NovelToon NovelToon

Nona, I Love You!

KETAHUAN SELINGKUH

"Kenapa aku tidak usah datang?" Tanyaku agak curiga kepada Robin. Ini sudah tahun kedua aku absen dari reuni kampus. Dan dia selalu hadir meskipun hujan badai datang.

Robin mendengus agak kesal di sebrang telpon.

"Jangan-jangan kamu janjian dengan mantanmu yang anak BEM itu kan?" tanyanya penuh curiga.

"Gila ya kamu! Bukan masanya mikir dangkal seperti itu Robin..!" jawabku ketus. Aku berniat meminta bantuan kepada Sinta, sahabatku saat kuliah. Ia berencana mengenalkanku kepada kepala penerbit kenalan suaminya. Walaupun perusahaan tempat novelku diterbitkan termasuk dalam 10 perusahaan penerbit di negara ini. Tidak ada salahnya aku mencoba peruntungan di tempat lain.

"Pokoknya kamu gak usah datang, aku kan sudah cukup mewakili, lagian palingan isinya cuman karaoke dan minum-minum, kamu mana kuat..!" ocehnya tanpa henti.

Aku diam tak menjawab, segera aku rapikan make up dan rambutku yang sedikit berantakan. "Harusnya aku ke salon bersama Jihan kemarin.." batinku. Hari ini aku akan menyerahkan draft ketigaku kepada kepala editor. Semalaman aku memutar otak tanpa henti. Entah kemana jutaan sel imajinasiku menghilang, tak satupun ide yang mencuat semalaman tadi.

"Terserah lah, kamu mau datang atau aku tidak datang! Gak usah mengaturku, selama jatah makan dan kuota internetmu masih aku yang belikan..!" Ku tutup panggilan teleponku. Ku masukkan ke dalam tas dan segera aku berangkat ke kantor.

Tujuh tahun sudah aku menahan diri dari seorang lekaki yang secara komitmen menjadi pacarku. Entah setan mana yang merasukiku hingga aku menerima Robin sebagai pacarku. Dulu dia adalah staff marketing di perusahaan tempat suami Sinta bekerja namun karena rekam kerjanya tidak sesuai aturan, diapun diberhentikan. Dan sejak saat itu kegiatannya menjadi seorang personal trainer di sebuah tempat gym besar di pusat kota. Ya selain badannya yang bagus, tampangnya pun kerap menarik hati wanita. Itu mengapa, dia sering memintaku untuk bangga karena memiliki pacar yang tampan sepergi dia.

"Untungnya masih dapat taksi...ke Pelita Pena Sentosa Pak..!" kataku kepada driver taksi pagi ini.

"Oke mbak..!" jawabnya.

Selama perjalanan, akupun berkirim pesan dan email. Jihan meminta salinan draft yang akan aku serahkan pagi ini.

"Udah jalan belum kamu?"

"Lagi di dalam taksi, kenapa Ji?"

"Nitip sandwich di minimarket sebrang kantor, ato kalo gak apaan kek yang bisa bikin kenyang.."

"Biasanya bawa bekal kan? Apa gak pesan online aja.."

"Belum top up saldo, mager nunggu abang onlinenya. Kan bisa sekian kamu traktir, royalti dah cair kan sodariku 😘"

Bisa-bisanya dia tahu kalo royalti novelku sudah masuk ke rekening pagi ini.

"Giliran duit kamu gak mager ya Ji. Okelah, sekalian aku beliin buat teman-teman yang lain. Wait ya, palingan 5 menit lagi sampe aku.."

"Kamu yang terbaik, muach 😘"

Jihan, Jihan, wanita baik yang selalu nemani aku nulis novel sampai pagi buta. Dia yang tak henti menyemangati agar aku selalu tepat waktu saat deadline.

******

"Pagi semuanya, pagi ini ada sedikit makanan ringan nih buat nemenin kerja. Semangat ya!" Kataku sembari membagikan sandwich dan minuman dingin ke semua rekan di kantor. Selama ini, mereka sangat baik denganku. Walau ada satu dua orang yang sering jahil, tapi semua masih bisa aku tolerir.

"Tahu aja sih kamu kalo kita butuh tambahan protein. Thanks ya, semangat nulisnya, kalo butuh penyegaran, aku kirimin video nyanyi aku nanti..!" Kata Rico penuh percaya diri.

