Ibu Rini mengambil beberapa kebutuhan rumah tangganya dan memasukkan kedalam keranjang belanjaan di sebuah minimarket yang tidak jauh dari rumahnya. Ia tidak menyadari sepasang mata dari seorang pemuda dua puluh tiga tahun yang terus mengawasinya. Dengan agak ragu-ragu pemuda tersebut mendekati Ibu Rini.
"Permisi bu, Ibu Rini ya?" tanya pemuda tersebut dengan hormat.
"Iya benar, kamu siapa ya nak?" Ibu Rini bertanya kembali sambil mengamati wajah pemuda tersebut berusaha mengingat-ngingat.
"Saya Angga bu, Anak Pak Hendrawan, sahabat keluarga Ibu Rini di Kalimantan dulu."
Ibu Tini pun terperangah, seakan tidak percaya ia berjumpa dengan siapa.
"Anggaaaa, itu kamu Nak? Sudah besar kamu sekarang," ujar Ibu Rini masih tidak percaya sambil melihati Angga dari atas hingga ke bawah.
"Iya betul saya Angga, Bude," Angga meyakinkan Ibu Rini.
Ingatan Ibu Rini kembali ke dua belas tahun yang lalu.
Almarhum Sutoyo suami Ibu Rini dan Hendrawan merupakan Bintara Polisi yang berasal dari jawa dan ditugaskan pada salah satu Polres di Pulau Kalimantan. Mereka berdua bersahabat sejak awal menjadi polisi.
Di Kalimantan, mereka tinggal di sebuah asrama polisi. Sutoyo memiliki anak tunggal perempuan bernama Aaliyah dan Hendrawan memiliki dua anak laki laki, Hadi dan Angga. Aaliyah dan Angga umurnya hampir sebaya dan merupakan teman main saat kecil.
**************
Flash Back On
Siang itu asrama polisi sedang sepi, karena sebahagian besar penghuninya berangkat bekerja dan anak-anak sedang bersekolah. Hanya Pak Hendrawan dan Pak Sutoyo polisi yang tinggal di asrama karena sedang lepas jaga.
Ibu Laela yang merupakan seorang guru, istri Pak Hendrawan, baru saja pulang mengajar. Hadi dan Angga masih berada di sekolah.
Ibu Rini istri Pak Sutoyo yang merupakan seorang Ibu Rumah Tangga sedang menjaga Aaliyah yang saat itu tidak masuk sekolah karena sedang demam.
Tiba-tiba Pak Sutoyo menerima telepon dari rekan kerjanya, bahwa ada sekelompok orang yang bergerak menuju asrama mencari Pak Hendrawan. Kelompok tersebut merupakan keluarga seorang perampok yang ditembak mati oleh Pak Hendrawan, dan berniat membalas dendam pada Pak Hendrawan.
Mendengar berita tersebut Pak Sutoyo langsung melompati tembok pembatas rumahnya dengan rumah Pak Hendrawan, dan masuk secepatnya ke rumah Pak Hendrawan. Pak Sutoyo menarik Pak Hendrawan ke Rumah Pak Sutoyo melalui pintu belakang, memasukkan ke kamar Pak Sutoyo dan menguncinya dari luar.
Pak Hendrawan yang kebingungan dengan tingkah Pak Sutoyo bertanya apa yang sedang terjadi karena tiba-tiba saja dikurung di kamar.
"Diam kamu disitu!" jawab Pak Sutoyo.
Pak Sutoyo juga mengamankan Ibu Laela di rumahnya. Kemudian Pak Sutoyo berdiri di depan rumah Pak Hendrawan dengan pistol yang terselip di pinggang menunggu kelompok yang akan menyerang Pak Hendrawan.
Tidak sampai satu menit, enam orang yang berboncengan sepeda motor datang bersenjata parang dan golok.
"Mana Hendrawan?" teriak salah satu diantaranya.
"Hendrawan tidak ada di sini, ada apa kalian mencari Hendrawan?" balas Pak Sutoyo.
