NovelToon NovelToon

Istri Pilihan CEO

Bab 1.

"Kiraa ... buruan!" pekik Zaki, pada adiknya.

"Bentar!" seru Zakira dari dalam.

Kembali, Zaki membunyikan klakson motornya.

Zakira segera berpamitan pada kedua orangtuanya, Kiano dan Zavira. Ya! Zaki dan Zakira, adalah, cucu dari Kendra dan Hummairah. Saat ini keduanya telah tumbuh dewasa. Saat ini Zaki bekerja paruh waktu di bengkel milik Fahri, yang tidak lain suami dari Kirana.

Sedangkan Zakira, ia bekerja sebagai resepsionis di sebuah perusahaan besar, akan tetapi bukan milik keluarganya. Keduanya memutuskan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan kemauan mereka. Baik Kiano maupun Zavira tidak memaksakan kehendak mereka.

"Ummi, berangkat dulu, ya!" Zakira meraih tangan Mommy nya dan menciumnya takzim.

" Hati-hati, ya Sayang. Ingat, kalau pulang telpon Kak Zaki. Atau, telpon mang Udin," pesan Zavira pada putrinya.

"Daddy!" Zakira melakukan hal yang sama. "Opa mana?"

"Biasa, ditaman belakang," jawab Umminya.

Zakira melangkah ke arah yang ditunjuk Umminya.

"Opa!" Zakira memeluk pria berusia senja itu dengan hangat.

Kendra tersenyum sembari mengusap lengan cucunya.

"Zakira pamit, ya!" Zakira meraih telapak tangan besar berkeriput itu.

"Hati-hati, ya," sahut Kendra.

"Opa ngapain di sini? Di sini dingin, kalau pagi." Zakira membetulkan selimut dan syal yang digunakan opanya.

"Tapi, di sini udaranya masih segar," jawab Kendra.

Zakira tersenyum dan kembali memeluk opanya.

"Belum berangkat juga?" Terdengar suara dari dalam rumah.

"Ummi!" ucap Zakira terkekeh.

"Kakak kamu udah nungguin di depan," lanjut Zavira lagi.

"Ya, udah! Pamit lagi, ya Opa!" Zakira mengecup pipi keriput Kendra.

"Baru berangkat, Dek?" tanya Kiano saat berpas-pasan dengan Zakira putrinya. Gadis itu hanya mengangguk cuek.

"Kalau Daddy yang jadi bosnya, udah Daddy pecat kamu," ucap Kiano.

"Itu, kan kalau Daddy. Lagian di sana, Kira belum pernah bertemu dengan bos besarnya," sahut Zakira.

Kiano hanya menggeleng pelan, kemudian melanjutkan langkahnya mendatangi istri dan Daddy-nya.

"Kamu masih biarin, Zakira bekerja di perusahaan lain?" tanya Kendra.

"Mau gimana lagi, Dad? Itu maunya mereka," jawab Kiano.

"Alangkah bagusnya, kalau mereka bisa bekerja di perusahaan milik keluarga," lanjut Kendra.

"Maunya Kiano juga gitu, Dad. Tapi, mereka punya keinginan tersendiri," ucap Kiano pelan.

"Iya, sama kayak kamu dulu," timpal Kendra.

Kiano tersenyum sembari menggaruk tengkuknya.

"Itu, kan sebelum ketemu sama Zavira, Dad," cetus Kiano.

Ia merangkul pundak sang istri dan memeluknya.

Kendra tersenyum, tatapan matanya lurus kedepan. Ia kembali teringat dengan Kiano remaja, yang semula juga menolak untuk bekerja di perusahaan. Akan tetapi, saat pemuda itu bertemu Zavira, ia pun memutuskan untuk membantu Daddy nya.

Kendra juga merasa sangat senang, melihat kebahagiaan anak-anaknya saat ini. Setelah mengantarkan Daddy-nya kembali ke kamar, Kiano segera berpamitan untuk berangkat ke kantor.

****

Motor yang dikendarai Zaki, tiba disebuah perusahaan tempat Zakira bekerja. Zakira melepas helmnya dan mengembalikannya pada sang Kakak.

"Lu, pulang jam berapa?" tanya Zaki.

"Banter jam 4 atau 5! Kenapa?" jawab Zakira, seraya merapikan jilbabnya.

"Kayaknya, gue gak bisa jemput, lu," ucap Zaki.

"Kenapa?" tanya Zakira heran.