"Makasih tawarannya Ric, tapi kayaknya mendingan aku dengerin Pak Satrio ngomel deh daripada dengerin kamu nyanyi..!" jawabku sembari tersenyum.

Rico cuman nyengir kuda diikutin gelak tawa yang lainnya. Mereka mengucapkan terima kasih satu persatu, diiringi banyak doa semoga novelku kali ini sukses seperti novel-novelku sebelumnya.

"Pak Satrio belum datang kok. Masih sempat buat kamu sarapan, yang penting draftnya udah kamu taruh meja beliau. Filenya juga udah aku kirim ke emailnya." kata Jihan, dia pun membukakan minuman dan menyerahkan kepadaku.

"Makasih Ji. Aku agak ngantuk sebenarnya, semalaman ideku hilang gak tau kemana..!" keluhku.

"Tumben, si Robin bikin mood kamu jelek ya?" tanyanya selidik. Karena Robin yang suka bikin pikiranku semrawut kalau sedang ngambek gak jelas.

"Salah satunya sih iya..!" jawabku asal.

"Ntar sore jadi dong dateng ke reuni kampus? Aku dah bawain kostumnya. Tema kali ini bikin aku frustasi, seragam SMAku udah gak muat.." gerutu Jihan. Tahun lalu dresscodenya kostum olahraga, masih mendingan lah. Tahun ini malah seragam SMA, entah ide siapa pula yang mereka pakai.

"Kayak biasanya Robin melarangku datang Ji. Padahal tahun-tahun sebelumnya kita datang bareng.."kataku sembari menyalakan komputer kantor.

"Alasannya apa lagi? Kamu dikira janjian lagi sama si Adit, mantan kamu itu?" tanya Jihan mendelik.

"Yup, aneh memang dia. Semenjak diberhentikan dia jadi sensitif, padahal saat inipun pekerjaan dia dikerubutin banyak wanita, akupun tidak masalah.." jawabku.

"Kebangetan sih kamu! Whatever, pokoknya kita wajib dateng, mau dilarang atau enggak sama Robin. Kita udah janjian ama Sinta, peluang besar ada di depan mata..!" tegas Jihan semangat.

Akupun mengangguk tanda setuju. Lagipula hubunganku dengan Robin kian ke sini kian tak jelas. Awal jadian memang dia perhatian, romantis dan bucinnya luar biasa, tapi makin tambah usia, rasa bucin itu kian pudar, akupun mulai jengah dengan watak aslinya.

Akupun mulai mengecek sejauh mana project yang sebulan lalu dibahas saat rapat. Ada salah satu PH yang bermaksud membuat film berdasarkan adaptasi novelku. Rasanya sangat bangga sekaligus tak percaya. Selama ini aku memang sengaja menyembunyikan identitasku sebagai seorang penulis. Setiap peluncuran novel terbaru, aku selalu mengenakan atribut lengkap, aku akan mengenakan kacamata hitam dan masker, serta sarung tangan warna hitam. Inilah ciri khasku, aku hanya ingin karyaku dinikmati tanpa harus mereka tahu aku siapa dan bagaimana. Perusahaanku pun tak keberatan akan hal itu, walau awal-awal peluncuran banyak pula haters yang suka berkata seenak jidatnya.

...*****...

"Kamu gak lupa silent HP kamu kan? Biar si Robin gak ganggu..!" tanya Jihan. Kamipun sudah sampai di tempat reuni kampus di adakan. Lumayan juga yang datang. Segera aku dan Jihan mengisi daftar hadir, tak lupa lupa kami sempatkan berfoto ria di booth yang tersedia. Karena aku dan Robin beda fakultas, jadi tak masalah, tidak akan ketahuan juga.

Setelah mengambil beberapa makanan dan minuman, kamipun segera menghampiri Sinta yang sudah lebih dulu sampai. Tampak dia hadir bersama dengan Soni, suaminya.

"Hai girls, longtime no see..!" sapanya sembari cipika cipiki.

Kamipun duduk, dan menyantap hidangan sesekali bercanda dan bercerita tentang keseharian masing-masing. Dan sebagai informasi, hanya Jihan, Sinta dan suaminya yang tahu bahwa aku adalah novelis terkenal yang bukunya selalu menjadi best seller setiap kali launching.

"Eh, tumben kamu hadir, tahun kemarin absen kayaknya deh.."ucap Sinta.

