NovelToon NovelToon

FREAK GIRL & PRINCE BROTHERS

Episode 1 - PROLOG

SMA Hijau terkenal dengan salah satu sekolah swasta di Surabaya dengan peraturannya yang disiplin dan prestasi para siswa yang gemilang dari tahun ke tahun. Begitu pula dengan seleksi para siswa baru yang tidak main-main. Dimulai dari tes wawancara sampai tes tulis. Para siswa baru yang mendaftar juga dari kalangan yang beragam. Kebanyakan berasal dari kalangan atas. Hal itu terlihat dari berbagai profesi orang tua yang kebanyakan bekerja sebagai polisi, dokter, pengusaha, maupun jabatan tinggi lainnya. Namun ada juga profesi orang tua dari kalangan bawah. Nilai plusnya dari sekolah itu, mereka diajarkan untuk berbaur dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.

Peraturan SMA Hijau lah yang merubah segala kalangan para siswa berbaur menjadi satu. Salah satu peraturan SMA Hijau tidak memperbolehkan para siswa membawa mobil dan hanya disediakan tempat parkir untuk kendaraan bermotor dan sepeda ontel. Peraturan berseragam juga sangat diperhatikan. SMA Hijau tidak memperhatikan apakah mereka cowok atau cewek. Semua diperlakukan sama dengan seragam yang mereka pakai, kemeja putih berlengan panjang dan bercelana kain gray-polos yang dikenakan setiap hari senin sampai kamis. Mengenakan seragam batik berwarna hijau berlengan pendek dan bercelana kain panjang berwana putih yang dikenakan pada dua hari setelahnya. Dipadu dengan jas almamater blue-polos membuat para siswa layaknya mahasiswa.

Kegiatan ekstrakurikuler juga sangat beragam seperti aktivitas olahraga permainan, olahraga bela diri, kesenian, minat, penalaran, keagamaan, dan lainnya. Bahkan dari aktifitas-aktifitas itulah banyak sekali berbagai piagam penghargaan serta prestasi yang diukir oleh para siswa.

Biasanya para siswa yang mendapatkan prestasi selalu dipanggil satu-persatu di depan mimbar seusai upacara bendera yang dilakukan setiap hari senin. Mereka biasanya diagung-agungkan dengan beberapa kata dI depan semua mata para guru dan siswa, lalu berakhir dengan tepuk tangan yang riuh. Para pemegang prestasi pun turut berbangga.

“Penghargaan juara dua debat bahasa Inggris tingkat sekolah telah dimenangkan oleh ketiga teman kalian Edelweis Yanuar Prakoso dari kelas Sebelas IPA Satu, Mayang Rembulan Ngestu dari kelas Sebelas IPA Satu, dan Nana Hanurkayana dari kelas Sebelas IPA Tiga. Kalian turut berbangga atas keberhasilan teman kalian. Berikan tepuk tangan yang meriah,” komando dari kepala sekolah sontak membuat para guru dan siswa

bertepuk tangan secara serempak.

Cowok bertubuh tegap dan berambut cepak itu pun maju bersama kedua temannya yang dipanggil tadi. Wajahnya menunjukkan rasa kepuasan serta kebanggaan ketika menyalami kepala sekolah. Begitu pula dengan kedua temannya yang lain. Nana dan Mayang yang sama-sama bertubuh semampai dan rambut panjang-lurus seukuran pinggang.

“Cih, lagi-lagi anak IPA. Kenapa sih gak ada yang dari IPS gitu?” dumel Timmy, cewek paling pendek daripada teman-temannya di kelas. Timmita Angelarisa menduduki bangku kelas XIIPS1, namun tingkah dan perilakunya masih childish. Bahkan orang-orang asing terkadang salah menafsirkan. Dia lebih terlihat seperti anak SMP daripada anak SMA dikarenakan postur tubuhnya yang lebih kecil dan wajahnya yang agak tembem. Timmy selalu menjadi primadona dengan baby face-nya itu dan tingkahnya yang lincah dari kalangan junior sampai senior. Banyak cowok yang mendekatinya. Namun ia selalu menolak untuk berpacaran.

