NovelToon NovelToon

From Nobody To Somebody (Agent Contact Center)

Bab 1 - Sebuah Curhatan

"Kamu kenapa, Kar?" tanya Resti pada sahabatnya bernama Sekar yang sedang melamun.

Keduanya saat ini sedang duduk sambil menikmati minuman jus buah di sebuah mall tepatnya di area food court.

"Sudah dua tahun Res aku kerja di kantorku yang sekarang, tapi gajiku kayaknya jauh di bawah standar. Masa gajiku sampai saat ini cuma dua juta doang. Sedangkan kamu yang sama-sama sarjana ekonomi kayak aku, malah digaji kantormu enam juta. Bukannya aku iri sama gajimu, hanya saja terasa menyesakkan kalau lihat nominal gaji." Sekar pun mulai mengeluarkan unek-uneknya pada Resti, sahabat karibnya sejak kuliah hingga saat ini.

Resti berusaha tidak menyela curhatan Sekar. Dengan senang hati ia mendengarkannya.

"Terus kantormu kasih jatah makan siang. Kantorku boro-boro kasih begituan. Uang makan saja gak ada. Gaji enam juta, jam kerjamu cuma 7 jam. Aku gaji dua juta tapi kerja 9 jam. Ditambah kalau lembur cuma dibayar sama kalimat loyalitas tanpa batas. Mana tiap bulan setengah gajiku untuk keperluan orang rumah," keluh Sekar seraya menghela napas beratnya.

"Tapi kamu sudah jadi pegawai tetap di tempat kerjamu. Kalau aku masih karyawan outsourcing alias kontrak," sahut Resti menimpali curhatan Sekar.

"Tapi gajimu kan besar, Res."

"Semua pekerjaan pasti ada plus minusnya, Kar. Di tempatku sangat susah dan jarang sekali buka pengangkatan untuk menjadi karyawan organik alias tetap. Dominan banyak karyawan yang statusnya kontrak. Bahkan sekelas supervisor saja sebagian ada yang masih pegawai kontrak. Apalagi seorang agen call center kayak aku yang menjadi garda paling bawah," ungkap Resti.

"Tetap saja Res, di mana-mana kerja pasti yang dicari gaji gede. Gaji kecil terus keperluan banyak, gimana cara nombokinnya?" curhat Sekar.

"Sabar, Kar. Tuhan pasti tahu rezeki setiap makhluknya. Yakinlah jika rezeki yang sudah ditakar Tuhan untuk kita tidak akan pernah tertukar," ucap Resti.

Dalam hatinya, Sekar pun mengiyakan ucapan Resti. Dirinya juga meyakini jika rezeki miliknya tidak akan pernah tertukar. Hanya saja saat ini hidup yang ia jalani setelah kuliah tak seindah bayangan dan impiannya.

"Apa kamu mau pindah kerja, Kar?" tanya Resti.

"Boleh, Res. Asal gajinya lumayan, aku mau. Di mana?" sahut Sekar penuh antusias.

"Coba saja kamu melamar kerja ke kantorku. Siapa tahu diterima. Cuma, kamu tahu resikonya kalau di tempatku statusnya pegawai kontrak maka siap-siap gak diperpanjang jika memang pusat melakukan pemangkasan atau pergantian karyawan lama dengan baru. Kasarnya didepak alias dile3peh," ujar Resti.

"Aku coba, Res. Siapa tahu rezekiku memang di sana. Aku lagi pusing banget sama uang. Sebentar saja coba kamu hidup jadi aku. Kalau nggak bun_dir, ya seumur hidup bisa-bisa minum obat anti antidepressant," ujar Sekar yang seakan terdengar frustasi.

"Huss!" tegur Resti. "Pamali atuh omong begitu,"

Sekar dan Resti sudah bersahabat sejak lama tepatnya di bangku perkuliahan. Sekar dan keluarganya asli Malang. Namun semenjak Sekar duduk dibangku SMA, keluarganya pindah untuk menetap di Surabaya.

