"How should i punish you?"
Tubuh ini didesak merapat ke dinding. Tatapan lelaki ini sungguh tajam, aku bisa mengendus sebuah nafas kemarahan, dia tidak akan mengampuniku. Dia akan membunuhku.
Tiba-tiba jarinya bergerak menyentuh bibirku, wajahnya mendekat, menatapku seperti elang siap memangsa seekor tikus. "You better be good, or else i'll hurt you more!"
Sakit, ah, sangat sakit! Tangan kuat lelaki itu mencekik leher, sangat kuat sampai aku sulit bernafas. Lelaki ini iblis, dia mau membunuhku.
Seseorang tolong aku! Aku belum mau mati!
Tolong aku! Tolooong !
"Kea, kamu sudah bangun?"
Deg!
Perasaan bergemuruh apa ini? Rasa kejutnya sama seperti baru saja jatuh dari tempat tinggi. Rasanya kepalaku pening, semua yang kulihat berputar-putar.
"Kea... "
Ada suara lirih dengan ujung yang terdengar getir. Sepasang bola mata, raut wajah sendu, dan senyum cekung milik seseorang yang begitu familiar.
Lelaki itu memelukku erat. Sangat erat sampai aku bisa mendengar degup jantungnya.
Ini ada apa?
Apa tadi aku bermimpi?
Sungguh? Rasanya begitu nyata hingga leher ini masih terasa sakit.
Dimana aku? Kenapa ada selang infus di tanganku? Apakah aku sakit?
Mengapa memoriku begitu abu tentang semuanya, tentang nafas yang begitu lemah serta tubuh yang terbaring kaku.
Kamu sudah delapan bulan tidak sadarkan diri.
Kamu koma.
Kamu selamat dari percobaan mengakhiri hidup.
Ah..
Benang-benang memori teruntai lagi perlahan. Skenario terakhir buku harian perempuan yang dipanggil Kea ini ada hubungannya dengan percobaan menantang maut dengan meminum obat-obatan keras karena depresi patah hati.
Sangat tolol. Ini semua karena laki-laki itu, dia berhasil membuatku merasa ingin mati saja.
"I'm glad you're okay... "
Tiba-tiba seorang lelaki berkaos abu muncul dari balik pintu. Begitu asing, tapi sepertinya dia punya intensitas kedekatan lebih denganku.
"Siapa kamu?"
"Kin... "
"Kin? Siapa?"
"Dia suami kamu, Kea!"
Sahutan papa membuatku yang sedang minum jadi tersedak. Aku mungkin pingsan lama tapi tidak merasa lupa ingatan. Terakhir kali aku hampir mati karena depresi ditinggal menikah oleh laki-laki bernama Leon. Kenapa sekarang aku punya suami?
Apakah selama koma aku mampir ke surga lalu mengadakan resepsi disana? Sama siapa? Sama malaikat?
Siapa Kin ini? Dia tidak ada dalam list mantan atau lelaki-lelaki yang mampir dalam diary cinta.
What ridiculous story has happened?
***
Tidak ada jawaban selama tiga hari. Papa tidak bercerita apapun, dia hanya bilang tunggu sampai sehat. Kin atau man from nowhere tidak menunjukkan batang hidungnya. Aktivitasku hanya bisa sebatas kasur dan kamar mandi. Tidur panjang lama membuat tubuh kaku jadi masih harus dibantu oleh asisten yang disiapkan khusus melayaniku.
I feel better now. Sebenarnya apa yang terjadi selama aku sakit?
"Kamu nggak ingat sama sekali, Kea? Sebelum kamu koma lama, kita sempat melangsungkan pernikahan kecil di rumah sakit. Kamu masih sadar saat itu. Kamu setuju saat papa meminta Kin untuk menjaga kamu."
Aku menggeleng. Entah benar-benar lupa atau lupa ingatan? Memori otakku semu dan berkabut setelah sadar.
