"Assalamu alaikum" Teriakan gadis berbalut gamis dengan warna dusty pink terdengar dari dalam rumah berdesign klasik itu.
"Waalai---" Belum selesai Aisya menjawab salam dia terkejut melihat gadis yang berdiri di depan pintu rumahnya.
"BINA" Teriakan keras dari Ummi Aisya terdengar sangat nyaring. Dia terkejut melihat kedatangan putri semata wayangnya.
Sabrina Magfirah biasa di panggil Bina adalah putri semata wayang dari Aisya Humairah dan Afnan Rizky.
Kini Sabrina telah menyelesaikan kuliahnya di Singapore Management University. Dan meraih gelar MPA (Master Akuntansi Profesional).
Sabrina memang terlahir dari keluarga berekonomi menengah keatas. Abi Afnan adalah pengusaha sukses di bidang property.
"Assalamu alaikum ummi" Sabrina kembali mengucap salam kepada umminya.
"Waalaikum salam sayang" Ucap Ummi Aisya sambil memeluk putri semata wayangnya.
"Kita masuk yuk" Ummi Aisya menarik tangan Sabrina untuk masuk ke dalam rumah.
"Ummi, abi kemana?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Sabrina setelah mendaratkan tubuhnya di sofa ruang keluarga.
"Yang sambut kamu datang itu ummi loh tapi yang kamu tanyain duluan abi" Nyinyir Ummi Aisya pada Sabrina.
"Ngapain aku nyari ummi kalau ummi sendiri sudah ada di depan aku" Jawab Sabrina sambil memeluk umminya.
"Abi masih di kantor sayang inikan baru jam 10 pagi" Jawab Ummi Aisya sambil meregangkan pelukannya.
"Permisi bu makan siang untuk bapak sudah siap" Bi Santi datang memecahkan kehangatan ibu dan anak yang sedang merindu satu sama lain.
"Ummi mau anterin abi makan siang kamu mau ikut?" Tanya Ummi Aisya pada Sabrina.
"Mau ummi, ayo kita pergi" Ibu dan anak itu pun beranjak dari duduknya dan menuju garasi.
"Ummi aku yang nyetir yah" Pinta Sabrina kepada umminya.
"Kamu ngak capek nak?" Tanya Ummi Aisya dijawab gelengan kepala oleh Sabrina.
"Ya udah ini kuncinya" Ummi Aisya memberi kunci mobil kepada putrinya.
Kini Ummi Aisya dan Sabrina sedang dalam perjalanan menuju Garuda Corp. Garuda Corp adalah perusahaan property milik keluarga Sabrina yang diwariskan turun menurun.
Setelah menempu perjalanan hampir setengah jam, disinilah ibu dan anak itu berada lobby Garuda Corp.
"Selamat pagi Nyonya" Sapa sopan resepsionis pada Ummi Aisya dan Sabrina.
"Tuan Afnan ada kan?" Tanya Ummi Aisya pada Linda sang resepsionis.
"Iya nyonya anda bisa langsung ke ruangan Tuan Afnan" Setelah mendapat jawaban dari Linda kini mereka menuju ruangan Afnan Rizky menggunakan lift khusus para petinggi.
Sesampainya di depan ruangan Presdir Garuda Corp.
Mita Anindya sang sekretaris menyapa mereka dengan sopan.
"Selamat siang Nyonya Aisya, Nona Sabrina" Mita menunduk sopan pada istri dan anak atasannya itu.
"Siang Mbak Mit, Abi ada di dalam?" Tanya Sabrina pada sekretaris abinya.
"Tuan Afnan sedang rapat dengan Tuan Hadi Bagaskara Ibrahim, nona" Jawab Mita.
"Ummi sini aku bisikin deh" Sabrina memdekatkan bibir mungilnya ke telinga sang ummi.
"Ide bagus itu, ya udah kamu masuk gih ummi tungguin abi kamu disini" Jawab Ummi Aisya setelah mendengar ide brilian sang anak.
