"Aaahhhh!!!"
BRAAAAKKK....
Kecelakaan tak dapat dielakkan lagi, sebuah mobil melaju kencang menabrak seorang wanita yang hendak menyebrang jalan menuju gedung perusahaan PRADANA CORP.
Mobil tersebut menabrak wanita itu dengan keras, hingga membuatnya jatuh terpental jauh.
"Ada kecelakaan!" teriak salah seorang pejalan kaki yang melihat kejadian itu.
Semua orang yang berada dilokasi segera berlarian membantu wanita tersebut, mereka mencoba menelpon ambulans dan memberikan pertolongan pertama.
Sialnya, mobil yang menabrak wanita itu langsung kabur melarikan diri. Setelah, paramedis datang wanita tersebut segera dibawa menuju rumah sakit agar segera mendapatkan penanganan darurat.
.
.
Ruang Presdir..
Tok..
Tok..
Tok..
"Masuk!"
Ceklek..
"Tuan Rowan", Ardi menyapa tuannya yang tengah berdiri membelakangi pintu dan menatap kearah luar, yang memperlihatkan pemandangan hiruk pikuk perkotaan disiang hari lewat kaca besar yang ada didalam ruangannya. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana formal yang ia kenakan.
"Hmmm.." Rowan membalas nya dengan deheman tanpa membalikkan badannya menatap Ardi.
"Pihak perwakilan Earth Grup sudah datang tuan, dan 15 menit lagi meeting akan segera dimulai". Ucap Ardi memberitahu.
"Hmm, siapkan saja berkas-berkas yang diperlukan untuk pembahasan kerjasamanya". Titah Rowan
"Sudah saya siapkan tuan" kata Ardi
Rowan berbalik badan dan berjalan kembali ke meja kerjanya, tapi tiba-tiba ponsel yang ada didalam saku celana nya berdering. Rowan segera merogohnya dan melihat siapa yang menelpon, Seulas senyum langsung merekah diwajah tampannya ketika membaca nomor sang istri tercinta yang tertera dilayar ponsel miliknya, tanpa pikir panjang Rowan segera menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda pipih itu ditelinga kirinya.
"halo sayang..."
"...."
"APA??!!!"
Mendengar pekikan Rowan, Ardi yang masih berdiri didepan meja kerja Rowan seketika mengerutkan keningnya bingung. Apalagi raut wajah tuannya itu menunjukkan guratan kecemasan dan juga kepanikan.
"Ardi, batalkan meeting dengan Earth Grup. Aku harus kerumah sakit sekarang, istri ku kecelakaan!" perintah Rowan tanpa menatap asistennya tersebut sesaat setelah panggilan telepon itu berakhir. Rowan langsung menyambar kunci mobil yang ada diatas meja dan bergegas berlari keluar dari ruang kerja nya.
Ardi mengangguk dan segera melaksanakan perintah Rowan. Setelah itu, Ardi bergegas menyusul Rowan.
"tuan, biar saya saja yang mengemudikan mobilnya", kata Ardi ketika sampai dilantai basement dan melihat Rowan hendak masuk kedalam mobil.
Rowan tak banyak membantah, ia langsung melemparkan kunci mobilnya lalu segera masuk dan duduk dikursi samping kemudi. Ardi juga ikut masuk dan duduk dikursi kemudi, setelah itu ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan area pelataran perusahaan PRADANA GRUP.
Sesampainya dirumah sakit, Rowan langsung keluar begitu saja dari mobil padahal Ardi belum memarkirkannya.
Rowan berlari menuju bagian resepsionis. dan menanyakan dimana istrinya dirawat.
"Suster, dimana pasien atas nama Laras dirawat?", tanya Rowan dengan penuh kecemasan.
"Ibu Laras masih dalam penanganan dokter diruang gawat darurat pak". Jawab suster tersebut.
Rowan bergegas berlari menuju keruang gawat darurat setelah suster tadi menunjukkan arah ruangan tersebut. Dia berlari secepat mungkin, dengan hati yang berdebar dan pikiran yang dipenuhi oleh kecemasan, rasa takut kehilangan sang istri membuatnya tak bisa lagi berpikir jernih. Ia hampir menabrak beberapa orang yang berlalu-lalang dikoridor rumah sakit.
"hati-hati nak.. "teriak salah seorang ibu-ibu yang tengah mendorong kursi roda suaminya dan hampir saja bertubrukan dengan Rowan.
