'Bbyuurrr! Cressp!.'
Seember air sedingin es menghujani seorang gadis tak berdaya yang tergeletak di atas lantai.
Akibat air seember itu, rasa dingin menyentak gadis itu— Viona Hazella Algara hingga terbangun dan tanpa sadar dia membuka matanya meskipun pandangannya tidak terlalu jelas.
Sementara itu, di hadapannya ada sepasang sepatu high heels milik seseorang yang sangat di kenalnya.
Viona mendongak ke atas untuk membenarkan dugaannya atas pemilik sepatu itu dan benar dia memang mengenali wajah itu.
'Ziya Anggun Keinara!'
Menunduk, menatap Viona dengan tatapan tajamnya!
"Ziya....." Pupil mata Viona mengecil.
Sepuluh jari tangannya mencengkeram lantai yang basah dan dingin dengan erat, membuatnya mati rasa, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang menyayat hati yang dirasakannya saat ini.
Gadis yang berdiri di hadapan Viona saat ini adalah orang selama dianggap sebagai anggota keluarga dan saudara tiri yang paling dekat bagi Viona,
Berbalik dengan kenyataan yang memukulnya bahwa Ziya Anggun Keinara telah mengambil segalanya dari Viona yang juga menyebabkan kehancuran keluarganya.
Bisnis mereka yang dulu hebat telah bangkrut. Ayahnya di rawat di rumah sakit dan beberapa hari berikutnya Kakak kandung Viona bunuh diri secara brutal, sedangkan Ziya telah menyeret Viona ke tempat terpencil ini, Ziya menyiksanya selama dua hari tanpa makan dan minum.
"Kenapa lo tega, Ziya? Kita keluarga." Wajah cantik Viona yang tertutup menempel di lantai yang dingin sembari menggigit bibir bawahnya yang pucat, bertanya-tanya dengan seluruh jiwanya apakah ini mimpi?.
"Viona Hazella Algara! Gue bisa apa? Ini semua salah lo!." Kaki Ziya sengaja menginjak kepala Viona, lalu tertawa geli. "Andai aja lo ngga pergi dari keluarga dan tunangan lo yang baik itu... semuanya ngga akan jadi kayak gini!." Ziya menyeringai. "Lo itu cewek yang bodoh! Gue ngga tahu deh apa yang diliat Varel dari lo?!."
Saat Ziya menyebut nama Varel, nada bicaranya mengandung sedikit rasa kecemburuan.
Ziya mengangkat kakinya dan menendang kepala Viona dengan keras, akibatnya Viona hampir pingsan, tetapi dalam keadaannya yang masih samar. Viona masih dapat melihat bayangan Ziya yang berjongkok didepannya, kemudian mencengkram rambutnya dengan satu tangan.
"Waktu lo dah habis, Viona. Gue ngga punya banyak waktu buat main-main sama lo lagi. Dan gue akan kirim lo ke neraka sekarang!." Setelah mengatakannya, Ziya lantas menarik rambut Viona dan membanting kepalanya dengan keras ke lantai yang dingin berulang-ulang kali.
Kepala Viona terhantam begitu keras hingga darah mengalir dari kepalanya dan dia tergeletak di lantai seperti anjing yang sekarat.
Viona pingsan sesaat dan ketika dia kembali sadar, dia tiba-tiba mencium bau bensin yang kuat. Tiba-tiba, area di sekitar mereka menjadi terasa sangat panas dan api mulai membubung tinggi. Rupanya Ziya mencoba menghancurkan bukti kejahatannya dengan membakar semuanya bersama Viona!
Viona yang ketakutan mencoba berteriak minta tolong, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah suara erangan yang lemah.
Air mata mengalir tak terkendali dari matanya saat dia merasakan beratnya penyesalan dan keputusasaan. Viona telah mengecewakan begitu banyak orang di dalam hidupnya, ayahnya, ketiga kakak laki-laki nya, teman-temannya dan Varellino Jonathan Bramasta— tunangannya.
Lelaki tampan, berbadan atletis dan cintanya selalu di perebutkan oleh banyak gadis, termasuk Ziya. Sekarang, Varel telah dalam keadaan lumpuh karena ulah Viona dan hatinya hancur karena ketidakpedulian gadis itu padanya.
Beberapa hari yang lalu, sebelum kejadian tragis hari ini. Viona mengatakan perkataan yang sangat kejam pada Varel. Dia tidak akan pernah mencintai Varel dalam kehidupan ini dan dia berharap mati jika pertunangan ini tetap dilakukan.
"Viona!." Tiba-tiba, Viona dapat mendengar suara berat laki-laki dan mendengar suara itu, mampu menyayat hatinya dan menganggu pikirannya.
'Itu suara Varel?.'
Viona pernah mendengar bahwa orang terkadang akan berhalusinasi sebelum meninggal. Jadi, apakah dia sedang berhalusinasi?
"Viona!." Suara itu kembali terdengar memanggil, di ikuti dengan suara pintu yang di dobrak, lalu terbuka lebar.
Viona mencoba membuka matanya dan melalui kobaran api, dia melihat seorang lelaki berbaju hitam duduk di atas kursi roda, melihat dengan raut wajah panik ke arahnya. Wajahnya yang selalu tampan dan dingin, kini menjadi cemas dan ketakutan saat melihat Viona tak berdaya di antara kobaran api.
Varellino Jonathan Bramasta?
Seseorang mencoba menahan pergerakan Varell yang ingin menyelamatkan Viona, tetapi Varell menepisnya dengan keras. Viona dapat menyaksikan Varell yang terjatuh dari kursi rodanya, tetapi tetap merangkak ke arah Viona sembari memanggil-manggil nama Viona berulang kali, dia terengah-engah dan merintih kesakitan saat tak sengaja mengenai api di sekeliling Viona.
Viona dulu selalu bersikap kasar pada Varell hanya karena gadis itu ingin menolak perjodohan antar keluarga, tetapi Varell yang terlanjur mencintainya, selalu menolak.
Dan sekarang, dalam detik-detik kematiannya, Viona seakan seperti menyeret Varell ke neraka bersamanya. Viona telah menjadi kutukan dalam hidup Varell. Namun, Viona bahkan tidak memiliki kesempatan untuk meminta pada Varell.