Lima menit berlalu.
"Ummi" Panggil Abi Afnan pada istrinya yang sedang duduk di dekat meja sekretarisnya.
"Abi" Ummi Aisya memberikan mimik wajah murungnya pada sang suami yang baru saja kembali dari ruangan rapat. Abi Afnan datang bersama Hadi Bagaskara Ibrahim.
"Kok ngak nunggu di dalam aja ummi?" Tanya Abi Afnan sambil mengkerutkan dahinya.
"Ummi tadi sempat masuk Abi tapi aku lihat ada perempuan duduk di kursi kamu" Ummi Aisya sedikit meninggikan suaranya pada sang suami.
"Perempuan mbak?" Kini Hadi pun ikut bingung dengan pernyataan dari istri sahabatnya itu.
"Ngak ada perempuan yang punya akses bebas masuk ke ruangan aku selain Mita dan kamu sayang" Kini Abi Afnan menjelaskan dengan lembut pada sang istri.
"Nan, gimana kalau kita masuk aja untuk mastiin siapa perempuan itu" Saran Hadi memang ada benarnya. Perdebatan macam ini hanya memperpanjang masalah.
Afnan berjalan duluan masuk ke ruangannya. Dan memang ada seseorang yang sedang duduk di singgasananya sambil memutar-mutar kursinya.
Hadi bingung siapa perempuan yang sedang duduk di kursi kerja sahabatnya. Lain halnya dengan Afnan emosinya mulai terpancing.
"Siapa kamu? Berani-beraninya kamu masuk dan duduk di ruanganku" Ucap Afnan dengan lantang.
"MITA" Afnan teriak memanggil sekretarisnya dia harus bertanggung jawab atas kekacauan ini. Ini adalah masalah fatal yang dibuat oleh Mita. Pikir seorang Afnan Rizky.
"Ya Tuan" Mita masuk ke ruangan atasannya dengan pembawaan yang tenang. Karena dia ikut andil atas drama yang sedang dimainkan oleh Ummi Aisya dan Sabrina.
"Kenapa kamu izinkan orang lain masuk ke ruangan saya tanpa persetujuan saya?" Tanya Afnan pada Mita.
"Jangan emosi Afnan" Hadi ikut menasihati sahabatnya itu. Sedangkan Ummi Aisya sedang tertawa puas di dalam hatinya melihat tingkah sang suami.
"Tadi saya sedang ke toilet Tuan, maafkan saya atas kelalaian saya" Jawab Mita sambil menunduk, dia tak berani menatap seorang Afnan Rizky.
"Selain kamu, wanita yang mempunyai akses bebas masuk ruangan saya cuma istri saya, kamu paham Mita?" Tegas Afnan pada sekretarisnya.
"Jadi anak abi ini ngak punya akses bebas masuk yah bi?" Sabrina berbalik ke sang abi.
"BINA" Ucap Om Hadi dan Abi Afnan bersamaan ketika melihat gadis mungil itu.
"Assalamu alaikum Abi, Om Hadi" Sabrina mengucap salam kepada Abinya dan Om Hadi.
"Waalaikum salam nak" Abi Afnan dan Om Hadi masih kompak dalam berucap.
"Bin, kamu kan seharusnya pulang pekan depan sayang?" Abi Afnan kembali mengayakinkan dirinya bahwa putrinya kini telah kembali bersamanya setelah berkuliah 4 tahun di Singapore.
"Aku majuin bi, sengaja soalnya aku ingin memberikan kalian sedikit efek kejut" Jawab Sabrina sambil tertawa dan dia beranjak dari duduknya untuk memeluk abinya.
"Sabrina makin dewasa makin cantik, diapun telah menutup sempurna auratnya. Aku harus jadikan dia sebagai menantu keluarga Ibrahim." Batin Hadi.
"Oh iya nak ini Om Hadi kamu ingatkan?" Tanya Abi Afnan pada anak semata wayangnya.