Entah sudah berapa banyak cowok yang hatinya dipatahkan olehnya. Para cowok junior sampai senior seringkali mundur jika sudah mendapatkan ‘sinyal penolakan’ dari Timmy. Karena jika mereka tetap meneruskan pedekate, kedua sahabat Timmy tidak segan-segan untuk maju di depan Timmy. Merentangkan kedua tangan seakan-akan melindungi sosok makhluk kecil yang terlihat lemah. Kedua temannya adalah Afika dan Hami.

Sahabat Timmy yang bernama Hamida Pratiwi itu memang suka galak sama cowok yang tetap memaksakan diri mendekati Timmy walaupun sudah ditolak. Tapi terkadang tidak membuat para cowok yang naksir abis sama Timmy itu mundur. Jika sudah dalam level labil seperti itu, giliran salah satu sahabat Timmy yang bergerak.

Makhluk-makhluk cowok seperti itu biasanya sudah tidak berkutik lagi jika sudah berhadapan dengan Afika.

“Mungkin kalau kamu lebih rajin dan nggak suka bolos sekolah seperti Hami, kamu pasti

bisa seperti mereka,” bisik Afika pelan tanpa mengalihkan pandangannya di depan. “Ed itu pintar banget ya, aku salut sama dia,” bisiknya lagi, kali ini lebih pelan. Hami dan Timmy saling berpandangan. Keduanya memperlihatkan senyuman jahil.

“Afika Kalea Meraldi, ini sudah yang kesepuluh kalinya lho kamu muji dia,” bisik Timmy dengan gerakan agresif. Hami tertawa cekikikkan. Sementara Afika tampak salah tingkah. Memang sudah sedari tadi pagi Afika mengungkit tentang Edelweis yang biasa disapa Ed akan menerima penghargaan pagi ini.

Entah kenapa Afika merasa sangat mengagumi Ed. Afika tahu jika Ed berbeda dengan orang-orang. Ed terlihat sebagai sosok prince baginya. Ed yang selalu baik hati, ramah pada siapa saja, dan smart lagi. Ed tampak seperti prince yang sengaja diturunkan Tuhan untuknya. Terkadang Afika ingin mengalahkan kemiderannya ketika menyapa Ed yang berjalan melewatinya. Akan tetapi sapaannya tidak pernah dibalas oleh prince yang dikaguminya. Afika yakin jika keminderannya membuat volume suaranya mengecil sehingga Ed tidak mendengar sapaannya.

Namun diam-diam Afika selalu berfikir jika dia mendekati cowok smart itu, dia tidak ingin Ed takut dengan sosok dirinya. Dia tidak ingin membuat orang-orang menganggapnya terlihat lebih freak dari ini. Dia juga ingin merubah fisiknya saat ini dan dapat berbaur dengan teman-teman lainnya tanpa mereka harus takut.

“Afika,kamu ngelamun? Upacara udah bubar. Balik yuk!” sahut Hami yang menyadarkan Afika, sembari membetulkan letak kacamata tebalnya yang agak menurun di dekat hidungnya. Afika hanya nyengir dan memukul kepalanya dengan kepalan tangannya. Kedua lengan Afika langsung direngkuh oleh kedua sahabatnya. Afika kembali diam. Dia masih ingin melanjutkan lamunan yang tertunda. Khayalan prince Ed yang selalu hadir di setiap mimpinya.

...***...

Status murid baru!

Akhirnya aku kembali di kota kelahiran. Oh yeah, enam tahun yang lalu aku terpaksa harus pindah ke Kalimantan Selatan bersama ayah karena tuntutan pekerjaannya sebagai pegawai BUMN di salah satu perusahaan penyaluran pupuk ternama. Sekarang aku berdiri di depan sekolah swasta yang akan menjadi tempat belajarku yang baru, SMA Hijau Surabaya. Aku sengaja memilih tempat ini agar aku bisa sering bertemu dengannya. Walaupun aku tahu jika dia lebih cerdas daripadaku. Tapi setidaknya aku masih bisa melakukan apa yang harus aku lakukan padanya. Mungkin ini yang dinamakan sebagai penebusan dosa.