Di kehidupan ini, Viona telah banyak bersalah pada Varell. Dan jika ada kehidupan lain... Viona memejamkan matanya perlahan, lalu kegelapan menyelimutinya.
***
Viona merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Rasanya seperti baru saja tertabrak mobil dan tukang-tukang seakan remuk.
Kelopak mata Viona bergetar saat ia perlahan membuka matanya. Ia melihat atap putih di atasnya.
'Apa ini surga? Ngga, mungkin aku di neraka.' Batin Viona
"Viona! Dek, kamu udah bangun?!."
Viona dapat mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. Gadis itu mencoba menoleh untuk memastikannya, tetapi ia merasa pusing dan lehernya sakit.
'Apa ini? Kenapa aku masih bisa ngerasain sakit? Bukannya aku udah mati? Apa yang udah terjadi?.'
"Dek? Ayo ngomong! Jangan diem aja! Jangan bikin kakak takut!."
Seseorang memegang tangan Viona di sampingnya, membuat gadis itu menoleh dan melihat wajah tampan lelaki itu.
Dialah kakak kedua Viona— Gio Adriano Algara.
"Kak Gio?!." Seru Viona.
"Syukurlah! Akhirnya kamu bangun!." Kedua mata Gio terlihat berkaca-kaca saat menempelkan telapak tangan Viona ke wajahnya, dia terlihat penuh dengan kegembiraan.
Syukurlah, adik perempuannya akhirnya bangun! Rasa sakit dan kehangatan yang nyata tersalurkan melalui tangan Gio membuat otak Viona kosong selama tiga detik.
'Apa aku mimpi? Ada apa ini? Apa aku terlahir lagi?'
Viona ingat dengan sangat jelas bahwa dirinya telah di bunuh oleh saudara tirinya— Ziya Anggun Keinara. Bahkan adegan terakhir yang Viona lihat sebelum Varell jatuh dari kursi rodanya dan merangkak ingin menyelamatkannya tanpa memperdulikan dirinya sendiri, masih terbayang di ingatan Viona.
Bagaikan binatang buas, kobaran api menyapu mereka berdua dalam sekejap. Pada saat itu, Viona akhirnya menyadari bahwa Varell, yang selama ini ingin dia singkirkan, adalah orang yang benar-benar mencintainya. Memikirkan tragedi kehidupan sebelumnya, membuat gigi atas dan bawah Viona mulai bergemeletuk!
Viona menarik tangan dari Gio. "Kak, sekarang di mana Varell?."
"Varell? Varellino maksudmu?." Gio terlihat bingung mengapa adiknya tiba-tiba mencari Varell. Bukankah Viona selalu merasa jijik dan menghindari Varell?
Tiba-tiba, pintu ruang rawat Viona terbuka dan menampilkan seorang pria muda yang mengenakan jas putih melangkah masuk dengan langkah lebarnya. Dia mengenakan kaca mata dan memiliki penampilan yang tak kalah tampan dari Gio, dia adalah pria yang elegan, yang selalu memancarkan sikap sopan dan kompeten dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia adalah Dirga Zachary Algara, putra tertua dari keluarga Algara.
Saat melihat kakak pertamanya datang, Viona tertegun sejenak.
"Kak Dirga." Panggil Viona dengan suara seraknya.
Penampilannya Dirga agak mirip dengan Gio, tetapi Gio lebih lembut dan Dirga sebagai kakak pertama memiliki pesona yang lebih dewasa.
"Dek, kamu udah bangun." Dirga mempercepat langkahnya, menatap Viona yang masih terlihat lemas. Pria muda itu dengan lembut mengernyitkan dahinya karena khawatir. Dia meraih tisu dan dengan perlahan menyeka sudut mata hingga keringat Viona.
Sebagai saudara satu ibu mereka saling menyayangi satu sama lain, apalagi setelah ibu mereka meninggal dunia dan Dirga... sosok sudah seperti ibu ke-dua bagi Viona, adik terkecil nya dari tiga kakak laki-lakinya.
Emosi bergejolak dalam hati Viona dan dia mengulurkan tangannya untuk memeluk Dirga, membenamkan wajahnya di dada bidang pria itu. "Kak, Viona kangen banget sama kakak!."
Sudah lama sekali Viona tidak bertemu dengan Dirga. Di kehidupan sebelumnya, Viona lebih mempercayai perkataan ibu tirinya— Erina Audyn Mahesta yang memerintahkan Viona untuk mencuri dokumen rahasia dan uang dari perusahaan Dirga yang mengakibatkan kakak pertamanya itu dituduh melakukan pemerasan dan di jebloskan ke penjara.
Dalam sekejap, Dirga yang menjadi kebanggaan keluarga Algara telah menjadi seorang narapidana.
Arga Radja Algara— ayah mereka sangat marah hingga harus di rawat di rumah sakit karena serangan jantung dan setelah itu... satu persatu anggota keluarga Algara mulai hancur.
Ternyata Dirga bunuh diri di penjara dan Erina mengambil alih seluruh aset keluarga Algara tanpa tersisa.
Sementara Viona baru mengetahui kebenarannya beberapa lama kemudian. Dirga bunuh diri karena tidak tahan dengan penyiksaan yang tidak manusiawi di penjara.
Memikirkan hal itu, membuat Viona menggigit bibir bawahnya dan duduk di atas brankar dengan penuh penyesalan.
Gio yang melihat raut wajah Viona yang ketakutan dan merasa bersedih pun mengguncang lengan adik kecilnya dengan perasaan khawatir.
"Dek, apa kamu ingat sama apa yang terjadi di antara kamu sama Varell?." Tanya Gio, menatap Viona dengan seksama.
Suara Gio menyandarkan Viona dari lamunannya dan informasi akhir masuk kedalam jaringan memori di otaknya.
Momen yang tengah Viona alami saat ini adalah momen yang sangat terkesan bagi Viona. Jika Viona ingat dengan benar, saat ini dirinya telah terlahir kembali di empat tahun yang lalu.
