NovelToon NovelToon

PACARKU OM OM

1. Si Gadis Cantik

Bedak, oke.

Lipstik, oke.

Mascara, oke.

Rambut, cetar.

Seorang gadis cantik tampak menatap pantulan dirinya di depan cermin. Setelah beberapa lama memoles wajahnya dengan teliti, ia pun tersenyum puas. Karena hari ini pun, dia tetap cantik seperti biasanya.

"Sip!" Gadis itu meraih tas di atas kasur dan menyampirkannya di bahu sebelum melangkah pergi. Dari rak, ia mengambil sepasang sepatu berhak tinggi dan menentengnya keluar dari kostan.

"Pagi, neng Violet," Seorang pria muda yang tengah menyapu di halaman depan kostan menyapa gadis itu dengan ramah. Violet, si gadis cantik, membalas sapaannya dengan senyuman paling manis.

"Pagi Mas Tono, rajin amat pagi-pagi udah nyapu," Kata Violet sambil memakai sepatunya di depan pintu kostan.

"Iya dong, kan biar bisa lihat neng Violet kalau mau berangkat kuliah," Canda Tono sambil tertawa.

"Mas Tono bisa aja ih," Violet tertawa, lalu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak mika berisi donat. "Nih, Mas. Aku beli kemarin, masih enak kok."

Mata Tono langsung berbinar. "Wah, makasih, Neng! Udah cantik, baik hati lagi. Saya doain cepat dapet jodoh yang ganteng dan kaya raya ya neng!"

Violet terkekeh. "Aamiin!" Ia mengangkat tangannya seperti berdoa, lalu berlari kecil saat melihat taksi online yang dipesannya telah tiba. "Pergi dulu ya, Mas. Bye!"

"Bye neng! Hati-hati!" Kata Tono sambil melambaikan tangan.

Violet sudah tak memperhatikan Tono lagi, karena sekarang ia sudah masuk ke dalam mobil. Sesampainya di dalam, Violet meraih cermin kecil dari dalam tasnya, dan mulai memeriksa riasannya sekali lagi. Bedak masih rata, lipstik tetap on point, dan maskara tidak luntur. Ia tersenyum puas.

"Ke kampus, ya, Mbak?" tanya sopir taksi online, seorang pria berusia sekitar empat puluhan dengan wajah ramah.

"Iya, Pak," jawab Violet sambil menyimpan cermin ke dalam tas.

Mobil melaju perlahan meninggalkan area kostan. Violet menyandarkan punggungnya dan mengeluarkan ponsel. Beberapa notifikasi masuk mengalihkan perhatiannya.

Sandy: Pagi, Vi. Udah otw kampus?

Dimas: Udah sarapan belum? Kalau belum ntar sarapan sama gue yuk!

Dito: Lagi apa, Vi?

Andre: Vi, udah di kampus? Mau bareng nggak?

Dan pesan-pesan lain yang entah sudah berapa banyak. Violet hanya mendengus kecil. Ini masih pagi, tapi ponselnya sudah sibuk dibanjiri pesan dari para cowok. Violet memilih untuk tidak membukanya. Lagipula tangannya bisa capek kalau membalas pesan mereka satu persatu.

Itulah kehidupan Violet Diyanara Shantika, seorang gadis berusia 19 tahun yang sekarang memasuki semester tiga di kuliahnya. Violet yang memang berwajah cantik menarik perhatian semua cowok di dekatnya. Sikapnya yang ramah membuat banyak cowok berlomba-lomba ingin menjadikannya pacar. Meskipun belum ada satupun cowok yang berhasil menarik perhatian Violet.

Sebenarnya, Violet bukannya populer sejak lahir. Justru di masa SMP dan SMA, Violet memiliki penampilan yang berbeda 180 derajat dari sekarang. Dulu dia dikenal sebagai cewek yang berpenampilan culun, selalu memakai kacamata bulat, dan hanya fokus untuk belajar. Bahkan Violet sampai pernah dibully gara-gara penampilannya itu.

Makanya, saat akhirnya ia lulus SMA, Violet bertekad untuk kuliah di luar kota dan merubah penampilannya. Dia tidak mau menjadi orang yang ditindas lagi.

"Itu Violet!"

"Gila, hari ini pun dia cantik banget!"