Papa bercerita cukup panjang tentang hal-hal yang sempat terjadi selama delapan bulan ini. Tentang bisnisnya yang terguncang karena pengkhianatan rekan kerja, keretakan saudara karena warisan, bahkan lelaki paruh baya ini masih punya hasrat untuk menikah lagi untuk yang ketiga kali.
Cih!
Mama istri pertama meninggal saat aku berumur delapan tahun, lalu papa menikah lagi dengan perempuan bernama Rania. Lahirlah adikku Luisa. Pernikahan mereka tidak harmonis karena papa selalu main perempuan. Mungkin calon istri barunya merupakan salah satu koleksi ani-ani miliknya.
Ah, i don't care what he does as long as he doesn't mess up my life.
Mungkin itu memang terjadi, tapi apa sebenarnya misi dibalik ini? Orang gila mana yang rela menikah dengan perempuan sekarat?
"Hai Kea"
"Ya?"
"Gue, Kin"
"Oh... iya"
"Kalau ada sesuatu, please let me know ya"
Kin sedang mencoba memecah jeda diantara kami. Dia membawa vietnam spring rolls dan thai tea. Not bad sih dia bisa sampai tahu favoritku.
"Lo butuh uang berapa?"
"Hah?"
"Pernikahan ini bersyarat kan? Apa yang papa janjikan, materi atau jabatan atau apa? Gue bisa bayar lebih, just tell me how much you want"
"Mending lo makan dulu daripada ngomel-ngomel nggak jelas. Sini gue suapin!"
Hap.
Tangannya menyuapkan satu spring roll utuh membuat mulut ini penuh. Bukan hanya mencomot potongan yang lain, ia bahkan menyeruput Thai Tea tanpa basa-basi.
Ih apaan sih? Kok sok akrab banget?
"Unethical... " gumamku pelan. Kin mendengarnya tapi bersikap bodo amat.
"Nggak usah khawatir tentang apapun. Silakan atur privasi masing-masing. Gue nggak akan ganggu lo, but you can tell me if you need anything... "
Dia memberikan kotak berisi handphone yang masih baru. Tangannya membuat call me gesture lalu menghilang dibalik pintu.
This guy is quite interesting. I think i should get to know him better.
***
Satu bulan sudah melalui masa kehidupan kedua. Hidup kedua, ya aku menganggap kalau ini jalan reinkarnasi untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Selama pemulihan aku didampingi spesialis kejiwaan, mental, dan spiritual. Aku sudah bukan lagi tahanan kamar, bisa berjalan-jalan sekitar rumah walau masih ditemani asisten. Papa terkadang datang memastikan kondisi anaknya baik dan sehat.
By the way, kemana Kin?
What did he do?
Apa status kontrak suami pura-pura nya sudah berakhir?
Are you dead?
You miss me? :)
Damn. Rasanya ingin menghilang ditelan bumi karena dia merespon cepat chat WA ku sebelum sempat menariknya. Sekarang dia pasti tertawa senang mengira aku memikirkannya.
Alasan aku mencari Kin mungkin karena kesepian. Papa membatasi komunikasi. Di kontak handphone hanya ada papa, Kin, dan asisten. Tidak ada sosial media hanya aplikasi nonton online berbayar untuk hiburan.
Bosan.
Sepertinya aku harus mengatur ulang goals serta resolusi baru. Wajah dan penampilan baru justru lebih baik. Apa aku operasi plastik aja ya? Gimana dengan identitas baru? Nama baru?
"Ini serius?"
"Sure. Gue udah cari tahu klinik bedah plastik yang oke. Cuma masih bingung better di Korea atau Thailand. Pokoknya masalah ini biar gue handle sendiri, lo cuma bujuk Papa buat approve aja. Nggak minta duit kok, i have a lot of money."
"Kalau gue nggak mau?"
"You have to! Lo nggak punya opsi untuk pilih yes or no!"
"Haishhh... do what u want lah" ketusnya menghela nafas panjang lalu melemparkan sesuatu.
Dinner party invitation. Luisa and Jordan.
Lui? Luisa?
Kenapa dia?
