NovelToon NovelToon

Vivian: Perempuan Di Ujung Harapan

Bab 1-Pacar Red Flag

"Yang, Tunggu!" teriak seorang pemuda dari lorong sekolah itu.

Bukannya perduli orang yang di panggil tersebut tidak melirik sama sekali, dan memilih melanjutkan jalannya kearah gerbang sekolah. Seolah tak ingin berhubungan apapun dengan orang yang memanggilnya itu.

Pemuda itu berlari, dan berteriak kembali, “Vivian, berhenti. Kalo nggak, lo abis sama gue!”

Ya, perempuan tersebut bernama Vivian. Gadis yang baru saja menduduki bangku kelas 9 SMP itu terpaksa berhenti, dan berbalik dengan menunjukkan wajah dinginnya kearah sumber suara yang memanggilnya tadi.

“Maksud lo apa Sel?” tanya Vivian dengan ekspresi yang sangat datar.

“Udah gue bilang, gue nggak mau lagi berhubungan dengan lo, gue capek Aksel, gue capek. Ngerti nggak sih lo!” lanjut Vivian dengan ngegas tanpa peduli orang disekitarnya yang mungkin penasaran apa yang terjadi, tapi tetap melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.

“Maksud kamu apa sayang?” tanya Aksel yang sudah ada dihadapannya dan sedikit mencondongkan kepalanya seolah berbisik dengan nada mengancam.

Aksel meraih tangan Vivian dan menggenggamnya dengan kuat, segera beranjak meninggalkan sekolah. Motor Aksel melaju kencang, mereka menuju kontrakan dimana Aksel itu tinggal. Ya mereka sudah sering sekali berduaan di kontrakan ini. Sejak mereka baru duduk di kelas 8 SMP, mereka sudah menjalin hubungan sudah satu tahun lebih jika di hitung hingga hari ini.

Tidak peduli Vivian akan memberontak, seorang Aksel tidak akan melepaskan Vivian begitu saja. Vivian yang sudah hafal tabiat sang kekasih itu, kali ini dia memilih diam membisu, seolah tak peduli lagi apa yang terjadi kedepannya, mungkin Ini adalah titik lelahnya Vivian menghadapi Aksel yang sangat posesif dan obsesi kepada dirinya.

Bruugh…

Duugh…

Suara pintu di hempaskan dan Vivian pun di seret ke kamar, dan terhempas di kasur empuk milik Aksel.

“Apa maksud lo ha? Lo mau gue kasar sama lo. Jangan pancing kesabaran aku sayang!” bentak Aksel mulai mendekat kearah Vivian yang sudah meringis kesakitan karena tangan dan kakinya sudah di ikat oleh Aksel, mulut Vivian pun sudah ia sumpal. Air mata Vivian pun mulai menetes.

“Mau lo apa sayang? Gue dah bilang lo nggak bakalan bisa ninggalin gue gitu aja sayang…” ujar Aksel dengan suara beratnya, dengan membelai pipi mulus Vivian.

“Aku sudah menahan dan sangat sabar menahan semua ini. Tapi kamu sudah seenaknya ingin mencampakkanku. Itu sangat mustahil untuk kau lakukan sayang” ujar Aksel sambil membelai dan perlahan membuka sumpalan yang ada di mulut Vivian.

Buaah…

Haaahh…

Hah—Hh…

Isssh…

Vivian mulai mengambil nafasnya dalam, dan mulai meringis kesakitan.

"Aksel… Aku mohon jangan seperti ini, aku capek Sel. Pliss lupakan dan lepaskan aku…” ucap Vivian lirih dengan sorot mata mengiba.

“Gaak, nggak sayang… itu tidak akan pernah terjadi. Aku nggak bisa hidup tanpamu sayang…” ujar Aksel sedikit melunak.

“Kamu tau, semua yang aku lakukan selama ini untukmu itu, demi kebaikan hubungan kita berdua sayang. Percayalah…” lanjut Aksel sambil mendudukkan Vivian, tanpa melepaskan ikatannya.

“Tapi ngga gini caranya Sel, nggak gini…” jawab Vivian sudah menangis tak terbendung.

“Ka—kamu tau, selama ini aku cukup tertekan dengan hubungan kita, bahkan orang tuaku pun tidak tau tentang hubungan yang kita jalin selama ini. Walaupun masih batas wajar kita menjalaninya. Sekarang kamu mau mempertahankan hubungan ini? Apa kamu sadar jika selama ini bukan cinta yang kamu berikan, melainkan obsesimu terhadapku. Bodohnya aku masih percaya dengan rayuan manismu, walau kamu sering menyakitiku” ujar Vivian, mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini yang ia pendam.