Tapi, lelaki itu tak menggubrisnya, ia terus berlari hingga sampai didepan ruang gawat darurat. Bertepatan dengan itu, pintu ruang gawat darurat terbuka dan menampilkan dokter yang menangani Laras istrinya.
Dengan nafas yang terengah-engah, Rowan mendekati Dokter tersebut dan menanyakan keadaan sang istri.
"Dokter, bagaimana kondisi istri saya ?", tanya nya dengan tidak sabaran
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Rowan, dokter tersebut menghela nafas berat seraya menepuk pelan pundak Rowan.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tuan, tapi istri dan juga bayi anda tak bisa diselamatkan. Kami turut berduka cita atas meninggalnya Ibu Laras dan calon bayi anda tuan.. "Dokter mengatakannya dengan hati-hati agar ucapannya tak menyakiti perasaan Rowan.
Tapi sialnya, kalimat yang dokter ucapkan justru membuat dunia Rowan seketika runtuh. Tubuh tegapnya limbung, tapi dengan sigap Ardi yang berada dibelakangnya langsung menopang tubuhnya.
"Tuan.. " seru Ardi
"Tidak.. Tidak mungkin! " Rowan berseru histeris seraya menggelengkan kepalanya, ia masih menyangkalnya dan tak terima dengan kabar yang baru saja ia dengar.
Dokter kembali menepuk pelan bahu Rowan, menguatkan lelaki itu. "Kami turut berduka cita sedalam-dalamnya Pak Rowan, semoga istri dan bayi anda berpulang dengan tenang disisi yang Maha Kuasa.. "
Setelah mengatakan itu, Dokter kembali masuk keruang gawat darurat. Ardi menggiring Rowan agar duduk dikursi besi panjang depan ruang gawat darurat.
"Tuan, anda harus tenangkan diri anda dahulu", Ucap Ardi mencoba menenangkan Rowan
"Istri ku Ar, tidak mungkin dia meninggalkan ku". Sahut Rowan dengan bibir yang bergetar menahan tangis dan mata yang sudah memerah.
"Saya paham tuan". Ujar Ardi menimpali
Jujur, Ardi tak tega melihat kondisi tuannya itu. Apalagi ia tau betul seberapa besar cinta Rowan pada Laras, istrinya.
Terdengar helaan nafas berat yang Rowan hembuskan, ia mengusap kasar wajahnya lalu menjambak kuat rambut nya yang lebat.
"Aarrgghhh.. Larassss!!!"
.
.
Jenazah istri dan bayi Rowan sudah dibawa pulang dan dikebumikan, banyak para pelayat berdatangan. Mulai dari warga tetangga hingga para rekan bisnisnya berdatangan untuk mengucapkan turut bela sungkawa, juga banyak papan bunga berjejer-jejer didepan gerbang pintu masuk rumahnya.
Pria tampan yang mengenakan kemeja hitam itu duduk bersimpuh diantara dua gundukan tanah yang masih basah. Tak lupa kacamata hitam yang bertengger manis dihidung mancungnya itu untuk menutupi mata nya yang sembab dan memerah. Dua tahun mengarungi bahtera rumah tangga dengan sang istri tak membuat Rowan berpaling meskipun belum ada anak ditengah-tengah keluarga kecilnya, dan kini setelah anak itu sudah hadir didalam rahim istrinya justru keduanya langsung berpulang dipangkuan sang kuasa, meninggalkan dia seorang diri.
"Tuan.. "Ardi, asisten yang selalu setia mendampingi Rowan kemana pun lelaki itu pergi. Ia berdiri dibelakang Rowan.
"Hujan akan turun sebentar lagi, lebih baik kita pulang sekarang tuan", imbuhnya
Rowan menghela nafas panjang lalu menganggukkan kepala.
"sayang, aku pulang dulu.. Tidurlah dengan tenang disana bersama anak kita, aku bersumpah akan menghukum orang yang sudah berani menghilangkan nyawamu dan anak kita.. Aku berjanji!". Ucap Rowan dengan penuh ketegasan, sorot matanya mengisyaratkan dendam yang membara pada pelaku yang sudah berani menabarak istrinya hingga meninggal.
Setelah itu, Rowan berdiri dan menatap dua batu nisan yang bertuliskan nama istrinya dan juga calon bayinya itu bergantian, helaan nafas panjang kembali Rowan hembuskan sebelum akhirnya ia berbalik badan dan melangkahkan kakinya pergi dari tempat pemakaman tersebut.
