Seorang gadis tengah berlari di sebuah gang kecil, ia tampak terengah-engah. Dari arah belakang terlihat seorang lelaki setengah baya mengejar dan meneriakinya.
Bughhhh
Gadis itu menabrak seseorang hingga jatuh tersungkur.
"Hei di mana matamu? tidak lihat ada orang di depanmu sedang berjalan?" teriak pemuda itu sambil berdiri dan menggibas-gibaskan pakaiannya yang kotor.
"Maaf maafkan aku" gadis itu segera berdiri dan membungkukkan badannya meminta maaf.
"Hei sakura! mau lari kemana kamu hah!!" lelaki paruh baya itu tiba-tiba sudah memcengkram tangannya dan menariknya.
"Lepaskan aku, aku mohon tuan" pintanya sambil terisak dan berusaha melepaskan genggaman tangan yang menyakitkannya itu.
Plakkkk
Sebuah tamparan melayang pada pipi mulus sakura. Ia kembali jatuh tersungkur sambil memegang pipinya yang memerah terlihat bekas tangan lelaki yang menyakitinya.
"Beraninya kamu mencoba kabur, aku sudah memperingatkanmu. Kali ini aku akan benar-benar memberimu pelajaran!" Lelaki itu mengambil sebuah batang kayu yang berada di dekatnya dan siap mengayunkan kayu itu pada tubuh kecil sakura.
Grepp
Sebuah genggaman tangan menghentikan aksi lelaki itu. Pemuda yang sedari hanya memperhatikannya mulai marah dan menatapnya tajam setajam elang.
"Apa-apaan kau! memukul perempuan adalah tindakan seorang pengecut!" hardiknya melempar kayu tersebut kemudian ia berjongkok dan memegang kedua bahu Sakura dan membantunya berdiri.
"Apa urusanmu? dia adalah budak dan pelac*rku. Terserah padaku untuk berbuat apa pun padanya!" balas lelaki itu.
"Sudah tua kau masih tidak tahu diri! bisa-bisanya memperbudak seorang gadis belia di bawah umur"
"Dasar bocah tengik beraninya kau berkata begitu padaku, jangan mencampuri urusanku dengan budakku!"
"Kalau begitu lepaskan gadis ini, maka aku tidak akan lagi mencampuri urusanmu"
"Kalau kau mau membebaskannya kau harus membelinya. Lihat ini aku punya surat jual beli atas tubuhnya" tantang lelaki itu sambil memperlihatkan sepucuk surat yang bermaterai.
"Berapa aku harus membelinya?" entah kenapa kalimat itu mengalir begitu saja dari mulutnya.
"300 juta" lelaki tadi berfikir mana mungkin seorang pemuda yang penampilannya sederhana ini mempunyai uang sebanyak itu, ia hanya berbicara asal saja.
Tetapi tanpa di sangka pemuda itu mengeluarkan sebuah buku kecil dan menuliskan sesuatu kemudian merobek ujung kertas dan memberikannya pada lelaki dengan wajah menyeramkan itu.
"Ini pergilah ke bank, aku tidak membawa uang tunai. Kau akan mendapatkan uang sesuai angka yang tertera di sana" ucap pemuda itu menjelaskan.
Lelaki itu tercengang ia tidak menyangka pemuda ini akan dengan mudahnya mengeluarkan uang untuk membebaskan gadis ini dan jika ia tahu pemuda ini cukup kaya maka ia akan meminta lebih dari yang di sebutkannya tadi.
"Kamu tidak boleh menarik kata-katamu. Uang ini tidak akan bisa kembali" lelaki itu menerima cek tersebut dan mengancamnya.
"Iya asalkan kau tidak mengusik gadis ini dan membebaskannya, aku tidak akan mencarimu lagi" jawabnya enteng.