Karena kedua keluarga ingin Viona bertunangan dengan Varell, Viona berselisih dengan Varell di dalam mobil dan dengan marah ia mencoba mengambil alih kemudi dari Varell yang mengakibatkan mereka berdua mengalami kecelakaan. Viona terbaring di brankar rumah sakit selama seminggu, sementara Varell menjadi cacat. Sejak saat itu, hubungan mereka menjadi semakin kontroversial dan Viona benar-benar di benci oleh keluarga Varell.
"Kak, Varell di mana?." Tanya Viona, menarik baju Dirga dan menatapnya dengan cemas.
"Dia ada di ruang lantai tiga. Kamu tenang aja, dek... ngga ada bahaya yang bisa nyelakain dia." Jawab Dirga dengan suaranya yang lembut. Ia kemudian mendesah pelan. "Dek, kalo kamu bener-bener ngga suka sama Varell, jangan lakuin hal konyol yang bisa bahayain kalian berdua. Kalo kamu ngga mau nikah sama dia... itu ngga apa-apa."
"Lagian kalian masih remaja, mungkin bisa saling kenal dulu. Bukan nikah muda kayak yang papa bilang." Imbuh Gio.
"Ini semua salahku." Kata Viona, kepalanya tertunduk. "Tapi, aku udah buat keputusan, Kak. Aku setuju nikah muda sama Varell."
"Apa?." Seru Dirga dan Gio secara bersamaan, mereka tercengang mendengar jawaban Viona.
Setelah terdiam sejenak, raut wajah Viona tampak seperti mengisyaratkan sesuatu bagi Gio. "Cepat jujur sama kakak, apa Varell berani ngancem kamu? Kamu jangan takut, dek. Cepetan bilang ke kakak sama kak Dirga! Kami akan selalu melindungi kamu."
Ya, Gio selalu seperti ini, memanjakan Viona tanpa syarat. Namun di kehidupan sebelumnya, nasib Gio cukup tragis. Di kehidupan yang sebelumnya, karena penampilan Gio yang luar biasa, Gio menjadi idola yang sangat populer, tetapi kemudian karier dan citranya anjlok di mata seorang gadis yang menyebalkan itu.
Gio di ejek, dilecehkan, bahkan membuat Gio menderita depresi dan dan berkali-kali mencoba bunuh d!r!. Kini, Viona masih teringat dengan Gio yang terbaring di bak mandi dengan berlumuran darah tersimpan dibenaknya.
Saat memikirkan hal itu, hati Viona terasa sakit.
"Ngga ada, Kak. Jangan ngomong kasar ke dia. Aku cuma baru sadar kalo pilihan papa itu pasti benar buat masa depanku." Kata Viona.
Gio menatapnya dengan wajah penuh ketidakpercayaan. Viona mungkin merasa terpukul. Seberapa dalam prasangka Gio terhadap Varell?
"Aku berpikir kalo dia yang bisa aku percaya dalam hidupku. Kak, aku udah yakin sama keputusanku. Aku setuju buat nikah sama dia." Sambung Viona.
Gio mengulurkan tangannya dan mengusap puncak kepala adiknya itu. Demi kemajuan bisnis keluarga mereka, ayah mereka harus mengorbankan Viona untuk menikah muda dengan putra dari sahabat ayah mereka.
"Dek, kamu tau apa yang kamu bilang?." Tanya Gio, seolah-olah ia masih sulit untuk percaya. Semula adiknya berusaha keras untuk menolak, lalu tiba-tiba hanya karena sebuah kecelakaan adiknya itu bisa langsung berubah pikiran secepat ini. "Bukannya kamu sebelumnya ngotot ngga mau sama Varell si cowok penyakitan itu dan lebih suka sama Leo Adiastha?."
Leo Adiastha! Hanya menyebut nama saja sudah membuat Viona merasa dingin dan marah. Dia adalah laki-laki sampah!
Di kemudian sebelumnya, Viona tidak menyadari bahwa dirinya jatuh cinta begitu dalam pada lelaki sampah itu, sehingga Leo tidak lagi menjadi manusia atau hantu bagi Viona. Namun pada kenyataannya, Aletta telah lama diam-diam terlibat dengan Ziya Anggun Keinara.
Mereka berdua bersekongkol dan menipu Viona seolah-olah Viona adalah gadis yang bodoh. Demi Leo, Viona menyakiti semua orang yang di cintainya! Termasuk Varell, lelaki yang dingin dan acuh tak acuh itu, Viona menyakiti Varell dengan tindakan dan kata-katanya yang kasar.
Dan sekarang mengingat semua hal itu membuat Viona bersedih.
Mungkin karena Viona sudah melakukan terlalu banyak kesalahan di masa lalunya, maka dia diberi kesempatan untuk menebus semua kesalahannya!
"Kak, jangan sebut nama Leo lagi!." Viona menarik napasnya dalam-dalam. "Aku ngga suka lagi sama dia! Dan mulai sekarang, antara kami ngga ada hubungan lagi!."
Mendengar hal ini, Gio awalnya tertegun, tetapi kemudian senyum mengembang di wajahnya. Gio memang tidak pernah menyukai jika adiknya dekat dengan Leo. Lelaki itu tidak pantas untuk adik kecilnya. Tentu saja dimatanya, tidak ada lelaki yang benar-benar baik bersanding dengan adiknya.
"Kak Dirga, Kak Gio." Viona menyeka air matanya dan berkata dengan sungguh-sungguh. "Aku udah buat banyak kesalahan sebelumnya dan aku udah nyakitin kalian. Mulai sekarang, keluarga yang terpenting bagiku."
Kedua pria itu membelalakkan matanya dan menatap Viona dengan tatapan terkejut. Bagaimana mungkin adik perempuan mereka berubah begitu banyak setelah bangun dari kecelakaan... tetapi rasanya menyenangkan!
"Gadis konyol, kenapa kamu harus minta maaf? Kamu selalu ada di hati kami." Dirga mengulurkan tangannya dan menyentuh kepala Viona dengan lembut. Cinta Dirga yang tak bersyarat membuat Viona hampir menangis lagi.
"Kak, hm... kalian bisa bantu aku mengurus prosedur keluar dari rumah sakit? Aku udah enakkan dan aku pengen pulang sekarang." Kata Viona bersemangat.
