan tubuhnya seperti tidak bertenaga. Matanya perlahan terbuka, dan hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar hotel yang asing baginya.
Kebingungan langsung menyelimuti pikirannya. Ini bukan kamarnya. Ini bukan tempat yang seharusnya ia berada. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi rasa nyeri di sekujur tubuhnya membuatnya mengerang pelan.
Saat itulah matanya menangkap sosok pria yang masih tertidur di sebelahnya. Sosok yang familiar, tapi bukan orang yang biasanya ia lihat. Rania pun terkejut dan langsung bangun dari tidurnya , menyadari bahwa ia tidak mengenakan pakaian selembar pun , Rania langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
“Pak… Pak Bagaskara?” ucap Rania dengan suara bergetar sambil melihat kearah laki-laki yang tertidur di sebelahnya itu .
Bagaskara yang merasakan pergerakan di sampingnya pun membuka matanya dengan malas, namun begitu kesadarannya kembali, ekspresi wajahnya berubah drastis. Ia langsung terduduk, menyadari keadaan mereka. Bagaskara sadar kalau tubuhnya tidak di tutupi sesuatu , namun karena selimut sudah di pakai Rania . Terpaksa ia menggunakan bantal untuk menutupi bagian depannya.
“Kamu… apa yang terjadi?” tanya Bagaskara dengan suara yang serak, matanya mengamati keadaan sekitar, mencoba mengingat bagaimana mereka bisa berada dalam situasi ini.
Rania menggeleng, air matanya mulai menggenang. “Saya… saya tidak ingat apa pun. Saya hanya ingat minum di bar, lalu tiba-tiba pusing… dan setelah itu saya sudah di sini.” ucapnya dengan terbata , sesekali ia akan memukul kepalanya untuk mencoba mengingat apa yang terjadi dengan mereka.
Bagaskara mengusap wajahnya, pikirannya kacau. Ia ingat kalau ia menyelamatkan Rania dari pria yang berniat jahat padanya, dan karena Rania yang terus mengeluh kepanasan ia pun berinisiatif membawa Rania di hotel dan berencana akan meninggalkannya . Namun , di saat ia kan pergi Rania menahannya dan karena ia juga terpengaruh alkohol terjadilah hubungan yang seharusnya tidak di lakukan.
Bagaskara yang ingat apa yang terjadi pun memukul kepalanya cukup kencang , ia merilis kebodohannya yang tidak bisa menahan hawa nafsunya . Meskipun Rania yang menggodanya , namun gadis itu terpengaruh obat perang*sang .
Beberapa detik mata mereka saling menatap dalam keheningan. Rania merasa dadanya sesak. Apakah ia baru saja tidur dengan ayah angkat Nathan? Pria yang sudah ia hormati sebagai atasan di perusahaan? Apa yang akan terjadi padanya sekarang?
Tiba-tiba, rasa jijik pada dirinya sendiri muncul. Ia meremas selimut dengan erat, lalu menundukkan kepala, air matanya jatuh satu per satu.
Bagaskara merasakan rasa bersalah yang begitu besar. Ia tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi, tetapi yang jelas, ia telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan.
“Kamu pacarnya Nathan kan ? Rania ? " ucap Bagaskara sambil menatap Rania yang terus tertunduk. Dan Rania yang mendengar perkataan laki-laki di depannya pun mengangkat kepalanya ,sebelum menunduk kembali.
" Rania… saya minta maaf. saya benar-benar menyesal atas apa yang terjadi pada kita , namun yang harus kamu tahu , saya tidak sengaja melakukannya." Ucap Bagas dengan tulus , ia benar-benar merasa bersalah .
Sesekali Bagaskara akan mengumpat pada dirinya sendiri , ia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi , bagaimana mungkin ia meniduri pacar anaknya sendiri , Nathan memang belum memperkenalkan mereka secara resmi . Namun Bagaskara sudah tahu hubungan mereka sejak lama , dan kini entah bagaimana hubungan mereka saat tahu apa yang sebenarnya terjadi .
