"Nyonya, Tuan meminta Anda turun ke ruang tamu," ucap kepala pelayan pada seorang perempuan yang saat itu sedang sibuk merangkai bunga di lantai 2 rumah mewah.
Perempuan yang memakai gaun putih dengan sulaman bunga teratai itu terlihat sangat elegan dan anggun dalam keseriusannya merangkai satu per satu bunga.
"Dia sudah pulang rupanya," kata Regina masih tetap tenang di tempatnya, terlihat tidak ada niat untuk menemui pria di lantai bawah.
Sang pelayan yang melihat ekspresi Regina mengerutkan keningnya, biasanya Regina akan langsung berdiri dan berlari menyambut kepulangan suaminya. Tetapi kali ini.... Kenapa?
Kemana perempuan patuh yang selama ini dikenal oleh semua orang?
"Tuan berkata agar anda segera menemuinya," suara pelayan kembali terdengar membuat Regina meletakkan gunting di tangannya dan menancapkan bunga mawar putih yang baru saja selesai ia rapikan.
Regina lalu berbalik menatap pelayan itu, "dengan siapa dia datang?" Tanya Regina.
Sang pelayan menelan salivanya, dia tidak diizinkan untuk mengatakan tentang keberadaan perempuan yang dibawa pulang oleh Tuan mereka sehingga dia berusaha menyembunyikan kebenaran di kelopak matanya dan berkata, "Saya tidak tahu, Saya hanya disuruh memberitahu Nyonya agar segera turun ke lantai bawah."
"Heh!" Regina tersenyum konyol, Tetapi dia berdiri dan segera turun ke lantai bawah sesuai instruksi yang diberikan oleh sang pelayan.
Saat ia tiba di ruang tamu, Regina menghentikan langkahnya ketika melihat suaminya berada di ruang tamu bersama seorang perempuan.
Perempuan yang duduk di kursi roda itu terlihat begitu pucat, tubuhnya sangat kurus dan seakan-akan hembusan angin kecil saja bisa meremukkan tubuh yang rapuh itu.
Wajah yang cantik dengan rambut hitam legam digerai sampai pinggang menjadi satu-satunya yang terlihat begitu indah yang dimiliki perempuan itu.
Wajahnya yang dulu cantik rupawan dan mata yang selalu bersinar kini tampak begitu redup, bahkan bibir merah mudanya terlihat kering karena penyakit yang dideritanya.
"Duduklah," ucap suami Regina saat melihat kedatangan Regina, pria tampan yang selalunya tampak dingin dan acuh Tak acuh di hadapan Regina kini tampak memperlihatkan emosi yang berbeda.
Semuanya itu terjadi hanya karena perempuan yang duduk di kursi roda itu, perempuan bernama Selena itu adalah cinta pertama dan satu-satunya perempuan yang mengisi hati suami Regina.
Regina duduk dengan patuh, ia tidak memilih duduk di samping suaminya tetapi duduk di sofa tunggal yang tersedia di sana dan menatap keduanya dengan sorot mata yang tenang.
Sudah 5 tahun lamanya dia tinggal di rumah itu setelah menikah dengan Kevin karena perjodohan keluarga.
Tetapi selama 5 tahun itu, Kevin tidak pernah membuka hati untuknya, bahkan pria itu tidak pernah menyentuhnya sekalipun dan selalu menyimpan perjakanya untuk Selena seorang.
Tapi entahlah, Apakah pria itu masih benar-benar perjaka atau keduanya sudah pernah melakukannya sebelumnya, Regina mengepal kuat tangannya saat membayangkan suaminya yang telah lima tahun menikah dengannya tidur dengan perempuan lain dan membuat istrinya menjadi perawan tua.
Padahal dia sangat mencintai suaminya itu, mencintainya lebih dari mencintai dirinya sendiri hingga selama ini Regina selalu bersikap patuh pada apapun yang dikatakan sang suami. Namun inilah akhirnya, hari ini adalah hari pertama dia tidak akan mematuhi lagi ucapan suaminya.
"Halo Regina, senang bertemu denganmu lagi, sudah lama ya. Bagaimana kabarmu?" Selena berbicara dengan suara yang begitu rapuh saat setelah Regina duduk.
Senyuman di wajah Selena tampak begitu menyakiti perempuan itu, seolah-olah Selena menggunakan seluruh tenaganya hanya untuk membuat senyuman yang ditujukan pada Regina.