Sedangkan Resti asli dari Bandung, tapi ia dan orang tuanya berdomisili tinggal di Surabaya cukup lama. Dikarenakan ayahnya seorang anggota TNI AL yang mendapat mutasi tugas di Surabaya.

Dua sahabat itu sama-sama anak bungsu dalam keluarganya. Namun level kehidupannya jauh berbeda. Resti berasal dari keluarga berpunya. Sedangkan Sekar hidup dalam keluarga dengan level ekonomi menengah ke bawah.

Ayah Sekar bernama Pak Tresno sudah pensiun. Di mana seluruh uang pensiunnya sudah diterimanya dan digunakan untuk membiayai awal kuliah Sekar serta kebutuhan hidup lainnya.

Ibu kandung Sekar bernama Nanik. Dahulu ibunya adalah wanita karir. Namun sekarang tak lagi karena terkena PHK. Pabrik tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Kejadian itu tepatnya setahun menjelang Sekar lulus kuliah.

Dahulu Sekar diterima kuliah di perguruan tinggi negeri ternama via jalur PMDK prestasi. Uang pembayaran SPP per semester awalnya menggunakan uang pensiunan sang ayah.

Namun Sekar berhasil meraih beasiswa secara rutin sejak semester tiga hingga lulus kuliah. Alhasil sisanya dibayar dengan beasiswa tersebut.

Sekar Nabila Putri adalah lulusan sarjana ekonomi dengan IPK 3,7 dari salah satu universitas negeri ternama di Pulau Jawa. Pekerjaannya saat ini sebagai tenaga admin di salah satu perusahan kontraktor. Bukan perusahaan besar karena jumlah karyawannya tidak begitu banyak.

☘️☘️

Setelah menikmati jalan-jalan bersama sahabatnya, Sekar mengendarai motor maticnya untuk pulang ke rumah. Jalanan gang sempit ia lalui dan akhirnya tibalah di rumah orang tuanya.

Rumah berlantai satu yang tak seberapa besar, namun dihuni keluarganya secara lengkap. Ada ruang tamu, tiga kamar tidur, dapur dan kamar mandi.

Kamar depan adalah kamar tidur Sekar. Kedua orang tua Sekar tidur di kamar belakang. Kamar tengah adalah kamar kakaknya yang berjenis kela_min laki-laki bernama Fajar Salahudin.

Fajar berstatus sudah menikah dan punya satu orang anak. Kakak ipar Sekar bernama Yuni. Keponakan Sekar bernama Dinda berusia dua tahun.

Setelah memarkirkan motor maticnya, Sekar mengucap salam dan memasuki rumahnya.

"Assalammualaikum," sapa Sekar seraya mencium telapak tangan ayah dan ibunya penuh takzim yang sedang duduk di ruang tamu untuk menonton televisi.

"Waalaikumsalam," jawab ayah dan ibunya.

"Kamu sudah makan, Kar?" tanya Pak Tresno.

"Sudah, Yah."

"Banyak duit kamu, Kar. Sekarang kan masih belum tanggal gajianmu," sahut Bu Nanik.

"Tadi ditraktir makan sama Resti, Bu."

"Alesan kamu! Bagi duitnya dong ke ibu buat bayar arisan," todong Bu Nanik.

Faktanya, memang Resti yang mentraktir Sekar di mall sewaktu mereka berdua jalan-jalan. Sekar sama sekali tak berbohong pada ibunya.

"Bu, Sekar kan baru pulang. Kenapa kamu malah mintain duit mulu!" tegur Pak Tresno.

"Bukannya beberapa hari yang lalu ibu sudah minta uang ke Sekar buat bayar arisan PKK?" Sekar mengingatkan ibunya dengan nada yang baik.

"Itu gak jadi bayar arisan, tapi buat bayar yang lain!" jawab Bu Nanik dengan nada terdengar mulai ketus.

"Buat bayar apa, Bu?" tanya Sekar dengan nada sopan dan juga didera penasaran. "Kan tagihan listrik dan air sudah Sekar bayar," sambungnya.