"Jangan sembunyikan Hendrawan," ujar salah seorang lagi diantaranya melangkah maju ke Pak Sutoyo sambil menunjukkan parangnya.
Pak Sutoyo mengeluarkan pistolnya dan berkata "Jangan coba-coba maju kemari, satu langkah lagi saya tembak kamu."
Rupanya orang tersebut tidak mempedulikan ancaman Pak Sutoyo dan tetap maju ke arah Pak Sutoyo sehingga Pak Sutoyo pun melepaskan tembakan ke arah kakinya dan mengenai kaki kanan pria itu.
Melihat satu temannya tertembak, kelima orang yang lain berlompatan ke arah Pak Sutoyo dan mengeroyok Pak Sutoyo dengan membabi buta. Ibu Rini dan Ibu Laela berteriak histeris meminta pertolongan melihat Pak Sutoyo menghadapi lawan yang tidak seimbang.
Melihat orang-orang mulai berhamburan keluar akibat teriakan Ibu Rini dan Ibu Laela, kelima penyerang melarikan diri dengan sepeda motor mereka.
Penyerang yang tertembak kakinya tidak mampu mengejar rekannya dan ditinggalkan oleh rekan-rekannya.
Hadi yang baru saja pulang sekolah dari SMA Negeri Tiga, melihat dari jauh peristiwa tersebut. Dengan sangat marah ia berlari sekencang-kencangnya mengejar para penyerang yang bersepeda motor. Namun tenaganya tidak mampu menandingi kecepatan sepeda motor sehingga ia berhenti dengan terengah-engah sambil berterik
"Pengecut, kembali kalian kalau berani, lawan aku."
Kemudian Hadi berlari kembali ke arah Pak Sutoyo yang sudah terkapar bersimbah darah terkena tebasan parang.
Di sana, Ibu Rini dan Aaliyah memeluk Pak Sutoyo sambil menangis histeris.
Tidak jauh dari Pak Sutoyo, tampak seorang penyerang yang kakinya tertembak, sudah ditahan oleh warga. Hadi melompat kearah penyerang tersebut dan memukulnya berkali-kali sampai penyerang tersebut rebah ke tanah.
Tidak lama kemudian petugas kepolisian dan ambulance datang. Pak Sutoyo digotong oleh petugas naik ke ambulance, diikuti Ibu Rini dan Ibu Laela.
Sebelumnya, Ibu Rini menitipkan Aaliyah pada Hadi "Tolong jaga adikmu Nak!"
Hadi mengangguk, menerima Aaliyah dari Ibu Rini.
Ia menggendong Aaliyah sambil memandangi ambulance pergi membawa Pak Sutoyo dan Mobil Patroli Polisi membawa penyerang yang tertembak.
Setelah mobil ambulance lepas dari pandangan, Hadi menatap wajah bocah kecil yang berusia sembilan tahun di gendongannya. Bocah itu tidak berhenti menangis. Bajunya berlumuran darah ayahnya karena terus memeluk ayahnya sampai ambulance datang.
"Berhentilah menangis Aaliyah!" kata Hadi pada bocah itu. "Bapak dirawat di rumah sakit dulu. Besok bisa pulang kok," bujuknya pada Aaliyah.
"Aaliyah mau Ayah," ujar bocah itu sambil terus menangis.
"Sebentar lagi Ayah pulang, Ayah mau diobatin di Rumah Sakit. Aaliyah jangan nangis ya," kata Hadi sambil mengusap kepala bocah di gendongannya, kemudian menidurkan bocah itu dibahunya.
********************
Pak Sutoyo dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara dalam kondisi kritis. Sebelum meninggal beliau sempat memanggil sahabatnya dan berpesan,
"Kalau aku terlebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa, aku titip Rini dan Aaliyah," ucap Pak Sutoyo dengan suara terbata-bata.
Sambil menangis Pak Hendrawan menjawab, "Kamu jangan khawatir, Aaliyah aku anggap sebagai anak sendiri. Kelak jikalau mereka sudah besar, akan kunikahkan Aaliyah dengan Angga."
Keesokan pagi setelah kejadian pengeroyokan, Pak Sutoyo menghembuskan nafas terakhirnya.
