Jauh di galaksi Nusagima, terdapat sebuah planet indah yang berpenghuni dan asri bernama Nebulon. Orang-orang di sana hidup dengan sistem kerajaan, masing-masing negara dipimpin oleh raja. Ada dua kerajaan yang terkenal kuat di sana sejak seribu tahun yang lalu.
Kerajaan pertama bernama Kerajaan Dandelion yang dipimpin oleh Raja Mer Elle de Dandelion I. Kerajaan kedua adalah Kerajaan Perdu yang dipimpin oleh Raja Robin Franz le Perdu I.
Saat itu, kerajaan Dandelion masih bertarung dengan Kerajaan Perdu, mereka merebutkan Tanah Spirit yang terletak di perbatasan antara dua kerajaan. Pertarungan itu menyebabkan banyak sekali korban dari kedua pihak kerajaan, tidak terhitung jumlah prajurit yang tewas akibat perang. Ribuan penduduk tewas, bangunan hancur dan banyak tumbuhan yang mati. Pengendali
spirit tidak tahan dengan kondisi dua negara yang kacau, akhirnya dia menjadi penengah.
Perang itu pun berakhir dengan gencatan senjata dan tanah spirit berada di bawah naungan pengendali spirit, selanjutnya tetua pengendali spirit disebut Guardian.
Sejak saat itu, kerajaan dari negara manapun yang hendak berkunjung ke tanah spirit, harus melalui Guardian. Pengendali spirit bisa berasal dari kalangan mana saja, kadang bangsawan, dan kadang pula rakyat biasa. Namun pada kebanyakan kasus, pengendali spirit kebanyakan berasal dari kalangan bangsawan, itu karena leluhur mereka memang sejak awal adalah bangsawan. Disebut bangsawan karena mereka lah yang mendirikan tanah sehingga menjadi makmur, yang termasuk dalam pengendali spirit, salah satunya tentu saja adalah keturunan raja. Keturunan raja adalah yang paling banyak menghasilkan pengendali spirit. Setiap tiga tahun sekali atau lebih, selalu ada satu atau dua keturunan raja yang memiliki kemampuan mengendalikan spirit. Selain
pengendali spirit, ilmuwan, ahli penyembuh dan ahli pedang juga kebanyakan selalu berasal dari keluarga kerajaan.
Setelah lepas dari perang besar yang memperebutkan Tanah Spirit, Kerajaan Dandelion dan Kerajaan Perdu damai. Masing-masing sudah menandatangani perjanjian damai dengan tanda tangan dan berjanji akan bekerja sama dalam hal apapun. Perdamaian ini berlangsung sampai pada generasi sekarang.
Saat ini, raja di Kerajaan Dandelion adalah Finn Elle de Dandelion. Raja Finn adalah putra sulung dari raja terdahulu, Anastasius Elle de Dandelion. Raja Finn adalah pengendali spirit sekaligus ahli pedang yang dijuluki “Raja berdarah dingin”. Dia dikenal sebagai raja yang tidak segan menebas siapapun yang menentang kerajaan. Raja itulah yang kelak menjadi ayah dari Tuan Putri Pengendali Spirit yang Agung. Tuan putri yang sangat
dicintai, dia adalah anak bungsu dari pasangan Raja Finn dan Ratu Harika.
Kini, Tuan Putri itu masih berusia sembilan tahun. Ada banyak cinta yang sudah diterima oleh Tuan Putri, kecuali cinta ibunya. Ratu Harika meninggal dunia tiga bulan setelah melahirkan Tuan Putri dan kakak kembarnya. Kondisi kesehatan Ratu Harika semakin
memburuk usai melahirkan, hal itu karena sebelum mengandung, sang Ratu terkena serangan penyihir hitam demi melindungi anak-anaknya dari serangan penyusup istana. Mereka adalah rombongan penyihir hitam yang ingin menculik Putra Mahkota dan para pangeran, malangnya, saat kejadian itu, sang Raja sedang melakukan ekspedisi bersama para ksatria ke Tanah Gurun untuk mengalahkan monster yang mengganggu warga Gurun-nyan.