Regina tersenyum konyol melihat senyuman itu, dan bagaimana ramanya Selena bertemu dengannya, "menurutmu bagaimana kabar seorang istri di saat melihat suaminya datang membawa cinta pertamanya pulang ke rumah?"
"Regina!" Kevin membentak Regina karena tidak menyukai ucapan Regina.
Tetapi Regina tampak bersikap dingin, dia sudah menyerah untuk 5 tahun perjuangan yang ia lakukan untuk mengambil hati suaminya, tetapi perjuangannya selama 5 tahun itu berakhir sia-sia hanya setelah kepulangan perempuan bernama Selena dari luar negeri.
Atau mungkin dari awal dia memang tidak punya tempat untuk berada di sisi suaminya.
"Jangan membentaknya, aku paham bagaimana perasaannya," Selena mengulurkan tangannya, memegang tangan Kevin dengan tenaga yang lemah. benar-benar tidak mengantar dulu kan perasaan Regina yang melihat perilakunya itu Pada suami Regina.
Selena lalu beralih menatap Regina, "aku tahu perasaanmu. Kau pasti merasa tersakiti, tapi kau juga harus mengetahui posisiku. Sebelum kau menikah dengan Kevin, akulah yang seharusnya menikah dengannya, kami sepasang kekasih saat itu dan seandainya tidak ada kau waktu itu, akulah yang sudah menjadi istrinya dan menempati rumah ini, bukan kau. Saat ini aku hanya kembali untuk mengambil apa yang menjadi milikku sebelumnya, jadi begitu pemilik asli rumah ini pulang, bukankah kau setidaknya harus bersikap lebih baik padaku dan mengetahui posisimu?" Kata Selena masih dengan suara yang begitu lemah, sakit yang dideritanya telah mengambil keceriaan yang bertahun-tahun lalu menghiasi hubungannya bersama Kevin.
Tapi meskipun perempuan di hadapannya begitu sekarat, Regina sama sekali tidak merasa iba pada perempuan itu, sebaliknya dia menjadi semakin membenci perempuan itu karena dengan tidak tahu malunya berkata seperti itu di depannya.
Seharusnya Jika sakit, maka lebih intropeksi diri dan memperbaiki perilaku supaya diberikan penguasa kekuatan untuk menghadapi penyakit yang diderita, tapi ini... perempuan ini sangat berbeda!
"Sepertinya kau telah salah, rumah ini bukanlah milikmu, rumah ini adalah hadiah pernikahan dari kakek untukku dan Kevin. Bahkan di atas sertifikatnya pun hanya tertulis namaku seorang, jadi pemilik asli rumah ini bukanlah siapa-siapa selain aku, bahkan Kevin juga tidak berhak untuk menempati rumah ini jika kami telah bercerai!" Tegas Regina pada Selena sebelum beralih menatap suaminya yang tampak sudah memperlihatkan tatapan tajam dan dingin padanya seolah-olah tetapan itu mengancam Regina.
Tetapi Regina tidak takut, dia membalas tatapan suaminya yang tajam itu dengan tatapan yang begitu tenang dan lanjut berkata, "Jadi sebelum aku bersikap lebih buruk, sebaiknya kau bawa perempuan yang kau cintai ini keluar dari rumahku! Karena hari ini juga kita bercerai!"
"Apa?!" Kevin sangat terkejut, beraninya perempuan ini! "Kau sudah gila?! Kau pikir kau punya kemampuan yang cukup hebat untuk mengusirku dari sini?!" Bentak Kevin.
"Bawa barang itu kemari," ucap Regina diikuti pelayan pribadi Regina yang muncul membawa sebuah dokumen dan memberikannya pada Regina.
Regina pun mengambil dokumen tersebut dan meletakkannya di atas meja, "tanda tangani sekarang juga! Dengan begitu kita bisa berpisah baik-baik dan kau bisa benar-benar pergi bersama selingkuha mu itu!" Tegas Regina.
"Kau!" Kevin menggertakkan giginya, dia meraih dokumen di atas meja dan melihat isinya.
Sebelumnya dia memang telah menyuruh dan memberi kuasa pada Regina untuk menulis akta perceraian mereka dan mengatur syarat apapun yang diinginkan Regina di akta perceraian itu. Namun dia tidak menduga kalau Regina akan secepat ini menyelesaikan semuanya dan sudah menyiapkannya saat dia telah kembali bersama Selena.