"Hari ini, gue kudu ngawasin anak-anak dibengkel," jawab Zaki.

"Lho, bukan biasanya Abi Fachri yang ngawas?" tanya Zakira heran.

"Abi lagi gak ada," jawab Zaki.

"Kemana?" tanya Zakira lagi.

"Nganterin Ummi Kirana ke luar kota, katanya ada urusan," jelas Zaki panjang lebar.

"Ya udah, gak apa-apa. Gue bisa pulang naik taxi," ucap Zakira.

"Jangan!" cegah Zaki.

Zakira menatap saudaranya heran.

"Lebih baik, lu telpon sopir buat jemput, lu," pinta Zaki, dengan wajah khawatir.

Zakira berpikir sejenak, kemudian mengangguk cepat. Setelah itu, Zaki pun menyalakan mesin motor sportnya dan meninggalkan parkiran gedung. Zakira melangkah masuk dan menyapa beberapa karyawan. Salah satunya, Imam. Security perusahaan di tempatnya bekerja. Pemuda jangkung berdarah Timur Tengah itu, tampak sumringah menyambut Zakira.

"Selamat pagi, Mas Imam!" sapa Zakira.

"Pagi, juga," balas Imam.

Zakira berlalu mendekati meja kerjanya. Zakira bekerja sebagai resepsionis di perusahaan milik salah seorang pengusaha muda yang sukses bernama Shakala Fathan Elgio Genofa. Namun, sudah hampir enam bulan Zakira bekerja di sana. Belum pernah sekalipun, ia bertemu dengan bos besarnya.

Sebelumnya, perusahaan ini dipimpin oleh Ayah Fathan dan akhirnya memilih untuk pensiun. Perusahaan pun, mengalami maju pesat saat berada ditangan Fathan. Pemuda tiga puluh dua tahun itu, tidak diragukan lagi kemampuannya dalam mengelola bisnis.

"Ra, kamu tau gak?" cetus Risma.

"Gak!" jawab Zakira spontan, kemudian disertai gelak tawa gadis manis berjilbab itu.

"Kamu ini, Ra," ucap Risma setengah kesal.

Zakira hanya tersenyum menanggapi kekesalan Risma.

"Ya, udah. Risma yang cantik dan manis, ada berita apa hari ini?" bujuk Zakira.

Risma segera memasang senyum diwajahnya.

"Dengar-dengar, hari ini pak Fathan bakalan datang," ucap Risma.

"Pak Fathan siapa?" tanya Zakira heran.

"Pak Fathan, kamu gak tau siapa pak Fathan?" Risma balik bertanya pada Zakira.

Gadis manis berhidung bangir itu menggeleng cepat.

Risma menepuk keningnya. Ia pun menarik lengan Zakira dan membawanya duduk.

"Dengarnya, Zakira yang manis dan cantik. Pak Fathan itu, bos baru kita. Anaknya pemilik perusahaan ini," jelas Risma panjang lebar.

Zakira hanya mengangguk mengerti. Tidak lama kemudian, tampak sebuah mobil berhenti di depan lobi kantor. Tidak lama kemudian, seseorang keluar dan segera menghampiri sembari berbisik ditelinga Imam yang sedang berdiri.

Imam mengangguk dan segera menghampiri rekannya. Tiba-tiba semua orang menjadi sibuk, suasana kantor menjadi hiruk-pikuk.

"Zak!" Tepukan dipundaknya, membuat Zakira buyar dari lamunannya.

"Buruan siap-siap," ucap Risma.

"Siap-siap, untuk apa?" tanya Zakira.

Risma kembali menepuk keningnya.

"Zakira, pak Fathan sudah dalam perjanjian ke sini," jelas Risma.

"Oh," jawab Zakira santai.

Saat semuanya sibuk dengan urusan masing-masing, tiba-tiba sebuah mobil berhenti didepan pintu masuk, diikuti oleh beberapa mobil dibelakangnya. Turun beberapa orang berpakaian serba hitam. Salah seorang dari mereka membukakan pintu mobil.

Zakira masih memperhatikan dengan seksama, seseorang yang turun dari dalam mobil. Pak Rusdi, manager perusahaan terlihat menghampiri pria dengan penampilan nyaris sempurna.

Shakala Fathan Elgio Genofa, pemuda tampan dan mapan dengan semua kelebihan yang ia miliki. Di usianya yang menginjak angka, tiga puluh dua tahun. Ia sudah sukses memimpin beberapa perusahaan milik keluarganya dan dua perusahaan yang ia rintis bersama asistennya Soni.