"Mau tahu saja kamu! Inget, kamu itu masih anak bau kencur. Belum tahu perkara kehidupan rumah tangga. Jangan perhitungan sama ibumu sendiri yang sudah melahirkanmu! Darahku yang menetes sewaktu melahirkanmu, gak akan bisa dibalas dengan harta sebanyak apapun. Paham kamu!" bentak Bu Nanik.

Seketika hati Sekar perih bagai tersayat sembilu. Terluka namun tak berdarah.

Pemandangan dan bentakan seperti ini hampir setiap hari diterima dan dirasakan oleh Sekar terutama sejak tiga tahun terakhir. Semakin parah pada setahun belakangan ini. Dan hal itu dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri bukan orang lain.

Entahlah, apakah ia akan sanggup terus bertahan hidup di dalam rumah orang tuanya yang kondisinya sebenarnya sudah tak baik-baik saja ?

Bersambung...

🍁🍁🍁

*PMDK adalah singkatan dari Penelusuran Minat dan Kemampuan, yaitu jalur penerimaan mahasiswa baru berdasarkan prestasi dan minat bakat. Jalur ini diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

*food court : tempat makan yang terdiri dari gerai-gerai makanan yang menawarkan aneka menu yang variatif.

*supervisor : jabatan dalam perusahaan yang bertugas mengawasi dan mengelola kinerja karyawan yang berada di bawah naungannya (bawahan).

Bab 2 - Depresi

Setelah lulus kuliah dua tahun yang lalu, Sekar sudah mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan. Namun mendapat pekerjaan yang diinginkan sesuai jalur pendidikannya, tak semudah bayangannya ketika masih kuliah.

Banyak persaingan dan tentunya tahapan yang dilalui dari awal hingga diterima bekerja, setiap perusahaan menerapkan sistem berbeda-beda. Lamaran yang dilayangkan Sekar ada yang diterima dengan gaji kecil. Namun ada juga yang diterima dengan gaji lumayan, tetapi penempatan di luar Pulau Jawa. Sang ayah tak merestuinya.

"Ayah belum ridho, kamu pergi jauh Kar. Carilah kerja di sini-sini saja. Kalau ke luar Jawa terlalu jauh, Nak. Ayah khawatir," pinta Pak Tresno kala itu.

Pak Tresno ingin Sekar bekerja tak jauh dari kota tempat tinggal mereka. Sebagai seorang ayah, ada kekhawatiran dalam hatinya dan belum rela melepas Sekar pergi jauh hanya untuk sebuah pekerjaan. Dikarenakan Sekar adalah anak perempuannya.

Terlebih banyak hal yang terjadi di pemberitaan luar sana di mana muda-mudi memiliki hubungan yang melebihi batas pacaran hingga hamil di luar nikah. Bahkan ada yang menjadi korban tindak pemerko_saan.

Hingga detik ini, Sekar memang tidak punya pacar. Dahulu pernah sekali pacaran sewaktu SMA, namun putus karena lelaki itu harus melanjutkan kuliah ke Jakarta.

Sekar yang meminta putus karena ia tak sanggup menjalani hubungan LDR an. Setelah itu, Sekar hanya ingin fokus kuliah hingga lulus. Dia tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.

Sekar termasuk pribadi yang mudah bergaul walaupun sedikit introvert terutama hal pribadi. Ada beberapa teman laki-lakinya baik yang satu kampus maupun beda kampus, yang sebenarnya menyukai Sekar. Akan tetapi, Sekar menolak secara halus dan meminta untuk berteman saja.

Akhirnya Sekar menerima pekerjaan sebagai tenaga admin di perusahaan kontraktor yang tidak begitu besar di Surabaya dengan gaji dua juta per bulan.

Sekar tak pantang menyerah. Ia pernah mencoba peruntungan mengikuti tes CPNS serta lowongan kerja di beberapa BUMN. Namun belum berhasil juga. Impiannya hingga detik ini masih belum juga terwujud.