Saat baru keluar dari taksi, Violet bisa mendengar beberapa mahasiswi tampak saling berbisik sambil melirik ke arahnya, sementara beberapa mahasiswa langsung memasang senyum terbaik mereka, berharap bisa mendapat perhatian Violet.

Violet sudah terbiasa dengan ini. Sejak dia merombak total penampilannya, dia jadi pusat perhatian di mana-mana, dan ia menikmatinya.

"Vi, kok WA gue nggak dibales sih?" tiba-tiba, seorang cowok sudah merangkul Violet. Itu adalah Dito, salah satu orang yang rajin mengirim pesan pada Violet.

Violet berusaha tersenyum meskipun sebenarnya agak tidak nyaman dengan perilaku Dito. Ia berusaha melepaskan tangan Dito dari bahunya dengan paksa.

"Hahaha, maaf Kak, hari ini aku lagi buru-buru, jadi nggak sempet buka WA," Violet beralasan. Meskipun tentu saja dia cuma berbohong.

"Yahh... Ya udah nggak apa-apa deh. Tapi lain kali dibales ya. Oh ya, lo udah sarapan belum?Sarapan bareng gue yuk? Gue yang traktir!" ajak Dito antusias.

"Aduh kak, nggak bisa. Aku ada kelas pagi soalnya, sorry," Violet mempercepat langkahnya, berusaha untuk kabur dari Dito. Tepat pada saat itu, ia melihat seorang gadis berkacamata lewat di depannya.

"Eh, Gea! Gea! Bareng yuk!" Violet menghampiri gadis itu dan langsung menggandeng tangannya. Ia lalu menoleh ke arah Dito. "Permisi ya Kak," katanya lalu cepat-cepat melangkah ke arah kelas.

Dito hanya memandangnya dari kejauhan dengan raut wajah kecewa.

"Huff... Selamat..." Diam-diam, Violet menghela napas panjang saat akhirnya sudah berhasil menjauh dari Dito. "Eh, makasih ya Ge, karena udah nyelametin aku," katanya pada Gea, si gadis berkacamata.

"Aku kan nggak ngapa-ngapain, aku cuma lewat," kata Gea dengan nada cuek, membuat Violet hanya tersenyum kecut. Menyadari Gea tidak menyukai situasi ini, Violet pun dengan cepat melepaskan tangannya.

"Ya kan tetep aja aku bisa selamet dari Kak Dito karena kamu," Violet tetap berusaha mensejajari langkah Gea. Gea hanya melirik sekilas tanpa berkata apa-apa.

"Ish, jutek banget sih jadi orang," gerutu Violet saat Gea sudah berada jauh di depannya. Tapi Violet tidak marah. Sebaliknya, ia merasa kasihan pada Gea. Penampilan gadis itu mengingatkannya pada dirinya dulu. Violet ingin membantunya berubah, seperti yang ia lakukan pada dirinya sendiri, tapi Gea terlalu cuek.

"Evan sayang!" teriakan seorang mahasiswi membuat Violet menoleh, dan tepat saat itu matanya menangkap sosok pria tampan yang berjalan ke arahnya.

Sontak langkah Violet terhenti.

"Kak Evan..." gumamnya lirih.

Evander William Grayson.

Nama yang begitu dikenal di kampus. Mahasiswa senior yang terkenal, tampan, dan karismatik. Semua orang tahu siapa dia. Begitu juga Violet.

Bahkan, sebenarnya, Violet sudah lama menyimpan rasa pada Evan. Bukan sekadar karena ketampanannya, tapi karena kenangan yang selalu melekat di benaknya, yaitu kenangan dari masa SMA.

Dulu, saat Violet masih menjadi gadis culun berkacamata tebal, Evan adalah satu-satunya orang yang membelanya ketika ia dibully. Saat itu, Evan adalah kakak kelasnya di tahun terakhir SMA, sementara Violet masih duduk di kelas satu. Momen singkat itu menjadi sesuatu yang berharga bagi Violet.

Dan sekarang, setelah bertahun-tahun berlalu, mereka kembali berada di tempat yang sama. Violet yang dulu bukan siapa-siapa, kini telah berubah. Ia lebih percaya diri, lebih cantik, lebih diinginkan banyak orang.

Mungkin… mungkin inilah waktunya.