Gadis itu ingin bertemu dengan ayah mereka dan kakak ketiganya Rasya Elzion Algara. Viona ingat di kehidupan sebelumnya, bahwa hari ini ayah mereka sedang meminta maaf pada keluarga Varell atas kesalahan Viona
Sementara itu, Rasya Elzion Algara yang belajar di luar negeri selama sebulan akan pulang untuk berkunjung. Mereka juga sengaja merahasiakan tentang kecelakaan Viona agar tidak membuatnya khawatir.
Namun kemudian, betapa terkejutnya kedua pria tampan itu saat melihat Viona turun dari brankar dan berdiri tegak, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya buka suara. "Aku mau nyari Varell."
Penyataan itu membuat Gio dan Dirga tercengang
Apa? Viona ngga mau ketemu sama Ziya dulu, tapi malah pengen ketemu sama Varell? Apa ada yang salah sama otaknya setelah kecelakaan mobil itu? Kenapa Varell dan bukannya Ziya yang jadi orang terpenting di hatinya?
Melihat ekspresi Gio yang kebingungan, Viona terkekeh kecil dan menepuk lengannya. "Kak, tungguin aku di bawah, aku nanti cepet nyusul kalian kok." Setelah mengatakannya, Viona berjalan keluar dari ruang rawatnya dan menuju sebuah lift untuk mengantarkannya ke lantai tiga, di mana ruang rawat Varell berada.
**
Seperti seorang pencuri, Viona berjalan mengendap-endap dengan menempel di dinding hendak menyelinap masuk ke ruang rawat Varell, ia bersembunyi di balik sudut dan mengintip situasi di depan ruang rawat Varell. Seperti yang telah ia pikirkan, langkah-langkah keamanan untuk keluarga kaya itu sangat ketat
Ada sekelompok bodyguard berpakaian hitam berdiri di depan ruang rawat VIP Varell. Dua asisten pribadi berdiri di depan pintu.
Dua asisten pribadi itu adalah Ethan Edwardo dan Aldy Fathanio. Aldy selalu wajah yang ramah, tidak seperti Ethan yang pendiam. Namun, meskipun Aldy terlihat lebih ramah padanya, Viona yakin Aldy bisa kapan saja mencabut pisau untuk membunuhnya karena telah mengusik kehidupan tuan mudanya, yaitu Varell.
Di kehidupan sebelumnya, Viona tidak memiliki kesan yang baik pada siapa pun yang ada di sekitar Varell dan kemudian asisten pribadi Varell tidak terkecuali.
Viona merasa ragu untuk mendekati ke dua asisten itu. Namun, Ethan dan Aldy telah memperhatikan sebuah kepala kecil yang terlihat menyembul keluar dari balik dinding.
Lantas, Aldy menyenggol lengan Ethan. "Bukannya dia itu putri keluarga Anandra?."
"Udahlah, biarin aja dia! Palingan pengen bikin gara-gara sama tuan muda." Jawab Ethan sembari mengernyit jijik.
Tuan muda mereka adalah orang yang luar biasa dan superior. Namun dia hidupnya lebih sering menderita ketika dekat dengan Viona. Dokter mengatakan bahwa kaki Varell terluka parah dan jika tidak dirawat dengan benar, dia mungkin tidak akan bisa menggunakan kakinya sepanjang sisa hidupnya.
Pikiran itu membuat mata Ethan berkaca-kaca. Jika saja Tuan mudanya tidak terobsesi dengan Viona, ia pasti sudah membunuh Viona.
Sementara itu, Viona mencoba menyakinkan dirinya hingga kemudian dia berjalan mendekati Ethan dan Aldy. "Apa Varell ada di dalem? Gue mau ketemu sama dia."
Ethan berpindah tempat dan mengabaikan Viona, berbeda dengan Aldy yang tersenyum sebelum akhirnya buka suara. "Maaf, Nona Viona. Tapi, tuan muda lagi istirahat. Ada hal lain yang bisa kami bantu?."
"Gue mau ngomong penting sama dia, kalian bolehin gue masuk, kan?." Tanya Viona, ia merasa bersalah karena telah mengakibatkan kesulitan yang tengah Varell alami saat ini. Viona ingin meminta maaf dan mengakui bahwa dirinya telah melakukan kesalahan yang sangat buruk.
"Tapi, sayangnya... Tuan muda sedang tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Nona bisa pergi sekarang." Entah mengapa, nada bicara Aldy tiba-tiba berubah dingin dari yang sebelumnya, seakan menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai kehadiran Viona.
Viona menghela nafasnya dan tidak memaksakan masalah itu. "Ya udah, besok gue dateng lagi." Katanya sebelum akhirnya berbalik dan pergi.
Saat melihat Viona pergi begitu saja, Aldy mengernyitkan dahinya dan berjalan mendekati Ethan yang tadinya menjauh ke sisi lain, terlihat sedang mengobrol dengan bodyguard yang lain untuk menghindari Viona.
"Bro, menurut lo ada yang beda ngga dari Nona Viona?."
"Gue ngga tau dan ngga mau tau! Kita semua ngga tau dia punya rencana apa sebenarnya." Jawab Ethan dingin, ia tidak ingin membiarkan Viona masuk untuk menemui Varell.
Beberapa saat kemudian, setelah kepergian Viona, Ethan akhirnya masuk untuk memberitahu Varell. Pria itu masuk ke dalam ruang rawat Varell dan melihat seorang pria muda berkemeja hitam tengah duduk dengan tenang di kursi rodanya di dekat jendela.
Meski pun dalam keadaan seperti itu, pria muda itu tetap memancarkan auranya yang anggun dan penyendiri dengan wajahnya yang sangat tampan menunjukan aura yang menakutkan. Pria muda itu tengah menundukkan pandangannya yang seperti burung Phoenix, menatap keluar jendela dan tenggelam dalam pikirannya.
Ethan mendekatinya dan melihat sebuah mobil bermerek Maserati GT terparkir di lantai bawah bersama dengan Gio yang sedang memasukan tas Viona ke dalam mobil.