Sekar ingin sekali menjadi seorang akuntan yang sukses. Setiap sujudnya ia terus berdoa agar impiannya tersebut bisa terwujud dengan baik. Setiap melewati masjid, tak lupa ia menyisihkan sebagian uangnya untuk dimasukkan ke dalam kotak amal masjid.

Sedekah di saat lapang itu biasa. Namun sedekah di saat sempit, itu luar biasa.

Sekar ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Bahkan ia bercita-cita mengumpulkan uang sebanyak mungkin dalam tabungannya agar bisa memberangkatkan kedua orang tuanya ke Tanah Suci.

Kembali ke masa sekarang.

Sekar akhirnya memilih untuk masuk ke dalam kamarnya dengan hati yang sedih. Bu Nanik sudah tak mengomeli anak bungsunya itu karena Sekar memberikannya uang untuk membayar arisan. Padahal uang itu ia sisihkan untuk jatah makan siangnya di kantor selama seminggu ke depan.

Sekar terkadang membawa bekal sendiri dari rumah ala kadarnya. Bekal itu ia siapkan sendiri. Seringnya berisi nasi putih dengan tahu atau tempe goreng satu potong. Kadang hanya mie goreng instan saja. Jika tidak, ia akan membeli nasi bungkus harga lima ribu rupiah di warung dekat kantornya.

"Bu, uang Sekar yang lalu buat apa?" tanya Pak Tresno yang masih didera penasaran.

"Ya buat makan, Pak!" jawabnya dengan nada ketus.

"Sekar kan sudah kasih uang belanja satu juta. Dari sisa pensiunku juga, aku selalu rutin kasih uang belanja ke ibu lima ratus ribu tiap bulan. Masih kurang, Bu?"

"Ya masih kurang, Pak. Harga-harga kebutuhan di pasar sekarang ini pada mahal. Uang segitu gak sampai sebulan ya sudah habis,"

"Uang dari hasil dagangan elpijiku dan ibu yang jual gorengan setiap hari, apa masih gak cukup?"

"Tetap saja gak cukup!"

"Setiap hari kan gorengan kita juga habis," ujar Pak Tresno.

"Bapak cerewet banget sih! Pokoknya uang semuanya yang ibu terima tiap bulan itu gak cukup untuk kebutuhan orang serumah ini, Pak!" bentak Bu Nanik pada sang suami.

"Fajar dan istrinya kan kerja. Apa tiap bulan mereka gak kasih uang ke ibu buat belanja?"

"Ya, ngasih."

"Apa mereka kasih uang lebih dari yang Sekar beri untuk ibu?"

Bu Nanik mendadak terdiam dan tak mampu menjawabnya.

"Bu," panggil Pak Tresno.

"Sudah ah! Bapak gak perlu banyak tanya. Bikin pusing ibu saja!" ketus Bu Nanik yang memilih berdiri dari tempat duduknya kemudian berlalu menuju kamarnya yang ada di belakang.

Pak Tresno hanya bisa menghela napas beratnya melihat kelakuan sang istri yang selalu membeda-bedakan perlakuan terhadap Sekar dan Fajar. Padahal keduanya notebene adalah anak kandung mereka, bukan anak angkat atau anak tiri.

Fajar bekerja sebagai sopir di salah satu distributor kertas. Sedangkan kakak ipar Sekar bernama Yuni bekerja di pabrik roti bagian packing atau pengemasan yang lokasinya tak jauh dari rumah mertuanya itu.

Di dalam kamarnya, Sekar hanya bisa merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menangis tanpa suara. Air matanya menetes hingga membasahi sprei bantalnya. Lalu, ia menyeka air matanya sejenak. Kemudian tangannya membuka laci kecil di samping ranjangnya dan mengambil sesuatu di dalamnya.

Sekar memandangi sebuah botol obat dari dokter atau psikiater yang pernah ia datangi dua bulan lalu. Botol berwarna putih dan tertera tulisan antidepressant. Ya, itu adalah obat untuk menangani depresi.