Saat Violet menoleh, matanya langsung bertemu dengan tatapan Evan.

Dia tersenyum.

Jantung Violet berdebar.

Evan mengangkat tangan, melambaikan tangan ke arahnya.

Hatinya hampir melompat. Dengan semangat, Violet balas tersenyum, ikut melambaikan tangan.

Tapi kemudian…

Evan berjalan melewatinya begitu saja.

Senyum dan lambaian itu bukan untuknya.

Melainkan untuk seorang gadis lain yang berdiri di belakangnya.

Tanpa ragu, Evan merangkul gadis itu dengan penuh kasih sayang, membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu tertawa kecil.

Dada Violet langsung terasa sesak.

2. Iklan

Sebenarnya, apa yang salah? Violet bergumam dalam hati. Bibirnya mengerucut, sementara penanya diketuk-ketukkan di atas meja. Bukannya sekarang aku sudah cantik? Coba tanya semua cowok di kampus ini, mustahil mereka tidak mengenalku. Tapi kenapa Kak Evan tetap nggak melirik aku?

Ia terus memikirkan hal itu hingga tak sadar jam perkuliahan sudah berakhir. Kesadarannya baru kembali ketika seseorang menepuk pundaknya pelan.

"Woy, ngelamun aja, Vi!"

Violet menoleh dan mendapati Bagas, salah satu teman sekelasnya, tersenyum jahil.

"Udah kelar nih kelasnya. Lo mau duduk di sini sampe besok?"

Violet tergagap, lalu buru-buru melihat sekeliling. Semua orang sudah membereskan barang mereka. Tanpa menjawab, ia segera menyimpan alat tulisnya ke dalam tas.

"Mau ikut makan siang?" tanya Bagas lagi.

Violet baru hendak membuka mulut ketika tiba-tiba terdengar suara seorang cewek dari luar.

"Bagas!"

Seorang mahasiswi melangkah masuk dengan wajah bersungut-sungut. "Udah aku tungguin dari tadi! Malah ngobrol nggak jelas!" omelnya sambil menjewer telinga Bagas.

"Aduh, aduh, sabar sayang, aku cuma ngobrol bentar sama Violet," elak Bagas dengan wajah meringis.

"Kan udah kubilang nggak usah ngobrol sama dia!" ketus cewek itu yang sepertinya adalah pacarnya Bagas. Violet hanya tersenyum kecut mendengar ucapan blak-blakan itu. Tatapan tajam si cewek pun sempat menghunjamnya sebelum ia menyeret Bagas keluar kelas.

"Dih, gatel banget deh, masa cowok orang diembat juga,"

"Lo hati-hati deh, jangan sampai cowok Lo digoda sama dia,"

Terdengar bisik-bisik para mahasiswi di sekitar. Violet hanya bisa menghela napas panjang. Beginilah resiko orang cantik, batinnya sambil mengibaskan rambutnya yang panjang ke belakang. Jika para cowok berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya, sebaliknya para cewek akan menjadi haters nomor satu untuknya.

Yah, Violet sebenarnya tidak keberatan juga. Toh sejak SMP dan SMA dirinya juga tidak pernah punya teman. Yang seperti ini terlalu sepele untuk dipermasalahkan.

Sengaja, Violet malah melambaikan tangannya pada para mahasiswi yang bergosip tentangnya barusan, seolah-olah sedang menyapa para fans. Responnya itu membuat para mahasiswi itu langsung mendengus kesal, dan Violet tersenyum penuh kemenangan.

Lo pikir gue bakalan nangis? Oh, tentu tidak say! batinnya sambil melewati rombongan mahasiswi itu dengan tatapan mengejek.

...----------------...

Sekarang, ada masalah lain yang harus ia pikirkan.

Ke mana ia harus pergi?

Perutnya sudah mulai keroncongan, mengingat pagi tadi ia belum sempat sarapan. Motto Violet adalah: yang penting dandan, urusan perut belakangan.

Sayangnya, Violet tidak bisa pergi ke kantin karena di sana berkumpul semua jenis keturunan Adam yang separuh di antaranya sibuk mengejar-ngejar violet. Bisa dipastikan dirinya tidak akan bisa makan dengan tenang di sana.