Aku yang masih asik makanpun menyenggol sikut Jihan.

"Kayak kamu gak tau aja si Robin, banyak alasan biar dia gak datang..!" jelas Jihan.

"Masih aja gak berubah ya si Robin itu, kemarin aku ditawarin buat join di klub gym tempat dia kerja.." imbuh Soni.

"Gak usah gabung, ntar uang kamu habis sama dia..!" cegahku.

"Dia di sana emang jadi personal training ya?" tanya Sinta serius.

"Secara body dan tampang dia kan lumayan, makanya dia senang kerja di sana. Apalagi saben hari liat aurat wanita yang kemana-mana.." sungut Jihan.

Kamipun tertawa, Jihan adalah orang pertama yang dengan tegas melarang hubunganku dan Robin. Dia punya intuisi yang tajam, bahwa Robin bukanlah pria yang baik untuk dijadikan calon suami.

"Jadi dia gak tau nih kamu dateng?" selidik Soni.

"Yup, gak tau sama sekali. But, nanti aku bakalan ke ruangan tempat fakultas dia ngumpul, buat kasih kejutan.."kataku tertawa.

"Well, kita nikmatin aja lah ya momen kumpul setahun sekali ini. Walaupun kalo mau juga kita tiap weekend pasti bisa..!" ujar Sinta.

"Mau nambah makanan lagi, biar aku ambilkan sayang..!" tawar Soni.

"Kayaknya minum aja deh, kita bertiga dah kenyang makan.." jawab Sinta.

"Jangan lupa ya, habis ini kita ketemu sama kenalanku, ntar naik mobil kita aja..!" jelas Soni.

"Oke deh, oh ya aku ke toilet sebentar ya!" kataku sembari beranjak pergi.

Akupun bergegas menuju toilet di sudut ruangan, kebetulan dekat dengan ruangan tempat fakultas Robin. Nanti saja aku ke sananya, aku sudah tidak tahan ingin buang air kecil karena minum banyak selama di kantor tadi.

Sayup-sayup aku mendengar suara sepatu menuju kamar mandi, lalu masuk ke dalam satu bilik tepat berada di sebelahku. Untungnya aku sudah selesai dan sedang merapikan bajuku. Namun suara di sebelah terasa familiar dan membuat jantungku berhenti sejenak.

"Please Rania, jangan di sini, bahaya kalau ada yang masuk..!" kata lelaki tersebut.

"Ayolah Robin, sejak sebulan yang lalu aku sibuk liluar kota terus. Lagipula siapa yang akan ke toilet di pojokan sini..!" jawab si Wanita.

Suara kecupan dan nafas menderu terdengar sangat jelas di telingaku. Suara Robin yang jelas sedang diburu oleh nafsu. Seketika aku menutup mulutku, nafasku kian tak karuan.

"Kita ke tempatku malam ini ya, aku sudah melarang Aruni untuk datang ke acara reuni hari ini. Aaahh Rania, kamu nakal sekali..!" ucap Robin penuh gairah.

"Di sini dulu yah, lalu kita lanjut di tempatmu. Aku sudah tidak tahan, melihatmu makin tampan..cium aku..cium aku..!" pinta Rania.

Aku tak habis pikir, kunyalakan ponselku, dan ku rekam semua percakapan vulgar keduanya. Keringat dingin mulai membasahi baju dan tanganku. Nyaris saja HPku terjatuh. Ternyata sudah dua tahun ini Robin selingkuh dengan Rania, teman angkatannya. Lenguhan demi lenguhan kenikmatan mereka lontarkan satu sama lain. Membuatku ingin muntah.

"Aaaaargghhh..Rania, aku mau keluarrr...cepat..cepaaattt...aarrghhhh!!" ucapnya penuh hasrat.

"Kita keluaarr bersama Robiinn, uuuggghhh..aaaawwwwhh...ooowwwhh..!" Balas Rania tak mau kalah.

Dan, ya adegan dewasa tersebut selesai diiringi kecupan bibit dan tawa bahagia dua manusia hina. Segera aku hentikan rekaman suara tersebut, aku masukkan kembali ke tas. Merekapun keluar, dan aku masih terpaku, duduk di atas toilet, ku tata kembali pikiran dan hatiku yang hancur. Entah bagaimana kaki ini melangkah, aku seperti hilang tenaga.

ANAK SMA

"Kenapa wajahmu pucat Ni?" tanya Jihan selidik.