"Ardi.. "panggil Rowan saat keduanya sudah berada didalam mobil dan bersiap akan pulang kerumah.
"Ya tuan ?", sahut Ardi seraya melirik Rowan yang duduk dikursi penumpang melalui kaca spion.
"Cari pelaku yang sudah berani menghilangkan nyawa istriku Ar , bawa orang itu kehadapan ku! hukuman polisi mungkin tidak akan membuatnya jera, biar aku yang akan turun tangan sendiri memberinya hukuman. Nyawa harus dibalas dengan nyawa, bukankah begitu Ar?!".
.
.
.
Haaii, Buna come back 🤗
Jangan lupa kasih dukungan like, vote dan komen yaa... Terima kasih ♥️🌹
Hanya butuh waktu semalam untuk Ardi menyelidiki penyebab kematian istri dari tuannya itu, karena pada saat kecelakaan itu terjadi semua nya terekam jelas dicctv yang terpasang didepan gedung perusahaan PRADANA CORP.
Ardi melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah mewah milik Rowan, ia bergegas berjalan menaiki anak tangga menuju lift untuk membawanya menuju lantai tiga tempat dimana kamar Rowan itu berada. Sudah dari kemarin semenjak meninggalnya sang istri, Rowan memilih untuk cuti sementara waktu sampai ia menemukan pelaku yang sudah menghilangkan nyawa istrinya. Ia mempercayakan Ardi untuk menghandle segala pekerjaan kantor.
Tok...
Tok..
Tok..
"Tuan, ini saya Ardi.." ucapnya setelah sampai didepan kamar Rowan dan mengetuk pintunya.
"Masuk!"
Ardi segera masuk kedalam setelah mendapat izin dari pemiliknya.
"Kau sudah mendapatkannya Ar?" cecar Rowan, ia yang tengah berdiri dibalkon dan membelakangi pintu, ia langsung berbalik badan seraya menaruh bekas sisa puntung rokoknya diasbak yang ada diatas meja. Jujur saja, sebenarnya Rowan bukanlah pecandu rokok, ia hanya sesekali merokok ketika pikiran dan hatinya sedang kacau.
Ardi menganggukkan kepalanya, ia kemudian berjalan mendekati Rowan lalu menyodorkan ipad miliknya, Rowan langsung meraih ipad tersebut dan mulai memutar rekaman cctvnya. Mata tajam nya fokus memperhatikan layar ipad tersebut sembari telinganya juga mendengarkan penjelasan Ardi.
"Tuan, dari hasil penyelidikan yang saya lakukan ternyata pengemudi mobil tersebut dalam keadaan mabuk dan rem mobilnya tidak berfungsi dengan baik, dan satu lagi tuan.."Ardi menjeda kalimatnya menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan,"setelah saya selidiki lebih dalam ternyata pengemudi mobil itu adalah putri bungsu Hestu tuan". Ucapnya menjelaskan
Mendengar nama Hestu yang terlontar dari bibir Ardi, seketika mengalihkan atensi Rowan tuk menatap asisten pribadinya itu dengan alis yang terangkat sebelah seolah meminta penjelasan.
"Ya tuan, Hestu karyawan PRADANA CORP yang bekerja dibagian direksi keuangan", ungkap Ardi
"Brengsek!" Rowan mengumpat kesal, emosinya yang tadi sempat ia tahan-tahan ketika melihat rekaman cctv itu kini semakin menjadi saat tau ternyata yang menabrak istrinya adalah putri dari karyawannya sendiri.
Hestu adalah karyawan PRADANA CORP yang bekerja dibagian direksi keuangan. Ia telah bekerja diperusahaan itu sudah 15 tahun lamanya sejak Papa Riko masih menjabat sebagai CEO. Kini perusahaan PRADANA CORP telah sepenuh nya diserahkan untuk Rowan.
"Cari perempuan itu dan bawa kehadapan ku!" Perintah Rowan dengan tegas
Ardi menganggukkan kepalanya. "Baik tuan".
Setelah itu, ia berbalik badan dan bergegas melangkahkan kakinya pergi dari kamar Rowan.
"Bedebah sialan! Akan ku buat keluarga mu hancur Hestu. Kau sudah bermain-main dengan ku!" Desisnya dengan suara yang syarat akan kemarahan dan dendam.
Kemudian, Rowan kembali menatap iPad yang masih ia pegang. Layar iPad itu masih menampilkan rekaman cctv saat mendiang istrinya dibawa masuk kedalam ambulans oleh petugas medis.