“Jadi, ku mohon padamu. Tolong jangan siksa aku untuk lebih lama lagi, aku sudah ngga sanggup Sel. Kumohon…” lanjut Vivian.

Aksel yang sedari tadi diam masih dikuasai bara emosi yang tak terkendali. Ia berusaha meredam emosinya. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk mebersihkan diri, membiarkan Vivian di kasur itu dengan keadaan tangan dan kaki masih terikat.

Sejak apa yang ia lihat di sekolah tadi dan bagaimana Vivian membela pria lain di hadapannya. Sungguh saat ini Aksel ingin membunuh pria itu, yang merupakan ketua osis di sekolahnya bernama Dandi.

Sebenarnya akal dari masalah ini, berawal Aksel cemburu buta terhadap interaksi Dandi dan Vivian di ruang osis. Vivian yang merupakan sekretaris osis memang akan selalu berhubungan dengan organisasi tersebut. Aksel yang memang sedari awal tidak ingin pacarnya itu berdekatan dengan pria manapun, serta menentang Vivian untuk ikut menjadi anggota dari organisasi sekolah tersebut.

Alhasil, Vivian yang bersikeras dan lebih mendengarkan nasehat orang tua tetap bergabung. Sejak saat itu hubungan mereka berdua tidak sehat, Aksel sering marah-marah dan membentak Vivian. Selain itu fisik pun, tak luput dari aksel, aksel sering memukul dan melakukan pelecehan tapi masih belum sampai tahap mengambil kegadisan Vivian.

Vivian yang sudah dibutakan oleh cinta, hanya bisa pasrah dan bersabar. Lagian kabur pun Aksel akan tetap tak akan melepasnya. Sebegitu obsesinya seorang Aksel terhadap Vivian.

-----

Awal terjalinnya hubungan mereka berdua, Aksel adalah seorang pemuda lembut dan pengertian. Aksel juga merupakan anak yang berprestasi baik itu dari segi akademik maupun non akademik. Vivian awalnya merasa akan menjadi kolaborasi sangat bagus jika mereka berdua menjalin hubungan.

Mimpi indah tersebut tidak bertahan lama, Aksel mulai menunjukkan sisinya yang lain dan menunjukkan kepemilikannya kepada semua orang, bahwa Vivian itu adalah miliknya seorang. Vivian selalu menjadi sasaran amukan Aksel jika cemburu buta, dalam benak Aksel tidak ada boleh seorang lelaki pun yang boleh dekat dengan sang kekasih, bahkan seujung kuku pun tak boleh menyentuh Vivian.

Banyak sekali Aksel melakukan kesalahan yang bahkan dia sendiri tidak sadar bahwa dirinya, tidak waras. Bagaimana tidak, Vivian terkena amukannya baik itu secara verbal maupun non verbal. Sungguh mental Vivian saat ini sudah terganggu.

‘Flashback On’

Di ruang osis

Vivian dengan rekan-rekannya sesama osis, tengah berbincang, kebetulan posisi Vivian dan Dandi berdekatan. Terutama Aksel yang sejak memantau sudah was-was sang kekasih akan berinteraksi dengan laki-laki lain. Benar saja, saat Vivian sedikit melakukan lelucon dan diikuti tawa rekan-rekan disana, debu yang ntah dari mana masuk ke mata Vivian.

Vivian yang tidak bisa melihat, dan rekan lain tengah sibuk. Dandi sang ketua osis pun mengajukan diri untuk membantu Vivian, meniupkan mata Vivian. Aksel menyaksikan adegan tersebut seolah Vivian dan Aksel berciuman. Padahal hal tersebut tidak terjadi, dan ruangan tersebut juga ada CCTV nya jadi mereka tidak akan berbuat tidak senonoh dan mereka ada contoh bagi murid-murid lainnya.

Aksel yang sudah sedari tadi uring-uringan, menghampiri Dandi dan menonjok pipi Dandi hingga sudut bibir Dandi berdarah.

“Aksel, kamu apa-apaan siih!” teriak Vivian…

Bab 2-Cemburu Buta atau Gila?

Aksel yang sudah sedari tadi uring-uringan, tidak tahan. Kemudian menghampiri Dandi dan menonjok pipi Dandi hingga sudut bibir Dandi berdarah. Darah Aksel mendidih, sorot mata yang sangat tajam menunjukkan bahwa ia sudah terlalu emosi melihat kejadian tadi.