Akupun duduk kembali di antara Sinta dan Jihan. Tanganku masih gemetar, bibirku terkatup rapat.

"Kamu abis liat hantu?" tanya Soni menebak-nebak.

"Buuu..bukan hantu, tapi iiii..ibliss!" jawabku sambil menggertakkan gigiku.

"What? Mana? Di mana?? Di toilet??" tanya Jihan penasaran.

"Baju kamu basah gitu Ni, mau pake jaket aku? di sini dingin. Aku bisa pake jaket Mas Soni..!" ujar Sinta memberikan jaketnya.

Jihanpun mengenakannya kepadaku. Dan merapikan rambutku yang sedikit berantakan.

"Kita ganti kostum dong kalo gitu? Masa mau pake seragam anak SMA?" tanya Jihan kepada Sinta dan Soni.

"Santai aja, kenalanku udah tahu kalo kita habis reunian, jadi gak masalah..!" jawab Soni menenangkan.

"Okelah kalau begitu. Ngomong-ngomong si Arunika masih pantas aja gitu pake seragam SMA. Keknya penuaan ogah nempel sama mukanya..!" kata Jihan, diapun menatapku lekat-lekat.

"Kamu yakin tahun ini berumur 28 tahun?" tanya Jihan kepadaku.

Aku cuman mengangguk pelan, suara Robin dan Rania masih terngiang di telingaku.

"Kenapa sih?" selidik Sinta, dia khawatir dengan keadaanku sejak tadi. Akupun mengeluarkan HP dan headsetku, aku meminta Jihan dan Sinta mendengarkan rekaman yang membuatku seperti ini.

Mereka nampak tak percaya, dan emosi seketika begitu tahu bahwa pemilik suara dalam rekaman tersebut adalah Robin dan Rania.

"Brengsekk banget tuh laki!" umpat Jihan.

"Kenapa gak kamu samperin Ni? Kita labrak dua manusia ini itu! Ayo!" ajak Sinta.

"Rekaman apaan sih? Kamu kenapa emosi sayang?" tanya Soni khawatir. Aku paham betul seperti apa kalau dia marah. Dia adalah mantan atlet taekwondo. Sintapun memadangkan headset di telinga Soni. Dan pastinya, ekspresi Soni sama halnya dengan istrinya.

"Kita ke sana gimana?" tanya Sinta kepadaku.

"Jangan, aku gak mau mempermalukan diriku, demi lelaki gak tau diri kaya Robin. Biar aku urus sendiri..!" jawabku pelan. Aku sudah bisa mrngontrol diri, emosiku perlahan berubah menjadi tawa pilu.

"Malah ketawa, serem tau jadinya!" kilah Jihan.

"Kita tunda dulu ketemuannya gimana? Biar aku hubungi kenalanku ya!" kata Soni, diapun keluar sebentar untuk menelpon.

Kami bertigapun setuju, akupun berniat pulang saja setelah dari sini. Namun hati dan pikiranku kian suntuk jika di rumah. Apalagi setiap sudut rumah mengingatkanku kepada Robin. Lelaki itu memang kejam, selama empat tahun aku yang membayar sewa rumah, tempatnya tinggal hingga sekarang. Dan rupanya rumah pula yang dijadikan tempat merajut kasih bersama Rania. Aku makin jijik untuk bertemu dengannya.

"Kayaknya aku gak mau pulang..!" ucapku kepada mereka.

"Kamu ke tempatku aja gimana?" Jihan menawari untuk ke tempatnya.

Aku menggeleng pelan.

"Aku pengen sendiri dulu kayaknya, kalian bisa pulang duluan..!" kataku sembari merapikan penampilan. Mataku terlihat sembab, kusapukan sedikit lipmatte, yah sudah tak terlalu pucat.

"Kita anterin aja, mau ke mana?" tanya Soni.

"Mana tega kita ninggalin kamu sendirian.." imbuh Sinta.

Jihan dan Sinta memelukku erat, merekapun turut kecewa, marah dan sedih melihat kondisiku saat ini.

"Mau ke klub? Aku masih ada waktu kok..!" ajak Sinta, diapun meminta persetujuan Soni.

"Emang anak SMA boleh ke klub?"tanyaku, memperhatikan kostum kami berempat bergantian.