Rania tidak menjawab. Ia masih berusaha mencerna semuanya, tetapi rasa sakit di hatinya karena pengkhianatan Nathan bercampur dengan kebingungan akibat kejadian ini.
Bagaskara berdiri dari tempat tidur, meraih pakaiannya, lalu mengenakannya dengan cepat. Setelah selesai memakai pakaiannya , ia pun mengambil pakaian Rania dan meletakkannya di samping wanita yang sudah tidak gadis lagi itu.
Rania masih duduk membeku di atas tempat tidur, jari-jarinya mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya. Air matanya terus mengalir tanpa bisa ia kendalikan. Rasanya seperti mimpi buruk yang terlalu nyata, sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, apalagi terjadi dalam hidupnya.
Bagaskara berdiri di dekat tempat tidur, mengamati Rania yang masih terisak. Wajahnya penuh dengan rasa bersalah dan kebingungan yang mendalam. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum akhirnya membuka suara.
"Rania..." Suaranya dalam dan tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas terdengar. "Saya ingin tahu... bagaimana kamu bisa ada di sini? Terakhir saya melihat kamu , kamu ada di bar, minum... dan setelah itu ada pria yang berusaha melecehkan kamu , saya berusaha menolong namun yang terjadi justru sebaliknya . Bukannya menolong kamu saya malah merusak kamu ! " ucap Bagaskara bercerita dengan jujur apa yang ia lihat malam itu.
Rania yang mendengar itu pun menggigit bibirnya, berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Namun, ingatannya seperti kepingan puzzle yang belum tersusun dengan jelas. Ia hanya ingat suara musik yang berdentum di sekelilingnya, gelas-gelas minuman yang terus berdatangan, dan kemudian perasaan pusing yang luar biasa.
Namun , semakin Rania mencoba mengingat , ia ingat jika ia meminum minuman yang diberikan oleh bartender . Padahal saat itu ia tidak sedang memesan minuman.
"Saya... saya tidak ingat banyak," jawabnya dengan suara parau. "Yang saya ingat , saya sedang duduk di bar sendirian. saya butuh waktu untuk menenangkan diri setelah..." ucap Rania yang terhenti , ia ingat kalau alasannya ke bar karena ia melihat Nathan tengah selingkuh dengan Claudia .
Bagaskara yang mendengar itu pun mengangkat alisnya. "Setelah apa?" tanyanya yang penasaran dengan apa yang dikatakan oleh gadis yang baru saja ia ambil kegadisannya.
Rania menghela napas panjang , mau tidak mau ia harus memberitahukan pada Bagaskara kalau ia melihat anak angkatnya itu tengah bermadu kasih dengan wanita lain. Tangannya menghapus air mata yang masih mengalir sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menatap Bagaskara.
"Setelah saya melihat Nathan dengan teman kecilnya , Claudia. Mereka menghianati saya , mereka membicarakan saya disaat mereka tengah berbagi peluh !" Ucap Rania dengan lirih , sesekali ia akan menghapus air matanya yang jatuh.
Bagaskara yang mendengar itu pun tidak bisa tidak terkejut, tetapi ia tidak langsung berbicara. Ia membiarkan Rania melanjutkan.
"Saya pergi ke bar, ingin menenangkan diri. Saya tidak pernah minum alkohol sebelumnya, tapi entah kenapa malam itu saya hanya ingin melupakan semuanya." Suaranya terdengar putus asa. "Saya terus minum, sampai akhirnya saya merasa sangat pusing dan tidak bisa berpikir jernih." Ucap Rania panjang lebar bercerita pada pria yang berhasil mengambil keperawa*nannya itu .
Bagaskara mengangguk pelan, kini ingatannya sedikit demi sedikit kembali. Ia ingat melihat Rania dalam keadaan mabuk berat, nyaris tak bisa berdiri dengan benar. Ia tahu kalau Rania ini merupakan pacar Nathan karena Nathan pernah bicara kalau ia punya pacar. Dan sebagai ayah yang baik ia mencoba mencari tahu , dan ia setuju jika Nathan berpacaran dengan Rania . Karena menurutnya , Rania ini wanita baik-baik.