Penebusan dosa yang sebenarnya tidak pernah aku lakukan. Aku ingin dirinya sadar  jika orang yang selama ini dia benci, sudah tidak sekasar dulu. Untung saja teman-teman Sekolah Dasar dulu mengetahui dimana kamu bersekolah. Jadi aku tidak terlalu bersusah payah menemukanmu. Sekarang aku tinggal mencari ruangan kelas dan memelukmu. Come on, aku sudah siap untuk melangkah lebih jauh lagi. Aku nggak akan gugup. Fhuh!

“Apa perlu mamang antar den?” kepala mang Budi melongok dari kaca mobil. Aih, mang Budi ini memang selalu mengkhawatirkanku. Mang Budi adalah sopir pribadi ayah yang sudah mengabdi selama sepuluh tahun. Dia sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Mang Budi juga mengikuti kepindahan aku dan ayah. Sayangnya  lelaki berkepala lima itu belum menikah sampai sekarang. Pernah acapkali bertanya pada beliau alasan belum menikah dan mang Budi hanya tersenyum. Namun beliau tidak pernah tersinggung dengan perkataanku. Terlebih lagi, aku sudah dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Ya, mang Budi yang penyabar sekaligus sebagai ayah kedua bagiku.

“Nggak usah, mang. Miwon kan udah gede. Lagipula aku kan anak yang pemberani, gentle, dan cakep lagi! Nggak lama lagi pasti aku punya banyak teman! Yosh!” sahutku dengan wajah riang. Wajah ciri khas yang selalu kuperlihatkan, salah satu alisku yang terangkat sembari memiringkan sudut bibir, dan tidak lupa meletakkan satu tangan di pinggang dan satu lagi di belakang kepala. Oh yeah, segalanya sudah perfect!

Mang Budi tampak yakin dengan senyuman diwajahnya. Beliau mengangguk dan kembali menutup kaca mobil. Tak lama mobil avanza hitam yang dikendarainya berlalu. Kulambaikan tangan padanya. Fhuh, kegugupanku sudah agak hilang. Sekarang aku yakin dapat masuk ke dalam sekolah asing itu. ‘Miwon, SPIRIT!’ jeritku berkobar dalam hati.

TO BE CONTINUED~

Episode 2 - SALING BERTEMU

“Mar, boleh pinjem catetanmu tadi?” kucolek  bahu Mari pelan. ‘Ugh, semoga dia gak takut sama aku lagi.’

Mari, teman sekelasku berbalik dan wajahnya terpaku sesaat. Ketiga temannya yang sebelumnya tertawa mendadak menjadi tegang. Dadaku berdegup kencang. Teringat saat pertama kali aku masuk di kelas ini. Waktu itu aku ingin sekali berkenalan dengan anak lain. Berusaha untuk membangkitkan kepercayaan diriku kembali. Tetapi pada saat aku mencolek bahu Mari, dia... malah teriak.

“Oh, catetan sosio? Nih,” ujarnya agak santai ketika memberikan bukunya padaku. Tetapi dia malah berbicara dengan arah mata ke bawah. Aku yakin dia masih takut padaku.

“Kamu... sekarang gak takut lagi ya sama aku,” pujiku berusaha membuka pembicaraan. Mari dan ketiga temannya masih terpaku ke bawah. Kulihat kedua kaki mereka setengah menggigil. “Kenapa kalian melihat ke bawah?” tanyaku lagi. Mari mengangkat kepalanya seraya mengernyitkan alis.

“Ehh.. ohh ini tadi ada cicak yang kayaknya hampir mati di lantai. Tapi.. nggak... jadi mati! Ya udah yaa kita mau ke kantin dulu,” sontak Mari menjerit dengan ketiga temannya yang lain dan berlari keluar kelas dengan kedua tangan di atas.

Kelas jadi sepi senyap. Hanya aku dan kelas yang kosong. Bukan. Hanya aku, penunggu kelas, dan kelas yang kosong. Seharusnya aku sadar kalau aku nggak bakalan bisa berbaur dengan orang lain, bahkan teman-teman sekelas saja takut padaku. Kuputuskan untuk duduk di bangku, menunggu Timmy dan Hami yang masih di ruang guru.