Ratu Harika adalah pengendali spirit air, dia dan para prajurit yang tersisa di istana
berjuang melawan penyusup. Ratu Harika menjaga Putra Mahkota yang saat itu berusia enam belas tahun dan sedang terkena demam tinggi. Demi melindungi ketiga anaknya, para pangeran juga dibawa masuk ke kamar Putra Mahkota. Sementara itu beberapa prajurit berjaga di depan pintu kamar, pengawal pribadi Ratu Harika juga ada di sana, begitu pula dengan pengawal pribadi Putra Mahkota dan para pangeran. Totalnya ada empat pengawal pribadi dan dua dayang di dalam kamar, serta lima prajurit di luar kamar. Belum lagi para pelindung dari keluarga kerajaan, masing-masing anak raja punya pelindung sendiri. Total di dalam kamar Putra Mahkota saat itu ada tujuh penjaga, dan dua dayang.
“Yang Mulia Ratu! Biar saya yang berjaga di sini, anda fokus saja menjaga Putra Mahkota dan para pangeran. Bawalah mereka pergi dari sini dengan portal yang dibuka oleh Watery!” ucap Deon si pengawal pribadi Ratu.
Saat itu penyihir hitam dengan pasukannya sudah berhasil menerobos kamar Putra
Mahkota. Lima prajurit yang berjaga di depan kamar sudah terbunuh. Ketiga pelindung
memasang badan paling depan, mereka beradu kekuatan dengan penyihir hitam. Watery membuka portal air, dia mendesak Ratu dan tiga anaknya untuk segera masuk. Ratu Harika dengan terpaksa meninggalkan prajurit dan dayang yang masih ada di sana.
“Kuserahkan pada kalian!” titah Ratu Harika sambil membawa Putra Mahkota dengan balon air.
Putra Mahkota dibaringkan di atas balon air dan balon itu mengambang memasuki portal, Ratu Harika kemudian melompat ke portal sambil menggandeng dua pangeran. Sementara itu, keempat pengawal bersama tiga pelindung bertarung mati-matian melawan pasukan penyihir hitam.
“Kalian hanya perlu menyerahkan Putra Mahkota dan dua pangeran! Bukankah Ratu masih bisa mengandung lagi?! Serahkan saja tiga anak itu pada kami! Kami membutuhkan darah mereka untuk ritual Penyihir Agung!” teriak salah satu penyihir.
“Kami tidak akan menyerahkan Putra Mahkota dan para pangeran!” balas Calix si pengawal putra mahkota sambil bersiaga dengan pedangnya.
“Lancang sekali mulutmu! Ratu bukan binatang yang bisa seenaknya kau suruh melahirkan!” bentak Deon sambil mengacungkan pedangnya.
“Coba saja kalau kalian berani mendekati tuan kami! Kepala kalian yang akan kami gantung!”
cecar para pelindung.
Seorang penyihir hitam yang kelihatannya adalah ketua dari penyerangan ini menyeringai licik. Tanpa mengatakan apapun, dia memberi kode pada penyihir hitam lainnya untuk merangsek masuk dan terjadilah pertarungan tidak imbang tujuh lawan dua puluh. Sementara itu, Ratu Harika dan ketiga anaknya sudah tiba di ujung portal. Portalnya Watery si Spirit Air membawa mereka ke sungai yang ada di belakang istana. Sesaat, Ratu Harika bisa menghela napas lega.
Putra Mahkota yang tadinya tidak sadarkan diri karena terkena demam tinggi tiba-tiba sadar, “Mama…” katanya lirih.
“Zayden, istirahatlah lagi. Panasmu belum turun.” Ratu Harika mengusap lembut kepala Zayden, si Putra Mahkota.
“Mama, apa yang terjadi? Kita ada dimana?” tanya Zayden dengan suara yang lemah.
“Zayden, dengarkan Mama. Saat ini keadaan istana sedang buruk, penyihir hitam sedang
mengejar kita. Kita harus bersembunyi sekarang, tetaplah di balon air dan jangan turun, oke?” ucap Ratu Harika tenang. Wajah teduhnya menyiratkan rasa aman.