Pria itu lebih terkejut lagi saat ia melihat isinya, dari dokumen tersebut tidak ada sama sekali kompensasi yang ditanggungkan kepada Kevin untuk diberikan pada Regina.
Kevin pun tersenyum mengejek lalu menatap Regina sambil berkata, "Kau pikir setelah bercerai dariku dan tidak mengambil apapun dariku, kau bisa bertahan hidup? Kau pikir hanya dengan mengambil rumah ini saja kau bisa mempertahankan gayamu yang glamor itu?"
"Wah,,," senyuman kembali muncul di wajah Regina yang tenang, "kau cukup perhatian padaku ya. Aku takut perempuan di sampingmu mungkin akan cemburu karena ucapanmu itu," ucap Regina tersenyum mengejek perempuan yang duduk di kursi roda.
"Kau pasti sudah gila! Baiklah! Kita akan bercerai sekarang, tetapi jika kakek sampai kenapa-kenapa karena mengetahui perceraian kita, maka kau akan menanggung segala konsekuensinya!" Tegas Kevin hendak menandatangani dokumen di atas meja.
Selena tersenyum melihat Kevin yang hendak menandatangani dokumen itu. Sebentar lagi dia benar-benar akan memiliki Kevin seutuhnya dan tidak ada lagi yang bisa menghalangi hubungan mereka karena pria tua yang menjodohkan Kevin dan Selena akan segera meninggal begitu mengetahui perceraian keduanya.
Namun sebelum Kevin tempat menandatangani dokumen itu, Kevin mendapat sebuah panggilan telepon dari rumah sakit membuatnya menghentikan gerakan tangannya dan meraih ponselnya.
Regina menggigit Bibir bawahnya, ia hendak berbicara ketika Kevin mendahuluinya berkata, "ada apa?"
"Pendonor yang sebelumnya kita bicarakan itu baru saja ditemukan meninggal di apartemennya. Sepertinya sudah sejak 2 malam meninggal dan meninggal karena keracunan obat kimia yang dikonsumsinya. Dengan begini, kita tidak bisa lagi menggunakan hatinya untuk donor Nona Selena," kata Sang dokter dari seberang telepon membuat wajah Kevin langsung berubah pucat.
Pria yang hendak mendonorkan hatinya pada Selena tiba-tiba meninggal dunia karena bunuh diri?
"Ada apa sayang?" Tanya Selena pada Kevin dengan suara yang begitu lemah menatap sang pria yang tampak berubah ekspresi setelah menerima panggilan telepon.
Dia juga sengaja menggunakan kata 'sayang' untuk memprovokasi Regina yang ada di sana, tapi Dia sedikit kecewa melihat Regina hanya diam saja, tampak tidak ada reaksi apapun.
Kevin mematikan panggilan telepon itu dan menyimpan ponselnya, lalu dia berjalan ke belakang kursi roda Selena sambil berkata, "aku akan mengantarmu ke kamar untuk istirahat."
"Tunggu!" Regina mengulurkan tangannya menahan kursi roda Selena saat melihat dua orang itu hendak pergi, "Bagaimana dengan akta cerainya?" Tanya Regina.
"Kita bicarakan nanti!" Tegas Kevin mendorong Regina menjauh dari kursi roda Selena.
"Apa katamu?! Kau mau membicarakannya nanti dan akan membiarkan perempuan ini menginap di rumahku?! Aku tidak setuju!" Regina bersikeras, dia berdiri menghalangi kursi roda Selena dengan tatapan tajam diarahkan pada sang suami.
Kevin sangat terkejut dengan tatapan Regina itu, biasanya perempuan itu bersikap begitu lembut dan lemah di hadapannya, tampak seperti seekor kelinci yang membutuhkan perhatian dan akan selalu mengikuti keinginannya. Tetapi sekarang,, kelinci kecil yang patuh itu telah berubah menjadi serigala yang menakutkan?
Namun meski Kevin terkejut, dia tidak ada waktu untuk memikirkan apa yang berubah dari Regina, dia dengan cepat berkata, "Minggir!"
"Tidak! Aku tidak akan membiarkannya menginap, apalagi menempati salah satu kamar di rumah ini!!" Regina bersikukuh.
Melihat perempuan di hadapannya tidak mau mengalah dan Selena yang tampak semakin lemah di kursi roda, maka Kevin tidak punya pilihan lain selain menatap dua pengawal yang berada tak jauh dari mereka dan memberinya kode agar menyingkirkan Regina dari jalan mereka berdua.