‘Enaknya ngapain ya? Uhm, merobek kertas dan menulis sesuatu. Ide bagus, Fika.’

Afika Kalea Meraldi. Gadis berumur 16 tahun yang duduk di bangku XIIPS1. Bangku yang aku duduki sekarang adalah bangku aku sendiri. Bangku paling pojok. Aku bukan gadis yang keren. Aku gadis penyendiri dengan dua teman yang selalu disampingku. Hami, temanku yang paling setia. Sudah 5 tahun kami berteman dan berada di sekolah yang sama. Baru kali ini dia bisa satu kelas denganku. Sepertinya dia memang ditakdirkan selalu ada untukku. Timmy, temanku yang selalu ceria, manja dan tukang merajuk. Sudah 4 tahun selalu mendapatkan undian satu kelas dengannya. Sedangkan aku... postur tubuhku tidak terlalu tinggi tapi mama bilang tubuhku kecil dan agak ideal seperti Timmy. Bahkan aku sangat optimis jika modelling bukan keahlianku.

Rambut yang selalu kubiarkan tergerai panjang sampai menutupi wajah. Malahan ingin kututupi semua wajah, terutama bagian mata. Semua orang takut dengan postur wajahku. Mereka kira pada saat aku memandang wajah mereka, diriku sedang menunjukkan ekspresi marah. Mungkin lebih condong terlihat dari alisku yang sedikit menukik. Ekspresi mata yang menyipit. Kantung mata yang agak lebar. Hidung mancung yang agak besar mencuat ke atas, sampai-sampai aku merasa hidung mancung bukan selalu dianggap sebagai kelebihan. Aku merasa seperti pinokio. Ditambah bibir aku yang agak tebel kayak bibirnya bebek. Aku merasa sangat buruk rupa. Tapi mungkin kulit putihku yang jadi nilai plus sendiri buatku. Kulit keturunan ayah memang rada tionghoa.

Paper, kalo aku melihat siapa saja di sekitarku, orang-orang pada lari kayak kebelet pipis. Mereka selalu terkejut dan berlari ketakutan. You know, paper? Orang-orang gila tuh pada manggil aku Sadako nyasar gitu. Ada yang pernah juga teriak dan nodong pake pulpen sama bilang, ‘jangan bunuh saya!’ Aku rasa semua orang udah kena sindrom alay yang kini mulai menyebar. Aku capek diginiin terus. Aku itu manusia, bukan setan. Aku gak merasa diriku kayak setan. Dari mana coba??? Hanya Hami dan Timmy yang nggak takut sama aku. Eeh, Ed juga. Dia... hehehee... dia nggak takut kok. Aku cukup seneng kok.

Oh ya, Aku hobi melukis. Menggambar. Mencoret apa saja. Nah, sekarang aku mau membuat gambar postur wajah aku sendiri.

Belum sempat menggambar, ketukan pintu kelas membuatku tersadar. Kertas tadi langsung kuremas dan kumasukkan saku. Sesosok cowok yang menurutku agak cakep dengan senyum tipis diwajahnya sedang berdiri diambang pintu. Kemudian berjalan mendekat dan menunduk. Lalu menyentuh sehelai rambutku. Wajahku hanya tercenung. Bingung harus memberikan reaksi apa. Dia nggak berpikir aku makhluk dunia lain juga kan?

“Udah Miwon duga, dirimu bukan hantu!” serunya kemudian. Kusingkirkan tangannya dengan cepat. Wajahku langsung mengkerut. Aku nggak kaget kalau cowok itu juga berpikir hal yang sama. Dia nggak ada bedanya dengan orang-orang.

“Resek lo,” sungutku kesal. Cowok itu malah tertawa terbahak-bahak. Seingatku semua orang selalu grogi dengan kehadiranku. Kepala Sekolah, guru-guru, tukang kebon sekolah, bahkan teman-teman disekitarku. Tapi kok cowok ini malah tertawa? Kayaknya aku belum pernah melihat wajahnya di kelas ini. Apa aku yang terlalu kuper ya, sampai-sampai nggak kenal sama teman sekelas sendiri. Apa mungkin dia dari kelas lain?