“Zayden bisa membantu Mama. Zayden akan melindungi Mama.” jawab Zayden tegas sambil berusaha bangun.
“Tidak, Zayden. Tubuhmu masih lemah, tetaplah di balon air dan jaga adik-adikmu. Mama bisa melindungi diri Mama sendiri, “ ucap Ratu Harika tegas.
Tiba-tiba langit di sekitar mereka mendadak gelap. Lalu muncul seseorang dengan jubah hitam, tangan kanannya memegang tongkat dengan permata ungu di bagian puncaknya. Sekali lihat saja, Ratu Harika sudah mengenali siapa orang itu, dialah Penyihir Agung, Margaretta namanya.
“Lama tidak bertemu, Harika. Aku tidak akan berbasa-basi lagi, serahkan ketiga anakmu!” ucap Margaretta dengan bengis.
Ratu Harika menatap Margaretta tajam, “aku tidak akan menyerahkan anak-anakku padamu! Kau tidak bisa menggunakan darah anak Raja hanya untuk menjadi awet muda!” sergahnya
marah.
Margaretta tertawa. “aku tidak terkejut karena kau sudah mengetahui niatku. Lihatlah kulit yang keriput ini, Harika! Jika aku meminum darah anak-anak Raja, kulit keriput ini akan kembali muda! Umurku juga akan kembali muda! Tidakkah ini sangat mudah? Aku hanya perlu mengambil darah anak-anak yang kau sayangi itu…” ucap Margaretta sambil sesekali mengubah nada bicaranya menjadi lembut dan manja.
“Kau sudah gila!” cecar Ratu Harika.
Tanpa basa-basi, Ratu Harika langsung menyerang
Margaretta dengan kekuatannya mengendalikan spirit air. Margaretta menyeringai sombong, dia membalas serangan Ratu Harika dengan sihir hitam miliknya. Dalam sekejap terjadilah pertarungan antara Ratu Harika dan Margaretta si Penyihir Hitam yang Agung—disebut Agung
karena kekuatan sihir hitamnya yang sangat besar dan berbahaya. Kilatan cahaya ungu dan air yang berkilauan memenuhi area di sekitar pertarungan mereka.
Zayden si Putra Mahkota dan dua
pangeran dilindungi di dalam kubah air, Ratu Harika benar-benar tidak mengizinkan anaknya ikut bertarung dalam kondisi yang sedang tidak sehat. Zayden menatap cemas pada pertarungan itu, dia hendak turun dari balon air.
“Jangan turun,
kakak. Kondisi kakak masih lemah.” tegur Ezra si Pangeran Kedua, dia memegangi tangan kakaknya yang panas agar tidak bangun.
“Tapi saat ini Mama sedang bertarung sendirian. Sebagai Putra Mahkota, aku merasa sangat
tidak berguna jika tidak bisa melindungi Mama...” ucap Zayden lirih.
“Lihatlah, kau bahkan gemetaran saat bicara. Bagaimana kau akan bertarung dengan kondisi tubuh yang seperti itu? Kakak bahkan baru sadar setelah empat hari. Kita harus tetap di sini sampai Mama selesai bertarung, hanya ini cara agar kita tidak membebani Mama.” ucap Ezra
serius.
Zayden menghela napas berat, dia memegangi kepalanya yang semakin sakit. Zayden
merasa stres dengan penyerangan mendadak ini. Padahal seminggu terakhir dia baru saja
disibukkan dengan kasus penyerangan assasin, belum lagi mengurus urusan negara yang sudah dilimpahkan padanya sebagian. Sebagai informasi, Zayden terkena demam tinggi akibat penyerangan assasin, kakinya patah dan terkena panah beracun, Zayden sangat kesulitan menahan
rasa sakit sampai tubuhnya demam. Racun dari panah beracun memang sudah dikeluarkan, tapi
efeknya, Zayden harus mengalami demam tinggi dan sudah empat hari ini dia tidak sadarkan diri. Bangun-bangun malah terjadi penyerangan lagi, kali ini penyihir hitam. Zayden benar-benar
kesal, kenapa orang-orang begitu menginginkan Putra Mahkota dan para pangeran mati.