"Bagaimana Nathan bisa berbuat seperti itu , di saat ia selalu membicarakan kamu dengan saya ! " ucap Bagaskara akhirnya , ia tidak habis pikir kalau anaknya akan bertindak seperti itu.
" Nathan membicarakan saya ? " tanya Rania dengan tidak percaya , dan Bagaskara yang mendengar itu pun menganggukan kepalanya.
" Ia sering bicara tentang kamu karena saya yang bertanya lebih dulu tentang kamu padanya , biar bagaimanapun saya tahu kalau Nathan itu selalu gonta-ganti pasangan . Dan saya bertanya tentang keseriusannya ! " ucap Bagaskara pada akhirnya , dan Rania yang mendengar itu pun merasa nyeri di dadanya.
Ternyata Nathan berbohong padanya , Nathan pernah berkata padanya kalau ia adalah pacar pertamanya .
Keheningan panjang menyelimuti mereka. Rania menggigit bibirnya, perasaan marah, sedih, dan bingung bercampur menjadi satu.
Bagaskara akhirnya berbicara lagi, kali ini suaranya lebih pelan, lebih dalam. " Saya akan bertanggung jawab." ucap Bagaskara lagi , kali ini ia menatap ke arah Rania .
Rania menoleh dengan ekspresi terkejut. "Apa?" ucapnya yang spontan karena kaget
"Saya sudah melakukan kesalahan besar," kata Bagaskara dengan mantap. "Saya tidak bisa berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Saya tidak bisa membiarkan, kamu menanggung semuanya sendirian." Ucap Bagaskara lagi dengan tegas .
"Tapi... ini bukan salah bapak ," bisik Rania. "Saya juga tidak sadar ..." Ucapan Rania pun terputus , karena Bagaskara memotong perkataannya.
"Tidak peduli siapa yang salah atau benar," potong Bagaskara. "Yang jelas, saya tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian." Ucap Bagaskara lagi , ia benar-benar akan bertanggung jawab pada wanita yang seharusnya menjadi menantunya itu .
Rania menatapnya, hatinya dipenuhi oleh perasaan yang begitu bertentangan. Di satu sisi, ia merasa lega karena Bagaskara tidak akan lari dari tanggung jawab. Tapi di sisi lain, ia tidak bisa membayangkan akan menikah dengan pria yang seharusnya menjadi ayah mertuanya.
Terlebih lagi... bagaimana jika Nathan mengetahui kalau ia tidur dengan ayah yang selama ini menjadi panutannya!
Bagaskara menatap Rania dalam-dalam. "Kita akan mencari jalan keluar, Rania. Tapi untuk sekarang, yang paling penting adalah memastikan kamu baik-baik saja." Ucap Bagaskara lagi yang tahu apa yang saat ini sedang di pikirkan oleh Rania .
Rania terdiam. Ia ingin percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tetapi dalam hatinya ia takut kalau ada nyawa yang hadir karena kejadian ini.
.
.
Bersambung...
Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun menunduk, menggigit bibirnya untuk menahan isak tangis yang kembali ingin pecah. Jari-jarinya masih mencengkeram erat selimut yang membungkus tubuhnya, seolah kain tipis itu adalah satu-satunya perlindungan yang tersisa. Pikirannya penuh dengan kekacauan, mencoba memahami bagaimana semua ini bisa terjadi.
Bagaskara, yang kini berdiri tak jauh darinya, terlihat sama bingungnya. Ia memang laki-laki dewasa, pria mapan yang telah terbiasa mengendalikan situasi, tapi kali ini... semuanya terasa di luar kendali.
Bagaimana bisa ia bangun dan mendapati dirinya di ranjang bersama Rania— pacar anaknya sendiri , dan yang seharusnya menjadi calon menantunya?
Pikiran itu membuat dadanya sesak. Ia tidak mabuk, ia ingat semuanya, tapi ia juga tidak merasa melakukan ini dalam keadaan sadar sepenuhnya.
" Sial ! " ucap Bagaskara di dalam hati.