Sibling relationship dengannya cukup buruk karena kebencianku dengan istri papa. Rania tidak akan pernah bisa jadi pengganti Mama. Masih terekam di ingatan perilaku abusive nya dulu. Sosok yang diharapkan menjadi pemberi kasih justru menjadi pemberi sakit. Bahkan bekas sundutan rokoknya masih membekas di lengan sampai sekarang. Tentu dia orang pertama yang kecewa karena aku masih hidup, anaknya gagal menjadi pewaris tunggal.
Let karma do its works.
Nanti juga tiba saatnya dia hancur, apalagi sebentar lagi papa mau menikah lagi. Cukup diam dan duduk manis menikmati drama.
Dinner invitation ini untuk perayaan tunangan Luisa dengan pacarnya. Papa menyuruh Kin untuk mengajakku. Tentu aku menolak keras, tapi salah satu perkataannya berhasil mencubitku.
"It's time for the flower petals to show their bloom"
Dia benar. Aku harus datang dan menunjukkan versi diri yang baru.
***
Kin bilang akan menjemput jam tujuh. Masih ada senggang empat jam untuk mempersiapkan semuanya. Akhirnya aku pergi ke butik dan salon lagi setelah sekian lama, mendapatkan kembali kenyamanan dan kesenangan seperti perempuan modern lainnya.
Jakarta masih sama seperti sebelumnya. Ah, apalah arti delapan bulan berlalu. Kota ini masih panas, berisik, dan egois. But this city made me rich jadi aku cukup menikmatinya.
Memotong sial dengan mengubah gaya rambut. Aku benci karena orang pertama yang harus melihat hasil make over ini adalah Kin. Selera fashionnya buruk, sama seperti lidahnya.
"Jadi gimana? Bagus nggak?"
Mungkin terkesan lebay, tapi reaksi berbinar dan takjub adalah sesuatu normal yang diharapkan perempuan saat memamerkan sesuatu.
Please tell me that i am pretty or stunning gitu!
Kenapa dia harus memberikan tatapan datar.
Sangat datar.
"Okay, nice"
Dia bahkan hanya melakukan scan penampilan baruku tidak lebih dari satu detik. From head to toe, cuma satu detik.
"Udah gitu aja?"
"Gue bingung soalnya sama aja cuma beda belahan poni"
"Sama aja? Maksudnya?" tanyaku sambil menekan gas emosi.
"Sama aja cantiknya nggak hilang... "
Bangsat!
My face is as red as a tomato.
Seperti tomat busuk yang mau pecah.
Aroma-aroma kemewahan terendus dari basement parkir hotel Marriot. Tebak berapa milyar dikeluarkan papa demi anak emasnya itu demi sebuah selebrasi pertunangan?
Kin bilang acara pertunangan sudah diadakan privat dua bulan lalu, ini hanya temu syukur bersama kerabat dan saudara. Hebat juga power Sang Ratu membuat suaminya mengeluarkan dana fantastis. Jangan-jangan sudah ada budget khusus yang disiapkannya untuk pemakamanku.
"You nervous?"
"Nope!"
"Here hold my hand!"
Kin memegang tanganku tanpa permisi dan tanpa aba-aba. Dia membawaku masuk melewati para tamu yang hadir. Sapaan dan senyum bisnis yang akrab, mereka sepertinya lebih mengenal Kin daripada aku.
Padahal akulah pewaris utama Bastian Group, cih!
Tidak semuanya melewatkan aku, beberapa pasang mata cukup terbelalak melihat Keana yang kemarin jadi mayat sekarang hidup kembali.
"Congrats!" ucapku berbasa-basi busuk pada pemilik acara.
Luisa menyadari keberadaanku. Ia menyambutku dengan pelukan kencang.
"Kakak, I miss you! Bahagia banget melihat lo sehat lagi. Kita sedih loh, mama sampai bolak-balik masuk rumah sakit memikirkan kakak.. "
Ah, sandiwara yang terlalu palsu. Luisa sudah setahun jadi aktris series TV, kemampuan aktingnya meningkat tapi muslihatnya mudah terendus olehku.