Pak Hendrawan merasa sangat berutang budi pada Pak Sutoyo, karena Pak Sutoyo meninggal karena melindunginya.
Flash Back Off
******************
"Bagaimana kabar orang tuamu nak Angga?" Ibu Rini bertanya kepada Angga.
Angga menjawab "Alhamdulillah, mereka sehat. Bude boleh minta alamat, saya akan bawa ayah dan ibu menemui Bude, mereka pasti akan sangat senang."
Ibu Rini memberikan alamatnya pada Angga dan Angga mencatat pada ponselnya.
"Bagaimana kabar Aaliyah, Bude?" Angga menanyakan kabar teman kecilnya pada Bu Rini.
"Aaliyah sehat. Umurnya sudah dua puluh satu tahun. Aaliyah masih kuliah. Nak Angga masih kuliah juga atau sudah kerja?" Bu Rini balik bertanya pada Angga.
"Angga sudah kerja bude di Bank Swasta. Kami semua pindah ke kota ini mengikuti Mas Hadi yang bertugas di sini," jawab Angga.
"Mas Hadimu sekarang sudah jadi perwira polisi ya? Apa sudah menikah dia?" Bu Rini menanyakan kabar Hadi pada Angga. Putra sulung Pak Hendrawan.
Dahulu sewaktu Bu Rini memutuskan untuk meninggalkan Kalimantan, pulang ke kampung halamannya, Hadi lulus dan sudah masuk ke Akademi Kepolisian.
"Belum, Bude. Mas Hadi belum menikah, masih pacaran terus. Malah Angga yang mau menikah dalam waktu dekat ini. Angga sudah bertunangan, Bude," terang Angga.
Angga menceritakan pada Ibu Rini bahwa ia sudah memiliki tunangan seorang karyawati bank swasta juga.
Angga sedang berada di minimarket tersebut untuk mengambil laporan penjualan dari minimarket milik kakaknya, Hadi.
Ibu Rini ditemani Ratih sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur untuk menjamu kunjungan keluarga Hendrawan minggu siang ini.
Ibu Rini memasak rawon daging sapi khas Jawa Timur, makanan favorit Hadi dahulu sewaktu masih di asrama polisi dan kari ayam favorit Angga.
Hadi dan Angga sewaktu masih kecil, memang lebih banyak makan siang di rumah Ibu Rini, karena ibu mereka Laela yang berprofesi sebagai seorang guru belum pulang mengajar. Sedangkan Ibu Rini sendiri seorang ibu rumah tangga yang lebih banyak tinggal di rumah.
Ibu Rini selalu memperlakukan keduanya seperti anak sendiri dan selalu memasakkan masakan kesenangan mereka.
Aaliyah sedang berada di kamar delan, memainkan gitar sambil menyanyi, mempelajari kunci lagu yang baru dirilis oleh sebuah band.
Sekali-kali ia ke dapur mencicipi masakan bundanya.
Aaliyah memang sudah lama menyenangi musik serta memiliki suara yang khas dalam bernyanyi.
*****
Mobil yang dikemudikan Hadi meluncur di jalan raya menuju rumah Ibu Rini. Pak Hendrawan duduk di depan di samping Hadi. Di belakang ada Ibu Laela, Angga dan tunangannya Adelia.
Rumah Ibu Rini terletak di sebuah gang dengan lebar jalan hanya tiga meter, sehingga Hadi harus memarkir mobilnya di jalan raya depan gang tersebut. Mereka lalu berjalan kaki kurang lebih lima puluh meter dari tempat parkir, memasuki gang tersebut untuk sampai ke rumah Ibu Rini.
Rumah Ibu Rini hanya memiliki luasan empat puluh dua meter bujur sangkar dengan dua kamar tidur. Aaliyah di kamar tidur depan dekat ruang tamu dan Ibu Rini di kamar tidur belakang dekat dapur.
Di samping rumah Ibu Rini terdapat ruang jahit kecil milik Ibu Rini dengan ukuran 3 x 6 meter, dimana pintu bagian dalam studio jahitnya dapat diakses dari dapur rumah.