Pertarungan antara Ratu Harika dan Margaretta masih berlangsung. Ratu Harika
mengeluarkan ombak air dan berhasil membuat Margaretta terjerembab ke tanah, dia terbatuk-batuk. Ratu Harika menatap jeri, seolah tidak membiarkan Margaretta bernapas, dia kembali
meluncurkan ombak raksasa dan menghantam tubuh Margaretta yang sedang batuk. Dalam
sekejap daratan sekitar sungai berubah, kini tidak lagi bisa dibedakan mana daratan dan sungai,
semuanya sudah tergenang air. Ratu Harika sangat marah dan mengerahkan semua kekuatannya, ombak besar menghantam Margaretta. Tubuh Margaretta terbawa arus hingga beberapa meter
dan tidak ada perlawanan darinya.
Saat itu Ratu Harika berpikir Margaretta telah kalah, perlahan ombak dan air sungai mulai surut. Setelah memastikan Margaretta tidak bergerak, Ratu Harika bergegas mendekati kubah air untuk membawa ketiga anaknya lari dari sana. Zayden, Ezra, dan
Liam si Pangeran Ketiga merasa lega dengan kemenangan ibunya.
Sayangnya itu bukanlah kemenangan, Margaretta ternyata masih punya sedikit kekuatan. Margaretta tertawa seperti nenek sihir, dengan wajahnya yang keriput dan tubuhnya yang bungkuk, Margaretta mengejar Ratu Harika dengan tongkat terbangnya. Tongkat dengan permata ungu itu ternyata bisa membuat penggunanya terbang. Ratu Harika terperanjat kaget, dia kembali pasang badan untuk ketiga anaknya. Dilihatnya Zayden sedang menahan sakit, saat ini Zayden tidak mungkin bisa melindungi adik-adiknya, jadi Ezra lah yang harus melakukannya.
“Ezra, jaga kakak dan adikmu.” ucap Ratu Harika pada Ezra.
Ezra mengangguk mantap.
Ratu Harika memasang kuda-kuda, dia siap menyerang Margaretta dengan spirit air. Tidak menunggu waktu lama, Ratu Harika kembali membangun ombak air dan menghantamkan ombak air itu pada Margaretta. Akan tetapi, kali ini Margaretta berhasil bertahan dengan menancapkan tongkat sihirnya ke tanah, namun kelihatannya Margaretta juga sudah mulai kehabisan tenaganya, di sisa tenaga itulah dia menyerang balas Ratu Harika. Satu serangan yang
kelihatannya kecil dan lemah, tapi berbahaya. Serangan itu berhasil mengenai lengan kanan Ratu Harika.
“Cratss! Sret!”
Kilatan kekuatan sihir berwarna ungu dan ombak air bertabrakan. Kilatan sihir itu mengenai lengan Ratu Harika dan membuatnya berdarah banyak sekali. Ratu Harika terhuyung dan kehilangan keseimbangan, otomatis ombak air dan kubah air pun lenyap. Sekarang tidak ada lagi kubah yang menghalangi pandangan Margaretta, dia bisa melihat dengan jelas keberadaan Putra Mahkota dan dua pangeran yang tidak jauh dari Ratu Harika.
Margaretta melesat cepat dengan tongkat terbangnya saat melihat Ratu Harika kesakitan. Baginya ini adalah kesempatan emas. Dalam sekejap dia sudah menggenggam Zayden dengan kekuatan sihirnya, sebuah tangan raksasa berwarna ungu meremas tubuh Zayden dan sukses membuat Zayden mengerang kesakitan.
“Zayden!” seru Ratu Harika panik.
Segera Ratu Harika berbisik memanggil Watery. Dalam sekejap, Watery datang mengaburkan pandangan Margaretta. Tangan raksasa yang tadi menggenggam Zayden pun melonggarkan cengkeramannya, Zayden terjatuh dan mengaduh sakit.
“Spirit air ini lagi! Kalian tidak akan bisa menghalangiku!” teriak Margaretta marah.