Bagaskara menghela napas berat, menatap gadis yang masih membisu di depannya. Ia bisa melihat bagaimana Rania berusaha menahan tangis, bagaimana matanya yang membengkak menandakan bahwa ia telah menangis cukup lama.
Bagaskara masih berdiri di dekat tempat tidur, memandang Rania dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada penyesalan di sana, juga kebingungan yang sama besarnya. Ia mengembuskan napas panjang, seolah ingin mengusir beban yang menghimpit dadanya.
“Rania,” panggil Bagaskara pelan, nyaris berbisik.
Rania mendengar panggilan dari Bagaskara , namun ia memilih untuk tidak menjawabnya. Ia hanya menatap kosong ke arah selimut yang membalut tubuhnya, seakan berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir saat ia membuka matanya kembali.
Bagaskara pun berjalan mendekat, lalu duduk di tepi ranjang, menjaga jarak agar tidak membuat Rania semakin marah pada .
" Rania saya minta maaf , dan saya hanya bisa memastikan kalau saya tidak akan kabur dari masalah ini ! Karena kalau kamu menginginkan kejadian ini tidak terjadi , itu tidak mungkin ! Nasi sudah menjadi bubur . Saya ataupun kamu tidak bisa mengubah ini ! " ucap Bagaskara panjang lebar .
Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun mengangkat wajahnya, tatapannya dipenuhi dengan air mata. “Tapi tetap saja, Pak... kita...” Suara Rania tercekat, tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Bagaskara mengepalkan tangannya di atas pahanya. “Saya tahu... dan itu yang membuat semua ini semakin sulit diterima.” Ia mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan pikirannya yang masih berantakan.
Keheningan kembali mengisi kamar hotel itu, hanya suara napas berat mereka yang terdengar. Rania memejamkan mata, mencoba mengatur pikirannya. Seberapa pun ia mencoba menyangkal, kenyataan ini tetap ada di hadapannya.
Entah apa yang akan dilakukan Nathan jika ia tahu semua ini.
Tubuh Rania menegang, kepalanya terasa semakin pusing memikirkan kemungkinan itu. Nathan mungkin telah mengkhianatinya lebih dulu, tapi tetap saja... apa yang terjadi kali ini salah.
Bagaskara tampaknya memahami kegelisahan Rania, karena ia kemudian berkata, “Saya tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu setelah ini ! Bahkan jika yang menyakitimu adalah putraku sendiri , saya akan memberikannya pelajaran ! ” ucap Bagaskara dengan tegas sambil menatap Rania dalam.
“Maksud Bapak?” tanya Rania heran dan gadis yang baru saja berubah menjadi wanita itu menatap Bagaskara dengan mata penuh pertanyaan.
Bagaskara menatapnya dengan serius. “Saya tidak tahu bagaimana kita bisa sampai ke titik ini, tapi satu hal yang saya tahu... Saya tidak akan membiarkan kamu menghadapi ini sendirian. Itu janji saya ! ” ucap Bagaskara yang bersungguh-sungguh dengan apa yang ia katakan.
Rasanya saat ini Rania sangat ingin tertawa dengan apa yang ia alami “Pak... Anda tidak harus merasa bertanggung jawab. Saya juga tidak sadar...” ucapnya yang harus terpotong kembali oleh Bagaskara
“Tetap saja,” potong Bagaskara. “Saya adalah laki-laki dewasa, Rania. Dan apa yang terjadi semalam... tidak bisa diabaikan begitu saja.” ucap Bagaskara lagi sambil menatap Rania dalam. Meskipun ia ragu apakan benihnya akan tumbuh di dalam rahim Rania , namun ia merasa bersalah sudah merusak kepera*wanan Rania .
Rania yang mendengar itu pun terdiam. Pikirannya masih kacau, tapi satu hal yang pasti—ia tidak bisa kembali ke kehidupannya yang sebelumnya.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Rania dengan suara lirih.
Bagaskara mengusap wajahnya, mencoba berpikir jernih. Ia harus mengeluarkan mereka dari situasi ini dulu sebelum memikirkan langkah selanjutnya. "Kita harus pergi dari sini," katanya. "Saya akan mengantar kamu pulang." Ucap Bagaskara lagi sambil bangkit dari duduknya.