Buugh...

“Aksel, kamu apa-apaan siih!” teriak Vivian, ia terkejut atas tindakan yang Aksel lakukan kali ini.

Buugh...

Buugh...

Buugh...

Pukulan terus Aksel layangkan ke Dandi, Dandi hanya bisa menangkis dan meringis kesakitan menahan pukulan itu.

“Cukup Aksel!” teriak Vivian kembali, segera menghampiri keduanya dan melindungi Dandi bertamengkan tubuhnya

Iiiish...

Dandi meringis sambil mengelap sudut bibirnya yang robek itu.

"Dan, lo nggak papa kan, ayo kita ke UKS" tanya Vivian lalu beranjak dari ruangan tersebut menuju UKS.

Aksel memang teramat sangat kesal dan benci melihat pemandangan itu. Terutama Vivian yang sangat kentara membela Dandi yang bukan siapa-siapa baginya, begitulah pikiran Aksel saat ini.

Greep… (tangan Vivian ditahan oleh Aksel)

“Ck… Kamu apa-apaan sih sayang, jangan bawa dia, biarin aja dia begitu…”ucapnya lirih menatap Vivian.

“Lepasin apaan sih lo? Ini semua gara-gara lo, lo emang gila. Nyesal gue sudah menaruh hati pada lo selama ini.” ujar Vivian dan melepaskan genggaman tersebut.

Degh…

Kata-kata yang dilontarkan oleh Vivian saat itu, bagai luka tak berdarah menghantam relung hati Aksel saat ini. Genggaman tangan tadi memang sudah terlepas, akan tetapi Aksel masih menghalang jalan Vivian yang sedang memapah Dandi. Aksel melihat tersebut berusaha menahan emosi yang kapan saja bisa, membunuh pria tersebut.

“Ngapain lagi? Minggir lo.” Ucap Vivian kembali dan melangkah menuju UKS.

____

Selama kejadian tadi tak sedikit siswa-siswa melihat itu. Mereka sangat penasaran dengan apa yang terjadi, bagaimana tidak. Mereka terlihat seperti adegan cinta segitiga, padahal memang seperti itu, tapi diantaan mereka Vivian masih menyangkal hal ini.

Kisah ketua osis, kapten basket dan primadona sekolah, kini menjadi trending topic di kalangan sekolah termasuk guru-guru mereka. Tapi atas apa yang telah di lakukan oleh Aksel, guru tidak pernah sama sekali menegur atau memberikan sangsi. Sebab Aksel selain posisinya anak pemilik sekolah itu, dia juga murid yang sangat berprestasi. Sangat disayangkan jika, Aksel mendapat masalah yang akan berdampak pada reputasi sekolah.

Di ruang UKS

“Iiish… sakit banget, pelan-pelan Vi…” ujar Dandi meringis, saat Vivian memberi obat ke bibirnya.

“Ups, maaf Dan. Tapi gue usahakan pelan-pelan kok…” jawab Vivian sambil mengoleskan obat tersebut, dengan ekspresi kecut seolah merasakan sakit yang di rasakan oleh Dandi.

Di luar ruangan tersebut, Aksel masih saja mengikuti keduanya. Walaupun hatinya sedang tidak baik-baik saja. Bukan sekali, atau dua kali. Ini berkali-kali Aksel lakukan kesalahan yang sama, yaitu menghakimi orang tanpa bertanya terlebih dahulu. Aksel sama sekali tidak percaya apa yang dikatakan oleh orang lain. Aksel masih berpegang teguh pada egonya. Keras kepala, mau menang sendiri ini adalah julukan yang cocok untuk Aksel.

Tak berselang lama, akhirnya Vivian selesai melakukan tugasnya. Oh ya Vivian juga ketua dari ruangan ini, dia terpilih menjadi pengelola ini oleh guru pembinanya. Vivian pun segera membantu Dandi, dan meminta maaf dengan tulus atas apa yang menimpa Dandi saat ini. Semua gara-gara dia, berapa banyak lagi orang yang harus menjadi korban Aksel seperti ini.

“Dan… maaf atas semua yang menimpa lo. Gue nggak tau harus gimana lagi meminta maaf dari lo. Semua ini gara-gara gue, akibatnya Aksel mengamuk karna cemburu buta…” ucap Vivian lirih sambil menunduk, menangkupkan kedua tangannya.