Dia
memukul-mukul Watery dengan tongkat sihirnya, namun karena Watery itu air, sudah jelas dia tidak akan bisa memukulnya.
“Berhentilah Margaretta! Jangan sentuh anakku!” teriak Ratu Harika sambil memegangi lengannya yang terluka dan masih mengeluarkan banyak darah.
“Oh, Harika. Lihatlah dirimu! Malang sekali.” cecar Margaretta bengis.
Dia tidak menyerang Ratu Harika, tapi memilih menyerang Zayden yang terbaring lemah di tanah, Ezra dan Liam ada di sampingnya. Ezra tampak sedang memeriksa kondisi Zayden dengan kekuatan penyembuhnya, Ezra memelotot marah saat mendapati kondisi kakaknya yang memburuk. Ezra bisa melihat dengan jelas aliran darah Zayden dengan kekuatan penyembuhnya, sel darah putih sedang berjuang melawan infeksi
akibat panah beracun, lalu tulang kaki Zayden yang sebelumnya patah dan sudah mulai pulih, sekarang malah retak.
“Beraninya kau pada kakakku!” seru Ezra marah.
Ezra merangsek maju dan menyerang Margaretta dengan pedangnya yang sejak tadi tersampir di pinggang.
“Liam…” panggil Zayden lirih.
Liam mendekat, “iya, kakak? Sebaiknya kakak jangan banyak bergerak dulu.” ucapnya sambil memegang tangan kakaknya. Liam menatap Zayden dengan tatapan polos dan sayu.
“Liam, lindungi Mama. Mama berdarah. Panggil Ayri dan buat kubah angin di sekitar Mama, kita tidak bisa membiarkan Mama diserang lagi jika Ezra kalah. Saat ini Mama pasti sedang berusaha memanggil Watery untuk melindungi Ezra, tapi kelihatannya kondisi Mama tidak cukup kuat untuk memanggil Watery.” ucap Zayden lemah.
Liam mengangguk. Dia juga cemas pada Mama. “Ayri.” bisiknya.
Dalam sekejap, spirit angin
muncul. “Buatlah kubah, lindungi Mama.”
Ayri bergegas setelah mendengar perintah Liam. Kubah angin mengelilingi Ratu Harika, dia langsung tahu kalau itu adalah perbuatan anak ketiganya. Ratu Harika tersenyum, dia sadar kalau sekarang tidak bisa menyerang dan memanggil Watery karena tubuhnya mulai melemah. Saat itu juga, Ratu Haruka tahu bahwa serangan terakhir Margaretta tadi adalah sihir pelemah yang berbahaya.
“Kerja bagus, Liam. Itu kubah yang hebat.” puji Zayden.
Liam tersenyum mendengarnya. Hanya ini yang bisa dia lakukan sebagai Pangeran Ketiga yang masih berusia sepuluh tahun, setidaknya dia ikut berjuang mempertahankan keluarganya. Pangeran Liam bisa mengendalikan tiga spirit, yaitu cahaya, udara dan air, tapi karena masih belajar, spirit air kadang-kadang tidak dengar jika Liam memanggilnya. Sedangkan spirit cahaya membutuhkan banyak tenaga untuk
memanggilnya. Jadi, dia lebih sering memanggil spirit udara jika keadaan sudah terdesak, karena spirit udara tidak membutuhkan banyak tenaga dan dia adalah spirit pertama yang melakukan kontrak dengan Liam.
Di saat yang sama, Ezra sedang beradu pedang dengan Margaretta. Mungkin lebih baik disebut adu pedang dan tongkat, sebab Margaretta melawan pedang Ezra dengan tongkat sihir yang digunakan sebagai pedang.
Ezra menggeram kesal, “dia sama sekali tidak ada celah. Padahal dia hanya nenek-nenek keriput yang sudah kehilangan banyak tenaga!” keluhnya.
Sejak tadi Margaretta sama sekali tidak
tumbang, padahal Ezra menyerangnya dengan membabi buta. Kemampuan berpedang Ezra sangat bagus, dia bisa menyaingi Zayden di usianya yang baru tiga belas tahun. Setiap kali latihan dengan para ksatria, Ezra tidak pernah kalah.