Rania yang mendengar itu pun mendongak , ia menatap Bagaskara dengan ekspresi terluka. "Saya tidak bisa pulang seperti ini, Pak. Bagaimana jika orang tua saya tahu?" Ucap Rania yang belum berani berhadapan oleh orang tuanya.
Bagaskara terdiam. Ia tahu betapa keluarga di negara ini tentang kehormatan seorang wanita , dan sudah pasti keluarga Rania pasti sama dalam hal kehormatan. Jika mereka tahu putri mereka telah menghabiskan malam bersama pria yang lebih tua—bahkan tanpa ikatan apa pun—itu bisa menjadi kesalahan yang sangat besar.
"Baiklah," kata Bagaskara akhirnya. "Kau bisa tinggal di tempat lain sementara waktu, sampai kita memikirkan jalan keluar." ucapnya pada akhirnya.
Rania yang mendengar itu pun mengerutkan kening. "Di mana?" tanyanya dengan heran.
Bagaskara terdiam sejenak, lalu berkata, "Untuk sementara kamu bisa tinggal di rumah saya!" ucapnya dengan santai tanpa emosi sedikitpun.
Rania yang mendengar itu pun tersentak. "Apa? Tidak! Itu... itu akan membuat segalanya semakin rumit!" Ucap Rania yang kaget mendengar perkataan bos-nya itu .
"Apa kau punya pilihan lain?" Bagaskara menatapnya tajam. "Kau tidak bisa pulang, dan aku tidak bisa membiarkan kau sendirian setelah ini."ucap Bagaskara dengan tegas .
Rania menggigit bibirnya, hatinya berteriak ingin menolak. Tapi ia tahu, Bagaskara benar. Setelah berpikir beberapa saat , Rania pun akhirnya setuju untuk singgah keruang Bagaskara sebentar .
****
Sementara itu di apartemen Nathan , pria itu baru saja terbangun dan mendapati Claudia di sampingnya . Nathan pun meregangkan ototnya yang pegal karena tangannya menjadi bantalan untuk wanita yang tadi malam berbagi peluh dengannya itu .
Nathan pun berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya , dan setelah selesai ia pun berjalan keluar kamar untuk mengambil minum di dapur . Namun , langkah Nathan pun terhenti begitu melihat sebuah kue yang sudah tidak berbentuk lagi di depan pintu kamarnya.
Seketika Nathan pun teringat pada pacarnya , Rania yang ia janjikan akan bertemu malam tadi. Nathan pun melupakan niat awalnya keluar kamar , ia masuk ke dalam kamar kembali dan mencari-cari keberadaan handphone-nya.
" Dimana sih , itu hp ! " Ucap Nathan sambil menyingkirkan barang-barang yang berantakan karena aksinya dengan Claudia tadi malam .
" Cari apa ? " Tanya Claudia dengan Sura khas bangun tidur , sesekali ia akan menguap.
" Handphone aku di mana ? " Tanya Nathan yang ingat kalau Claudia sempat memegang handphone-nya .
" Ohh , itu di sofa ruang tamu ! Memangnya mau apa ? " Tanya Claudia yang heran melihat Nathan panik mencari handphone-nya . Nathan yang mendengar itu pun berjalan ke arah ruang tamu dan mendapati handphone-nya berada di bawah sofa , ia pun menghubungi nomor Rania .
" Mau menghubungi Rania ! Aku lupa punya janji dengan dia ! " Ucap Nathan sambil mencoba menghubungi nomor pacarnya itu .
" Udah lah , mungkin dia udah tidur karena kelelahan nangis . Karena melihat apa yang kita lakukan semalam ! " Ucap Claudia dengan santainya , sambil bangkit dari tidurnya . Membiarkan tubuh polosnya tidak tertutup apa pun.
Nathan menghentikan gerakannya, menatap Claudia dengan tatapan tajam. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara dingin.