“Udah nggak usah berlebih kayak gitu, lagian ngapain lo minta maaf. Ini semua gara-gara Aksel brengsek itu, benyok sudah muka gue. Berkurang sedikit kadar ketampanan gue.” ucap Dandi yang penuh gurauan. Bermaksud menghibur Vivian, tapi yang dihibur hanya diam saja.

“Ups, sorry gue terlalu banyak bicara hehe, aww… aduuh…” lanjut Dandi dan masih meringis akibat dia tertawa, menyebabkan ngilu di robekan lukanya.

“Yaudah lo istirahat ya, masalah rapat tadi kita pending dulu sampai lo benar-benar fit lagi. Gue cabut dulu ya, tenang UKS ini aman kok. Byeee” ucap Vivian akhirnya segera meninggalkan Dandi seorang di ruang perawatan itu.

Di luar ruangan, tepatnya di balik pintu Aksel sudah menatap tajam ke Vivian. Segera Aksel menariknya ke ruang olahraga, yang kebetulan kosong hari ini. Ruangan ini diurus oleh Aksel sendiri sebagai ketua dan kapten tim basket mereka.

Ceklek…

Pintu pun Aksel kunci, mereka hanya berdia dan mereka memang butuh privasi.

Vivian yang sedari tadi menahan amarah mulai melontarkan kalimat dengan keras.

“Apa-apaan lo tadi hah!” bentak Vivian sambil menarik paksa tangannya yang ada di genggaman Aksel.

“Maksud kamu apa, apanya?” Aksel sudah menjadi pura-pura amnesia. Tidak mau tau apa yang sudah terjadi.

“Jangan kamu pura-pura bodoh Sel, udah berapa kali gue bilang lo kalo ada masalah tolong bicarakan baik-baik. Bukan main pukul anak orang, lo paham nggak sih bahasa manusia?” amuk Vivian yang sudah kelewat batas.

“Hei… maksud lo apa haa, gue binatang gitu?” Aksel kembali mode buas kembali mendekat dan menyudutkan Vivian diruangan itu.

“Ya intropeksi aja sendiri, lagian ngapain lo dekat-dekat gini sih?” Vivian berusaha mendorong bobot Aksel yang besar itu, tapi tidak bisa.

Greep…

Aksel mengunci tangan Vivian ke atas, Vivian mulai berontak.

“An**g lo ya, gue bilang baik-baik lo yang nggak dengar! Gue dah bilang sebelumnya juga apapun yang terjadi gue ngga mau tau, lo sendiri ambil pilihan itu, jadi lo harus terima apa yang terjadi, tanpa menyesalinya…” ucap Aksel mulai suara beratnya.

Aksel mulai melancarkan aksinya membuka kain yang membungkus tubuh Vivian. Tangan besarnya mulai menari mengiringi alunan melodi yang tidak kedengan musiknya. Vivian sudah berusaha lepas akhirnya pasrah, daripada dia harus menerima yang lebih dari itu.

Iiish (Vivian mulai meringis, air matanya mulai mengalir)

Aksel menikmati semua itu,  memberi pelajaran untuk Vivian dan membuat tanda kepemilikannya di tubuh Vivian.

“An**g lo Aksel!” raung Vivian yang sudah tidak tahan lagi.

Plaak…

Plaak…

Plaak…

Merah-merah sudah pipi dan tubuh Vivian, akibat tamparan dari Aksel

“Apa? sakit ya sayang? lagian lo itu, udah gue larang kenapa masih ngotot sih! hmm?” ucap Aksel yang menyeringai menikmati wajah Vivian yang menahan sakit, sambil mencengkram pipi mulus Vivian sehingga menjadi mengerucut bibirnya itu. Kemudian melahap bibir tersebut dengan kasar.

Hmm…

Hmmh…

Vivian sudah mulai kehabisan nafasnya

Duugh…

Duugh…

Kembali Vivian memukul dada bidang Aksel untuk segera melepaskannya.

Aksel sendiri tidak terganggu, memang itulah tujuannya. Membuat Vivian kehabisan nafas, benar saja Vivian limbung hampir setengah sadar.

Ctaak…

Ctaak…

Pintu mulai dibuka kuncinya dari luar, secepat kilat Aksel bersembunyi dan merapikan penampilan mereka.

Terlihat beberapa murid memasukan logistik olahraga kedalam dan merapikannya. Setelah selesai mereka pun kembali menutup dan mengunci pintu tersebut. Aksel yang sedari tadi membekap Vivian akhirnya melepaskannya.