Sudah 6 tahun Ibu Rini membuka usaha kecil menjahit sejak mereka pindah ke Kota Bandung. Ibu Rini mempekerjakan seorang karyawan bernama Ratih.
"Assalamualaikum," Ibu Laela mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.
Dari dalam, Ibu Rini menjawab salam dan membuka pintu.
Ibu Laela dan Ibu Rini saling berpelukan dan menangis melepas kerinduan. Ibu Rini kemudian bersalaman dengan Pak Hendrawan, Angga serta tunangannya dan yang terakhir dengan Hadi.
"Hadi, kamu semakin gagah saja, Nak," ujar Ibu Rini pada Hadi dengan begitu kagum.
Memang dari dulu Hadi memiliki wajah yang tampan dan kulit cerah. Dengan tinggi badan 178 cm dan postur tubuh yang proporsional membuatnya masuk dalam kategori berpenampilan menarik.
Wajah tampan dan pembawaannya yang tenang membuat banyak wanita yang menaruh perhatian padanya. Ibu Rini ingat betul, banyaknya gadis yang mengunjungi Hadi sewaktu mereka masih di Asrama.
"Terimakasih, Bude," ucap Hadi sambil tersenyum tipis.
Ibu Rini kemudian memanggil Aaliyah di kamarnya.
Aaliyah muncul dari balik pintu kamar mengenakan kaos pink dan celana drawstring.
Pak Hendrawan dan Ibu Laela menunjukkan ekspresi kaget melihat Aaliyah. Angga terkesima. Hanya Hadi yang tetap tenang sembari tersenyum kecil.
Bagaimana tidak, Aaliyah kecil memiliki tubuh yang gemuk, pipi tembem, kulit yang gelap karena sering bermain di bawah terik matahari. Sedikit tomboy karena sering bergabung dengan anak lelaki.
Perubahan fisiknya sangat drastis sekarang. Aaliyah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang menarik. Memiliki bentuk tubuh yang seimbang, pinggang yang ramping, kulit putih, tinggi badan sekitar 165 cm. Rambutnya panjang dan dan sedikit bergelombang serta senyum yang manis.
"Ya Allah, Aaliyah kamu berubah banget," kata Ibu Laela masih melongo melihat perubahan Aaliyah.
Aaliyah hanya tersenyum malu-malu.
Aaliyah pun bersalaman pada tamunya mulai dari Pak Hendrawan. Pak Hendrawan memeluk Aaliyah, begitupun Ibu Laela.
Saat giliran Angga, mereka bersalaman agak lama. Kedua teman lama itu saling menggenggam tangan tidak menyangka masih bisa bertemu setelah sekian lama terpisah. Setelah Angga, Aaliyah menyalami Adelia.
Yang terakhir Aaliyah bersalaman dengan Hadi. Hadi menatap mata Aaliyah dalam dan menjabat tangan erat sambil tersenyum kecil. Membuat Aaliyah menjadi kikuk seketika.
"Hai Aaliyah!" sapa Hadi singkat
"Iya Mas," jawab Aaliyah tersenyum.
Mereka bernostalgia mengenang masa-masa sewaktu masih tinggal di Kalimantan.
Aaliyah dan Angga setiap saat selalu bermain bersama. Meskipun demikian hubungan pertemanan mereka pasang surut. Ketika sedang akur bahkan sampai makan satu piring bersama. Namun apabila mereka bertengkar, tidak jarang berakhir dengan saling pukul atau saling lempar.
Apabila perang sudah terjadi, yang selalu tampil sebagai pemenang adalah Aaliyah yang notabene badannya lebih besar dari Angga saat itu.
Angga pun hanya bisa berlari menangis mengadu kepada orang tuanya sebagai anak laki-laki yang teraniaya.
Mereka semua tertawa saat Pak Hendrawan mengingatkan hal itu. Angga juga tertawa meski mukanya agak masam, merasa malu pada tunangannya Adelia.