Pilihan berikutnya adalah kafe dekat kampus, tapi tempat itu justru menjadi markas musuh-musuhnya, yaitu para mahasiswi, berkumpul. Jika pergi ke sana, sama saja Violet menyerahkan diri masuk ke sarang singa lapar.

Sebenarnya Violet bisa saja bersikap cuek seperti biasanya, tapi lama-lama capek juga menahan diri, apalagi saat sedang kelaparan. Kalau sudah begitu, bisa-bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Yaudah lah, delivery aja. Ntar dimakan di kosan," putus Violet akhirnya.

Tangannya mulai sibuk menggulir aplikasi belanja online. Namun, sebelum sempat menekan menu Food, sebuah iklan melintas di layar, membuatnya refleks berhenti.

Air Mata Nyi Roro Kidul, berkhasiat menarik hati pria idaman! Cukup beberapa tetes, dan si dia tak akan bisa mengalihkan pandangannya darimu.

Violet mengernyit, lalu terkekeh pelan. Gila, ada-ada aja. Masa iya orang bisa terpikat cuma gara-gara air beginian?

Namun, entah kenapa jarinya tidak bisa langsung menggulir layar ke bawah. Alih-alih melewatkannya, ia justru membaca deskripsi produknya lebih lanjut.

Diramu dengan energi mistis dari Pantai Selatan, Air Mata Nyi Roro Kidul telah membantu banyak wanita mendapatkan perhatian pria idaman mereka. Cukup oleskan atau campurkan ke minuman, dan lihat sendiri hasilnya!

Violet memutar bola matanya. Klenik model begini masih laku aja di zaman sekarang?

Namun, alih-alih menutup iklan, ia justru tertarik dengan kolom review yang berjumlah dua puluh orang. Penasaran, ia pun mengkliknya.

'Awalnya nggak percaya, tapi setelah pakai ini, gebetanku yang cuek jadi perhatian banget! Pokoknya mantap!'— ⭐⭐⭐⭐⭐

'Baru tiga hari pakai, doi langsung ngajak jalan. Gimana nggak kaget?!'— ⭐⭐⭐⭐⭐

Violet mendengus. "Ah, masa sih? Emang bener semanjur itu?" gumamnya skeptis. Namun, tetap saja, matanya tak bisa lepas dari layar ponselnya.

Matanya kembali tertuju pada deskripsi produk.

Terbukti ampuh dalam waktu tiga hari, atau uang kembali!

Violet terdiam. Ia menatap iklan itu lekat-lekat.

"Apa aku coba aja, ya?" gumamnya pelan. Tapi dengan cepat, ia menggelengkan kepala.

"Gila ya, Violet! Lo tuh berpendidikan, jangan percaya sama hal beginian!" tegurnya pada diri sendiri.

Namun, tepat pada saat itu—

"Sayang, beneran nanti kamu mau beliin aku tas Hermes?"

Langkah Violet terhenti. Suara itu...

Ia menoleh, dan mendapati pemandangan yang paling tidak ingin ia lihat.

Di seberang jalan, Evan tengah menggandeng pacarnya dengan sangat romantis.

"Iya, kamu mau apa pun, aku akan belikan, sayang," kata Evan, sebelum mengecup kening sang pacar dengan mesra.

Pacarnya tertawa riang. "Beneran? Asyik!"

Dada Violet terasa panas. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

"Dasar cewek matre! Berani-beraninya morotin Kak Evan. Aku yakin dia sebenarnya nggak cinta, cuma mau hartanya aja!" Gumamnya kesal.

"Awas aja. Akan aku rebut Kak Evan dari kamu, cewek matre!"

Tatapan Violet kembali ke layar ponselnya. Jantungnya berdegup cepat. Tangan yang tadi ragu-ragu, kini bergerak dengan kepastian.

Tanpa berpikir panjang, ia pun langsung menekan tombol 'Pesan Sekarang'.

3. Salah Sasaran

"Paket!"

Suara lantang seorang kurir menggema dari luar gerbang kos.

Tono, sang penjaga kos, tergopoh-gopoh menghampiri sambil mengintip ke luar. "Atas nama siapa, Mas?" tanyanya sambil membuka gerbang.

"Violet Diyana..."

Belum sempat kurir itu melanjutkan, sebuah suara melengking terdengar dari dalam kos.