"Sekarang gadis ini milikmu, dia bebas" lelaki itu menggibaskan ceknya pada pemuda tersebut dan pergi melangkah meninggalkannya.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi mereka menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Pemuda itu mulai mengedarkan pandangannya dan beralih pergi dari sana tetapi gadis yang baru saja di belinya itu mengikutinya dari belakang.
Iya mengikutinya.
Pemuda itu berjalan sambil menjinjing kantong plastik belanjaannya. Sesekali ia melirik pada gadis yang mengekor padanya mencoba untuk tidak menghiraukannya.
Ia sudah mencoba berjalan cepat agar tak di kejar gadis tersebut, tetapi ia selalu berhasil menyusulnya. Lama-lama ia kesal dan kesabarannya mulai habis. Ia tiba-tiba berbalik sehingga membuat gadis itu berjengit kaget.
"Berhenti mengikutiku!" bentaknya.
"Mami Stela bilang aku harus mengikuti orang yang membeliku" ucapnya polos.
"Siapa mami Stella?" tanya sang pemuda.
"Mami stella adalah ibuku di Griya Bersama"
"Apa itu griya bersama?"
"Tempat tinggalku sebelum aku tinggal bersama tuan Satrio"
"Siapa lagi tuan Satrio?"
"Tuan Satrio adalah tuanku sebelum anda"
"Maksudmu orang yang tadi?" Sakura menganggukan kepalanya.
Pemuda itu menghela nafasnya frustasi.
"Dengarkan aku, aku membelimu untuk membebaskanmu. Sekarang pergilah kamu bebas melakukan apa pun yang kamu inginkan dan jangan mengikutiku lagi" tegasnya.
"Mami Stella bilang aku harus msngikuti orang yang telah membeliku" dengan polosnya Sakura mengulangi perkataannya.
"Kan aku sudah bilang kamu bebas"
"Tapi mami Stella bilang aku harus"
"Persetan dengan yang namanya mami Stella!! jangan ikuti aku lagi!"
Pemuda itu berjalan meninggalkan Sakura, ia berjalan sambil menghentakkan kakinya kesal menuju rumahnya.
Setelah sampai di rumahnya ia segera meletakkan barang belanjaannya dan melangkah menuju kamarnya. Ia menyambar sebuah jas putih yang tergantung di dinding. Meskipun hari minggu ia tetap harus bekerja, sudah satu tahun ia bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit kenamaan di Jakarta. Dia sangat jenius sehingga lulus terlebih dahulu dari jurusan kedokteran dibanding teman-temannya.
Berikutnya ia sudah turun ke bawah menuju parkiran mobil dan meninggalkan rumah mungilnya yang ia tinggali sendiri.
***
Hai author kembali dengan cerita baru
Mohon dukungannya ya
Terima kasih
Tes tes tes
Tetesan air hujan membasahi jendela ruang kerja yang bernuansa putih itu, seorang pemuda tengah memperhatikan derasnya air hujan yang mengguyur bumi. Pikirannya melayang pada sosok gadis yang tadi pagi ditemuinya. Dimana gadis itu sekarang? bagaimana keadaannya? apa dia punya tempat untuk berteduh?
"Haaaahhh kenapa aku jadi memikirkannya" gumam pemuda itu.
"Dokter Fidel" panggil seorang suster mengetuk pintu ruangan kerjanya. "Ada pasien baru"
Seketika itu Fidel berdiri dan memakai jas putih miliknya menuju ruangan tempat pasien itu berada.
Sambil berjalan ia menanyakan riwayat pasien yang akan di tangani, rupanya ibu hamil korban tabrak lari.
Pasien itu memiliki luka cukup parah, darah mengalir dari alat vitalnya, Fidel segera melanjutkan pengobatan setelah pertolongan pertama di lakukan oleh perawat yang berjaga. Ia juga memeriksa hasil USG yang di berikan suster.
"Kita akan melakukan operasi, terjadi pendarahan ini sangat berbahaya untuk keselamatan ibu dan calon bayinya, siapkan ruangannya sekarang juga" Fidel memberi intruksi.