Di bawah sana juga terlihat ketika Viona sedang mengatakan sesuatu yang lucu pada Dirga yang kemudian wajah cantik gadis itu berseri-seri karena tersenyum. Pandangan Varell terpikat oleh senyum cerah dan menawan gadis itu, membuat bibir Varell sendiri sedikit melengkung, seakan ikut tersenyum. Lengkungan kecil ini tampaknya mencairkan es di hatinya dan menghilangkan kesuraman nya, membuat sosok Varell tampak lebih lembut dan lebih ramah.
Diam-diam Ethan merasa ragu, ia tidak ingin merusak momen bahagia yang sedang Tuan mudanya itu rasakan saat ini. Jadi, Ethan menunggu sampai mobil milik Dirga itu pergi sebelum akhirnya buka suara.
"Tuan muda, Nona Viona sempat datang kemari sebelum pulang."
Mendengar hal itu, raut wajah Varell sedikit berubah. "Apa yang di mau?."
"Dia hanya bilang ingin bertemu dengan Anda, Tuan muda. Dan punya sesuatu untuk di bicarakan bersama anda." Jawab Ethan sebelum akhirnya mengambil langkah mundur.
Tatapan mata Varell berubah dingin dan berbahaya saat mendengar nama Viona di sebut.
Varell tahu Viona datang hanya untuk membicarakan pembatalan pernikahan mereka. Pria muda itu mengepalkan jari-jarinya yang panjang di sandaran tangan kursi roda, membuat buku-buku jarinya memutih. Dalam keadaan apa pun Varell tidak akan mengizinkan Viona menikah dengan orang lain.
Karena Viona adalah miliknya.
***
Dirga mengantarkan Viona kembali ke rumah mereka, mansion keluarga Algara— keluarga kaya yang terkenal di kota Jakarta.
Melihat gerbang dan Mansion yang berdiri megah yang sudah familiar baginya, hati Viona dipenuhi dengan berbagai emosi.
Viona telah kehilangan tanah milik keluarga yang dulu atas namanya karena ulah tangannya sendiri, tetapi sekarang... gadis itu telah memiliki kesempatan untuk kembali dan merubah semua yang sudah ia rusak.
Saat keluar dari mobil, seorang kepala pelayan pria bernama Mang Biman datang untuk membukakan pintu mobil dan membawakan barang-barang Viona yang di bawa untuk menginap, masuk ke dalam.
Viona tersenyum saat melihat Mang Biman membukakan pintu mobil untuknya. "Mang, makasih ya."
Sama dengan yang lainnya, rupanya Biman juga terkejut dengan perubahan sikap Viona, Nona majikannya itu biasa bersikap sombong dan semaunya sendiri, tetapi sekarang justru kebalikannya.
Viona dulu memang gadis yang baik, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, dia menjadi suka membantah dan pemarah, bahkan tidak pernah bersikap baik pada pelayan, kecuali pada seseorang yang padahal orang itu juga merupakan pelayan di mansion ini.
Biman bersyukur bahwa Nona majikannya sudah kembali ke sifatnya yang dulu.
"Ya, Non. Saya seneng bisa nglayanin non."
Karena Dirga sedang memiliki banyak urusan di perusahaannya. Jadi, dia memerintahkan staf rumah untuk menjaga Viona dengan baik sebelum akhirnya pergi.
Sementara Gio, kakak kedua Viona, memegangi tangan Viona dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.
"Dek, mobil papa ngga ada... itu artinya papa belum pulang. Jadi, kamu bisa istirahat dulu di atas. Ngga usah khawatir, kakak yang akan ngurus apa pun yang kamu mau." Kata Gio.
"Kak Gio, bukannya kakak lagi nyiapin diri buat kompetisi audisi? Mendiang kakak balik aja ke kantor. Aku baik-baik aja kok."
Gio saat ini bekerja di sebuah perusahaan hiburan sebagai artis baru. Dia akan mengikuti kompetisi audisi bersama dua anggota lainnya dan mereka di harapkan untuk menonjol dan resmi debut sebagai sebuah grup. Setelah itu, mereka akan menjadi idola populer.
"Di bandingin sama kamu, persaingan itu ngga ada artinya, dek." Jawab Gio, wajahnya yang halus tampan memperlihatkan sedikit kesan memanjakan saat dia tersenyum pada Diana.
Sedangkan ayah mereka— Arga Radja Algara sedang pergi untuk meminta maaf kepada keluarga Varell dan belum pulang sampai sekarang. Gio takut ketika ayahnya pulang, dia akan menyalahkan Viona, adik kecil kesayangannya.
Bagaimana pun, Viona telah melakukan kesalahan yang besar yang tidak hanya membuat dia sendiri terluka, tetapi juga membuat Varell menderita cidera kaki yang parah.
Keluarga Varell yaitu keluarga Bramasta hanya memilih satu ahli waris.
Viona tahu apa yang sedang di khawatirkan oleh kakaknya dan kemudian diam, tidak jadi memaksa kakaknya pergi.
"Ya udah, aku naik ke atas dan mau beresin barang-barang ku yang kotor." Kata Viona sembari naik ke lantai dua dan berjalan menuju kamarnya.
Viona menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan mendorong pintu hingga terbuka. Begitu ia membuka pintu, terlihat lebih banyak poster Leo Adiastha yang provokatif, mantan pacar Viona yang menarik perhatiannya. Poster memperlihatkan Leo yang sedang memegang mikrofon, berpura-pura terlihat tenang. Payet berkilauan di tubuhnya, ekspresi berminyak di wajahnya, seringai palsu... membuat perut Viona bergejolak.
Selain poster itu, dinding kamarnya juga di penuhi dengan banyak foto lain, semuanya foto Leo dalam berbagai pose. Foto ketika lelaki itu ada di jalan, di klub, dari belakang, dari depan, dari samping, bahkan satu foto ketika Viona masuk ke dalam kamar mandi Leo, semua foto itu di ambil oleh Viona yang menahan orang lain menatapnya seperti dia gila.
Viona menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, sementara kepalanya terasa berdenyut-denyut. Viona teringat ketika pertama kali dirinya membawa foto-foto itu kembali ke kamarnya, Ayahnya begitu marah hingga hampir serangan jantung. Arga mengejar Viona agar bisa memarahinya karena marah hingga akhir Gio dan Rasya menghalangi ayah mereka, mencegah memarahi adik mereka.