"Punyaku, Mas!"

Violet melesat keluar kamar secepat kilat. Rambutnya yang tergerai berantakan karena terburu-buru, tapi itu bukan masalah. Yang penting paketnya sampai dengan selamat. Dengan cekatan, ia merebut kotak itu dari tangan kurir.

"Udah aku bayar di aplikasi ya!" katanya cepat, lalu langsung berbalik dan berlari kembali ke kamarnya.

Begitu pintu tertutup rapat, Violet berdiri di depan tempat tidurnya, menatap paket itu dengan gugup. Ia menarik napas panjang beberapa kali, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya meraih cutter kecil dan mulai membuka bungkusnya.

Di dalamnya, tersembunyi sebuah botol kecil berisi cairan bening, ditemani selembar kertas petunjuk. Tangannya sedikit gemetar saat menarik kertas itu dan mulai membacanya dengan saksama.

Petunjuk Penggunaan Air Mata Nyi Roro Kidul:

1. Tuangkan tiga tetes cairan ini ke dalam minuman orang yang kamu sukai.

2. Pastikan orang tersebut meminumnya minimal tiga tegukan.

3. Ucapkan mantra berikut setelah cairan bercampur dalam minuman:

Dari lautan menuju hati, rindu tumbuh, cinta bersemi. Tiga hari, tiga malam, kau takkan lepas dari bayanganku.

4. Tunggu tiga hari. Dijamin dia akan langsung mengejar-ngejarmu.

Violet menatap botol itu dengan mata berbinar. Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk seringai kecil.

"Tunggu saja, Kak Evan," gumamnya, matanya berbinar penuh semangat. "Sebentar lagi kamu bakal jatuh cinta padaku."

Dengan hati berdebar, ia buru-buru menyimpan botol itu ke dalam tasnya. Setelahnya, ia menjatuhkan diri ke atas ranjang, menarik selimut hingga menutupi hampir seluruh wajahnya.

Besok adalah hari yang paling ia tunggu-tunggu.

...----------------...

Sayangnya, mencampurkan cairan itu ke dalam minuman Evan ternyata bukan perkara mudah.

Sejak pagi, Violet sudah mengawasi dari jauh, menunggu kesempatan emas. Namun, lelaki itu selalu lengket dengan pacarnya seperti perangko. Setiap kali ada peluang, Violet harus menahan diri karena keberadaan pacar Evan yang selalu ada di sana. Gadis itu tertawa, menggandeng tangan Evan, menyuapinya dengan manja, membuat hati Violet menjadi semakin panas saja.

Terpaksa, Violet harus mengikuti mereka ke mana-mana, bahkan sampai membolos jam kuliah.

Lalu kesempatan itu datang.

Di pinggir lapangan basket kampus, Evan meninggalkan tasnya begitu saja saat ia dan teman-temannya berganti baju. Tanpa berpikir panjang, Violet berjalan mengendap-endap ke arah tas itu, sesekali menoleh untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan.

Saat suasana terasa aman, ia cepat-cepat menarik botol minum dari dalam tas Evan. Dengan hati-hati, ia membuka tutupnya dan meneteskan cairan bening dari botol kecil miliknya.

Sambil menahan napas, ia membisikkan mantra dengan suara lirih.

"Dari lautan menuju hati, rindu tumbuh, cinta bersemi. Tiga hari, tiga malam, kau takkan lepas dari bayanganku."

Begitu selesai, Violet buru-buru meletakkan kembali botol minum itu ke tempat semula dan segera menjauh.

Dari kejauhan, ia memperhatikan Evan yang sudah kembali ke lapangan dengan mengenakan kaos basket.

Mata Violet membelalak saat melihat lelaki itu mengangkat sedikit kaosnya untuk menyeka keringat, memperlihatkan perut atletisnya yang kencang dan berotot.

"Gila... keren banget," bisiknya, nyaris meneteskan air liur. "Sayang banget kalau nggak jadi pacarku..."

Ia terus memperhatikan Evan yang tengah bermain dengan penuh semangat. Setiap kali lelaki itu mencetak skor, Violet tanpa sadar ikut bertepuk tangan dan bersorak.

"Wuhuuu! Go, go, Kak Evan!"

Beberapa orang di sekitar menoleh ke arahnya dengan tatapan heran.