Walaupun tingkat depresi yang yang dialami Sekar masih terbilang ringan, dokter tetap memberikan obat tersebut dengan dosis kecil hanya untuk berjaga-jaga. Sang dokter menyarankan pada Sekar untuk tidak terlalu sering mengonsumsi obat tersebut walaupun dalam kondisi depresi tengah menderanya.

"Teruslah berpikir positif dan melakukan banyak kegiatan aktif di luar rumah baik bekerja maupun yang lain. Jika tak mampu membendungnya sendirian, maka luapkan dan ceritakan isi hatimu pada keluarga yang kamu percaya atau orang lain misal teman."

Itulah ucapan dua bulan yang lalu ketika pertama kali Sekar memeriksakan diri. Awalnya ia tak ingin pergi ke dokter kejiwaan atau psikiater karena ia bukan orang gila. Datang ke apotek meminta obat penenang juga ditolak oleh petugas karena tak punya resep dokter.

Alhasil setelah menimbang sekian lama, Sekar datang ke psikiater yang ia temukan setelah mencarinya secara mandiri di medsos. Tak ada satu pun orang yang tahu jika Sekar mengalami depresi. Sekar menutupi semua itu dari teman dan keluarganya.

Sebenarnya seminggu yang lalu, Sekar memiliki jadwal konsultasi ke psikiater tersebut. Namun karena tak punya cukup uang, Sekar memutuskan tak datang. Obatnya juga masih cukup banyak karena memang dirinya jarang meminumnya. Dirinya hanya minum sesekali jika sudah merasa tak kuat.

Keluarga seharusnya bisa memberikan kebahagiaan dan kenyamanan. Namun bahagia itu berubah di beberapa tahun terakhir ini sehingga perlahan menyebabkan Sekar mulai mengalami depresi.

Pernah terbesit dalam hatinya, ingin kembali ke masa anak-anak. Hidup tanpa beban di mana hanya sekolah dan belajar. Akan tetapi, ia sadar jika memang ini lah kehidupan yang sebenarnya. Mau tak mau harus dijalaninya.

"Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant." Batin Sekar.

Tangannya membuka tutup botol obat itu. Seketika...

Bersambung...

🍁🍁🍁

Warning :

*Jika ngomel atau marah, ke tokohnya ya. Dilarang ke othor solehot. Hatiku setipis tisu mudah ambyar. 😷

Bab 3 - Panggilan Interview

"Hiks...hiks...hiks..." Sekar mengurungkan niatnya menelan butiran obat anti depresan itu. Ia pun menangis tersedu-sedu dengan menelung_kupkan wajahnya pada bantal yang sebelumnya sudah basah oleh air matanya.

Sekar terus teringat nasehat psikiaternya dan semangat yang diberikan Resti, sahabatnya. Walaupun Resti tak tahu permasalahan hidup Sekar. Akhirnya obat itu pun dimasukkan Sekar kembali ke dalam laci dan tak lupa dikuncinya.

Keesokan harinya.

Saat akan berangkat kerja, Sekar melihat meja makan yang sudah kosong mel0mpong. Hanya tersisa nasi putih saja. Sayur dan lauk sudah habis semua.

"Oh ya, di kulkas kan aku nyimpen s0sis. Aku goreng ah. Lumayan makan nasi putih sama s0sis," gumam Sekar.

Kriett...

Pintu kulkas dibuka Sekar. Betapa terkejutnya ia tak melihat satu pack s0sis yang dibelinya seminggu yang lalu dan belum dimasaknya sama sekali.

"Loh kok gak ada s0sisku. Ke mana ya?"

Tiba-tiba...

"Kamu cari apa di kulkas?" tanya Bu Nanik yang ada di belakang tubuhnya sambil menggendong Dinda, keponakan Sekar yang masih batita. Otomatis Sekar menoleh ke belakang.

"Aku lagi cari s0sis, Bu. Kok gak ada ya? Padahal aku belum pakai,"

"Sudah ibu masak," jawab Bu Nanik.

"Kapan, Bu?"

"Ya tiap hari sudah ibu masak buat bekal abangmu sama nyuapin Dinda buat lauk makan," jawab Bu Nanik.