“Kamu pasti mikir kalo saya dari kelas lain. Miwon tahu apa yang kamu pikirin.” Cerdas! Kok dia bisa tahu apa yang membuatku gelisah. Apa dia paranormal? Jangan-jangan dia tahu lagi kalau aku sempat mikir kalau dia rada cakep! “Udah jangan bengong terus karena tahu kalo Miwon cakep. Semua orang juga mikir kayak gitu.  Jadi pengen malu!” ujarnya lagi seraya menyisir rambut ikalnya dengan tangan.

Iih, cakep sih cakep. Tapi narsisnya amit-amit. Jadi ilfill deh! Kayaknya bukan dia yang takut sama aku, tapi malah aku yang takut sama dia sekarang.

“Udah deh saya ngerti kalo... dirimu itu salah satu fans Timmy kan? Tapi dia gak ada disini. Dia ada di...,”

“Lha, Timmy itu siapa?” tanyanya bingung.

“Lho, kamu kesini mau cari Timmy kan?”

“Tim....,”

 

“Dia gak ada.”

“Tapi...,”

Tapi apa... apa... apa lagi????” kataku sewot. Gila nih anak. Bikin aku badmood deh!

“Tapi Miwon kesini bukan cari Timmy shaun the sheep. Saya murid baru disini.”

“Ha. Ha. Ha. Memang semua bilang dia kayak anak domb... eeh, apa?”

“Apa? Saya? Mu-rid-ba-ru-di-si-ni...,” ulangnya lagi dengan mengeja per kata.

‘Seeerrrrr,’ Jantungku langsung naik-turun. Duh, malu banget! Rasanya mau mati!

“Tuh, lihat muka kamu jadi merah kayak tomat! Hahahaa... dont be shy, baby,” mataku langsung melotot ketika cowok itu merangkul pundakku.  Ini orang kok sukanya megang-megang. Aku pukul saja tuh tangan jahilnya.

“Auuuch...,”

“Makanya jangan pegang-pegang!” bentakku kesal. Cowok itu malah tertawa hebat.

“Afika, siapa dia?” kudengar suara Hami dari belakang.

Aku langsung berbalik. Wajah Timmy tampak senang. Sudah jelas dia mengira mendapatkan fans baru. Cakep lagi. Huush. Stop bilang dia cakep. Cowok freak bin narsis lebih cocok buat dia.

“Dia....,”

“Hai. Nama saya Miwon. Saya murid pindahan dari Kalsel. Met kenal ya, baby,” kulihat cowok itu berusaha tampil keren di depan kedua sahabatku. Tentu saja Timmy terpesona ketika melihat tangan cowok itu mengangkat dagu seraya memonyongkan bibir. Lalu Hami? Yup, dia tidak merasakan sensasi apapun. Seperti biasa, gadis itu hanya mengerutkan kening dan mengangkat kacamata tebalnya agar dapat melihat lebih jelas siapa orang yang berada dihadapannya.

TO BE CONTINUED~

Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN

In the Classroom, ada Choi Siwon!

“Hai semua! Nama saya Miwon Cakiman Prakoso. Kalian bisa memanggil saya Miwon. Saya pindahan dari KALSEL, lebih tepatnya di kota Banjarbaru,” ujar cowok yang baru saja menjadi siswa baru disini.

Menurut pengamatan melalui kacamata saya, cowok itu cukup keren. Cowok itu tampak proporsional dengan tinggi badan mungkin sekitar 180 cm, model rambutnya pendek dengan poni di atas alis, dan kelihatan banget tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Cowok yang benar-benar langka alias good looking lah. Nilai plusnya dia juga terlihat berwajah baby. Kalau dilihat dari tampangnya sih... agak nggak berdosa gitu! Bagus juga kalau aku masukkan dia dalam karakter komik shoujo yang aku buat.

“Banyak yang bilang sih kalau saya ada kemiripan dengan Siwon,” serunya lagi. Oh my God! Benar-benar pede tingkat gila! Tapi... benar juga sih! Cowok itu memang punya dua lesung di pipi seperti Choi Siwon. Wajahnya juga hampir mirip kalau tersenyum ceria begitu.