Dia sedang cari perhatian papa tapi sepertinya lelaki tua itu tak peduli, asyik berbincang dengan tamu lain.
"Ini Jordan, Kakak pasti kenal!"
Luisa mengenalkan laki-laki di sampingnya sebagai tunangan. Tinggi, sedikit chubby, cukup stylish walau sekilas ada aura boty. Ya sesuai dengan tipe pacar-pacar sebelumnya.
Sepertinya aku familiar dengan Jordan. Raut wajahnya tidak asing, tapi tidak melekat di ingatan.
"Jordan Mavis,"
Mavis?
Nama belakang yang sama dengan mantan tunanganku Lionel Mavis.
Seketika mood berubah hancur. Brain freeze, rasanya linglung dan kosong. Ada rasa dingin yang memburu di sekujur tubuh.
Seharusnya aku tidak disini. Aku belum siap jika bertemu dengan lelaki yang sudah mendorongku hingga menuju jurang kematian.
I'm outta here!
Slip!
Saat aku bergegas hendak berlari, heels ini justru tersandung langkah orang. Lucky me ada tangan yang menarikku agar tidak jatuh.
"Sorry..."
Guess whose hand I'm holding now!
Sesuai prediksi buruk sebelumnya, itu Leon.
"Long time no see, Kea!"
Cepat aku menarik tangan lalu membuang wajah dari pandangannya. Leon masih mengikuti walau aku menjauh.
"Bisa ngobrol sebentar? Dua menit? I gotta clarify something!"
"Get away from me, bastard!"
"Gue ingin baik-baik aja demi Luisa dan Jordan"
"Apaan sih? Lepas!"
Leon mengambil tanganku paksa, menuntunku keluar menjauh dari tempat acara ke tempat yang lebih sepi.
"Mau apa lagi? Kita udah nggak ada urusan. Anggap aja gue udah mati, selesai kan?"
"Cinta ini nggak pernah selesai. Ternyata mencoba baik-baik saja itu menyakitkan ya? I cant stop loving you, Kea. I cant!"
"GILA!"
Leon lelaki tipe yandere jika dalam dunia anime. Dia terlihat baik, royal, soft spoken, over protective, tapi psycho dan manipulatif. Empat tahun pacaran isinya hanya luka dan duka. Aku sempat mempertahankan hubungan karena Papa. Keluarga Mavis dan Bastian punya relasi sangat baik dalam bisnis dan persaudaraan. Finalnya ya aku hampir mati depresi karena skandal perselingkuhannya.
Entah mengapa aku selalu merasa kehilangan energi jika berurusan dengannya. Tidak bisa memberontak hanya menunduk diam menangis. Sekarang terulang lagi, tubuhku kaku. Lelaki di depanku terus mengiba, membongkar lagi kenangan-kenangan manis kami, memaksa aku mengiyakan lagi perasaan cintanya.
Krkkk
Terdengar suara kerik pergelangan tangan yang terplintir.
"Bro you should have manner! Better you go or I'll break your neck!"
Kin menarik kerah kemeja Leon lalu membantingnya hingga tersungkur ke tanah. Baku hantam yang tanpa perlawanan. Aku baru sadar kalau Kin punya otot yang terbentuk matang, dia sanggup melemahkan Leon dalam sekali pukulan.
Ia menggendong tubuhku masuk ke mobil, meninggalkan acara yang belum dimulai.
I've ruined my makeup, luntur karena air mata. Sepanjang perjalanan tidak ada kata keluar dari mulut kami. Apalah yang kuharapkan darinya selain respon dingin dan tatapan datar.
Dia benar-benar tidak menanyakan keadaanku.
Apa baik-baik saja? Terluka?
Tangannya justru memperbesar volume lagu Alt-J Breezeblocks.
Muscle to muscle and toe to toe
The fear has gripped me, but here i go
My heart sinks as i jump up
Your hand grips hand as my eyes shut
And i..