"Bener juga sih, ya udah kita muter-muter dulu kalo kamu mau turun di mana nanti kita anterin..!" kata Sinta.

Kamipun segera meninggalkan tempat reuni kampus, teman-teman yang belum sempat kami sapapun merasa sedih. Namun karena kami jelaskan jika ada acara mendadak, merekapun memaklumi.

"Maaf ya teman-teman,aku beneran gak bisa mikir apa-apa sekarang..!" gumamku sambil melangkah gontai.

Beberapa rekan kami bahkan merasa kecewa karena kami pergi sebelum acara puncak dimulai. Pikiranku entah kemana saat ini, ribuan tanya menggema di telingaku. Selama ini aku kurang apa coba sebagai pacar kamu Robin? FU*CK! Aku memaki diriku yang bodoh.

"Hei! Jadinya mau ke mana nih?" tanya Jihan.

"Aku pengen minum-minum Ji..!" jawabku pelan, Sinta dan Sonipun menggelengkan kepala tanda tak setuju.

"Gimana kalo minum bir saja?" saran Jihan. Soni dan Sinta setuju, tapi mereka harus pulang dadakan karena anak semata wayangnya tantrum.

"Kalian beneran mau turun di sini? Maaf ya, karena Celine tantrum, susternya kewalahan..!" imbuh Sinta.

"Santai, di sini juga deket miimarket kok, masih lumayan orang-orang lalu lalang.." jawab Jihan.

Aku cuman tersenyum melepas Soni dan Sinta pergi. Ku tatap kawasan sekitar taman, "Ah. Di sana ada bangku kosong, dan lumayan sepi.." batinku. Aku pun melangkah ke sana, ku tinggalkan Jihan yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Brengsek! Ternyata dia sebusuk itu selama ini!" makiku kesal. Tak kusangka ternyata di sebelahku ada seseorang yang sedang berbaring, karena lampu penerangannya sedimit redup, aku tak melihatnya saat duduk.

"Apaan sih? Datang-datang maki-maki gak jelas!" katanya kesal sembari bangun. Seorang lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah sedang duduk di sampingku.

"Mana aku tahu kalo ada manusia di sini..!" jawabku asal.

"Harusnya kamu yang gak ke sini, ada banyak bangku, ngapain ke sini?" tanyanya sebal.

"Emang nie bangku punyamu?" tanyaku datar. Aku sedang malas berdebat. Aku keluarkan sebungkus rokok dari dalam tas, kunyalakan dan kuhisap dengan pelan, berharap kekusutan ini sirna bersama asap yang kukepulkan.

"Anak sekolah gak boleh ngerokok!" celetuknya. Aku menoleh kepadanya.

"Siapa yang anak sekolah? Kamu?" tanyaku balik, anak kecil sok banget nasehatin orang tua.

"Kamu lah, masih pake seragam juga! Lupa?" jawabnya ketus.

Akupun melihat penampilanku, ah benar! Aku belum ganti pakaian. Tapi, aku perhatikan dia juga pake baju seragam sekolah, jangan-jangan dia juga alumni yang sedang reuni sepertiku.

"Sok banget kamu, kamu sendiri ngapain pake baju sekolah? Reuni juga? Kabur kan kamu? Reuni emang acara gak guna!" umpatku emosi.

"Tau dari mana kalo aku kabur?" tanyanya penasaran.

"Ngapain juga nanya, kalo gak kabur, ngapain di sini. Acara puncak baru aja dimulai..!" jawabku ketus.

"Acara puncak? bodo amat lah! Lagian kalo gak kabur, bisa-bisa aku gak selamat di sana..!" ujarnya sembari meletakkan sebotol minuman bersoda tepat di sebelahku.

Aku lanjutkan merokokku, tanpa peduli dengan sosok di sampingku. Entah kenapa lampu yang tadinya redup mendadak terang benderang, dan sosok di sampingku yang tak begitu jelas, terlihat tampan rupawan.

"Uhuk..uhukkk...uhukkk...!" Aku terkejut, dan.segera aku buang rokok di tanganku. "Anjir, cakep amat nie cowok"

"Makanya gak usah sok keren, pake ngerokok segala!" sindirnya.

Segera aku raih botol minuman di dekatku, kuminum seteguk.

"Minuman apaan nih? Aneh banget rasanya.." kataku seraya menaruhnya kembali.

KABUR BERSAMA

"Maen minum aja punya orang, sini!" ucapnya mengambil botol minum yang aku pegang.