"Aaliyah, ingat gak dulu kita sering ngintip Mas Hadi pacaran dibawah pohon jambu air merah?" kata Angga mengingatkan.
"Iya Mas Hadi dulu pacarnya banyak ya," ujar Aaliyah sambil melirik ke arah Hadi.
Hadi hanya tersenyum kecil sambil memainkan HP nya.
"Sekarang juga pacarnya masih banyak," Angga menimpali.
"Masih ingat siapa yang harus saya jemput di atas pohon?" Balik Hadi yang mengingatkan sebab merasa terus diserang oleh Angga dan Aaliyah.
Angga dan Aaliyah bersama teman-temanya pernah memanjat pohon jambu merah yang sedang berbuah di halaman asrama. Namun ketika semua teman-temannya sudah turun, Aaliyah sudah takut untuk turun ke bawah. Sehingga Hadi yang harus naik ke atas pohon menuntun Aaliyah turun dari pohon. Menjaga jangan sampai Aaliyah terjatuh.
Mereka semua tertawa menertawakan Aaliyah sehingga Aaliyah menutup mukanya karena malu. Pipinya bersemu merah.
"Hadi, adikmu sudah mau menikah, kok kamu belum, Nak? Kamu sudah punya calon belum?" Ibu Rini bertanya kepada Hadi.
Sambil tersenyum Hadi menjawab dengan tenang "Calon sudah ada Bude, tapi sepertinya Angga sudah kebelet, jadi biar dia duluan deh. Ntar aku nyusul."
Semua tertawa mendengar jawaban Hadi. Raut muka Angga kembali masam. Adelia tersipu malu.
"Mas Hadi masalahnya kesulitan memilih, Bude. Calonnya banyak, bukan cuman satu," olok Angga membalas Hadi.
Reuni dua keluarga tersebut berlangsung hangat dan penuh canda tawa. Mereka juga makan siang bersama, mencicipi masakan yang sudah disiapkan Ibu Rini.
Keluarga Hendrawan baru pamit pulang saat menjelang magrib.
Tidak lupa mereka mengundang Ibu Rini dan Aaliyah untuk menghadiri pernikahan Angga dan Adelia yang akan dilaksanakan dua minggu kedepan.
Sewaktu berjalan kaki keluar dari gang rumah Aaliyah, Hadi menggoda adiknya dengan berbisik agar tidak terdengar oleh Adelia.
"Jangan bilang setelah melihat Aaliyah kamu jadi menyesal bertunangan dengan Adelia."
"Maaf Mas, Angga adalah pria setia, tidak seperti kakaknya. Atau jangan-jangan Mas Hadi yang terpesona ya sama Aaliyah?" gurau Angga.
"Ah biasa aja, mana mungkin terpesona dengan anak kecil," balas Hadi.
Usia Hadi dan Aaliyah memang berjarak sembilan tahun. Saat Hadi kelas tiga SMA, Aaliyah masih kelas tiga SD dan Angga kelas lima SD.
Saat ini Hadi sudah memiliki kekasih seorang dokter cantik spesialis kulit kelamin yang sudah dipacarinya selama dua tahun.
Hadi mengantar keluarganya kembali ke rumah dan hanya menurunkan di depan rumah tanpa ikut masuk. Ia kembali mengendarai mobilnya menuju apartemen dokter cantiknya yang sudah menunggunya malam ini.
Aaliyah dan bundanya sudah berada di Masjid Baitul Makmur, masjid yang dipilih Angga dan Adelia untuk melaksanakan prosesi pernikahan mereka.
Keluarga mempelai pria sudah berada di masjid sedangkan keluarga mempelai wanita masih dalam perjalanan.
Aaliyah mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan di dalam Masjid itu, melihat para undangan yang hadir. Tampak pada salah satu sisi ruangan, Hadi sedang sibuk memberikan instruksi pada panitia pernikahan.
Dari pintu utara masjid muncul seorang wanita cantik mengenakan kebaya silver berjalan masuk dengan anggunnya. Tubuhnya sangat ramping bagaikan seorang model. Hampir semua mata yang hadir di Masjid itu memandangi wanita tersebut. Tentu saja dia bukan pengantin, karena tidak ada keluarga yang mengantarnya.