***
Seharusnya kami menuju jalan pulang ke rumah tapi alarm lambung lah yang membelokkan stir. Aku tidak makan apapun sebelum berangkat, sepertinya Kin juga lapar.
"Can i order wine?"
"Beer! Just two beers!"
Kin tidak memberikan kesempatan untuk memilih, bahkan dia menyuruhku memakan nasi goreng kambing di tempat yang katanya terkenal dengan Lasagna enak. Egois.
"By the way, thanks ya untuk yang tadi"
"Apa?"
"Nggak usah pura-pura nggak tahu. Harusnya lo cegah dari awal saat Leon mau bawa gue keluar. Dia itu psycho, gimana kalau berbuat jahat sama gue?"
"Lo kenapa ya? Tadi say thanks, kok jadi marah-marah sekarang?"
ARGHH!!
Semua perasaan berkecamuk jadi satu bagai petasan yang siap meledak. Harusnya aku tidak melibatkan Kin jadi pelampiasan hati yang kacau. Dia sudah cukup heroik menyelamatkan aku dari tekanan Leon.
I want to thank him sincerely.
Tapi kok susah ya, apa ini yang disebut gengsi?
"Lo istri gue, tanggung jawab gue. So no need for thanks."
"Istri? Ini beneran lo anggap gue sebagai istri? Kita ini cuma sandiwara kan, Kin?"
"You still think this is a joke?"
"Semuanya gelap buat gue, membingungkan. Sebenarnya komitmen apa antara lo dan papa dibalik pernikahan ini? Please tell me, jangan bikin gue bego sendirian!"
Kin mengepulkan asap rokoknya ke langit lalu menghela nafas panjang.
"Kalau bukan gue, siapa yang mau jagain lo?"
DZGGHH
Perkataannya sangat menghunus.
"Buka mata, lihat sekeliling apakah orang-orang di sekitar sangat baik memperlakukan lo? Hanya butuh sejentik buat mereka membuat semuanya hancur."
Pernikahan ini ternyata memang salah satu rencana papa untuk melindungiku. Sepertinya ia sudah krisis kepercayaan pada keluarga dan orang terdekat. Rania, Luisa, dan Leon. Tiga nama yang tidak bisa tertawa lepas sebelum Keana benar-benar mati.
Nilai manusia tidak lebih tinggi dari selembar uang sepertinya. Ah, andai mama masih ada mungkin aku tidak harus sesepi ini.
Walau Kin pilihan terbaik dari papa, aku masih tidak bisa percaya dengannya. Kami tidak saling kenal, tidak terkait rasa dan ketertarikan sama sekali. Dia masih orang yang asing. Menerima hadirnya saja aku sulit, apalagi mengunyah kenyataan kalau dia suamiku?
"I chose beer for you because you were drunk on wine with your ex."
"Kalau lapar ya makan nasi, jangan kebanyakan mikir dan nggak usah jaga gengsi demi selera orang. Sini gue suapin!"
Damn!
Simple sih, tapi kok bisa sehangat ini di hati?
Cooking is my theraphy
Bukan profesional sih tapi karya masakan, kue-kue, dan cemilan buatanku layak diapresiasi dengan acungan jempol. Sempat muncul keinginan untuk sekolah profesional di Le Cordon Bleu, tapi papa melarang karena baginya mendalami keahlian bisnis lebih penting dari apapun. Belajar memasak bisa otodidak baca resep atau mengikuti short course.
"Ih lucky banget deh yang nanti bisa jadi suami gue. Punya bini cantik, smart, jago masak, independent, tajir pula!"
Narcissist? Yes thats me!
Seperti normalnya perempuan pasti ingin perjalanan cintanya happy ending. Gue baru tiga kali pacaran tapi kisahnya sampah semua. I don't trust men anymore, bahkan papa adalah contoh nyata betapa bangsatnya mereka.
Spoil me with loyalty, i can finance myself
Its okay deh kalau jodoh gue laki-laki dengan finansial biasa-biasa aja asalkan dia loyal dan good looking.