“Mirip Siwon??! Mirip vetsin kaleeee!!!” celetuk Damar yang duduk di bangku paling depan. Seisi kelas langsung tertawa terbahak-bahak. ‘Timmy, yang diejek malah ikut cengengesan. Badut juga tuh anak,’ bisikku pada Timmy, disebelahku. Kedua mataku melotot. Sepertinya Timmy juga terhipnotis sama cowok konyol itu deh. Buktinya sekarang matanya memandang lurus ke depan dan sama sekali tidak berkedip. Senyumnya pun melebar.

Kualihkan pandanganku ke belakang. Kulihat Afika yang duduk di belakang paling pojok. Gelap. Sendirian. Dia tidak tertawa sama sekali. Bahkan sepertinya dia mengalami bad mood berat. Wah, aura disekitarnya sangat gelap. Ada apa ya dengannya? Sepertinya dia lebih kacau dari biasanya. Apa dia sedih gara-gara banyak orang yang mengasingkan dia ya? Tapi kan pengasingan itu sudah sering. Aku sampai kasihan sama dia.

Afika, dia sahabatku yang paling mengerti diriku. Sudah lima tahun aku mengenalnya. Dia selalu menjagaku. Dia selalu mendengarkan curhatku. Dia selalu menolongku di kala susah. Pokoknya Afika my best friend deh! Berawal dari kelas 1 SMP. Pada waktu itu aku belum mengenalnya sama sekali. Kami berada di kelas yang berbeda. Tapi aku sering mendengar tentangnya dari telinga ke telinga. Afika yang aneh. Afika yang selalu

dipanggil miss Sadako. Afika yang sering membuat semua orang pada lari tunggang-langgang. Afika keturunan anak setan.

Aku sempat berfikir kalau mereka semua sangat keterlaluan. Hingga suatu kali, aku menemui temanku di kelas sebelah. Aku melihatnya disana. Afika duduk sendirian di bangku paling ujung. Aura yang ia munculkan sangatlah gelap. Tiba-tiba aku merasa ngeri melihatnya. Entah perasaan apa yang aku rasakan waktu itu. Tatapan

yang dingin dan membuat bulu kudukku agak merinding. Sepertinya semua kabar burung itu benar. Ia dapat membekukan seseorang hanya melalui tatapannya. Melalui keberadaannya. Sepulang sekolah, aku digencet oleh Mayang and the gank.

Mayang adalah teman sekelas aku yang menjadi primadona di kelas. Sebenarnya aku sudah mengenalnya dari Sekolah Dasar. Dia selalu satu kelas denganku. Kami berdua selalu meraih peringkat yang tidak jauh beda. Jika aku mendapatkan peringkat satu, dia mendapatkan peringkat dua. Begitu pula sebaliknya di tingkat berikutnya. Mungkin karena itu, dia seolah-olah selalu merasa tersaingi. Dia merobohkan sepeda ontelku di halaman belakang sekolah. Dia lontarkan semua kemarahannya ketika mengetahui aku mendapatkan nilai sempurna pada ulangan matematika hari ini.

Dia lontarkan pula kesedihannya kenapa harus ada aku di dunia ini. Mayang dan kedua temannya mengeluarkan isi tas yang kupegang dan mengambil lembaran ulangan matematika. Aku hanya diam saja ketika Mayang merobek-robek kertas itu di depanku. Sesungguhnya aku menangis di dalam hati. Namun apa daya, aku hanyalah gadis kecil yang sangat takut akan pertengkaran. Aku mencintai perdamaian. Aku  adalah sosok pendiam yang begitu mencintai perdamaian. 

Lalu datanglah Afika. Dia mendatangi kami dan meminta Mayang untuk tidak menggangguku lagi atau Mayang akan dihukum oleh mamanya Afika. Ternyata Mayang adalah saudara sepupu Afika yang tinggal serumah dengan keluarga Afika. Namun aku tidak pernah mendengar cerita Mayang tentang saudara sepupunya itu.