"Aku tidak akan mengampuni siapapun yang sudah berani menewaskan mu Laras! Aku bersumpah akan membalasnya!!!"
"Aarrrgghhh..."
Pyaarrr!!!
Rowan membanting kuat iPad milik Ardi, hingga pecah dan berserakan dilantai. Dadanya naik turun dengan nafas yang memburu. Tangannya terkepal erat dan rahang yang mengeras.
Demi apapun, Rowan akan membuat hukuman untuk orang itu tanpa ampun. Dia sudah berani melenyapkan dua nyawa sekaligus, nyawa orang-orang yang ia cintai.
.
.
Rumah Hestu
"Calaaaa...."
Mendengar nama nya dipanggil, Cala yang tengah mencuci piring didapur pun seketika menoleh.
"Ya mah?" Sahut Cala sedikit berteriak
"Sini kamu!" Titah Mama Sarah
"Sebentar mah", ucap Cala menimpali
Bi Asih yang sedang memotong sayur disamping Cala seketika langsung mengambil alih pekerjaan itu dan mengusap lembut lengan Cala.
"Biar bibi saja yang selesaikan non, non Cala mending segera samperin Nyonya Sarah". Kata Bi Asih dengan lembut
"Tapi bi-"
"Calaaa..." lagi, terdengar suara Mama Sarah memanggil nama nya
Cala menghela nafas pelan, ia tidak lagi membantah ketika Bi Asih menggantikannya mencuci piring. Setelah, itu Cala bergegas menghampiri Mama Sarah yang tengah duduk disofa ruang keluarga sambil menonton acara televisi kesukaannya.
"Ya mah", ucap Cala
Mama Sarah menoleh menatap Cala dengan sinis, " Kamu itu tuli atau bagaimana hah?".
"Maaf mah, tadi Cala baru cuci piring". Kata Cala jujur
"Ah sudah lah jangan banyak alasan, sekarang buatkan camilan. Sebentar lagi teman mama mau datang". Titah Mama Sarah dengan ketus
"Tapi mah, bahan-bahan buat masak didapur udah habis". Ujar Cala memberitahu
Mendengar itu, Mama Sarah menghela nafas kasar seraya memutar bola matanya jengah. Ia lalu meraih tas branded miliknya yang ada diatas meja, kemudian mama Sarah mengambil dompet dan mengeluarkan satu lembar uang berwarna merah. Setelah itu, Mama Sarah lemparkan uang itu pada Cala.
"Ambil uang itu dan beli bahan-bahannya, mama gak mau tau pokoknya nanti pas teman-teman mama udah datang, cemilan sudah harus ada". Kata Mama Sarah dengan angkuhnya
Cala mengambil uang itu lalu berbalik badan dan melangkahkan kakinya pergi. Ini bukan kali pertama Cala mendapatkan perlakuan seperti itu dari mama nya, bukan hanya sang mama tapi adik perempuan juga Hestu sang papa juga sering kali memarahi nya tanpa alasan yang jelas. Sejak lulus sekolah menengah atas, dirinya mencoba memberanikan diri mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan ke jenjang universitas tapi mama dan papa nya justru memarahi dan mengatakan jika biaya kuliah itu tidak lah murah. Dan sejak saat itu, mama dan papa nya mulai sering memarahi dan menyalahkannya, berbeda dengan Ivana. Adik perempuan satu-satunya itu justru selalu mendapatkan apa yang ia mau, termasuk menempuh pendidikan universitas hingga lulus.
Cala berjalan kembali ke kamar nya yang terletak disamping dapur, dan para pembantu lainnya.
"Non.." panggil Bi Asih ketika melihat Cala melangkah dengan gontai
Cala menoleh menatap Bi Asih lalu berjalan mendekatinya. Bi Asih ini adalah pembantu lama dirumah Papa Hestu, dia yang merawat Cala sejak bayi. Cala sudah menganggap bi Asih ini seperti keluarganya sendiri, ia tidak pernah membeda-bedakan antara majikan dan pembantu. Cala sangat suka sekali berbaur dengan banyak orang, ia orang yang ramah dan humble.
"Kenapa non? Dimarahin nyonya lagi?" tanya Bi Asih
Cala menggelengkan kepalanya pelan seraya menarik kursi untuk ia duduki.