"Ingat kok abi, Papanya Aldita kan?" Pertanyaan Sabrina dijawab anggukan kepala oleh abinya.
"Assalamu alaikum om" Ucap Sabrina sambil mencium tangan Om Hadi.
"Waalaikum salam nak" Jawab Om Hadi sambil membelai pucuk kepala Sabrina.
"Selain cantik dan sholeha dia juga sopan. Sangat cocok mendampangi Malik" Batin Om Hadi lagi.
"Abi, Sabrina, Mas Hadi kita makan siang dulu yuk aku udah bawa banyak loh" Ucapan Ummi Aisya meleburkan khayalan Hadi Bagaskara Ibrahim.
"Maaf Sya tapi aku udah janji dengan Naya mau makan siang bareng" Sebenarnya Hadi tidak memiliki janji dengan Naya istrinya untuk makan siang bersama tapi dia harus segera bertemu istrinya guna membahas perjodohan Malik dan Sabrina.
"Nan, aku balik dulu yah" Hadi keluar dari ruangan Presdir Garuda Corp setelah mendapat anggukan dari sang presdir.
"Happy Reading💕"
Di kediaman Hadi Bagaskara Ibrahim
"Loh kamu sudah pulang pa?" Tanya Naya istri Hadi ketika melihat suaminya telah duduk di sofa sambil melonggarkan dasinya.
Tapi Hadi justru memejamkan matanya sembari memikirkan cara untuk menjadikan Sabrina menantu di keluarganya.
Karena tidak mendapat jawaban dari sang suami Naya pun sedikit mengguncang tubuh kekar suaminya.
"Pah kok kamu pulang cepat sih" Naya mulai kesal dengan sang suami.
"Mah Malik masih dikantor?" Hadi bertanya kembali pada sang istri.
"Kamu ini pah ditanyain malah balik nanya" Jawab Naya sambil mencibirkan bibirnya. Tanpa aba-aba Hadi langsung melum*t bibir sang istri.
"Ish papa malik itu masih di kantor anakmu itu kan gila kerja" Ucap Naya setelah Hadi melepas pertautan mereka.
"Mah" Kini Hadi merubah mimik wajahnya menjadi serius menatap sang istri.
"Mama ingat Bina kan?" Tanya Hadi pada Naya.
"Bina?" Naya tampak sedang berpikir Bina siapakah yang dimaksud oleh sang suami. Tapi ingatannya tidak menemukan jawabannya dan akhirnya Naya hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Sabrina Magfirah anak---" Belum selesai Hadi menjelaskan siapa Bina, Naya langsung memotongnya.
"Bina anaknya mbak aisya kan pa? Aku dengar dari mbak aisya dia lagi kuliah di Singapura" Ucap Naya setelah mengingat Bina yang dimaksud oleh Hadi.
"Bina udah balik ke Indonesia mah, sekarang dia tuh cantik banget sudah nutup auratnya lagi" Ini adalah langkah awal bagi Hadi untuk menjelaskan pada istrinya bahwa dia ingin menjadikan Bina sebagai menantu.
"Lah terus maksud papa ngomong gitu apa?" Tanya Naya penuh selidik pada Hadi.
"Aku ingin jadikan dia menantu di keluarga kita" Ucapan Hadi barusan membuat terkejut istrinya.
"Menantu?" Naya mengulang ucapan suaminya.
"Aku berencana menjodohkan Malik dan Bina mah" Hadi kini meminta persetujuan pada sang istri untuk menjodohkan anak sulungnya dengan anak semata wayang sahabatnya.
"Tapi pah kita ngak bisa ngelakuin itu" Jawaban Naya sontak membuat Hadi kaget.
"Kenapa? Bina itu cantik, sholeha, sopan dan berpendidikan tinggi. Dia pantas bersanding dengan Malik dan menjadi menantu kita mah" Jelas Hadi pada istrinya.