Bahkan dia tidak pernah menyapanya. Mayang benar-benar keterlaluan. Semenjak itu, Mayang tidak pernah menggangguku lagi. Aku mulai mendekati Afika sedikit demi sedikit. Awalnya tampak sedikit mengerikan karena teman-teman banyak menjauhiku karena aku berteman dengannya. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu. Toh, sebenarnya aku memang tidak pernah benar-benar memiliki teman, apalagi teman dekat.

Sekarang aku benar-benar memiliki teman dekat. Bahkan aku sangat mengenalnya. Ditambah lagi aku juga memiliki Timmy. Dia adalah gadis yang ceria dan disukai banyak orang. Karakternya yang unik dan latar belakang keluarganya yang agak tajir membuatnya memiliki banyak teman. Akan tetapi dia malah ingin menjadi sahabat kami, walaupun dia tahu kalau kami bukan tergolong bagian siswa yang populer.

“Hami! Cowok itu memang ajaib. Sesuatu deh!” pandanganku mengikuti telunjuk Timmy yang

mengarah pada siswa baru tadi. Siwon imitasi itu berjalan menuju bangku Afika. Bu Yussy, wali kelas maupun teman-teman lainnya langsung terkejut dengan tindakan beraninya. Aku bertaruh pasti Afika juga memiliki seribu tanda tanya.

“Hai, namaku Miwon. Geser dong,” kulihat cowok itu menyapa Afika dengan wajah riang. Afika hanya tercenung. Lantas menggeser tubuhnya di kursi sebelahnya.

Sekarang Afika benar-benar berada di bangku sangat pojok, nempel tembok lagi. Cowok periang itu langsung duduk di sebelah Afika. Tuh kan, cowok itu kayaknya baik

banget. Dia datang dan mendekati seorang cewek yang dijauhi oleh semua orang atau mungkin setiap orang yang bertemu dengan cewek itu. Apa mungkin semua ini hanya untuk mencuri perhatian anak-anak cewek? Pasti sebentar lagi banyak sekali cewek-cewek yang bakalan naksir sama dia.

Tiba-tiba pandangannya seakan mengarah padaku. Sepertinya dia hendak berpantomim. Cowok itu mulai membentuk bulat pada jari-jarinya di depan mata, lalu sepertinya menunjuk ke arahku dan... tersenyum. Glek! Beneran ke arahku nih? Kayaknya dia tahu kalau dari tadi aku perhatikan. Narsis tuh anak!

“Wah, Mi! Kayaknya anak baru itu habis ngasih smiles ke Timmy deh! Gyaa..malunya! Aku kan masih nggak siap kalau dia bakalan ngejar-ngejar Timmy juga!!!” bisik cewek centil di sebelahku lagi. Aku hanya mendengus kesal. Tuh kan! Sindromnya kumat. Nggak yang itu, yang ini sama ajah! Sama-sama narsiiiisssss!!!!!

...***...

Aneh sekali. Kali pertama aku bertemu dengannya, seakan-akan ada sesuatu yang membuatku ingin mengenalnya lebih jauh. Cewek berwajah dingin penuh misteri. Memang sih, sebelumnya aku mengira kalau dia itu hantu. Ekspresinya seperti patung dan tidak bisa ditebak sama sekali. Tadi di kelas juga dia hanya diam saja. Tidak berbicara dengan siapapun. Sedari tadi percakapan yang aku lontarkan pun tidak dihiraukannya. Dia menjadi berbeda dengan cewek sewot yang aku temui sebelumnya. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa selalu diam? Gyaa... itu membuatku sangat penasaran!

Sudah sekitar sepuluh menit sejak breaktime, aku masih membuntutinya di belakang pohon. Melihatnya bercengkrama dengan kedua temannya di bawah pohon tempatku bersembunyi dibaliknya. Sepertinya mereka tidak menyadari keberadaanku. Aku ini sejenis orang yang aneh bukan sih? Tidak! Aku hanya ingin mengenalnya. Tapi aku masih malu untuk mendekatinya. Bukan karena aku masih baru disini, tapi karena aku menemui cewek yang berbeda daripada yang lainnya. Siapa tadi namanya...