"Dok perut saya sakit dok, selamatkan saya dan bayi saya" ucap sang ibu memegangi tangan Fidel kuat. Air mata tak berhenti mengalir dari pelupuk matanya, keringatnya bercucuran menahan rasa sakit.
"Ibu jangan khawatir lebih baik sekarang ibu banyak berdoa, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan kalian berdua" Fidel menenangkan ibu tersebut sambil menepuk tangannya beberapa kali. "Satu jam lagi ruang operasi harus sudah siap"
"Baik dok" semua perawat membagi tugasnya untuk menyiapkan meja operasi.
Operasi pun dilaksanakan, Fidel di kenal sebagai salah satu dokter yang bisa di andalkan. Dia adalah dokter ahli kandungan termuda di rumah sakit tempat ia bekerja, karena kegeniusannya ia banyak mendapat penghargaan terkait profesinya.
Fidel menghela nafasnya, ia telah menyelesaikan operasi darurat yang telah ia pimpin. Ia merasa lega karena operasi kali ini berhasil, ibu dan bayinya selamat.
"Bagaimana dok keadaan istri dan anak saya?" seorang pria paruh baya menghampirinya saat keluar dari ruang operasi.
"Anak dan istri bapak selamat" ucapnya singkat.
"Terima kasih dok" bapak tersebut menjabat tangan Fidel sambil menangis, Fidel menepuk bahunya menguatkan kemudian ia pergi meninggalkannya.
"Selamat dok operasi kali ini lancar berkat usaha dokter" ucap salah satu suster yang mengekor padanya.
"Bukan hanya aku tapi ini semua karena bantuan para suster dan perawat yang selalu siaga" Fidel adalah orang yang rendah hati.
Beberapa suster yang mengikutinya saling tersenyum dan berpegangan tangan, mereka mengagumi dokter tampan dan baik hati ini.
"Dokter Fidel belum punya pacar kan?" bisiknya pada suster di sebelahnya.
"Aku dengar belum"
"Kalau aku sih mungkin tidak akan menolak jika dokter Fidel mau menjadi pacarku"
"Dokter Fidelnya yang tidak mau padamu" ledek suster yang lain.
Fidel menjadi idola bagi beberapa suster yang masih single di sana, bahkan para ibu hamil pasiennya pun terkadang tersipu melihat wajah tampan dan rupawannya. Hanya saja Fidel saat ini belum tertarik dengan wanita dan cinta. Ia selalu fokus bekerja dan terus bekerja.
Hingga pukul delapan malam Fidel akhirnya menyudahi pekerjaannya, ia menggantungkan jas putih kebanggaannya di dinding. Kemudian ia keluar dari ruangannya sambil menutup pintunya.
"Aku pulang duluan" ucapnya pada suster dan perawat yang berjaga di tengah lobi rumah sakit.
"Hati-hati dok"
"Pulangnya ke rumah ya dok jangan mampir ke rumah perempuan lain" ledek salah satu suster di sana. Fidel hanya tersenyum sambil mengangkat jempolnya sebagai tanda oke. Para suster yang melihatnya berteriak kegirangan.
Ia berjalan menuju parkiran dan mulai melajukan mobilnya, jalanan masih basah seusai hujan deras tadi. Fidel berusaha menepikan mobilnya tetapi ia seperti melihat siluet seseorang di ujung pagar rumahnya. Ia memicingkan matanya dan matanya melebar mengenali sosok siluet tersebut.
Segera saja ia menghentikam mobilnya dan keluar menghampiri sosok itu.
"Kamu? apa yang kamu lakukan di sini?"
"Mami Stella bilang aku harus ikut dengan orang yang telah membeliku" iya dia adalah gadis yang tadi pagi di selamatkannya. Mendengar ucapannya lagi Fidel mendengus.
"Apa kamu tidak mendengarkan ucapanku? aku membelimu untuk membebaskanmu. Jadi. ."