"Mama suruh Cala buat cemilan karena teman-temannya datang, tapi bahan-bahan memasak dirumah kan habis bi, mama cuma kasih uang segini..." Cala memperlihatkan selembar uang yang Mama Sarah berikan tadi pada Bi Asih. "Mana cukup Bi..", keluh nya
Bi Asih tersenyum tipis lalu berjalan mendekati Cala, "Cukup non, nanti bibi temani belanja. Sekarang bibi ganti baju dulu yaa"
.
.
.
To be continue
Jangan lupa like ,vote dan komen ya .. Terimakasih 🌹♥️
Cala dan Bi Asih pergi kepasar tradisional dengan menaiki kendaraan umum, hal seperti itu sudah Cala lakukan sejak ia berusia remaja karena Papa Hestu dan Mama Sarah tak pernah memberikannya fasilitas seperti yang mereka berikan untuk Ivana.
"bang kiri bang" teriak Bi Asih pada sopir angkot
"iya bu.. "sahut pak sopir, ia lalu menepikan mobil angkotnya
Cala dan Bi Asih segera turun setelah angkot itu berhenti, Bi Asih segera memberikan ongkos pada pak sopir.
"makasih bu", ucap pak sopir
"sama-sama pak". Balas Bi Asih
Setelah itu, Bi Asih segera mengajak Cala untuk masuk kedalam pasar tradisional.
"Non, kita ketoko kelontong itu dulu yuk", ajak Bi Asih seraya tangannya menunjuk sebuah toko kelontong yang menjual bahan-bahan kue.
Cala menganggukkan kepalanya, lalu bergegas melangkahkan kakinya menuju toko tersebut.
"Kita mau beli apa dulu bi ?"tanya Cala
Bi Asih tak menjawab, ia langsung mengarahkan penjual untuk mengambilkan barang yang ia minta. Setelah semua bahan yang dibutuhkan sudah dibeli, Cala dan Bi Asih bergegas pulang kerumah karena mereka hampir terlambat dari waktu yang Mama Sarah berikan.
huuftt..
Cala menghela nafas pelan seraya menaruh barang belanjaannya diatas meja dapur.
"Non Cala gak kerja?" tanya Bi Asih seraya membongkar plastik belanjaannya.
"Cala hari ini libur bi". Jawab Cala
Mendengar itu, Bi Asih hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan tak lagi bertanya. Ia segera membantu Cala memasak camilan yang diminta oleh Mama Sarah.
.
"Cala...." Terdengar suara teriakan Mama Sarah memanggilnya, bertepatan dengan itu camilan yang ia buat bersama Bi Asih sudah matang dan siap disajikan.
"Ya mah?" Sahut Cala sedikit berteriak
Mama Sarah berjalan menghampiri Cala dan berdiri diambang pintu dapur.
"Mana camilan yang mama suruh buat?" tanya Mama Sarah dengan nada ketus
"Ini mah, sudah siap". Jawab Cala seraya memperlihatkan dua buah toples berisi kue kering hasil buatannya pada mama Sarah.
"Cepat bawa kedepan!" titah Mama Sarah, setelah itu ia berbalik badan dan melenggang pergi dari dapur.
Cala menganggukkan kepalanya dan lekas membawa camilan itu keruang tamu. Saat Cala menyajikan camilan itu diatas meja, salah seorang teman mama Sarah berbisik dan tak sengaja terdengar oleh Cala.
"Eh itu kan anak yang kamu adopsi Jeng Sarah dari panti asuhan kan jeng?" bisik teman mama Sarah bertanya pada teman nya yang lain
"Iya itu, katanya dulu jeng Sarah ngadopsi dia buat jadikan pancingan". Ungkap teman mama Sarah yang lain ikut menimpali dengan suara lirih
"Iya betul, ingat aku jeng. Dulu jeng Sarah juga ceritanya begitu". Ucapnya
Cala yang mendengar itu hanya bisa menelan ludahnya susah payah sembari menundukkan kepalanya. Ia baru mengetahui fakta ini selama hidup hampir 25 tahun lamanya.
Pantas saja, mama Sarah dan Papa Hestu memperlakukannya beda dengan Ivana.
"Sstt, sudah itu ada jeng Sarah mau kesini". Ujar teman mama Sarah yang melihatnya keluar dari kamar setelah mengambil tas yang baru saja ia beli.
Kedua teman mama Sarah itu seketika langsung menutup mulut mereka dan tak lagi bersuara, Cala segera beranjak dari sana setelah Mama Sarah mengusirnya pergi.
.
Braakk..
Cala membanting kuat nampan yang ia bawa keatas meja membuat Bi Asih yang tengah memotongi sayuran untuk memasak makan malam seketika berjingkat kaget.