Tiba-tiba, pandangan keduanya bertabrakan. Pemuda itu melepas kacamatanya dan membalas tatapan teduh milik Zakira.

Saat keduanya saling bertatap, tanpa sengaja semburat senyuman terbit diwajah tampan dan berwibawa itu. Zakira segera menundukkan pandangannya. Saat Zakira akan mengangkat kepalanya, tiba-tiba pria itu sudah berada di hadapannya.

"Mereka berdua bagian resepsionis, dia Risma dan yang memakai jilbab itu Zakira," ucap Pak Rusdi, manager muda memperkenalkan karyawannya.

Risma terlihat tersenyum simpul, sebaliknya Zakira segera menundukkan kepalanya.

****

"Baru pulang, Sayang?" Sambut Zavira, pada putri kesayangannya. Saat ini kedua orangtuanya beserta sang Opa sedang berkumpul diruang keluarga.

Kendra sang Opa, tersenyum melihat kedatangan cucunya.

Zakira mengangguk dan segera memeluk Mommynya.

"Capek," gumam Zakira.

"Kalau capek, jangan dipaksa. Ngundurin diri aja," cetus Kiano sang Daddy.

"Mas!" Hardik Zavira pelan.

"Kenapa, Sayang?" Tanya Kiano.

"Anak itu harus diberi semangat, bukan malah dijorokin gitu," rungut Zavira.

"Tapi, aku benar, kan? Perusahaan Daddy nya ada, bisa kerja dengan santai. Ngapain susah-susah bekerja di perusahaan milik orang lain?" Protes Kiano.

"Iya, tapi mereka itu pengennya maju tanpa menggandeng nama besar keluarga. Mereka ingin dikenal tanpa embel-embel nama besar keluarga dan kedua orangtuanya," beber Zavira.

Kiano terdiam, melirik ke arah Daddy-nya yang tersenyum ke arahnya. Melihat tingkah anak dan menantunya, membuatnya kembali teringat pada mendiang istrinya.

Bab 2.

Beberapa hari berlalu, Fathan mulai aktif di perusahaan yang baru saja ia pimpin. Sementara perusahaan lainnya, ia percayakan pada salah satu asistennya.

Fathan berdiri di depan cermin, ia baru saja selesai mandi. Sambil bersiul, pemuda tampan dan mapan itu merapikan rambutnya yang sebelumnya telah ia poles dengan Pomade. Saat asyik dengan aksinya, tiba-tiba terlintas satu bayangan dibenaknya.

Fathan berhenti sejenak. Kemudian, ia kembali melanjutkan kegiatannya. Namun, kembali bayangan itu muncul lagi. Berulang kali Fathan berusaha untuk menepis bayangan gadis yang sejak beberapa hari ini mengganggu pikirannya.

Setelah selesai dengan semuanya, Fathan pun turun menemui kedua orangtuanya untuk sarapan.

"Selamat pagi!" Fathan menarik kursi dan duduk.

"Pagi," sahut Yulia dan Aditya serempak.

"Gimana, Gio? Apa ada kemajuan dengan penyelidikan yang kamu lakukan?" tanya Aditya pada putranya.

"Orang kepercayaanku, sudah mengantongi beberapa nama yang kami curigai, Pa," jawab Fathan, yang kesehariannya di panggil Gio jika di rumah. Ia kembali mengoles selai srikaya ke roti di piringnya.

Aditya menarik napas dalam dan berat.

"Papa tidak menyangka, masih ada orang yang tega berkhianat. Padahal, Papa sudah begitu percaya pada mereka semua," keluh Aditya.

"Pa, tidak semua orang yang terlihat baik, itu baik," ucap Gio kesal.

Aditya kembali menarik napas dalam. Sudah hampir lima tahun, ia memutuskan untuk mundur dari dunia yang digelutinya. Sejak mengalami serangan jantung yang nyaris merenggut nyawanya. Aditya pun memberikan kepercayaan pada beberapa stafnya, untuk mengelola perusahaan sampai putranya menyelesaikan pendidikannya.

Fathan yang saat itu masih mengenyam pendidikannya, sembari juga mengelola perusahaan baru miliknya. Semula ia menolak untuk memimpin perusahaan milik papanya. Namun, setelah Mamanya meminta dan setengah memohon. Akhirnya, Gio pun menyetujuinya dengan catatan, ia tidak akan memberi kesempatan pada siapa saja yang telah berbuat curang.