Aku berencana untuk membuat oliebollen, cemilan khas Belanda yang sekilas mirip odading atau kue bantal disini. Beberapa bahan out of stock jadi harus beli online pakai kurir instan. Asisten bilang kalau paketku sudah datang lalu ditaruhnya di dapur.
Kardus yang cukup berat padahal aku hanya membeli tepung dan gula halus. Aku membukanya tanpa keraguan, tapi tiba-tiba seekor ular hijau kecil melompat dari dalamnya.
AAAHHH...!!!
Aku mengibaskan tangan tapi ular justru melingkar makin kuat. Degup jantung berpacu kencang seiring kepanikan yang bercampur dengan rasa takut. Berulang kali aku berteriak meminta tolong tapi tak ada sahutan.
Kin muncul dengan sigap melepaskan lilitan lalu memukul kepala ular dengan batu berkali-kali. Melihat ada darah mengalir di tangan, Kin mengambil kotak obat, membersihkan luka lalu menutupnya dengan perban.
Dia melakukannya dengan tenang.
"You think i am good?" tanyaku dengan sisa-sisa kepanikan.
"Nggaklah, kalau racunnya meluas bisa mati"
"Terus gimana dong?"
"Lo kan profesional untuk mati lalu hidup lagi. So no need to freak out!"
Rasanya ingin meng-anjing-kan manusia ini tapi dia sudah menolongku.
"Kita ke IGD sekarang!"
***
Am i being terrorized?
Siapa yang begitu jahat sengaja melakukannya?
December smells like blood. Red roses take their revenge. Twelve stabs, then you bury them. Do you still remember?
Ada selembar kertas rupanya di dalam kardus itu. Pesan anonym berisi ancaman dalam kemasan puisi singkat. Ah, dibaca berulang kali tetap aku tidak paham. Surat ini sebaiknya kusimpan dulu tanpa perlu diceritakan pada siapapun.
***
"Kamu jadi kan ke kantor?"
Sudah dari seminggu lalu Papa membujukku kembali bekerja tapi tertunda karena insiden gigitan ular. Memang seharusnya aku mulai fokus pada karir untuk melepaskan penat dan bosan menjadi pasien rawat jalan.
Shell tank, light blazer, dress pants, and sling backs. Tasnya pake gucci marmont. Sebenarnya nggak ada aturan khusus untuk outfit kantor, cukup rapi dan formal. Always dress to impress. Klien dan rekan kerja will appreciate you kalau selera fashion kamu itu bagus.
Bastian Group perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi. Keluarga kami bukan old money tapi papa mengembangkan bisnis ini mulai dari nol sampai sukses. Jabatanku sebagai Vice President. Posisi yang mentereng kan? Inilah power orang dalam dan tahta pewaris.
Did you miss me? Well i am back!
Beberapa rekan kerja menyapa menyambutku hangat. Memasang senyum karir lalu berbisik tipis. Pesona eksekutif muda memang begitu menyilaukan, tak heran banyak yang iri atas apa yang kumiliki tapi hanya bisa membenci sambil menjilat ujung sepatuku.
I am the boss after all.
"Gorgeous as always, Madam!" ucap sekertarisku.
"Thanks Ami"
Finally aku kembali ke ruang kerjaku. Hampir setahun ditinggalkan nuansanya sudah berubah. Tidak ada lagi aroma jasmine, bunga, bingkai photo, dan koleksi buku-buku sudah hilang. Mungkin pihak kantor yang merapikannya, but it's okay aku bisa menatanya lagi nanti.
Di atas meja justru ada beberapa action figure anime akatsuki. Siapa sih yang pakai ruangan ini sebelumnya?
Sebelumnya aku menelepon divisi umum untuk merapikan ruang kerja tapi sudah tiga puluh menit tidak ada yang datang.
"Ini mejanya tolong dibereskan ya! Barang-barang saya masih ada kan? Bawa kesini ya!" ucapku pada staff yang masuk ke ruangan.
Hening.