"Jumlah s0sis itu kan banyak, Bu. Ada tiga puluh biji lebih kalau gak salah. Masa gak ada sisa satu pun untukku," cicit Sekar lirih dengan nada sendu.

"Jadi kamu perhitungan sama ibumu sendiri!" pekik Bu Nanik tak terima.

"Bukan begitu, Bu."

"Yang makan abangmu sama keponakanmu sendiri. Bukan tetanggamu!" bentak Bu Nanik.

Oek...oek...oek...

Akibat suara Bu Nanik yang cukup keras, alhasil Dinda pun menangis. Bu Nanik berusaha menepuk-nepuk b0kong Dinda serta mengayunkan cucunya itu agar tangisannya reda.

"Mentang-mentang kamu sudah kerja, main perhitungan sama keluargamu sendiri. Kamu bisa kuliah juga berkat siapa, kalau bukan karena orang tuamu!"

"Maafin Sekar, Bu." Sekar tulus meminta maaf. Dirinya sama sekali tak bermaksud untuk perhitungan dengan keluarganya.

"Lepasin kalungmu!" titah Bu Nanik tiba-tiba.

"Hah, kalungku kenapa Bu?" Sekar seketika bingung seraya telapak tangannya refleks menyentuh kalung emas yang berada di lehernya.

"Kalung itu ibu yang beli waktu kamu masih SD. Cepat lepasin dan kembalikan padaku!"

Seketika hati Sekar pun merasa dihujam perih tak kasat mata. Perkara sepele menanyakan keberadaan s0sis miliknya, kini sang ibu meminta kalung emas penuh kenangan sejak kecil tersebut.

Akhirnya Sekar pun melepas kalung itu dan diberikan pada ibunya. Sekar tak ingin semakin memperkeruh suasana.

Padahal faktanya, memang kalung emas dengan berat sekitar 5 gram tersebut dibeli oleh Bu Nanik sebagai hadiah ulang tahun Sekar yang ke-7 tahun. Akan tetapi dua tahun yang lalu, kalung itu digadaikan oleh Bu Nanik ke pegadaian. Uang hasil gadai kalung entah dibuat apa oleh ibunya. Sekar pun tak tahu.

Setiap empat bulan sekali, Sekar yang membayar bunganya ke pegadaian. Setelah menyisihkan rupiah demi rupiah setiap bulan dari gajinya, Sekar akhirnya berhasil menebus kalung tersebut sekitar sebulan yang lalu. Namun baru ia pakai sebulan, kalung itu sudah diminta lagi oleh ibunya.

Sekar akhirnya berangkat kerja tanpa membawa bekal apapun. Sepanjang perjalanan menuju kantornya, Sekar terus memberikan semangat dalam dirinya. Dikarenakan mood yang jelek akan merusak harinya di kantor di mana seabrek pekerjaan tengah menantinya.

☘️☘️

"Ah, akhirnya bisa bayar utangku."

Bu Nanik bernapas lega setelah berhasil mendapatkan kalung emas dari Sekar. Ia segera pergi ke toko emas untuk menjualnya. Bu Nanik mendapatkan uang sebesar dua juta tiga ratus ribu rupiah dari penjualan kalung emas tersebut.

Setelah dari toko emas, Bu nanik menuju ke rumah rentenir yang ada di gang sebelah. Ia pun membayarkan cicilan utangnya.

"Buruan kamu bayar sisa utangmu, Nik. Masa cuma bayar bunga terus. Kapan pokoknya lunas?" tegur si rentenir bernama Bu Denok.

"Segera Bu Denok. Maaf kalau saya bayarnya agak lama," jawab Bu Nanik.

Ya, Bu Nanik diam-diam punya hutang di rentenir senilai sepuluh juta rupiah sejak dua tahun yang lalu ketika Sekar baru saja lulus kuliah. Hutang tersebut bukan untuk keperluan Sekar.