Viona melipat lengan bajunya dan mulai mencopot foto-foto itu dari dinding. Jika saat Viona punya sekop sekarang, dia bisa mengubur seluruh ruangannya ini.
Saat Viona hendak membersihkan kamarnya, terdengar suara berisik dari luar kamarnya.
"Nona Viona? Apa yang sedang anda lakukan?."
Viona berbalik dan melihat Ida ayu ketua pelayan wanita yang telah merawat Viona dari kecil.
"Bik, cepat cari orang buat bantu aku beresin foto-foto ini!."
"Membereskan foto-foto ini, Non? Tapi kenapa?." Tanya Ida terlihat cemas, mengingat Viona begitu terobsesi dengan Leo dan khawatir jika Viona melakukan sesuatu yang akan membuat Tuan besar mereka marah.
"Iya, Bik. Setelah itu bakar semua foto-foto ini!."
"Membakar semua ini?." Ida tertegun, tetapi dia langsung mengangguk kegirangan. "B-baik, Nona."
Meskipun Ida tidak tahu mengapa Viona bertingkah aneh, lebih baik ia segera membakar foto-foto itu seperti yang telah diperintahkan. Ia segera memanggil pelayan yang lain untuk datang ke kamar Viona dan membantu mengurus foto-foto itu. Saat hampir selesai, Viona jatuh ke lantai, dia kelelahan!
Gadis itu terduduk lemas di lantai dan menoleh ke arah cermin di sebelahnya, menatap rambutnya yang berantakan dan riasannya yang tidak pantas di cermin. Matanya sedikit berkedut. Di kehidupan sebelumnya, Ia telah dihasut oleh Ziya Anggun Keinara untuk terus-menerus mengubah penampilannya, tidak mengenakan pakaian atau gaun yang pantas, dan akhirnya tampak seperti gadis rocker.
Sekarang, setelah menghapus foto-foto itu di kamarnya, Viona harus membersihkan dirinya dan mengubah penampilannya menjadi gadis yang baik.
Setelah Ida menyiapkan pakaian untuk Viona, gadis itu langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia ingin menghapus kesan buruk orang-orang pada dirinya.
Katakan selamat tinggal pada masa lalu yang absurd!
Selesai membersihkan dirinya, Viona mengeringkan rambutnya dan menatap pantulan dirinya sendiri di cermin kamar mandi. Gadis itu tersenyum senang, mengagumi kulitnya yang putih bersih dan tubuhnya yang ramping. Waktunya hampir tiba dan ia bertanya-tanya apakah semua foto-foto Leo yang menyebalkan di kamarnya sudah di bersihkan. Ia tidak sabar untuk keluar dari kamar mandi dan melihat penampilan kamarnya yang jauh dari kesan Leo.
Namun, sebelum Viona sempat melangkah keluar dari kamar mandi, ia mendengar suara pertengkaran yang berasal dari kamarnya.
"Lo itu makin nyebelin ya seiring tambah tua bukannya tambah ngerti. Siapa yang ngasih lo hak buat bersihin kamar ini?!." Teriak seorang gadis.
"Yang menyuruh saya--"
"Siapa? Siapa yang udah nyuruh lo? Viona, iya? Jangan lo pikir gue bodoh ya?! Semua orang tau kok kalo dia itu tergila-gila banget sama Leo. Beraninya lo bilang kalo semua ini karena perintahnya!."
"Saya--"
"Heh... Ida! Cuma karena lo lebih tua bukan berarti lo boleh mengabaikan peraturan di sini! Setelah gue keluar dari kamar ini, gue akan aduin lo ke sepupu sama Tante gue! Biar kalian semua tau rasa dan di pecat dari sini." Ancamnya lalu tertawa terbahak-bahak. "Selamat jadi pengangguran di kampung, ya."
Gadis yang berani berteriak-teriak pada pelayan tertua di mansion ini bernama Maya Natasya Belle yang merupakan keponakan dari Erina Audyn Mahesta— Ibu tiri Viona.
Erina telah menyakinkan Arga untuk memperkerjakan Maya sebagai pembantu setelah gadis itu putus sekolah SMP dan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Arga biasanya tidak melibatkan diri dalam hal-hal seperti itu, jadi pria itu menyetujui permintaan Erina begitu saja.
Maya yang tahu statusnya di keluarga ini, bertingkah seperti gadis yang suka memerintah, tidak melakukan apa pun selain pamer kepada pelayan yang lain. Di kehidupan yang sebelumnya, Viona sama sekali tidak menyadari keburukan Maya dan bahkan mengangkat Maya sebagai pelayan pribadinya. Jika di pikir-pikir, Maya seperti mata-mata yang di kirim oleh Ziya untuk mengawasi apa pun yang Viona lakukan.
Tatapan mata Viona berubah dingin dan ia berjalan keluar dari kamar mandi. Begitu keluar, ia melihat Maya yang menunjuk ke arah Bik Ida dan memaki-makinya dengan kasar.
Bik Ida sudah berusia empat puluh tahun dan telah bekerja untuk keluarga Algara dari usianya masih muda. Namun meskipun Maya memarahinya, Bik Ida tidak berani mengatakan sepatah kata pun.
Kilatan tajam melintas di mata Viona..
"Ehem." Viona berdehem. "Menurut lo... elo siapa? Berani teriak-teriak di kamar gue dan lo juga ngga ngikutin perintah gue!." Viona masih berdiri di depan pintu dan berbicara dengan tenang pada Maya.
Beberapa pelayan yang ada di kamar Viona ikut menoleh saat mendengar suara Viona.
Ketika mereka melihat Viona yang mengenakan gaun putihnya, mereka semua tercengang. Tak menduga jika Viona akan terlihat sangat cantik dengan penampilan barunya. Tatapan mereka kosong ketika menatap Viona hingga akhir suara Bik Ida yang gemetaran terdengar, menyadarkan mereka dari lamunannya.
"Nona Viona, nona terlihat sangat cantik."
Mereka yang berada di dalam kamar Viona ternganga. Mereka takjub dengan kecantikan Viona, meskipun tanpa memakai riasan apa pun!
Maya juga terkejut dengan penampilan Viona, tetapi dia lebih terkejut dengan cara bicara Viona padanya.