Claudia tersenyum miring, lalu berjalan kearah Nathan. "Kamu pikir dia nggak tahu? Lihat sekeliling, Nath. Kue itu pasti dari dia. Dia pasti sudah datang ke sini tadi malam, dan melihat apa yang kita lakukan!" ucapnya santai sambil menunjuk ke arah kue yang berantakan di lantai depan kamar yang mereka pakai tadi malam.
Seketika dada Nathan terasa sesak. Ia menatap ponselnya, melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Rania. Namun, pesan terakhir yang ia terima adalah dari beberapa jam yang lalu—hanya satu kalimat pendek yang membuat dadanya semakin berat.
"Aku sudah tahu semuanya. Aku tidak akan mengganggu lagi. Selamat bersenang-senang."
Nathan mencengkeram ponselnya erat-erat. "Sial!" geramnya, melemparkan ponsel itu ke sofa. Ia mengusap wajahnya dengan frustrasi. Rania benar-benar sudah melihat semuanya.
Claudia mendekat, melingkarkan tangannya di sekitar leher Nathan. "Kenapa kamu masih peduli padanya? Kamu sendiri yang bilang dia cuma mainan, bukan?" bisiknya menggoda.
Nathan menepis tangan Claudia dengan kasar. "Diam!" bentaknya, membuat Claudia terbelalak kaget. Nathan tidak pernah membentaknya seperti ini sebelumnya.
Nathan menatap layar ponselnya lagi , dan layar ponselnya itu masih menunjukkan panggilan tak terjawab. Ia mencoba menelepon Rania berkali-kali, tapi gadis itu tidak menjawab.
Perasaannya tidak enak.
Nathan pun berjalan ke arah dapur, namun matanya kembali tertuju pada kue yang sudah hancur di lantai. Pikirannya berkecamuk , ia memang ingin menjadikan Rania sebagai mainannya. Namun ,ia juga tidak mau kalau Rania tahu perbuatannya dengan Claudia secepat ini.
" Shit! " ucap Nathan dengan cukup keras dan mengusap wajahnya dengan frustasi.
" Aku harus bertemu dengan Rania ! " Ucap Nathan setelah sedari tadi ia termenung . Claudia yang mendengarnya pun mengerutkan keningnya .
" Untuk apa ? " Ucap Claudia sambil memandang Nathan .
"Untuk apa ? " Nathan mendengus tidak percaya. "Kalau dia tahu, dia pasti akan meninggalkanku! Aku tidak bisa kehilangan dia begitu saja!" ucap Nathan lagi dengan tegas.
Claudia tertawa kecil, lalu melingkarkan lengannya ke leher Nathan. "Ayolah, Nathan. Kamu sendiri bilang dia cuma mainan, kan? Lagipula, sekarang kamu punya aku jika Rania memutuskan hubungan kalian!" ucapnya yang masih mencoba merayu Nathan agar tidak mencari keberadaan Rania.
Nathan menepis tangan Claudia dengan kasar. "Aku tidak pernah bilang aku mau kehilangan dia." ucapnya sambil menatap tajam Claudia.
Claudia yang mendengar itu pun mengangkat alisnya . "Kamu tidak mungkin serius dengan dia, kan? Dia bukan siapa-siapa dibandingkan dengan aku. Dia hanya pegawai pabrik biasa , sedangkan aku anak orang kaya yang bisa membantu kamu mendapatkan warisan dari Om Bagas! " ucap Claudia sambil menatap Nathan tidak terima .
Nathan yang mendengar perkataan dari claudia pun marah. Entah mengapa, perkataan Claudia membuatnya kesal.
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia meraih kunci mobilnya dan berjalan keluar dari apartemen. Ia harus menemukan Rania. Ia harus memastikan bahwa gadis itu tidak meninggalkannya, sebelum ia bosan bermain dengannya.
Tapi yang tidak ia sadari...
Rania sudah berada di tempat yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Di sisi ayah angkatnya.
Di rumah pria yang seharusnya menjadi figur ayahnya.
Dan tanpa sadar, hubungan mereka yang selama ini ia anggap sebagai permainan... kini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam.
.
.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!