“Aksel, kali ini lo keterlaluan. Gue nggak bisa memaafkan lo kali ini. Maaf gue nggak bisa berlanjut lebih lama dalam hubungan ini…” putus Vivian final.

Deegh…

Bab 3-Putus, menyisakan Mimpi buruk.

Masik di ruang Olahraga

Selesai mereka membereskan peralatan olahraga mereka, pintu kembali tertutup. Aksel yang sedari tadi membekap Vivian mulai melepaskan Vivian dari cengkramannnya.

Sudah dirasa aman Aksel bergerak kembali membuka pintu tersebut. Sebelum mereka keluar Vivian sedari tadi hanya diam dan penuh kekesalan yang luar biasa, akhirnya buka suara.

“Aksel, kali ini lo keterlaluan. Gue nggak bisa memaafkan lo kali ini. Maaf gue nggak bisa berlanjut lebih lama dalam hubungan ini…” putus Vivian final.

Deegh… Bagai hantaman palu besar mengenai dada Aksel, ia menggeleng lemah dan menggenggam tangan Vivian.

"Apa maksudnya Vi? Yang aku Lakukan semua hanya untukmu Vi, aku takut... Takut kamu pergi meninggalkan aku Vi..." ucap Aksel lemah.

Vivian melepaskan genggaman tersebut, "Dan kamu... kamulah yang membuat aku memutuskan hal ini. Kamu tau setiap yang kamu lakukan itu, membuat aku, aku merasa tercekik tak bisa bernafas seperti biasanya. Selama ini aku tetap bertahan, tapi akhirnya aku menyerah. Menyerah pada hubungan ini. Maaf Aksel kita putus, mari saling melupakan, menjadi teman seperti biasanya. Kita raih cita-cita dahulu, kalo kita berjodoh, kelak kita akan bertemu..." setelah menjelaskan itu, Vivian pergi dari ruangan tersebut.

"Aaaakh... B**g**t apa yang udah lo lakuin Aksel, lo bodoh! Bodoh lo jadi laki-laki!" teriak Aksel menggila setelah punggung Vivian menghilang dari hadapannya.

"Gak... Gak... Gue nggak akan biarkan lo bebas begitu saja Vi.. lo harus ada di genggaman gue, dan tak boleh lepas..." gumam Aksel pelan sembari menggenggam pecahan kaca hingga hancur.

 

Dan benar saja, Aksel memaksa Vivian untuk ikut dengannya.

'flashback off '

Kembali ke kejadian saat ini

Aksel yang sedari tadi diam masih dikuasai bara emosi yang tak terkendali. Ia berusaha meredam emosinya, beranjak menuju kamar mandi untuk mebersihkan diri, membiarkan Vivian di kasur itu dengan keadaan tangan dan kaki masih terikat.

Sepeninggalan Aksel, Vivian mulai bergerak mencoba melepaskan diri. Melihat sekelilingnya, sangat disayangkan tidak ada benda apapun itu yang bisa digunakan untuk memotong pengikat ditangan dan kakinya ini. Tak menyerah begitu saja, Vivian berjalan ke jendela dengan cara melompat.

Sudah berdiri didepan jendela tersebut ternyata sangat tinggi. Ya Aksel bukan memilih kontrakan biasa, tapi kontrakan tersebut adalah sebuah rumah bertingkat dua.

"Duuh... gimana ini aku nggak bisa kabur kalo gini..." gumam Vivian lirih.

Ceklek... Pintu kamar mandipun terbuka, melihat Aksel sudah sedikit tenang dan segar, hanya berbalutkan handuk sebatas pinggangnya.

Glek... Vivian menelan liurnya dengan susah payah, mencoba menetralkan diri. Selain tergoda apalagi tanpa sengaja ia melihat bagian bawah Aksel mengacung kearahnya. Vivian juga takut, sewaktu-waktu Aksel kambuh lagi.

"Sayang... ngapain disini..." Aksel yang sudah berada didekat Vivian, memudian menggendongnya ala bridal style.

"Aaakh..." Vivian kaget hanya bisa menundukkan kepalanya menahan malu. Mengalungkan tangan pun tak bisa, karena masih terikat, begitupun dengan kakinya.

"Kamu duduk disini dulu... kamu haus?" Aksel memang masih dalam mode lembut, inilah yang tidak bisa Vivian tolak pesona Aksel. Vivian masih menundukkan kepala menganggukkan kepala saja.