Semakin dekat tampak wajah cantiknya, dengan hidung mancung, bibir tipis dan kulitnya yang putih. Rambutnya disanggul tinggi. Dari make up dan rambutnya tampaknya merupakan hasil pekerjaan salon kecantikan.
Tampak Hadi mendekatinya, mereka berbicara seolah mereka sudah dekat sekali, kemudian wanita itu melangkah ke depan, duduk di samping Ibu Laela. Aaliyah berkesimpulan wanita itu adalah kekasih Hadi, Dokter Clarissa.
"Bunda, sepertinya wanita yang duduk di samping Bude Laela itu pacarnya Mas Hadi ya?" Aaliyah berbisik pada bundanya.
"Ya sepertinya begitu, cantik banget ya, sangat serasi dengan Hadi," jawab ibunya.
Mata Aaliyah sebentar-bentar menatap wajah wanita itu, mengagumi kecantikannya. Cara duduknya sangat anggun. Sekali-kali wanita itu berbicara dengan Ibu Laela kemudian mereka tertawa ringan.
Tidak lama kemudian mempelai wanita datang dan proses ijab kabul dimulai. Setelah ijab kabul selesai, kedua mempelai bersalaman dengan keluarga memohon restu. Acara pernikahan masih dilanjutkan dengan resepsi yang diadakan malamnya di ballroom salah satu hotel di Kota Bandung.
************
Aaliyah dan bundanya menghadiri resepsi pernikahan Angga dan Adelia di Hotel Delia B. Resepsi pernikahannya sangat ramai dihadiri para undangan.
Aaliyah mengenakan dress selutut berwarna cream hasil rancangannya sendiri yang dijahit ibunya. Karena sering membantu ibunya di ruang jahit, Aaliyah juga mulai belajar mendesain pakaian terutama untuk pakaiannya sendiri. Setiap pulang kuliah biasanya Aaliyah akan membantu Ibunya di ruang jahit.
Aaliyah duduk di sebuah kursi sambil menikmati alunan lagu yang dinyayikan seorang penyanyi pria. Sesekali ia ikut bersenandung menyanyikan lagu malaikat juga tahu. Sambil melihat pengantin hatinya berkata:
Tuhan, ingin rasanya menikah muda seperti Angga.
Lalu siapa yang akan jadi jodohku nanti?
Toh pacar aja belum punya.
Aaliyah kembali berandai-andai
Seandainya waktu lebih cepat mempertemukanku dengan Angga,
Sebelum Angga mengenal Adelia,
Apakah mungkin Angga akan jatuh cinta padaku?
Aaliyah tersenyum jadi malu sendiri pada dirinya.
Aaliyah hendak mengambil foto selfie dirinya dengan background panggung pengantin dan suasana pesta. Aaliyah mulai mengambil beberapa angle dan berpose. Kemudian ia memilih-milih beberapa foto untuk keperluan sosial medianya. Foto yang kurang menarik ia hapus.
Aaliyah kemudian memandangi para undangan yang lewat di depannya. Banyak diantara para undangan yang hadir dengan pasangannya. Melihat mereka kadang-kadang muncul rasa iri dalam hatinya.
Adakah yang salah dengan diriku?
Sampai usia segini belum punya pacar juga.
Terakhir kali Aaliyah berpacaran saat masih SMU. Sejak kuliah belum pernah punya pacar lagi. Beberapa kali ada yang mendekati. Tapi Aaliyah tidak menaruh hati pada mereka dan tidak bisa memaksakan dirinya.
Yang menarik perhatian Aaliyah malam itu adalah pasangan Hadi dan Clarissa. Memang benar dugaannya, wanita cantik di acara pernikahan tadi pagi adalah kekasih Hadi. Mereka berdiri sangat dekat saat menyapa undangan, sekali-kali tangan mereka bergandengan.
Hadi mengenakan jas abu-abu tua yang senada dengan celananya. Penampilannya sangat keren membuat Aaliyah mengaguminya.