"V-Viona? Kenapa kamu... Kenapa kamu pake baju kayak gini?." Tanya Maya terbata-bata
Viona mengernyitkan dahinya. "Lo ngga punya sopan santun ya? Di sini, gue majikan lo!."
Viona menatap Maya sembari berjalan dan duduk. Ia menatap Maya dari atas ke bawah, membuat Maya merasa tidak nyaman. Viona tampak berbeda kali ini, seperti orang yang berbeda dan tatapannya tidak nyaman.
Maya berdehem. "Viona, aku cuma mau bantuin kamu loh... kasih pelajaran ke wanita tua ini. Aku tadi liat dia nyobek semua foto-foto Leo yang paling kamu suka dan aku--"
"Gue belum selesai ngomong." Sela Viona. "Lo seorang pelayan. Siapa yang kasih lo izin masuk ke kamar gue dan ganggu kerjaan Bik Ida?."
Ekspresi Maya langsung berubah, ia sangat benci ketika di panggil seorang 'pelayan'. Maya hampir lupa bahwa dirinya hanyalah seorang pelayan di rumah ini yang berkerja di bawah asuhan Erina dan Ziya.
Tetapi mengapa Viona tiba-tiba berkata seperti itu?.
"Viona, ada apa? Kenapa kamu--"
"Lo ngga bud£k, kan?." Viona menyipitkan matanya dan tatapan dingin dari matanya membuat Maya menggigil.
"Nona Viona." Maya segera mengoreksi perkataannya sendiri.
Viona dingin saat mendengar koreksi dari Maya. "Itu baru bener. Sebagai seorang pelayan, lo harus tahu dimana tempat lo dan ngga boleh lupa. Baju-baju lo yang mahal itu bahkan lebih mencolok dari yang make dan itu menganggu. Cepetan lepas!."
Maya tercengang. Ia menunduk ke bawah menatap dress rancangan desainer yang dikenakannya dan bertanya-tanya apa yang telah merasuki pikiran Viona. Maya belum pernah mendapatkan perlakuan kasar di rumah ini sebelumnya dan ia merasa sulit menerima ketika Viona tiba-tiba bersikap seperti itu padanya.
"Aku harus lepas baju ini? Tapi, baju ini hadiah dari kamu buat aku, jadi itu sebab aku pakai baju ini!." Tolak Maya
"Hmm... jadi ini baju hadiah dari gue ya?." Kata Viona sembari menopang dagunya dan tampak tenang seperti baru menyadari sesuatu.
Tepat saat Maya menghela napas lega, Viona menyeringai dan kembali buka suara. "Sekarang gue nyesel. Gue pengen semua yang udah gue kasih ke lo di balikin lagi. Dan mulai hari ini, Lo akan pakai seragam yang sama kayak pelayan lainnya di rumah ini."
"A-apa?!" Maya membelalakkan matanya. "Kamu udah kasih ke aku, kenapa aku harus balikin semuanya ke kamu? Aku ngga mau!."
"Lo ngga mau?." Viona menoleh dan menunjuk dua pelayan yang berdiri tak jauh darinya. "Kalian berdua, buka bajunya!."
Para pelayan saling berbagi pandangan dengan tatapan tak percaya. Apakah Viona benar-benar memerintahkan hal seperti itu? Bukankah Viona selalu memperlakukan Maya seperti saudaranya sendiri?.
"Apa kalian bisa mendengar perintah Nona Viona?." Bentak Bik Ida, yang akhirnya membuat kedua pelayan itu segera bergerak maju dan mencekram ke dua lengan Maya.
Maya meronta dan berteriak-teriak. "Lepas! Lepasin gue! Kalo kalian berani nyentuh gue... gue akan laporin kalian ke Tante Erina!."
Mendengar ancaman Maya, para pelayan itu menjadi ragu-ragu. Bagaimana pun, Erina adalah nyonya di rumah ini dan yang mereka tahu selama ini, Viona selalu berhubungan baik dengan Maya dan Ziya.
Mungkin Viona melakukan ini pada Maya hanya karena luapan emosi sesaat. Jika mereka mendapat masalah nanti, tidak ada yang akan membela mereka dan itu akan menjadi kesalahan mereka sebagai pelayan. Apalagi dengan kepribadian Maya yang pendendam, gadis itu pasti akan balas dendam pada mereka.
Viona menyadari kekhawatiran mereka dan mengetikkan jarinya di meja yang berada di sampingnya. "Kalau terjadi sesuatu, gue akan bertanggungjawab. Lepasin aja bajunya!." Kata Viona, nada dinginnya memberikan keberanian pada para pelayan itu. "Kalau dia teriak-teriak, kalian langsung tampar aja dia!."
Mendengar perkataan Viona, semua pelayan itu menghela napas lega dan bersemangat untuk mulai menanggalkan pakaian Maya.
Maya selalu menindas mereka, jadi sekarang mereka merasa keadilan sudah ditegakkan dan mereka tidak menunjukan belas kasihan dalam tindakan mereka. Beberapa pelayan bahkan mengambil kesempatan untuk mencubit Maya.
Sementara Maya memegang erat bajunya seperti orang gila. "Berhenti! Lo semua udah kelewatan! Ahh- sakit t0l0l!".
Namun, karena kalah jumlah, tak butuh waktu yang lama dan Maya sudah dalam keadaan tel4nj4ng.
Awalnya, Maya bersumpah dan mengumpat, tetapi kemudian dia menangis dan memohon agar mereka mau melepaskannya. "Viona? Apa yang kamu lakuin? Bukannya kamu udah anggep aku seperti saudara kamu? Tolong, bilang ke mereka buat stop lakuin ini ke aku!."
Viona tetap tidak tergerak hatinya, membiarkan Maya di tel4nj4ng! hingga hanya mengenakan pakaian dalamnya.
Melihat Maya duduk di lantai, berantakan dan tampak seperti baru saja dirampok, Viona merasa sangat puas dan tak kuasa menahan tawa.
"Apa lo masih pengen duduk? Gue mau semua barang-barang yang gue kasih di balikin secepatnya, Maya."