Dua pengawal itu pun langsung bergerak membuat Regina menjadi waspada, "jangan sentuh aku!" Tegas Regina.
Tetapi dua pengawal itu tidak memperdulikan ucapan Regina, mereka dengan cepat memegangi lengan kiri dan kanan Regina dan menariknya menjauh hingga Kevin dengan lancar mendorong kursi roda memasuki lift untuk naik ke lantai 3.
Regina menggertakkan giginya melihat lift yang sudah naik ke lantai 3, wajahnya sampai merah padam karena kemarahan yang ditahannya.
'Padahal dia yang menyuruhku untuk menyiapkan dokumen perceraian itu, tapi kenapa dia tidak mau menandatanganinya?' pikir Regina dalam hati yang merasa aneh dengan pria itu. Meski begitu, Regina tidak terlalu memikirkannya dan segera berbalik pergi.
Regina mengemasi barang-barangnya di lantai 2, dia membawa sebuah koper besar turun ke lantai bawah dan berjalan ke depan rumah untuk meninggalkan rumah tersebut.
Meskipun dia tahu Ibu mertuanya akan sangat marah akan apa yang ia lakukan saat ini, tetapi dia tidak peduli lagi, biarkan Ibu mertuanya marah sebab dia tidak akan tahan melihat suaminya sendiri membawa pulang seorang perempuan ke rumah pernikahan mereka yang tak lain adalah selingkuhan Kevin.
Tidak ada perempuan yang akan tahan!
Sementara itu di lantai 3, Kevin sedang berbaring sambil memeluk perempuan pucat yang selalu dijaga dan dicintainya.
Kevin menunggu cukup lama sampai Selena tertidur, barulah pria itu perlahan-lahan turun dari tempat tidur dan segera keluar dari kamarnya.
Pria itu turun ke lantai bawah, tepatnya ke lantai 2 dan mengerutkan keningnya ketika mendapati kamar tempat Regina tinggal ternyata kosong.
Bahkan, meja rias perempuan itu juga kosong, "ke mana dia?" Kata Kevin langsung memeriksa lemari pakaian milik Regina dan mendapati 1 lemari pakaian telah kosong, sepertinya semua pakaian yang ada di sana yang biasanya dikenakan Regina sehari-hari telah dibawa pergi perempuan itu.
"Sial! Apa dia kabur? Padahal pendonor hati itu telah meninggal, dan satu-satunya orang yang bisa mendonorkan hatinya untuk Selena hanyalah Regina. Aku sudah menunda menandatangani kontrak perjanjian cerai itu untuk menahannya, tapi kenapa dia mesti pergi? Merepotkan saja!" Gerutu Kevin turun ke lantai bawah untuk memanggil kepala pelayan.
"Tuan," sang kepala pelayan dengan cepat menghampiri Kevin saat melihat langkah pria itu tampak terburu-buru.
"Cepat cari Regina, lakukan apapun untuk membawanya kembali ke rumah ini!" Perintah Kevin.
"Eh? Ba,, baik," jawab Kepala pelayan.
Setelah kepala pelayan pergi, Kevin meramas rambutnya dengan kasar, "Sial! Kenapa situasinya jadi begini? Akan bagus kalau pria itu tidak mati bunuh diri dan aku langsung bercerai dengan Regina. Tapi sekarang,,, aku tidak boleh membiarkan perempuan itu bercerai dariku sebelum dia mendonorkan hatinya pada Selena!" Ucap Kevin penuh rasa kesal.
Regina yang meninggalkan rumah memilih untuk pergi ke hotel, namun di dalam taksi menuju hotel, dia menyadari bahwa ke hotel manapun dia pergi, pasti akan langsung diketahui oleh suaminya sehingga dia meminta supir taksi untuk mengantarnya ke sebuah tempat.
Itu adalah sebuah apartemen milik adik iparnya, Dia memiliki kunci apartemen itu setelah sang adik ipar pergi ke luar negeri dalam perjalanan dinas selama 1 bulan lebih.
Regina bertanggung jawab untuk mengurus apartemen itu selama tidak adanya sang adik ipar sehingga Regina berpikir untuk menginap di sana selama beberapa hari saja sampai dia menemukan jalan keluar untuk masalahnya.