"Ini bukan perkara Bina pantas atau tidak pantas menjadi istri dan menantu kita pah tapi ini perkara Malik, putra kita" Jawaban Naya semakin membuat Hadi bingung dengan jalan pikiran istrinya.
"Bina bukan hanya berasal dari keluarga pebisnis tapi dia juga berasal dari keluarga yang mempunyai pemahaman agama yang tinggi. Aki Bina adalah adalah seorang ulama dia pasti akan punya andil untuk memilihkan Bina calon suami yang pantas untuknya" Penjelasan panjang lebar dari Naya membuat nyali Hadi untuk menjodohkan Malik dan Bina menciut.
"Tapi Malik kan juga pernah menjadi santri di pondok pesantren akinya Bina jadi Malik masih punya kesempatan dong untuk bersama Bina" Secercah harapan kembali Hadi miliki mana kala dia mengingat putranya pernah menimbah ilmu di Pondok Pesantren Darul Iman milik Aki Bina.
"Tapi apa Malik akan cinta dengan Bina? Apa Malik bisa bertanggung jawab atas Bina setelah dia menikah nanti?" Naya mulai goyah atas jawaban-jawaban suaminya.
"Cinta akan datang seiring kebersamaan mereka nantinya, jangan meragukan putra kita mah" Hadi berusaha mengikis keraguan dari dalam hati Naya.
"Bismillah yah pah" Naya dan Hadi saling berpelukan tapi itu berlangsung lama ketika suara teriakan terdengar dari pintu utama.
"MAMA PAPA" Teriakan Aldita menggema di setiap sudut rumah.
Itulah Aldita Ibrahim adalah putri bungsu dari pasangan Hadi Bagaskara Ibrahim dan Naya.
Aldita mempunyai riang ceria, sifatnya yang humble membuatnya mempunyai banyak teman.
Berbeda dengan sang kakak Malik Ibrahim yang mempunyai sifat dingin dan arogant tapi itu semakin membuat kharismanya sebagai CEO Darma Corp sangat kuat.
"Kamu kenapa sih dek teriak-teriak? Ini rumah yah bukan hutan bakat kamu jadi tarzan betina jangan kamu asah disini" Hadi berusaha menggoda anak bungsunya itu.
"PAPA" Kini Teriakan Naya memanaskan kuping Hadi.
"Mamanya Tarzan betina lagi ngamuk juga" Lelucon Hadi sontak membuat Aldita dan Naya menjewer telinga pria paru bayah itu.
"Ampun mah, dek" Hadi meringis memegang telinganya yang menjadi korban kekerasan dari istri dan anak bungsunya.
"Pah kok pulangnya cepat?" Tanya Aldita pada papanya.
"Ngak kok abis ini papa mau balik ke kantor lagi tadi papa abis rapat sama Om Afnan" Jawab Hadi.
"Oh iya dek kamu tau Mbak Bina kan?" Meyakinkan istrinya sudah sekarang waktunya untuk meyakinkan anak gadisnya.
"Taulah Pah dia cucu dari pemilik pesantren tempat aku mondok sama Kak Malik dulu" Jawaban Aldita membuat Hadi agak tersenyum lega.
"Kalau papa jodohin Kak Malik sama Mbak Bina gimana dek?" Hadi kembali bertanya pada Aldita. Tapi gadis berusia 21 Tahun diam seperti memikirkan sesuatu.
Flashback On
Siang ini di Darma Corp.
Aldita bekerja sebagai anak magang di perusahaan keluarganya sendiri. Sebenarnya dia ingin magang di perusahaan lain tapi papa dan kakaknya berikeras untuk Aldita magang di Darma Corp agar bisa lebih memantau dirinya.
Aldita dengan berat hatinya menyetujui hal itu tapi dengan syarat dia harus diperlakukan layaknya anak magang.
"Dit tolong bawain berkas ini ke Mbak Ghea sekretarisnya Pak Malik" Perintah Dody pada Aldita. Dody adalah manager Devisi Keuangan.