Di kerajaan ini hanya dua orang yang bisa mengalahkan kemampuan berpedang Ezra, yaitu Raja Finn dan Putra Mahkota Zayden. Akan tetapi, Ezra bisa merasakan kalau Margaretta bukan lawan yang bisa dianggap remeh, seperti ada sesuatu yang membantunya menggerakkan tongkat dengan lihai dan menghindari setiap serangan Ezra.
“Ini pasti karena tongkatnya!” pikir Ezra. Dia gesit menyerang tongkat Margaretta hingga
membuat penyangga permata ungunya retak. Sedikit lagi, nyaris saja permata itu lepas dari penyangganya.
Sayang sekali, Margaretta menyadari kalau dia sedang dalam keadaan terdesak. Jika permata itu hancur, habislah sudah. “Kau memang layak menjadi Pangeran Kedua, tapi masih tidak cukup kuat untuk melawanku!” ucap Margaretta licik.
Dalam sekejap, Margaretta mengalihkan
tongkatnya dan mengayunkan tongkat itu secara perlahan ke arah Ezra. Tubuh Ezra terpental, dia meringis kesakitan, pedangnya terbelah dua.
Liam terperanjat kaget melihat Ezra terpental, dia bersiap membuat pusaran angin di sekitarnya untuk membalas Margaretta karena telah melukai kakaknya, namun urung karena Margaretta kembali berjalan mendekat ke arahnya dan Zayden. Margaretta terkikik senang dan merasa sudah menang.
Melihat pergerakan Margaretta, Zayden dengan sigap membuat dinding pelindung untuk melindungi Liam. Dinding pelindung itu berwarna jingga dan sangat kokoh,
Zayden mendapatkan kekuatan itu dari cincin pelindung milik Raja. Itu adalah cincin turun-
temurun yang diwariskan pada Putra Mahkota, penggunaannya perlu latihan khusus dan hanya bisa digunakan sebagai senjata terakhir untuk keadaan yang mendesak. Dinding pelindung akan
terus muncul jika digunakan selama penggunanya sadar. Liam agak terkejut karena tiba-tiba Zayden membuat dinding pelindung hanya untuk dia.
“Liam, kau punya asma. Kau tidak boleh kelelahan karena bertarung. Baru-baru ini asmamu kambuh karena terlalu lama berlatih dengan Ayri kan? Jika kau juga sakit, Mama dan Papa akan kesulitan. Jadi, duduk dan diam saja di sana. Aku akan berusaha tetap sadar sampai para pelindung datang.”
Itulah kata-kata yang diucapkan Zayden pada Liam tepat sebelum tangan raksasa ungu
milik Margaretta kembali mencengkramnya.
“Aku tidak sabar mencicipi darah Putra Mahkota!” seru Margaretta tamak.
Dia mencengkram tubuh Zayden dengan tangan raksasa sihirnya kuat-kuat, untuk kesekian kalinya Zayden mengerang kesakitan.
Margaretta tertawa puas, dia lalu menggores wajah Zayden dengan pisau. Teriakan kesakitan Zayden memenuhi area belakang istana. Margaretta menjilat darah Zayden yang mengalir di pisaunya.
“Manis, namun terasa hangat… oh, aku lupa kalau kau sedang sakit.” gumam Margaretta sambil membelai dagu Zayden dengan pisaunya.
“Yang Mulia Putra Mahkota. Seandainya kau sedang sehat saat ini, pasti kau sudah menghancurkan permata ungu milikku ini. Ah, haruskah aku berterima kasih pada para assasin yang sudah membuatmu sakit. Sayang sekali, padahal wajah tampanmu sangat digemari oleh para gadis. Bagaimana respon mereka jika tahu wajah tampan
ini tergores pisau, hm?” sambungnya sambil menjilat luka gores di wajah Zayden.
“Kau akan mendapatkan balasan atas perbuatan bejatmu!” seru Zayden sambil menatap tajam.
Margaretta tertawa, “aku suka sorot mata itu, tetap tajam meski sedang sakit, memang Putra Mahkota yang tangguh.” sarkasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!