Lagi pula Kevin tidak akan berani macam-macam padanya Jika dia berada di apartemen itu.
Setelah membuka pintu dan memasuki apartemen, Regina yang merasa begitu lelah, dia langsung berjalan ke sebuah kamar, satu-satunya kamar di apartemen minimalis itu karena pemilik apartemen itu memang menyukai tempat yang tidak terlalu luas.
Regina meletakkan kopernya, lalu melepas pakaian luarnya dan menggantikannya dengan gaun tidur yang tipis dan tembus pandang.
Regina langsung melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur, benar-benar lelah dan hanya ingin istirahat malam ini.
Begitu menyentuh kasur, Regina memejamkan matanya, tapi entah kenapa meski matanya begitu berat, namun pikirannya malah tidak mengizinkannya untuk tidur, Dia teringat Bagaimana sang suami yang sangat dicintainya malah membawa perempuan lain ke rumah pernikahan mereka dan mengizinkan perempuan itu tinggal di sana.
"Dia pasti sudah gila! Selama ini aku terus bertahan karena aku pikir suatu saat dia akan berubah untuk menjaga perasaanku, tapi,,, apakah karena dia sudah terlalu mendesakku untuk bercerai sehingga dia melakukan semua itu? Pria yang benar-benar keterlaluan!" Regina menahan air mata yang hendak jatuh ke pipinya, tak tahan mengingat Bagaimana keduanya menunjukkan kemesraan di hadapan Regina.
Regina pun berbaring sambil memukul bantal, sesekali juga menghentakkan kakinya di tempat tidur, namun karena benar-benar lelah secara fisik maupun mental, akhirnya dia diculik oleh tidurnya.
Sementara itu di tempat lain, saat ini Kevin sedang menerima laporan dari asistennya, "kami sudah menyelidiki kepergian Nyonya muda, dan mendapati Nyonya muda pergi ke apartemen adik anda, Arvin. Apakah kami harus menerobos paksa ke apartemen itu atau--"
"Bodoh!" Kevin membentak asistennya dengan geram, "Kenapa kalian tidak bisa mencegahnya? Sekarang awasi dia terus, jangan membuat kekacauan di apartemen itu. Tapi ketika perempuan bodoh itu keluar dari apartemen Arvin, langsung tangkap dia dan bawa kemari!" Perintah Kevin.
"Baik," jawab sang asisten.
Kevin pun langsung meninggalkan asistennya, ia kembali ke kamar dan ekspresinya berubah tenang saat melihat Selena di tempat tidur sedang tertidur pulas.
Kevin berjalan ke sisi tempat tidur, mengulurkan tangannya membelai rambut Selena sambil berkata dengan suara pelan, "jangan khawatir Sayang, aku pasti akan mendapatkan donor hati untukmu. Apapun yang dilakukan oleh Regina, perempuan itu tidak akan bisa menghindar untuk mendonorkan hatinya padamu," ucapan Kevin ditutup dengan sebuah ciuman yang mendarat di puncak kepala Regina sebelum Kevin turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membasuh diri.
Begitu Selena mendengar suara pintu yang ditutup, Selena pun langsung membuka matanya dan tersenyum, 'aku tahu hari ini akan datang, akan kupastikan untuk terus bersikap lemah di depan Kevin agar Regina semakin tersakiti. Heh,, tidak akan ada perempuan yang tahan melihat suaminya sendiri, orang yang dicintainya memaksanya untuk mendonorkan hati pada perempuan lain yang merupakan saingan cintanya,' Selena benar-benar senang, dia merasa terhibur seperti menonton film yang telah memenangkan penghargaan 10 tahun berturut-turut.
Di sebuah lobby apartemen, seorang pria sedang membopong seorang pria lainnya yang sangat mabuk.
"Hah,,, Tuan Kenapa minum begitu banyak sih? Padahal baru saja pulang setelah kembali dari luar negeri, tapi malah pergi menghabiskan waktunya minum-minum di bar terlebih dahulu," ucap sang pria sambil memasuki lift membopong Arvin yang tengah mabuk berat.
Arvin seolah-olah bisa mendengar apa yang dikatakan oleh asistennya, sehingga dia dengan kesal menjawab, "kau belum pernah jatuh cinta, jadi jangan bicara apapun!"