"Mami Stella bilang aku harus ikut dengan orang telah membeliku" wajah Sakura menatapnya datar, Fidel menepuk keningnya frustasi.
"Gadis ini benar-benar keras kepala"
"Apa kamu mengikutiku sampai ke sini?" tanya Fidel, gadis itu menganggukan kepalanya.
Fidel memijat pangkal hidungnya, ia menilik gadis di depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Penampilannya berantakan dan seluruh tubuhnya basah kuyup.
"Apa kamu menungguku di tengah hujan?" Sakura menganggukan kepalanya lagi.
"Hahhhh" Fidel menghela napasnya panjang. "Baiklah ikut aku masuk ke dalam" akhirnya Fidel menyerah mengijinkan Sakura mengikutinya ke rumah.
"Siapa namamu?"
"Sakura"
"Aku Fidel Brawijaya"
"Tuan Fidel"
"Jangan memanggilku tuan, cukup Fidel saja"
"Om Fidel"
"Aku bukan om-om"
"Kak Fidel"
"Aku juga bukan kakakmu, aku bilang panggil namaku saja" ucap Fidel kesal.
"Tidak bisa, mami Stella bilang . ."
"Cukup tidak usah menyebut nama mami Stella lagi. Terserahlah kau panggil aku apa" Fidel menyerah. Ia meminta Sakura menunggu di depan pintu masuk rumahnya. Ia akan memasukkan mobil dan menutup pintu pagar. Maklum saja di rumahnya tidak ada asisten rumah tangga dan security jadi ia melakukannya serba sendiri.
Fidel membukakan pintu, mereka berdua masuk ke dalam rumah bersama. Sakura hanya bisa memandang sambil mengedarkan penglihatannya melihat isi rumah Fidel yang pergi meninggalkannya masuk ke kamar. Tak lama Fidel pun kembali dengan membawa handuk dan memberikannya pada Sakura.
"Mandilah, kamu bisa masuk angin jika tidak segera mengeringkan rambutmu"
Sakura menurut, dia pergi ke kamar mandi yang di tunjukkan Fidel, sedangkan sang pemilik rumah bergegas menuju dapur dan memasak air. Ia akan membuatkan minuman hangat untuk Sakura.
Sekitar 15 menit kemudian terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.
"Tuan Fidel" panggil Sakura.
"Kemarilah aku sudah membuatkanmu minuman, Akkkhhhh ke- ke - kenapa penampilanmu seperti itu!!" tanya Fidel yang gelagapan melihat Sakura yang keluar dari kamar mandi tanpa sehelai pakaianpun alias telanjang. Apa? telanjang. Iya telanjang bulat.
"Tuan Fidel" panggil Sakura.
"Kemarilah aku sudah membuatkanmu minuman, Akkkhhhh ke- ke - kenapa penampilanmu seperti itu!" tanya Fidel yang gelagapan melihat Sakura yang keluar dari kamar mandi tanpa sehelai pakaianpun alias telanjang. Apa? telanjang. Iya telanjang bulat.
Wajah Fidel memerah seketika, meski usianya telah menginjak usia 25 tahun dan meski ini bukan untuk pertama kalinya ia melihat seseorang telanjang, mengingat profesinya sebagai dokter tetapi tetap saja hal ini membuatnya salah tingkah. Hei meski pun dia seorang dokter, Fidel hanyalah lelaki normal biasa yang akan dag dig dug melihat pemandangan indahnya di depannya. Fidel menelan salivanya.
"Kenapa?" tanya Sakura polos.
"Ke-ken-kenapa kamu tidak pakai baju?" Fidel langsung berlari menghampiri Sakura dan menarik handuk yang di pegangnya kemudian menutupi tubuh gadis itu.
"Dia membawa handuk tapi kenapa tidak memakainya"
"Aku terbiasa seperti ini sehabis mandi" ucap Sakura dengan wajah datarnya.