"Minuman apaan? Rasanya aneh..!" jawabku kesal. Netraku tak henti-hentinya menatap makhluk tampan di depanku. Wajah oval, hidung mancung, bibir tipis, bulu mata lentik seperti perempuan, kulitnya mulus, semakin bersinar terkena cahaya lampu.

"Kenapa liatin begitu? Kamu di sini bentar, jagain tas aku, aku mau ke minimarket depan situ. Awas jangan bawa kabur tas orang!" pesannya, diapun menyebrang ke arah minimarket. Dan kenapa pula aku harus nurutin perintah dia, batinku.

"Kurang ajar banget nyuruh orang tua jagain tas dia, emang isinya uang atau berlian gitu.." sungutku.

Aku lihat Jihan masih saja telpon kesana kemari, lambaian tanganku pun tak digubrisnya.Suara orang di belakangku membuat terkejut dan tanpa sadar akupun memakinya tanpa henti.

"Sialan..apaan sih ngagetin aja!" kataku sembari membalikkan badan.

Nampak anak lelaki yang memakai seragam sekolah seperti cowok tampan tadi menatapku tajam.

"Di mana si pemilik tas ini? Kenapa tas ini ada sama kamu?" tanyanya penasaran.

"Lah, ngapain nanyain tas orang, lagian kamu dulu siapa?" tanyaku balik.

"Banyak omong, siniin tasnya!" Lelaki itu berusaha mengambil tas yang aku pegang, sontak saja aku menghindar.

"Gak bisa, aku diminta buat jaga ini tas!" kataku penuh emosi.

"Siapa kamu? Pacarnya si Sandy? Atau selingkuhannya? Jawab!" dia semakin emosi.

"Pacarrrnyaa..kenapa?" jawabku asal. Lagian Sandy itu siapa lagi? Apa si tampan itu namanya Sandy. Kepalaku penuh tanda tanya, apa sebenarnya isi tas ini kenapa sampai direbutin kayak gini.

"Brengsekkk!! " umpatnya lagi.Diapun terlihat menelpon seseorang. Di saat dia lengah, akupun segera menyebrang menuju minimarket tempat si empunya tas berada.

"Ngapain di sini?" tanyanya selidik. Matanya pun menangkap sosok yang berada di sebrang jalan.

"Shittt!! Buruan kita kabur!" ujarnya sambil menggandeng tanganku, akupun ikut berlari menuju motor sport yang terparkir tak jauh dari minimarket.

"Cepetan naik, pegangan yang kuat!" pintanya,akupun naik di belakangnya dan berpegangan erat, apaan nih udah kaya dikejar dept collector aja pake kabir-kaburan segala.

"Wait, mau kemana kita?" tanyaku.

"Diem, ntar juga tahu!" jawabnya singkat, motor pun melaju dengan kecepatan penuh. Dan sayup-sayup terdengar suara teriakan dari lelaki di sebrang tadi.

"Woooiii..Sandykalaaaaa mau kabur kemana kamuuu??" teriaknya sambil berlari menaiki motornya.

Motor yang kunaiki melesat bagaikan di arena balap motor GP, dalam hati aku berdoa, kenapa hari ini penuh kesialan yang datang beruntun. Akupun menengok ke belakang, motor yang tadi tak nampak lagi, gila nih anak, dia lupa lagi boncengin anak orang apa gimana. Isi perutku seperti terombang ambing di lautan."Ya Tuhan, jangan mati hari ini, aku masih belum balas dendam sama Robin" ucapku penuh ketakutan. Tak berapa lama motor pun masuk ke dalam sebuah bangunan elit dan mewah.

"Turun, ngapain di situ terus..!" perintahnya.

Akupun masih setengah sadar, beneran sudah sampai. Rumah siapa ini? Mewah banget. Jangan-jangan dia sindikat perdagangan wanita lagi, batinku.

"Heeiii..turun!" perintahnya sekali lagi.

"Ya..ya, kurang ajar banget nyuruh-nyuruh orang tua!" sungutku sambil turun. Mataku tak henyi-hentinya berdecak kagum.

"Ayo masuk, siniin tasnya!" pintanya, diambilnya tas yang sedari tadi aku peluk.

"Nih tas kamu! Udah isinya kayak emas permata aja sampe direbutin kaya tadi!" ucapku.