"Non.." pekik Bi Asih, ia melihat Cala berlari masuk kedalam kamar dan langsung menutup pintu kamarnya dengan keras membuat Bi Asih kembali terjingkat kaget.
"Ya ampun non..." Lirih Bi Asih seraya mengelus pelan dadanya
.
Didalam kamar Calantha langsung membanting tubuhnya diatas ranjang dengan posisi tengkurap, ia menenggelamkan wajahnya dibantal. Tangisnya pecah ketika mengingat percakapan kedua teman mama Sarah tadi.
"Aarrgghh, kenapa... Kenapa mama sama papa tega sembunyikan hal ini dari aku? Kenapa?!!" Cala menangis meraung-raung memenuhi seisi kamarnya, terdengar sangat memilukan.
"Pantas saja mereka memperlakukan aku dan Ivana berbeda, ternyata aku bukan anak kandung mereka.. Ya Tuhan, kenapa sesakit ini ?!!"
Tok ...
Tok..
Tok..
Terdengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Non Cala ini bibi non, buka pintunya". Ternyata Bi Asih yang mengetuk pintunya, ia khawatir saat melihat kondisi Cala tadi yang berlari masuk kedalam kamar sambil menahan tangisnya.
"Cala lagi gak pengen diganggu bi, bisa Bi Asih tinggalin Cala sendiri?" Sahut Cala dengan sedikit berteriak, suaranya terdengar serak.
"Tapi non, sebentar lagi waktu makan malam". Kata Bi Asih
"Gapapa bi, nanti Cala keluar sebentar lagi", ujar Cala
Mendengar itu, Bi Asih tak lagi membantah. Ia berbalik badan dan bergegas melangkahkan kakinya kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Setelah dirasa Bi Asih sudah pergi, Cala langsung beranjak dari ranjang dan segera membersihkan diri. Ia tidak ingin membuat papa Hestu dan yang lainnya menunggu lama dimeja makan jika ia tak segera keluar.
Sejenak Cala menarik nafas dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan, ia hapus jejak air mata yang masih membasahi pipinya yang mulus.
"Aku gak boleh lemah, aku harus tanyakan hal ini sama papa dan mama. Semangat Cala!" Ucapnya menyemangati dirinya sendiri
Selesai membersihkan diri, Cala bergegas melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Baru saja ia menutup pintu kamarnya, sebuah tamparan mendapat dipipi kirinya.
Plaakkk ..
Tamparan itu terdengar nyaring ditelinganya, bahkan wajahnya sampai tertoleh kesamping.
"Kamu sengaja kan mau bikin mama malu dihadapan teman-teman mama tadi, jawab hah?" bentak mama Sarah dengan suara yang begitu menggelegar
Cala mengusap pipinya yang terkena tamparan mama Sarah, terasa sangat panas dan perih. Bisa dipastikan jika pipi mulusnya itu kini terlukis bekas tangan mama Sarah.
Cala menoleh menatap Mama Sarah dengan tatapan nanar.
"Maksud mama apa? Cala gak paham mak- aarghh..."
Belum Cala menyelesaikan ucapannya, Mama Sarah sudah lebih dulu menjambak rambutnya hingga kepalanya mendongak.
"Gak paham maksud kamu?! Teman mama mengecap kamu sebagai anak buangan yang bawa sial". Teriak Mama Sarah membentak Cala
"Aahh sakit mah". Rintih Cala seraya memegangi pergelangan tangan mama Sarah yang menjambak rambutnya.
"Dasar anak gak tau diuntung, sudah mending mama izinkan papa adopsi kamu dari panti asuhan".
"Mama!" Dari arah belakang mama Sarah, Papa Hestu berseru memperingati istrinya. Ia lalu berjalan mendekati Cala dan Mama Sarah.
"Apa yang mama lakukan ?" tanya Papa Hestu seraya melepaskan jambakan itu dari rambut Cala
"Anak gak tau diuntung ini sudah buat mama malu pah, teman-teman mama bilang kalo dia bakal jadi anak pembawa sial!" ucap Mama Sarah menggebu-gebu
Mendengar itu, Papa Hestu menghela nafas panjang.
"Mah, tapi mama gak-"
"Jadi benar yang dikatakan mama, kalo Cala anak adopsi pah?"
.
.
.
To be continue...
Jangan lupa tinggalkan jejak like, vote dan komen yaa ... Terima kasih ♥️🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!