"Siap pak" Aldita pun mengambil berkas itu dan langsung menuju lantai 8 menggunakan lift karyawan.
Sesampainya di sana ternyata meja yang di tempati oleh Ghea Paramitha kosong.
Samar-samar dia mendengar suara desahan dari ruangan sang kakak. Tapi dia bimbang untuk apakah harus masuk atau menaruh berkas itu saja di meja Ghea.
"Aku ke ruangan Kak Andra aja deh" Aldita pun berlalu menuju ruangan asisten pribadi sang kakak.
Tapi sesampainya disana ternyata ruangan itu kosong. Aldita pun menutup pintu ruangan andra. Ketika hendak memutar badannya dia dikagetkan dengan OB yang melintas.
"Mas lihat Pak Andra atau Bu Ghea ngak?" Tanya Aldita pada sang OB paru bayah itu.
"Pak Andra lagi jemput istrinya mbak, kalau Bu Ghea tadi masuk ke ruangan Pak Malik" Jelas sang OB pada Aldita.
"Oh gitu yah mas, ya udah makasih yah" Aldita pun kembali ke ruangan sang kakak.
Tanpa permisi Aldita langsung membuka pintu ruangan kakaknya.
BRAK
Pintu terbuka lebar alangkah kagetnya dia melihat sang kakak sedang berci*man dengan Ghea. Bukan hanya berci*man tangan kanan Malik menahan tengkuk leher Ghea dan tangan kirinya sedang merem*s salah satu gundukan milik Ghea dengan rakus.
"KAKAK" Teriakan kencang Aldita menghentikan kegiatan panas Malik dan Ghea.
Alangkah kagetnya mereka melihat Aldita menangkap basah mereka.
"Dek kakak bisa jelasin" Malik berusaha memberi penjelasan pada adiknya itu.
"Kak, Mbak Ghea itu udah bersuami. Kalian mikir gimana perasaan Mas Haris kalau tahu soal ini" Malik dan Ghea diam membisu mendengar perkataan Aldita.
"Dit aku cintanya sama Malik bukan sama Haris, aku nikah ama Haris hanya untuk menebus hutang bapak aku" Ghea memberikan penjelasan pada Aldita tentang masalah pelik ini.
"Tapi perbuatan ini ngak bisa aku benarkan mbak, ini laporan keuangan dari Pak Dody aku izin pulang sekarang" Aldita keluar dari ruangan sang kakak dengan derain air mata.
Sesampainya di ruangannya dia langsung pamit pulang pada Pak Dody dengan alasan ngak enak badan. Raut wajah yang pucat membuat Pak Dody percaya bahwa Aldita memang sedang dalam kondisi kurang fit.
Flashback Off
"Aku terserah papa aja karena semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya" Jawaban dari Aldita membuat senyum Hadi merekah.
"Terima kasih sayang udah mendukung papa" Hadi memeluk putri kesayangannya itu.
"Semoga dengan perjodohan ini bisa membuat Kak Malik sadar" Batin Aldita.
"Happy Reading💕"
Darma Corp
Hadi Bagaskara Ibrahim memang bukan lagi CEO di Darma Corp karena jabatan itu telah dia berikan kepada putra sulungnya Malik Ibrahim.
Kini pria paru baya itu telah berada di lobby perusahaannya. Semua karyawan menunduk memberi hormat padanya.
Tujuannya kali ini kesini adalah bukanlah untuk bekerja tapi untuk membicarakan perjodohan Malik dan Bina.
Sesampainya di lantai 8 Hadi di sambut oleh Andra asisten pribadi Malik.
"Selamat datang Tuan" Ucap Andra dengan sangat sopan.
"Kok kamu tegang sih Ndra? Malik ada di dalamkan?" Tanya Hadi pada Andra karena terlihat jelas di mata Hadi raut ketegangan Andra.