Setelah selesai sarapan, Fathan segera pamit berangkat ke kantor. Di dalam mobil, ia kembali membuka laptop nya dan membaca laporan. Saat ia sedang serius menatap layar kecil di hadapannya, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya.

Zakira, gadis manis berjilbab itu sedang duduk berboncengan dengan seorang pemuda. Terlihat akrab dan sangat dekat. Sesekali tampak, pemuda itu menggoda gadis yang duduk di jok belakang motornya. Tampak juga, wajah Zakira kesal dengan ekspresi manja.

Ada rasa yang sulit untuk Fathan jelaskan. Motor yang membawa Zakira, mulai memasuki area parkiran perusahaan. Begitu pula dengan mobil yang membawa Fathan, tapi mobil miliknya berhenti tepat didepan pintu masuk.

Kembali, Fathan menoleh ke arah Zakira. Tanpa Fathan sadari, ia mengepal tangannya kuat. Hingga menyebabkan, beberapa lembar laporan yang ia pegang ringsek. Bagiamana tidak? Mata Fathan melihat pemuda itu membantu Zakira melepas helm yang dia gunakan dan membatu gadis itu merapikan jilbabnya.

Setelah mencium tangannya, Zakira melambaikan tangan pada pemuda itu dan segera melangkah masuk.

"Selamat pagi, Mas Imam," sapa Zakira.

"Pagi, Ra!" balas Imam, dengan senyum menampakkan lesung pipi diwajahnya.

Senyum di wajah Zakira seketika pudar, saat matanya bertatapan dengan pemilik manik mata sehitam malam yang menatapnya dengan dalam. Gadis itu segera menundukkan kepalanya dan melangkah menuju meja kerjanya.

Fathan pun segera melangkah menuju lift, setelah selesai berbicara dengan salah satu stafnya.

****

Sementara itu di bengkel milik Fachri, Zaki sedang berkutat dengan sebuah motor matic milik seorang gadis. Setelah selesai mengantarkan sang adik ke kantornya, Zaki menuju ke sebuah bengkel milik Fachri, adik ipar Daddy nya.

"Kayaknya motor, lu kudu di servis," ucap Zaki.

Gadis itu terlihat menarik napas dalam.

"Apa gak bisa dibetulin dulu, Zak?" tanya gadis itu pada Zaki.

Namanya Almira, gadis manis yang selama ini menjadi incaran Zaki. Pemuda itu hingga rela, menyamar menjadi pemuda biasa yang sederhana. Almira seorang gadis yatim-piatu, yang tinggal menumpang di rumah Paman dan Bibinya. Almira juga bekerja paruh waktu di warung tepat di samping bengkel Fachri.

Ia juga pintar memasak berbagai macam masakan yang ia jual secara online dan offline. Motor itulah yang selalu menemaninya ke manapun ia pergi.

"Gak bisa, ini udah parah banget," timpal Zaki.

Lagi, Almira menarik napas dan mengembus kasar.

"Kenapa?" tanya Zaki.

"Kira-kira, kalau dibenerin semua, ongkosnya berapa?" sahut Almira.

"Gampang kalau soal itu," jawab Zaki asal.

"Gampang gimana?" tanya Almira heran.

"Kamu tinggalin aja motor kamu di sini, nanti aku yang akan benerin," jawab Zaki.

"Iya, tapi ongkosnya berapa?" tanya Almira lagi.

"Palingan tujuh atau delapan ratus ribuan lah," cetus Zaki.

"Apa?" Mata Almira membulat sempurna mendengar jawaban Zaki.

"Kenapa?" tanya Zaki bingung.

"Dari mana aku harus cari uang sebanyak itu?" Almira bergumam sendiri.

Zaki mendengar gumaman gadis manis yang selama ini menjadi incarannya.

"Udah, lu tenang aja!" ucap Zaki menenangkan Almira.

"Tenang gimana? Kalau motor itu harus diservis, gimana caranya aku jualan dan pergi kerja?" rungut Almira.

"Tenang, aku yang akan mengantar dan menjemput kamu," sahut Zaki.

"Gak!" tolak Almira.

"Kenapa?" tanya Zaki, ia tahu pasti akan ada penolakan dari Almira. Ia sangat tahu dengan sikap gadis itu.