"kamu lucu dan menggemaskan sekali sayaang... aku jatuh berpuluhan kalipun, aku rela asal kamu tidak memutuskan hubungan kita. Karena kamu sudah memutuskan itu jangan salahkan aku berbuat curang padamu..." gumam Aksel dalam hati. Entah apa yang akan di rencanakan Aksel.

"Baiklah... Aku kedapur dulu, ambilin air minum untukmu" ucap Aksel langsung bergegas ke dapur.

Sepeninggaln Aksel, Vivian merenung kembali"Sebenarnya aku masih mencintaimu, tapi cintamu itu bagai racun menggerogotiku, Aku harap setelah ini kita kembali seperti biasa tanpa status pacaran dan berteman dekat saja. Aku harap kamu berubah sel..." gumam Vivian pelan sembali melihat ke langit-langit kamar Aksel.

Aksel kembali dengan segelas air minum kemudian membuka ikatan pada tangan Vivian. "Nih minumlah..." ucap Aksel dan langsung disambut dan diminum hingga tandas oleh Vivian. "Aah... makasiih..." ucap Vivian pelan. Aksel kembali ke dapur mencuci gelas tersebut, Aksel orang yang suka bersih dan rapi, sudah menjadi kebiasaannya dari dulu.

Rasa ngantuk dan panas mulai menyerang Vivian beberapa menit setelah ditinggal Aksel. "iiish. Kok panas gini siih..." Vivian membuka ikatan kakinya dan berusaha mencari remot ac di kamar tersebut. "ini udah paling dingin... kok aku masih kepanasan ya?" ucap Vivian bingung kembali. "Hoam... Mana ngantuk banget lagi." Vivian kembali ke ranjang, dan berusaha memejamkan matanya, tapi panas mendera masih saja belum terselesaikan. Keringat sudah membanjiri tubuh Vivian saat ini.

Aksel kembali masuk dan segera mengunci pintu kamar tersebut. Menghampiri Vivian yang sudah seperti cacing kepanasan, bajunya sudah compang camping. "Vi... Hei, kamu kenapa?" ucap Aksel kemudian menyentuh kening Vivian. Belum sempat Aksel mengecek kondisi tubuh itu, Vivian sudah menahan tangan tersebut dan meletakkannya di pipinya.

Terasa menyejukkan bagi Vivian. Namun apalah daya panas masih saja menggelora, Vivian tak tahan lagi membuka seragam sekolahnya dihadapan Aksel. Segera Aksel menahan aksi Vivian tersebut. "Stop, apa yang kamu lakukan Vi?" tampak Aksel kepanikan sendiri.

Vivian masih melakukan aksinya, tersisa pakaian pelindung untuk area sensitifnya, Vivian segera meraih tangan Aksel dan mencoba merayu Aksel untuk segera menyalurkan gairahnya "Sentuh Sel, Ak-Aku nggak tahan lagi.... Aahhmm" goda Vivian menahan de$4h4nnya. Aksel sudah diberi lampu hijau, melancarkan aksinya dengan m3r3m4s buah m3l0n milik Vivian "Vi... kamu mancing aku, jangan harap kamu bisa lepas dariku setelah ini..." ucap Aksel yang sudah mulai terpancing.

Vivian hanya mengangguk saja akal sehatnya sudah kabur, mengisakan gairah terpendam yang harus dituntaskan. Pada akhirnya dua sejoli tersebut melakuka. Hal yang tidak seharusnya mereka lakukan, ini menjadi titik awal masalah yang akan dihadapi Vivian di masa depan.

Selesai semua yang terjadi, Vivian tertidur pulas dan Aksel yang masih terjaga sudah berbenah diri, dan sudah memandikan Vivian sebelumnya. Aksel memang suka bersih dan anti dengan kotor. Aksel yang berkutat dengan ponselnya, melohat sekilas ke wajah Vivian yang tampak damai dalam tidurnya. "Seandainya kamu tidak seperti ini Vi... mungkin aku tak akan melakukan hal senekat ini. Percayalah aku sangat mencintai dan menyayangimu vi..." ucap Aksel dalam hati sambil menatap Vivian dengan dalam.

Ketahuilah semua yang terjadi adalah jebakan Aksel yang tidak pernah disadari oleh Vivian, Aksen cemburu buta dan menjebak Vivian yang tak berdaya. Sedangkan Vivian, ia masih mengatakan bahwa dialah bodoh dan tidak menyadari bahwa itu adalah jebakan dari Aksel. Sungguh miris, tapi Vivian yang polos tak menyadari hal tersebut.

Keesokan Paginya, Vivian terbangun dan tertunduk diam...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!