Clarissa mengenakan dress panjang biru model sabrina sehingga semakin menampakkan kulitnya yang putih. Rambutnya lurus panjang sedikit pirang dan dibagian bawah ditata agak ikal.
Tidak sedikit undangan yang mengagumi keserasian pasangan ini. Bahkan aura mereka berdua tampaknya lebih terpancar dibandingkan dengan aura pengantin.
Ada satu wanita lagi yang menarik perhatian Aaliyah. Dari penampilannya nampak dia dari kalangan sosial kelas atas. Usianya mungkin sekitar 50 tahunan.
Aaliyah jadi kepo karena ketika wanita itu mendekati pasangan Hadi dan Clarissa untuk bersalaman, Clarissa menunjukkan raut muka yang kurang senang dan meninggalkan mereka menuju meja makanan.
Setelah hampir semua undangan telah pulang, Aaliyah dan ibunya naik ke atas panggung pengantin untuk mengucapkan selamat.
"Angga, Adel, selamat yah, samawa dan doain Aaliyah cepat nyusul, bisa nikah muda seperti kalian," kata Aaliyah.
"Iya aku doain, semoga Aaliyah cepat ketemu jodoh, gak kayak Mas Hadi, udah tua belum nikah-nikah juga," sahut Angga.
Mereka tertawa. Tentu saja Hadi tidak mendengar karena berada di depan panggung bersama Clarissa menyapa undangan yang tersisa. Mereka kemudian mengambil foto wefie bertiga.
Ibu Laela memanggil Hadi untuk foto bersama dengan keluarga Ibu Rini. Hadi mengajak kekasihnya naik ke atas panggung untuk ikut berfoto. Selepas mereka berfoto, Hadi mengenalkan pacarnya kepada Ibu Rini dan Aaliyah.
"Kalian serasi banget, cepat-cepatlah menikah," ujar Ibu Rini.
Hadi hanya tertawa kecil, Clarissa yang menjawab "Doain bu, semoga disegerakan."
Ibu Rini kemudian berpamitan pada keluarga Pak Hendrawan. Mereka kembali saling bersalaman. Seperti kemarin, saat bersalaman dengan Aaliyah Hadi menjabat tangannya dengan erat, membuat Aaliyah deg-degan.
Mereka berdua pulang ke rumah menggunakan taxi online.
******
Hadi mengantar Clarissa ke parkiran. Clarissa mengendarai mobil sendiri ke Hotel Delia B karena Hadi tidak sempat menjemputnya.
"Melihat Angga dan Adelia, kok rasanya aku sudah pengen cepat-cepat menikah, kalau kamu gimana?" tanya Hadi kepada Clarissa sambil berjalan.
"Siapa sih yang gak mau nikah, tapi aku kan masih studi spesialis," jawab Clarissa.
Clarissa memang baru saja menyelesaikan studi dokter spesialis kulit kelamin. Saat ini Hadi juga sementara mengikuti Program Magister Hukum. Kesibukan masing-masing membuat rencana pernikahan selalu tertunda, sehingga Angga yang usianya tujuh tahun lebih muda dari Hadi mendahului mereka menikah. Usia Clarissa ternyata setahun lebih tua dari Hadi.
Sesampainya di tempat parkir mobil Clarissa, Hadi mencium kening Clarissa dan berkata, "Istirahatlah malam ini, karena besok kita akan mulai membahas pernikahan, aku tidak mau lagi melewati tahun ini dengan status lajang."
Clarissa hanya tertawa mendengar ucapan kekasihnya. Kemudian ia naik ke mobilnya dan pamit pada Hadi.
"Sayang, aku pulang."
"Hati-hati, Sayang," balas Hadi.
Kemudian mobil Clarissa melaju keluar dari parkiran hotel.
Hadi melangkah kembali masuk ke dalam hotel.
Mereka beberapa kali merencanakan pernikahan, namun selain karena studi, beberapa kali hubungan mereka menghadapi masalah. Masalah yang datang dari Hadi, sehingga Clarissa belum begitu yakin untuk menikah dengan Hadi saat itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!