Violet langsung membungkam mulutnya sendiri.

Sial. Ia lupa kalau sedang menyamar.

Violet memang sengaja memakai topi, kacamata hitam, dan hoodie panjang supaya tidak ada orang yang mengenalinya. Karena kalau tidak begitu, bisa-bisa dia malah dikejar-kejar oleh para mahasiswa yang gencar ingin menjadikannya pacar.

Akhirnya, Violet menarik napas dalam-dalam dan kembali memperhatikan Evan dengan lebih tenang.

Setelah beberapa lama bermain, tampak Evan mengangkat tangannya ke udara untuk minta istirahat sebentar, dan berlari menuju tasnya yang tergeletak di pinggir lapangan.

Jantung Violet langsung berdebar kencang.

Ini saatnya!

Tapi, baru saja tangan Evan terulur untuk mengambil minum, pacar Evan muncul dengan membawa botol air mineral.

"Evan, minum ini aja! Udah aku buka tadi!" katanya manja.

Lelaki itu menerima botol dari pacarnya dengan senyum lembut.

Violet membeku.

"Tidak!"

Teriakannya yang spontan langsung menarik perhatian semua orang.

Seketika, puluhan pasang mata beralih ke arahnya.

"Eh, itu Violet, kan?"

"Iya, ngapain dia teriak-teriak?"

"Nggak tau. Stres kali."

Wajah Violet memerah. Menyadari penyamarannya telah terbongkar, ia segera berbalik dan bergegas pergi.

Sial. Rencananya gagal total.

...----------------...

Violet melangkah keluar dari area kampus dengan langkah lesu. Sepatunya menendang batu kecil di depannya, seakan melampiaskan rasa frustrasi yang menyesakkan dada.

"Apa aku nggak bakal pernah bisa jadi pacarnya Kak Evan?" gumamnya, mulai putus asa.

Namun, seolah semesta enggan membiarkannya tenggelam dalam kesedihan terlalu lama, matanya tiba-tiba menangkap sosok Evan yang berjalan tak jauh darinya.

Sendirian.

Violet langsung menegakkan punggungnya. Matanya berbinar penuh harapan.

"Kak Evan?" bisiknya antusias, buru-buru mengikuti langkah pria itu.

Evan menuju area parkir, berjalan santai sambil memainkan ponselnya. Violet celingukan ke sekitar, memastikan bahwa pacar Evan tidak ada di sana.

Kesempatan!

Evan terkenal sebagai kakak tingkat yang baik dan ramah. Jika Violet berpura-pura butuh tumpangan, mungkin ia bisa ikut naik ke mobil Evan… dan memastikan Evan meminum air yang sudah ia beri mantra tadi.

Tapi sebelum sempat bergerak, sebuah mobil mewah melaju mendekati Evan dan berhenti di depannya.

Violet spontan bersembunyi di balik tiang listrik, mengintip dengan penuh rasa ingin tahu.

Seorang pria paruh baya keluar dari mobil tersebut.

Violet langsung terpana.

"Wah… ganteng banget! Kayak Henry Cavill!" gumamnya pelan, menyebut nama aktor favorit ibunya.

Pria itu tinggi, gagah, dengan rahang tegas dan senyum tipis yang terlihat karismatik. Ia mengobrol dengan Evan cukup akrab, seakan mereka sudah lama saling mengenal.

Beberapa saat kemudian, Evan tiba-tiba menyerahkan tasnya kepada pria tersebut, lalu berbalik kembali ke arah kampus.

"Hah? Kenapa tasnya dikasih?" dahi Violet berkerut.

Pria paruh baya itu tetap di tempat parkir, memegang tas Evan dengan santai.

Violet masih mencoba mencerna apa yang terjadi saat matanya mendadak membelalak.

Pria itu membuka tas Evan dan menarik botol minumnya.

Tangan Violet langsung mencengkeram tiang listrik.

"Tidak… jangan!"

Teriakannya menggema di udara, tapi pria itu sudah membuka tutup botol.

Satu teguk.

Violet langsung berlari.

Dua teguk.

Ia menerjang pria itu.

Tiga teguk.

Terlambat!

Bruk!

Violet menubruk pria itu dengan keras, membuat mereka berdua terjatuh ke aspal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!