"Tuan Malik sedang ada tamu pak" Andra berusaha untuk setenang mungkin di hadapan Hadi. Karena dia tahu bahwa pria paru bayah di hadapannya ini mempunyai telepati yang kuat terhadap lawan bicaranya.
"Kalau begitu biarkan saya masuk" Hadi memaksa masuk ke dalam ruangan anaknya itu.
"Aduh gawat" Andra sembari mengekori Hadi masuk ke ruangan Malik.
BRAK
Pemandangan yang sama kini terlihat lagi. Persis dengan yang dilihat oleh Aldita siang tadi.
Malik mencumb* Ghea dengan rakus sambil membaringkannya di sofa. Hal itu membuat Hadi murka terhadap putranya.
"MALIK" Muka Hadi memerah, tangannya terkepal menahan emosi yang telah terlanjur mendidih.
Untuk kedua kalinya mereka berdua tertangkap basah. Sepertinya urat malu yang ada pada diri Malik dan Ghea telah terputus semua.
"Papa"
"---Tuan Hadi"
Keduanya terkejut melihat kedatangan seorang Hadi Bagaskara Ibrahim. Mungkin saja ketika kedatangan Aldita sebelumnya bisa mereka kendalikan tapi tidak dengan kedatangan petinggi Darma Corp ini.
"Ini kantor Malik bukan hotel kalau ini sampai diketahui oleh pemegang saham papa pastikan kamu akan kehilangan jabatan kamu" Ucapan Hadi bagaikan halilintar yang menerjam Malik.
"Tuan ini ngak seperti yang anda lihat?" Ghea berusaha memberi pembenaran atas semua ini.
"Kamu pikir saya buta? Mata saya masih berfungsi dengan baik" Ghea tertunduk lesuh mendengar ucapan Hadi.
"Pah aku sayang dengan Ghea tolong restui kami pa?" Malik mulai melemah dia memohon restu kepada pria paru bayah yang telah membesarkannnya itu.
"Restu kamu bilang? Dia bahkan adalah wanita beristri malik kamu sadar itu? Kamu mau memperpendek umur papa?" Deretan pertanyaan Hadi lontarkan kepada anaknya itu.
"Papa akan restui kalian" Imbuhan Hadi ibarat oase di padang pasir gersang bagi Malik dan Ghea. Bukan hanya mereka yang terkejut Andra yang sedari tadi berdiri di belakang Hadi pun terkejut.
"Serius papa akan merestui kami?" Malik mengulang pertanyaan sang papa untuk meyakinkan bahwa mereka bertiga tidak salah dengar atas ucapan Hadi beberapa detik yang lalu.
"Tapi kamu harus meletakkan jabatanmu dan melepaskan semua fasilitas yang papa berikan selama ini" Syarat dari papanya kembali memurungkan wajah Malik dan Ghea.
"Papa beri kamu waktu satu kali dua puluh empat jam untuk memikirkan ini my boy" Ucapan Hadi di selingi tepukan di pundak sang anak.
Belum sampai di ujung pintu Hadi kembali menghentikan langkahnya.
"Dan untuk kamu Ghea, segera ke HRD (Human Resource Departement) untuk mengambil uang pesangonmu" Ghea terhenyak mendengar ucapan Hadi.
"Papa jangan salahin Ghea ini itu salah aku, aku yang ngajak Ghea ke dalam cinta terlarang ini" Sekali lagi Malik berusaha memohon kepada sang papa.
"Kalau dia memang wanita baik-baik dan berpendidikan dia akan memilih suaminya dibandingkan kamu" Ghea diam membisu mendengar pernyataan Hadi dia tidak punya pembenaran atas ini karena yang diucapkan Hadi seratus persen benar.
Hadi keluar dengan pikiran buntu, rencana perjodohan Malik dan Sabrina harus tetap terwujud.
"Kamu tenangkan pikiran kamu dulu yah kita lewatin ini sama-sama" Malik menenangkan Ghea, dia yakin bahwa wanita ini sedang shock.