"Aku tidak mau merepotkan siapapun," ucap Almira.

"Aku gak merasa direpotkan, kok! Kamu, kan calon istri aku," goda Zaki dengan senyum jahilnya.

"Terus aja, lu gombalin anak orang, Zak!" Celetuk salah satu rekan Zaki.

Pemuda itupun tertawa, diikuti beberapa rekan kerjanya. Zaki hanya cengengesan, sembari melirik ke arah Almira yang tampak mengerucutkan bibirnya.

"Ada apa ini?" tanya seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka.

"Eh, Abi!" Zaki segera beranjak dan meraih tangan Fachri.

Almira menganggukkan kepalanya sebagai tanda sapaan. Fachri membalas dengan senyuman.

"Ini, motornya Almira, rusak Bi!" jawab Zaki.

"Udah dibetulin?" tanya Fachri lagi.

"Ini juga lagi dibenerin," jawab Zaki.

"Lalu, kenapa mukanya masih kesal gitu?" tanya Fachri lagi.

"Biasa, Pak! Digangguin sama Zaki," sahut salah seorang dari mereka.

Fachri yang tahu dan hapal dengan tabiat keponakannya itu, melirik ke arah Zaki. Pemuda itu hanya tersenyum sembari menggaruk tengkuknya.

"Mungkin, Zaki suka sama Almira, Pak. Tapi, sayangnya Almira nya suka sama saya," sahut yang lain.

Membuat seisi bengkel tertawa terpingkal-pingkal, termasuk Almira yang sejak tadi cemberut. Fachri hanya menggeleng melihat tingkah para pemuda yang bekerja di tempatnya.

****

"Jadi, itu gadis yang sering kamu ceritakan sama Ummi, Zak?" tanya Fachri saat keduanya berada di dalam office.

"Iya, Bi! Tapi, Abi bisa liat sendiri, kan? Dia itu cuek dan susah untuk di dekati," sahut Zaki.

"Bukan susah didekati. Mungkin, dia punya alasan sendiri untuk menjauh dan menghindar," jelas Fachri.

"Salah satu teman pernah bilang ke Zaki, kalau dia itu suka merasa minder dengan temannya yang lain," ucap Zaki lagi.

"Minder? Minder kenapa?" tanya Fachri.

"Dia itu, yatim-piatu, Bi. Saat ini ia tinggal bersama paman dan bibinya. Untuk membiayai pendidikannya, ia bekerja paruh waktu di toko depan. Lalu, dia berjualan makanan via online dan offline," beber Zaki.

"Mandiri dong!" puji Fachri.

"Banget, Bi. Makanya, Zaki suka sama dia. Tapi, dia nya gak pernah ambil peduli dengan semua yang Zaki lakuin," keluh Zaki.

Fachri tersenyum, ia berjalan mendekat ke arah keponakan kesayangan sang istri itu.

"Kamu harus sabar, kalau begitu. Sifatnya mirip kayak Ummi kamu dulu," kenang Fachri.

"Memangnya, Ummi gimana dulunya?" tanya Zaki.

"Ummi kamu itu, waktu pertama kali Abi ketemu cuek banget," kenang Fachri.

"Berarti, Ummi sombong dong," tebak Zaki.

"Salah!" tegas Fachri.

Zaki menatap bingung.

"Bukan sombong, tapi lebih tepatnya menjaga jarak dengan lawan jenis," terang Fachri.

"Maksudnya?" tanya Zaki.

"Mulai dari Ummi, Daddy hingga Mama Kanayah. Mereka semua dididik oleh, Opa dan mendiang Oma kamu untuk menjaga jarak dengan yang bukan muhrimnya," jelas Fachri.

"Ah, itu juga yang selalu Mommy sama Daddy bilang ke Zaki, Bi," sela Zaki.

"Nah, kamu paham, kan?" sambung Fachri.

Zaki mengangguk cepat. Ia tersenyum dan bertekad akan lebih memberikan ruang untuk Almira.

bab 3.

"Zaki!" gumam Fathan, mengingat pemuda yang sering mengantar dan menjemput Zakira ke kantor.

Fathan mengenal Zaki, sebab keduanya pernah belajar di satu sekolah. Fathan adalah senior Zaki saat itu. Zaki memang lumayan terkenal karena sifatnya yang supel dan mudah bergaul. Sebaliknya, Fathan adalah pribadi yang tertutup dan terkesan cuek serta sombong. Sebenarnya, Fathan bukanlah sosok yang sombong. Namun, pembawaan dirinya yang senang menyendiri dan enggan bergaul dengan yang lain. Menjadikan predikat itu melekat pada diri Fathan.