"Ya ampun ini di rumahku bukan di rumahmu! kamu harus menutupi tubuhmu. Bagaimana pun aku ini juga laki-laki"
"Tapi tuan Satrio juga laki-laki dan dia menyukainya" masih dengan ekspresi tanpa dosa Sakura mengatakannya.
"Aku Tidak! Ahh cepat pakai bajumu!" teriak Fidel, dadanya naik turun, napasnya tersenggal-senggal.
"Apa yang di pikirkan gadis ini, bisa-bisanya dia telanjang di depan laki-laki dengan mudahnya"
"Tapi"
"Apa lagi?" teriaknya lagi.
"Aku tidak punya pakaian" Fidel tercengang mendengarnya.
"Kamu tidak membawa pakaian satu pun?"
Sakura menggelengkan kepalanya, Fidel menepuk jidatnya frustasi. Ia berjalan ke kamarnya dan tak berapa lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah pakaian.
"Pakailah, besok kita akan berbelanja pakaian untukmu" Fidel menyodorkannya dan Sakura menerimanya.
Sakura menanggalkan handuk yang di pakaikan Fidel padanya.
"Hhyyaaa kenapa kamu melepas handukmu!" Fidel kembali gelapan melihat Sakura melepas handuknya.
"Tadi tuan Fidel memintaku memakai ini" ucapnya polos.
"Kamu bisa memakainya di kamar mandi!! jangan di sini!" teriakan Fidel menggema di seluruh ruangan, tanpa memperhatikan wajah Fidel yang merah padam Sakura meninggalkannya menuju ke kamar mandi, Fidel bisa melihat dua gundukan bokong kecil berjalan di depannya dengan cueknya.
"Lama-lama aku bisa gila" Fidel menelan salivanya.
Beberapa saat kemudian Sakura keluar dari kamar mandi.
"Tuan Fidel" panggilnya lembut. Fidel belum membalikkan badannya.
"Apa kamu sudah memakai pakaian?" tanyanya gugup, ia takut jika melihatnya lagi mungkin saja ia tidak bisa lagi mengontrol dirinya.
"Ya"
Dengan ragu-ragu Fidel membalikkan badannya, ia bernapas lega saat Sakura telah berbusana. Fidel memperhatikannya, pakaian yang di berikannya terlihat besar di tubuh Sakura, entah karena tubuhnya yang kecil atau memang tubuh Fidel sendiri yang terlalu besar. Tetapi meski pakaiannya kebesaran kenapa dia tetap terlihat cantik, dengan rambut basah yang masih meneteskan sedikit air. Juga ujung dada kecil Sakura terlihat membentuk di depan pakaiannya, itu karena dia tidak memakai pakaian dalam, Fidel jadi merasa cuaca menjadi sedikit panas.
"Ini minumlah" Fidel memberikan segelas susu coklat pada Sakura. Ia sendiri langsung meminum kopi di sampingnya yang sudah menjadi hangat dan kopi itu habis dalam satu tegukan, ia merasa harus menghabiskannya padahal ia tidak merasa haus.
Sakura juga menandaskan minumannya dalam satu tenggak sama seperti Fidel, kalau Sakura memang merasa sangat haus dan lapar berbeda dengan Fidel.
"Kamu tidak harus menghabiskannya sekaligus, nanti bisa tersedak"
"Tuan juga sama, tidak harus menghabiskannya sekaligus nanti bisa tersedak"
"Kamu ini sepertinya punya kelebihan meniru ucapan orang lain ya" Fidel mengambil gelas kosong dari tangan Sakura dan membawanya kemudian mencucinya. Sakura masih terus berdiri memperhatikan Fidel, setelah selesai dengan cucian piringnya Fidel melirik pada Sakura, matanya tertuju pada lututnya yang terluka.
Fidel meminta Sakura untuk duduk di sofa ruang keluarga, ia mengambil kotak P3K yang berada di dapur.
"Sakura" panggil Fidel, gadis yang di panggilnya menoleh padanya tetapi tak mendapat balasan karena Fidel sibuk mengobati lukanya.