"Malam ini aku nginap di apartemen kamu yah temani aku malam ini" Ghea sedang kacau dia perlu bahu sebagai sandarannya.
Lalu apa kabar dengan suami Ghea? Haris Dermawan berkerja sebagai nahkoda kapal membuatnya harus terpisah jarak dan waktu.
"Iya aku beresin kerjaan aku dulu, kamu tunggu aku di pintu samping" Malik sembari mengemas berkas yang ada di mejanya.
Di Apartemen Malik
Kini Malik dan Ghea telah berada di depan unit mewah apartemen Malik.
Cekrek
Cekrek
Cekrek
Entah siapa yang memotret kebersamaan mereka. Semoga saja ini bukan halilintar untuk Ghea dan Malik.
"Kamu bersihin badan kamu dulu aku mau masakin kamu dulu" Ghea bergegas menuju dapur dan Malik masuk ke dalam kamar untuk membersihkan badannya.
Setengah jam berlalu kini Malik keluar dari kamarnya menggunakan kaos dan celana pendek dengan tetesan air turun dari rambutnya.
Malik melingkarkan tangannya di pinggang Ghea. Malik meletakkan dagunya di pundak sang kekakasih sambil mencium tengkuk Ghea.
"Jangan mancing deh, aku lagi masak nih buat makan malam" Ghea berusaha menghentikan aksi Malik.
"Abis makan malam makan kamu boleh kan?" Tanya Malik pada Ghea sesekali tangannya naik merem*s dua gundakan milik Ghea.
Nikmatilah malam hangat kalian sebelum esok badai datang memporak porandakan hati kalian.
Keesokan harinya di Darma Corp
Malik membuka pintu ruangannya, tapi kedatangannya disambut oleh Hadi Bagaskara Ibrahim sang papa.
BUG
Amplop coklat Hadi lemparkan ke hadapan Malik.
"Apa ini pah?" Ucap Malik ketika menatap amplop coklat yang papanya sodorkan.
"Papa rasa kedua tanganmu masih berfungsi dengan baik, kamu bisa membukanya sendiri kan?" Hadi menatap anak sulungnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
Malik kaget ternyata itu fotonya dan Ghea saat berada di depan unit apartemennya kemarin.
"Papa rasa kalau foto ini sampai kepada para pemegang saham posisimu sebagai penerus Darma Corp cukup sampai disini" Ini adalah langkah awal untuk Hadi agar Malik menyetujui perjodohannya dengan Bina.
"Papa bisa bantu kamu agar masalah ini tidak sampai ke semua pemegang saham dan posisimu sebagai penerus Darma Corp tetap aman" Langkah kedua kini telah Hadi keluarkan.
"Papa akan jodohin kamu dengan Sabrina anak Om Afnan pemilik Garuda Corp dan cucu dari pemilik pondok pesantren Darul Iman tempat kamu dan Aldita pernah mondok" Langkah Pamungkas kini telah terucap dari mulut Hadi.
"Tapi aku cintanya sama Ghea Pah" Kali ini Malik berusaha menjelaskan perasaannya ke sang papa.
"Kamu bukan cinta, tapi kamu hanya terobsesi" Percayalah Malik kalau papamu punya telepati yang tinggi.
"Papa tunggu jawaban kamu nanti malam di rumah atau besok akan diadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dadakan" Hadi keluar dari ruangan sang anak dengan semangat menggebu karena sebentar lagi tujuannya menjadikan Sabrina menantunya akan terwujud.
Malik meraih ponselnya yang berada di saku dalam jasnya.
"Kita makan siang bareng di tempat biasa ada hal penting yang mau aku bicarain" SEND
Setelah mengirim pesan singkat pada Ghea, Malik pun memulai pekerjaannya hari ini.
Bijaklah dalam mengambil keputusan Malik Ibrahim.
"Happy Reading💕"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!