Fathan tersadar dari lamunannya, ia menegakkan tubuhnya.

"Siapa dia? Mengapa dia bisa sedekat itu pada Zaki?" Fathan bermonolog sendiri.

Saat Fathan sibuk dengan pikirannya, asistennya masuk dan memberi laporan.

"Ada apa?" tanya Fathan.

"Ada meeting sebentar lagi, klien dan malam nanti. Akan ada jamuan makan malam di hotel Arkiandra," jawab Soni, asisten Fathan.

Pemuda itu mengangguk dan segera beranjak.

Sementara di bawah, Risma terlihat sedang berdiri mematung dengan wajah sedih. Hari ini gadis itu datang sedikit terlambat. Ia dimarahi habis-habisan oleh Sandra, sekretaris Fathan.

"Apa kamu pikir, ini kantor milik keluarga kamu? Jadi, kamu bisa seenaknya datang terlambat?" umpat Sandra.

Risma hanya bisa menundukkan kepalanya, ia tidak berani menjawab apalagi menatap wajah Sandra yang selama ini terkenal judes dan galak pada sesama karyawan. Sandra bisa bersikap seperti itu, lantaran Rusdi manager perusahaan ini adalah Kakaknya. Rusdi lah yang merekomendasikan Sandra agar bisa menjadi sekretaris Fathan.

Dengan wewenang yang dimilikinya, Sandra dengan semaunya berbuat sesuka hatinya pada karyawan lain, termasuk Risma dan Zakira. Kali ini Risma korbannya. Gadis itu hanya bisa diam, tanpa melawan.

Tanpa mereka sadari, sedari tadi Fathan dan asistennya melihat serta semuanya.

"Siapa dia?" tanya Fathan.

"Sandra ... sekretaris Anda yang baru," jawab Soni.

Fathan mengernyitkan dahinya. "Sejak kapan?"

"Beberapa hari, sebelum kedatangan Anda," jawabnya.

"Siapa yang merekomendasikan dia?" Fathan kembali bertanya.

"Rusdi," jawab Soni singkat.

Kedua masih mengamati dan menyimak kejadian yang ada dihadapan mereka dari kejauhan.

"Dia adalah adik iparnya Rusdi," lanjut Soni.

Fathan mengangguk pelan, kemudian kembali fokus ke depan. Hingga matanya menangkap sosok yang ia pikirkan sejak tadi. Zakira. Gadis itu muncul dan langsung menyita perhatian Fathan. Terlihat Zakira tampak melawan Sandra untuk membela temannya.

"Udahlah, kan tadi Risma udah bilang. Kalau, dia terlambat karena ojek yang dia tumpangi bannya bocor," jelas Zakira.

"Gak bisa gitu, dong. Nanti, kalau sampai pak Fathan tau, kalau ada karyawannya yang gak taat peraturan. Siapa yang bakal disalahkan? Pasti aku, kan?" sahut Sandra dengan pedenya.

Beberapa diantara dari mereka saling pandang dan menahan senyum saat mendengar ucapan Sandra.

"Pak Fathan gak bakal tau, kalau gak ada mulut ember dan muka tembok mengadu. Lagi pula, ini untuk pertama kalinya dia terlambat. Itu juga ada alasannya," sambar Aiko, salah satu staf.

"Apa kamu bilang? Kamu bilang aku muka tembok, mulut ember?" tanya Sandra tidak

terima.

"Aku gak bilang, tapi kalau kamu gak ngerasa, ya jangan marah," sahut Aiko lagi.

Fathan masih belum beranjak dari tempatnya. Jika saja, ia tidak diingatkan oleh Soni tentang bertemu kliennya. Mungkin, ia akan tetap berada di situ dan melihat sampai selesai.

"Ada apa ini?" Suara berat Fathan membubarkan kerumunan.

"Selamat pagi, Pak!" ucap mereka serentak.

Fathan hanya mengangguk, sebagai jawaban.

"Selamat pagi, Pak!" Sandra tiba-tiba berjalan menghampiri Fathan.

"Maaf, Pak. Saya sedang menegur salah satu karyawan kita yang datang terlambat," jelas Sandra.