Meski pun Maya merasa terhina dan marah, dia baru saja merasakan kekuatan Viona dan sekarang dia tidak berani mengatakan sepatah kata pun. Ekspresi kebencian terpancar di mata Maya saat dia perlahan bangkit dan meninggalkan kamar Viona. Maya bertekad untuk memberitahu kelakuan Viona pada Tantenya setelah Tantenya itu pulang.
Viona menarik napasnya dalam-dalam, saat ini dia sedang dalam suasana hati yang baik.
Ini baru permulaan.
Erina dan Ziya, hutang-hutang mereka di kehidupan sebelumnya, Viona akan menagihnya satu persatu.
Tiba-tiba, suara mobil parkir di lantai bawah terdengar.
Kedua Maya Viona berbinar. "Yey! Papa pulang!." Ia segera menyisir rambutnya dan bergegas turun.
Sementara itu, Gio yang menunggu di lantai bawah segera berdiri dan terlihat gugup. Adegan yang paling dikhawatirkannya akhirnya akan terjadi. Menurut temperamen ayahnya, jika Viona tidak mengakui kesalahannya kali ini, adik kecilnya itu mungkin benar-benar akan ditampar oleh ayah mereka.
Suara beberapa langkah kaki terdengar dan Arga-lah orang yang pertama kali memasuki ruang tamu. Pria paruh baya itu mengenakan setelan abu-abu gelap dan memiliki ekspresi tegas di wajahnya. Saat itu, raut wajahnya tidak begitu baik, dan ada sedikit kemarahan di matanya. Berdiri di samping Arga adalah seorang wanita elegan dan berpakaian mewah, penuh dengan permata dan mutiara, ibu tirinya, Erina.
"Papa." Panggil Gio pelan.
"Mana adek?." Sebelum Arga buka suara, seorang remaja laki-laki muncul dari belakang Arga. Wajahnya mirip dengan Gio, tetapi raut wajahnya bahkan lebih dingin, dan dia memancarkan aura dingin dan anggun yang memungkiri usianya. Dia adalah Raysa Elzion Algara— Kakak ke-tiga Viona..
"Dia ada diatas, baru aja pulang dari rumah--" Gio langsung terdiam, ia ingat bahwa Viona tidak mengizinkannya untuk memberitahukan hal ini pada Rasya
"Tenang kak, aku udah tau kalau Adek kecelakaan mobil. Kalian semua malah mau bohongin aku... kayak aku masih bocah aja. Gimana keadaan adek sekarang?." Nada bicara Rasya terdengar penuh kecemasan.
"Rasya, lo ngga perlu khawatir. Karena Viona udah boleh pulang dari rumah sakit berati dia baik-baik aja, kan?." Seorang gadis seumuran dengan Viona tiba-tiba berjalan mendekat, dia adalah Ziya mengenakan dress biru bermotif bunga-bunga, tampak lembut dan menawan.
Rasya mengernyitkan dahinya dan mengabaikan gadis itu.
"Gimana lo bisa yakin kalau gue baik-baik aja? Padahal keliatannya lo sama sekali ngga peduli sama gue." Sebuah suara, yang tidak terlalu keras atau terlalu kecil, datang dari sudut tangga.
Mereka menoleh dan melihat seorang gadis ramping dan anggun berdiri di sana.
Dia mengenakan gaun putih, rambut hitamnya diikat dengan santai, memperlihatkan leher yang ramping dan halus. Bibirnya merah, giginya putih, dan wajahnya halus, seperti lukisan yang indah. Semua orang terkejut.
Gio adalah orang pertama yang berseru. "Viona?!."
Viona tersenyum tipis. "Kak, diem dong!." Kata Viona pada Gio. Lalu menoleh ke arah Arga dan Rasya, yang sama-sama menatapnya dengan tatapan terkejut, menahan kegirangannya, Vania kembali buka suara. "Papa, Kak Raysa, kalian udah pulang?."
Hening cukup lama. Kemudian Rasya buka suara. "Dek, kenapa kamu tiba-tiba pakai baju kayak gini? Kakak hampir ngga mengenali kamu.."
Viona terkekeh kecil. "Apa aku keliatan cantik?." Senyum cerah Viona terlihat sangat menawan.
"Perfect! Dek kamu cantik banget!." Imbuh Gio.
"Ehem." Arga berdehem dua kali, menahan rasa keterkejutannya. Dia menatap Viona dengan tatapan tajamnya. "Syukurlah, kamu akhirnya tahu cara berpakaian dengan benar!."
Arga sudah berencana akan memarahi Viona, tetapi ketika dia melihat putri kecilnya tiba-tiba berubah dari penampilan dan berperilaku baik, setengah dari kemarahannya menghilang.
Sementara itu, Ziya menutupi keterkejutannya dan menundukkan kepalanya dengan sedikit kecemburuan di matanya. Sebuah gaun sederhana dikenakan dengan sangat memukau oleh Viona. Dia terkejut.
Apa yang terjadi pada Viona? Mengapa dia tiba-tiba berpakaian seperti dulu sebelum dia menghasutnya?
Berbeda dengan Erina, wanita itu tersenyum lembut. "Viona terlihat sangat cantik memakai gaun itu, seperti peri kecil. Kalau keluarga Varell melihat mu, mereka pasti sudah memaafkan kamu."
Viona mengangumi cara Erina. Hanya dalam beberapa patah kata, Erina dengan sempurna menunjukkan apa artinya tersenyum dengan pisau yang tersembunyi di dalamnya.
Memang, saat nama Varell di sebut, raut wajah Arga langsung berubah muram. "Viona, cepat turun!." Perintahnya dengan marah.
Melihat hal itu, Gio dan Rasya langsung berdiri di hadapan Arga. "Papa, Viona baru aja pulang dari rumah sakit dan tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Jangan terlalu kasar sama dia."
"Viona masih kecil, kalau papa mau marah, marah aja ke kita. Jangan ke Viona." Imbuh Rasya.
Mendengar hal ini, Arga mendengus dingin. "Papa belum lakuin apa pun sama adek kalian. Tapi kalian udah ngga sabar pengen melindungi dia. Kalian bertiga selalu manjain Viona dan sekarang dia jadi bersikap kurang ajar! Papa mau dia tau kesalahannya hari ini!."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!