"Selamat pagi Ibu Keana, apakah ada yang bisa saya bantu? Rajin sekali pagi-pagi sudah di ruangan saya loh,"
Loh?
LOH??!!
"Ruangan kamu?"
"Iya ini ruangan saya"
Lelaki yang berdiri di depan meja itu menunjuk papan name tag.
Raskindra Anan Baskara
Vice President
Wait, sejak kapan?
Sejak kapan jabatan ini pindah kepemilikan pada Kin? Dia pasti hanya mengambil alih sementara. Lelaki preman itu lebih cocok bekerja kasar jadi montir bengkel daripada disini.
***
"Kin kenapa ada di ruangan aku?"
"Ruangan mana?"
"Ya ruangan aku lah. Pokoknya papa cepat suruh dia pindah deh, bereskan sekalian tuh barang-barangnya. Ruangan kerja kok rasa Toys City banyak banget mainan?!"
"Jabatan itu sudah milik Kin, kamu nggak berhak ngatur-ngatur"
"Hah? Terus aku gimana?"
"Kamu memang udah siap untuk kerja dengan beban berat lagi? Proyek kita sekarang padat, Kin aja sering lembur tidur di kantor buat kejar deadline. Nanti kalau kamu sudah benar sehat dan stabil papa sudah siapkan posisi yang bagus juga"
"Terus ngapain papa nyuruh aku ke kantor?"
"Papa has interesting job for you"
***
Papa has interesting job for you.
Coba tebak kerjaan apa yang dia berikan untukku?
Advisor untuk tim makan bergizi perusahaan alias kepala dapur. Perusahaan sedang merombak total pengadaan menu makan siang, bukan lagi spek warteg yang sayurnya layu dengan bumbu satu untuk semua. Selama ini kami memakai jasa vendor catering, tapi akhir-akhir ini banyak komplain pegawai mengenai higienitas serta kepuasan rasa yang kurang.
Tim makan siang bergizi sudah berjalan dua bulan tapi masih banyak evaluasi dalam pelaksanaannya. Pekerjaan ini cukup bisa menantang ilmu serta skill memasak tapi sayang tidak bergengsi. Baru setengah hari bekerja badanku sudah beraroma bawang goreng. Sial, baunya menyengat bahkan aroma Roja Elixir Pour Femme Essence De Parfume yang kupakai pun kalah.
Menu makan siang kali ini swedish meatball, sauteed green beans, dan chocolate pudding. Aku berencana memasukkan makanan internasional ke dalam varian menu. Tidak hanya potensi saja yang harus go international, lidah pun harus!
"Tumis buncis, semur daging, dan agar-agar. Buat nama lebih melokal aja, ribet banget sih. Mbak nya baru kerja disini ya pasti?"
Kenapa harus dia orang pertama yang muncul saat aku serving makan siang karyawan. Sistem makan siang perusahaan seperti prasmanan tapi porsinya sudah ditakar. Tidak bisa self serving harus dilakukan oleh staff bertugas.
"Ini apaan? Saos? Kok rasa stroberi? Dagingnya dicocol gitu?"
"Bapak pernah nyobain swedish meatball IKEA nggak ya?"
"Pakai saos stroberi?"
"Harusnya lingonberry sauce tapi kami nggak punya, jadi itu saja. Rasanya sama-sama enak kok."
"Konsep mengenalkan menu internasional sebenarnya bagus tapi better disesuaikan dengan lidah lokal saja. Karyawan sini nggak akan suka dengan kombinasi kayak gini. Semur daging lebih enak pakai sambal bawang, selai stroberi lebih enak buat roti bakar. Setuju nggak guys?"
SETUJUU
Lelaki itu menjatuhkan kinerja hari pertamaku di depan hampir semua karyawan yang makan siang. Rasanya ingin mencolok bola matanya dengan garpu lalu ku cocol di saus stroberi.
"Tapi ini enak kok!" sahutnya sambil mengedipkan mata, menepuk pundakku lalu berjalan ke meja lain.
Bangsat Kin. Should i sabotage his meal everday?
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!