"Emang isinya berlian..!" jawabny sambil masuk ke dalam rumah.

"Mana ada anak sekolah mainan berlian..what? Berlian? Heeehhh..jangan-jangan kamu perampok ya? Penadah barang curian? atau sindikat penjahat kamu ya??"

Akupun mengikuti lelaki tersebut ke dalam, dan yang membuatku makin tercengang, isi rumah ini semakin membuatku takjub.

"Jangan asal ngomong dong! Duduk dulu sana..nih minuman buat kamu!" katanya. Dia sudah ganti baju rupanya.

"Gila bener ini rumah..Eeehh..trus ini rumah siapa??" tanyaku sengit.

"Ya rumahku, rumah siapa lagi.."jawabnya santai.

Dikeluarkannya isi dari dalam tas yang sedari tadi aku curigai.

"Mana berlian? Isinya cuman beberapa buku dan foto-foto doang!" Tak ada benda berharga lainnya.

"Yah, buatmu.mungkin ini cuman foto biasa, buatku ini harta termahal yang aku punya, ini foto ibuku saat masih muda..!" tunjuknya, dia memperlihatkan foto wanita muda yang cantik mempesona. Pantas saja dia juga tampan, Ibunya cantik begini.

"Oke..emang cantik sih!" gumamku.

"Oh ya, maaf ya udah bikin repot kamu! Kenalkan namaku Sandykala, panggil saja Sandy. Aku sekolah di SMA Libero, kelas 3, kalo kamu?" katanya memperkenalkan diri.

"Aku? Namaku.Arunika,.Arunika Rinjani. Panggil saja Aruni. Aku sudah tidak bersekolah.." jawabku masih tak.percaya. Beneran dia anak SMA.

"Maksudnya? Kamu dikeluarin dari sekolah? Atau kamu gak bisa lanjut sekolah karena kurang mampu?"tanyanya penuh keheranan.

"Sialan! Gini-gini aku lebih tua dari kamu anak kecil! Aku sudah lulus sekolah dan lulus sarjana, sekarang aku bekerja..!" jawabku.

"Jangan ngarang! Trus ngapain pake baju SMA?" selidiknya.

"Hhhhuuuhh..oke, aku.baru pulang reunian, dan dresscodenya adalah baju anak SMA, puas?" jawabku meledak.

Diapun mendekatiku, menatap lekat-lekat wajahku, dan tiba-tiba saja memegang pipiku erat.

"Gak usah sok tua, nih..kamu aja masih kayak anak kecil, ngatain aku anak kecil juga!" ledeknya.

"Heeehh. Kalo gak percaya, nih liat KTPku!" jawabku, aku keluarkan KTP dari dalam dompetku.

Wajahnya agak keheranan, dipandanginya wajahku lalu beralih ke KTP yang dia pegang.

"Aku juga sudah punya KTP, so what?" jawabnya sambil menyerahkan kembali KTPku.

"Liat dong tahun lahirnya,aku yakin umurmu pasti 18 tahun,aku adalah seorang wanita dewasa berumur 28 tahun tahu tidak..!"jelasku penuh emosi.

Diapun kembali mengambil KTP yang masih aku pegang, dan dengan seksama melihat KTPku.

"Waaah..beneran kamu kelahiran 1997? Tapi kenapa wajah kamu kayak anak baru lulus SMP?" ledeknya lagi.

"Sinikan KTPnya! Kamu harus manggil aku tante! Eh..jangan tante, kakak..ya kakak!" ucapku mantap.

"Panggilan gak penting, aku mau manggil kamu Aruni saja!" kilahnya.

Wajahnya sedikit memerah.

"Eh ngomong-ngomong, kenapa panas banget hawanya ya..!" ucapku. Badanku terasa panas, ini rasa aneh yang belum pernah aku alami.

"Di sini full AC mana mungkin panas!" jawabnya. Entah apa yang salah. Aku menatap wajah Sandykala penuh dengan luapan rasa yang tak terkira.Bibirnya yang tipis itu seperti meminta untuk dilumat.

"Apaan sih? Kamu liatin aku serem gitu..!" Diapun sedikit mundur, wajahnya kian merah, nafasnya pun sedikit beradu.

"Diam, aku juga heran, kenapa dari tadi wajah kamu itu.menarik perhatianku.Aaarrrgghh..sadarlah Aruni!" akupun menepuk-nepuk pipiku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!