Akan tetapi, untuk membelikan Fajar motor bekas senilai tujuh juta rupiah. Motor itu dipakai Yuni bekerja karena Fajar sudah punya motor. Sisanya tiga juta rupiah digunakan membiayai persalinan Yuni. Tak ada keluarganya yang tahu jika uang tersebut dari hutang ke rentenir, termasuk Fajar dan Yuni.

"Ya sudah, aku tunggu. Kalau gak segera kamu bayar-bayar, nanti aku adukan ke suamimu. Sudah enak hutang tanpa jaminan, eh gak sadar diri buat dilunasin. Anak-anak sama mantumu kan kerja semua. Minta sana sama mereka!" desis Bu Denok yang memang terkenal sebagai rentenir di daerah tempat tinggal Sekar.

"Saya permisi dulu Bu Denok, mau lihat warung gorenganku. Kasihan bapaknya anak-anak di sana sendirian," ucap Bu Nanik memilih segera berpamitan karena dia juga malas berlama-lama di rumah rentenir tersebut.

"Hem,"

☘️☘️

Sedangkan di kantor ketika jam makan siang tiba, Sekar hanya bisa menahan lapar di perutnya. Uangnya sudah menipis hanya untuk beli bensin sampai tanggal gajian tiba yakni seminggu lagi.

Uang makan jatah seminggu ini sudah diambil ibunya kemarin. Sekar memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya daripada berdiam diri menahan lapar. Hanya air putih saja yang menjadi isi perutnya.

"Loh kamu gak makan siang, Kar?" tanya Lia, teman kerjanya.

"Aku sudah sarapan tadi di rumah. Jadi pengen kelarin kerjaan biar gak numpuk," jawab Sekar terpaksa berbohong.

"Kerja ya kerja. Makan ya makan. Jangan terlalu diforsir, nanti sakit. Kerjaan gak akan ada habisnya. Ini aku ada sepotong sandwich. Kamu makan gih. Aku udah kenyang soalnya. Tadi bawanya kebanyakan. Hehe..." ucap Lia seraya menyodorkan sepotong sandwich pada Sekar.

"Beneran nih kamu udah kenyang?"

"Iya, buruan makan. Nanti jam istirahat keburu habis," desak Lia.

"Makasih ya, Lia. Pamali nolak rezeki. Jadi roti ini aku terima ya," ucap Sekar.

"Iya. Aku ikhlas kok. Daripada kamu pingsan atau sakit, nanti malah aku yang repot karena harus ngerjakan bagian tugas-tugasmu."

"Hehe..." Sekar pun terkekeh di depan Lia sambil menerima sandwich tersebut. Lalu, Sekar pun memakan roti itu hingga tandas.

"Alhamdulilah," batin Sekar berucap syukur atas nikmat rezeki tak terduga dari Sang Pencipta siang ini hingga perutnya tak jadi kosong.

☘️☘️

Sebulan berlalu.

Sore hari ketika Sekar akan pulang, ia membereskan meja kerjanya. Ruangan kerjanya sudah terlihat sepi. Hanya ada Sekar sendirian di sana. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada sebuah email yang masuk.

Sekar pun membuka, lalu membacanya. Tak lama senyuman terbit di wajahnya. Ternyata email tersebut berisi panggilan interview untuknya dari kantor Resti.

Sejak sebulan yang lalu dirinya memang sudah mengirimkan lamaran ke kantor Resti sesuai saran sahabatnya itu. Dikarenakan kantor Resti membuka informasi lowongan secara internal dahulu. Jika tak mendapat kandidat karyawan baru yang cocok sesuai standar mereka, biasanya akan dibuka lowongan secara terbuka untuk umum.

Setelah menunggu sebulan ini, akhirnya ada secercah harapan yang datang padanya.

"Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya aku dapat interview ini. Semangat Sekar saatnya kamu mengubah nasibmu," gumamnya berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Namun saat akan keluar dari ruangan kerjanya, langkah kaki Sekar mendadak terhenti. Ia tengah bingung akan sesuatu hal yang penting.

"Aku kasih alasan apa ya ke bos karena gak masuk kerja besok?" batinnya.

Bersambung...

🍁🍁🍁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!