"Sudah berapa lama kamu tinggal bersama pria bernama Satrio itu?" Fidel menempelkan plester di lutut Sakura.
"Sudah satu bulan"
"Apa saja yang dilakukannya padamu?" tanyanya penasaran, saat melihat tubuh telanjang Sakura tadi ia melihat beberapa lebam dan bekas luka, mungkinkah dia selalu di siksa di sana?
"Tuan Satrio selalu menyuruhku melakukan semua pekerjaan rumah, aku harus menurutinya jika tidak aku akan di pukuli dengan sebilah bambu" Fidel terkesiap mendengarnya.
"Tega sekali dia melakukan hal kejam seperti itu pada gadis lugu ini" batin Fidel.
Sepertinya membeli gadis ini adalah tindakan yang tepat, ia bisa menyelamatkan kehidupannya yang malang. Meski nanti Fidel akan terkena masalah karena pengeluaran untuk dua orang tidaklah sedikit dan ia juga harus bersiap untuk di cerca kakaknya yang selalu tahu pengeluaran bulanan Fidel.
"Bagaimana kamu bisa tinggal bersamanya?" Fidel masih berjongkok memandang Sakura.
"Dia membeliku dari mami Stella, kata mami aku sudah siap untuk di jual"
"Bukannya mami Stella adalah ibumu?"
"Semua orang memanggilnya mami di griya bersama"
"Oh jadi dia bukan ibumu yang sebenarnya, seperti apa tempat bernama griya bersama itu?"
"Mungkin orang lain berfikir itu adalah rumah singgah untuk anak yatim piatu sebenarnya itu adalah tempat diperjual belikannya budak seperti kami"
"Aha jadi griya bersama itu hanya kedok sebenarnya itu adalah tempat prostitusi dan tempat perjualbelian manusia. Benar-benar tidak manusiawi!"
"Lalu bagaimana kamu bisa ada di sana?"
"Mami Stella bilang saat aku bayi, aku di telantarkan dan di tinggalkan di depan pintu griya bersama, karena aku masih kecil mami Stella tidak tega membuangku dan akhirnya merawatku"
"Sungguh malang nasibmu Sakura, tetapi setelah di rawat kenapa kamu juga harus di jual untuk di jadikan budak hanya demi uang. Ini menurutku lebih kejam"
"Lalu kemarin kamu mencoba melarikan diri dari Satrio?" Fidel menjadi iba dan bersimpati.
"Iya aku tidak tahan selalu di suruh bekerja dan di pukuli, aku mencoba melarikan diri tapi malah ketahuan"
"Kamu tahu menjadi budak itu menyakitkan karena bisa terus bekerja dan di siksa, tapi kenapa kamu bersikeras untuk ikut denganku? apa kamu tidak takut aku akan menyiksamu seperti Satrio?"
"Saat pertama kali bertemu dengan tuan aku tahu tuan adalah orang baik, aku rasa tuan tidak akan melakukan hal itu" Fidel merasa tersentuh dan tersenyum tipis.
"Begitu ya, ini sudah malam sekarang kamu beristirahatlah" Fidel meninggalkan Sakura dan masuk ke kamarnya.
Hari ini ia merasa sangat lelah karena banyak hal terjadi padanya.
Kring Kriiing Kriiing
Suara dering alarm berhasil membangunkan pemuda yang tengah bergelamung di dalam selimut, dengan malas ia mengerjapkan matanya sambil meregangkan otot-ototnya.
Saat ia melebarkan tangannya sepertinya ia menyentuh sesuatu.
"Seperti helaian rambut?"
Fidel menolehkan wajahnya ke kiri, matanya melebar saat Sakura tengah berbaring di sampingnya. Seketika ia langsung duduk dari posisi tidurnya.
"KE- KEN KENAPA DIA SELALU TIDAK MEMAKAI BAJU!!!" teriaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!