"Hah,,," sang asisten menghela nafas, "kalaupun Aku jatuh cinta, Aku tidak akan mencintai perempuan yang menjadi istri kakakku!" Gerutu sang asisten yang meski dia hanyalah asisten Arvin, namun mereka berdua sudah menjadi orang yang sangat dekat, bahkan segala urusan pribadi Arvin diketahui oleh asistennya itu.
Arvin tidak menjawab lagi sampai lift terbuka lalu mereka tiba di depan apartemen dan sang asisten dengan cepat menekan PIN apartemen itu.
Ketika asisten itu berpikir untuk mengantar Arvin masuk rumah, Arvin malah mendorongnya keluar dari kamar, "kau pulanglah, besok tidak perlu bekerja, cari seorang perempuan dan rasakan bagaimana rasanya jatuh cinta!" Tegas Alvin menutup pintu apartemen membuat sang asisten dia mematung di depan pintu.
Dia juga minum beberapa teguk hari ini, namun hanya beberapa saja untuk mencegah dirinya mengalami mabuk karena dia tahu dia harus mengantar bosnya kembali ke apartemen.
Tapi tak menyangka sang bos yang dalam keadaan mabuk pun akan tetap membicarakan masalah cinta dan bahkan terdengar masuk akal.
Meski begitu, sang asisten tetap tenang karena mendapat libur sehari setelah lelah bekerja keras selama 1 bulan di luar negeri.
Sementara Arvin yang berada dalam rumahnya, pria itu langsung berjalan ke kamar sambil melepaskan satu persatu pakaiannya dan membiarkan pakaian-pakaian miliknya terhambur di lantai yang ia lalui menuju kamar.
Clek!
Arvin membuka pintu kamar dan mendapati suasana kamar benar-benar pas untuk langsung tidur Karena hanya ada cahaya remang-remang yang menghiasi kamar itu.
Namun ketika ia semakin mendekat ke ranjang, dia mengerjapkan matanya beberapa kali melihat seorang perempuan cantik tidur di tempat tidur miliknya.
"Siapa,,,," Arvin mendekatkan wajahnya untuk melihat perempuan itu dan mengenalinya sebagai kakak iparnya.
Arvin tersenyum mengejek, dia sudah sering membayangkan ini setiap kali mabuk dan kembali ke rumah, akan membayangkan bertemu dengan Regina, orang yang ia cintai.
Jadi Arvin hanya naik ke tempat tidur dan memeluk perempuan itu seolah-olah memeluk bayangan.
"Ah,,, kali ini terasa begitu nyata," kata Arvin akhirnya menaiki tubuh Regina dan memandangi kecantikan tak terperi yang ada di bawahnya.
Beberapa saat menikmati keindahan wajah Regina yang merupakan mahakarya Tuhan, akhirnya Arvin menundukkan kepalanya dan mencium Regina dengan hati-hati.
Lembut dan hangat, ada rasa kenyal dan rasa manis yang tidak pernah dirasakan sebelumnya membuat Arvin benar-benar terbuai dan akhirnya entah bagaimana, dia benar-benar telah berbuat di luar batasnya.
Dalam mimpi Regina, dia tiba-tiba digerayangi oleh seseorang namun Regina tidak ingin bangun dari mimpi, dia merasa lebih baik terjebak dalam mimpi buruk itu daripada bangun ke dunia nyata merasakan bagaimana suaminya mencintai perempuan lain dan membawa perempuan lain ke rumah pernikahan mereka.
Namun semakin lama Regina menahan mimpi buruk itu, tiba-tiba ada sesuatu yang panas menyeruak untuk masuk ke dalam dirinya, membuatnya menahan rasa sakit dan berpegangan pada sebatang pohon kayu yang terasa hangat di lautan dingin itu.
"Mhhh... Sakkit!" Regina merintih dalam rasa sakitnya sampai akhirnya letusan gunung Merapi terasa begitu menghangatkan di dalam tubuhnya seketika memberikan rasa sejuk yang menenangkan dan kenikmatan yang entah berasal dari mana terus membanjiri seluruh tubuh Regina yang terombang-ambing di lautan dingin dan hanya berpegangan pada sepotong kayu yang terasa hangat.
Mimpi yang luar biasa itu pun segera berlalu dengan cepat dan Regina bisa melanjutkan tidurnya dengan nyaman.
Rasanya kamar yang dari tadi terasa sedikit dingin menjadi lebih hangat, tetapi Regina menikmati kehangatan itu dan memejamkan matanya untuk berharap ada hari yang lebih baik di keesokan harinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!