Hal itu membuat Zakira meradang, terlihat dari ekspresi mukanya yang memerah. Namun, hal itu membuat Fathan merasa, kalau Zakira semakin cantik.

Fathan melirik ke arah Soni, pria itu paham apa yang diinginkan bos-nya.

"Sandra, dimana berkas untuk meeting hari ini?" tanya Soni.

"Apa?" Mata Sandra membulat sempurna, ia lupa kalau belum mengerjakannya. Panik, keringat dingin mulai menghiasi wajah cantik yang full makeup itu.

"Hemm... itu, itu...." Sandra mulai gusar, sebab ia belum mengerjakan tugasnya.

"Itu? Itu, apa?" sela Soni.

Fathan masih memperhatikan sembari melihat kedua tangannya ke dada. Sesekali mata Fathan menangkap wajah cantik Zakira.

"Apa kamu belum mengerjakannya?" tanya Soni lagi.

"Sudah, Pak!" jawab Sandra cepat.

"Kalau sudah, sekarang kamu bawa ke sini. Sebab, kami akan meeting," ucap Soni lagi.

Sandra tampak pucat, wajahnya semakin panik.

Untuk yang lain, kembali pada tugas kalian," ucap Soni membubarkan kerumunan. Terdengar bisik-bisik diantara mereka.

"Sibuk ngurusin urusan orang lain, tapi urusan sendiri gak dikerjain," rungut Zakira.

Gumaman Zakira terdengar ke telinga Fathan, pemuda itu reflek menoleh ke sumber suara. Zakira juga seketika menutup mulutnya, ia tersenyum sungkan sembari menggigit bibir.

"Maaf, Pak!" Tanpa ba-bi-bu lagi, ia segera meninggalkan tempatnya berdiri dan kembali ke meja resepsionis.

Fathan tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.

****

Sementara di tempat lain.

"Tante, cocoknya pakai baju apa, ya Nath?" Tanya Sukma, pada keponakannya Nathan yang tidak lain suami dari Kanayah.

"Terserah, Tante mau pakai baju apa. Asalkan sopan," sahut Nathan tanpa menoleh.

"Memangnya, Tante mau ke mana?" tanya Kanayah yang baru keluar dari kamar mandi.

"Makan malamlah," jawab Sukma.

"Makan malam? Sama siapa?" tanya Kanayah lagi.

"Sama kalian, makan malam di hotel Arkiandra," jawab Sukma dengan bangganya.

"Emang, Tante di undang?" lanjut Kanayah.

Seketika Sukma menoleh ke arah istri dari keponakannya itu.

"Kan, yang diundang kami dan yang akan pergi juga kami. Lagi pula, ini makan malam keluarga," beber Kanayah.

Sejak awal kedatangannya, Kanayah memang kurang menyukai Sukma. Tante dari suaminya itu, merupakan kakak tiri dari sang ibu mertua. Dia datang tanpa diundang kekediaman Nathan dan Kanayah kemudian memutuskan untuk menetap.

Semula, Kanayah menolak keras kehadirannya. Bukan tanpa sebab, Sukma adalah orang yang semula secara terang-terangan, menolak Nathan menikah dengan Kanayah. Sifatnya yang pandai bersilat lidah, membuat Kanayah selalu merasa jengkel.

Kanayah bukan tipikal orang yang selalu diam saja, jika diperlakukan dengan tidak baik. Hanya Kanayah yang berani menolak semua aturan yang dibuat Sukma, saat ia dan Nathan berkunjung ke rumah keluarga besar Nathan.

"Sayang!" Nathan menghampiri Kanayah.

"Aku bener, kan? Nabil aja, sebenarnya ogah-ogahan mau ikut. Aku harus memaksanya, sebab Opanya pengen ketemu," jelas Kanayah.

"Apa? Di sana, juga ada Tuan Kendra?" sela Sukma lagi.

"Kenapa? Apa itu salah? Makan malam diadakan di hotel milik mendiang Ummi saya, tentu aja Daddy saya harus hadir," potong Kanayah.

"Kalau gitu, Tante harus siap-siap sekarang." Sukma keluar dari kamar Nathan dan Kanayah menuju kamarnya.

"Kamu serius, mau ngajak dia?" Tanya Kanayah.

"Gimana lagi, Sayang? Tante Sukma ngotot pengen ikut," jawab Nathan merasa serba salah.

Kanayah memutar matanya malas, sembari mengembus napas kasar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!