“Afika,” nah, itu namanya baru saja disebut! Namanya bagus banget. Sosoknya jadi unyu-unyu deh di pikiranku. “ Kamu ngobrol apa ajah sih sama dia tadi di kelas?” tanya salah satu temannya yang berkacamata tebal. Cewek itu juga agak freak deh. Tadi di kelas juga dia mandangin aku lama... banget. Secepatnya kubuka kupingku lebar-lebar.

“Sama dia?” ulang Afika pelan.

“Itu tuh, cowok yang sok kecakepan.”

Sial! Diriku memang cakep kali’! Tunggu, berarti mereka lagi ngomongin diriku yaa, ckckck....!!!!!

“Oh, nggak ada.”

“Duh, Fika! Seharusnya kamu ngobrol banyak dong sama dia! Hobi kamu apa? Kalo tidur jam berapa? Udah punya pacar atau belum?” tanya temannya yan terlihat agak centil.

“Yeee...emangnya elu!” celetuk gadis yang berkacamata.

“Tapi kok tadi Miwon nggak ikut main bola basket  ya sama anak-anak cowok disini? Dia kemana ya?”

“Memangnya dia harus bilang sama kamu mau kemana? Emangnya kamu emaknya, heee...,” timpal si anak kacamata lagi. Cewek satunya tadi malah menggembungkan kedua pipinya. Wajahnya terlihat ngambek.

Percakapan kedua temannya membuatku geli. Ternyata Afika memiliki teman yang kocak juga ya. Tapi... Afika hanya diam saja. Tidak ada senyum maupun tawa. Hanya diam. Membatu. Kini pandangannya menerawang di depan lapangan basket. Tidak ada apa-apa di sana, kecuali di pinggir lapangan juga ada beberapa anak yang menggelar tikar di bawah pohon. Tampak kedua cowok dan kedua cewek yang sedang tertawa ria. Apa Afika benar-benar sedang memandang mereka? Sepertinya aku harus sedikit memiringkan tubuh agar melihat lebih jelas.

“Eeh, halo! Kamu ngapain miring-miring kayak gitu?” wajahku membeku seketika. Salah satu teman Afika yang agak centil, berbalik dan menyadari keberadaanku. Apalagi Afika dan temannya yang lain juga berbalik melihatku. Miwon bego! Aku harus berdiri tegap layaknya pemain film. Cowok cakep nggak harus menjadi penguntit seperti ini. Kayaknya Miwon harus berimprovisasi sepenuhnya. Kutengadahkan kepala menatap langit-langit.

“Aku nggak nyangka, udara disini sangat sejuk. Sinar matahari pun mengintip malu, hampir enggan mengganggu eloknya pohon yang memberikan kesejukan pada semua orang yang berada disini,” kutengadahkan pula kedua tangan ke atas. Wah, Aku memang jago berimprovisasi! Afika pasti kagum dengan sosok tampanku yang berada tepat di bawah rindangnya pohon. “Oh, hai!” sapaku kemudian.

“Kamu ngapain sih? Kebelet pup?” sahut Afika dengan wajah tanpa ekspresi. Tatapannya sekaligus nada perkataannya membuatku membatu seketika. Kedua temannya langsung tertawa cekikikkan. Aku yakin jika Afika juga ingin membuka percakapan denganku. Aku mengerti, baby!

“Walaupun kedua matamu hampir tertutup oleh lebatnya poni dan rambutmu, tetapi tidak menyembunyikan tatapan kekagumanku padamu,” kusingkapkan anak-anak poni yang menutupi kedua matanya. Afika langsung menginjak kakiku.

“Auch,”

“Hami, Timmy. Sebentar lagi bel masuk nih,” katanya datar. Afika dan kedua temannya menggulung tikar dan beranjak pergi. Salah satu temannya berbalik dan menunjuk ke arahku. Seorang cewek berwajah agak manis dan energik itu tersenyum lebar padaku.

“Kalau kamu sempat, mampir ajah di ruangan teater! Aku yakin bakatmu pasti sama denganku! Daah, Miwon!”

Aku hanya melongo seorang diri.

TO BE CONTINUED~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!