NovelToon NovelToon

KETIKA CINTA DI UJI

Kenyataan pahit

"Anjani kenapa semua nilaimu turun?!" bentak Ibu menyeringai.

"I iya Ibu, maafkan Jani, Jani janji, Jani akan belajar lebih giat lagi" jawabku sembari menundukkan kepala, dan mencengkram ujung rokku, karena takut bentakkan Ibu.

"Makanya kamu itu gak usah kebanyakan main! Mulai sekarang tidak ada main, tidak ada uang jajan! Kamu harus terus belajar! Ibu tidak suka kalau nilai-nilaimu turun, atau kamu tidak juara kelas lagi!!" seru Ibu sambil membanting pintu dan menguncinya dari luar.

Itulah omelan Ibu, setiap kali tahu nilai-nilai pelajaran di sekolahku ada yang turun, atau kurang menurut versi beliau.

Hay ... namaku Anjani Hanjaya, sebenarnya nama di Ktp ku hanya Anjani saja, tapi karena namaku sering di sandarkan pada nama Ayah, jadilah namaku seperti itu.

Aku anak pertama dari dua bersaudara, aku memiliki adik namanya Indah Hanjaya. Aku berasal dari keluarga sederhana, dulu meski keluarga kami hidup sederhana, tapi keluarga kami adalah keluarga yang cukup harmonis, selalu banyak cinta dan kasih sayang di dalam keluarga kecil kami.

Ah, menyenangkan jika mengingat masa itu, setiap adzan subuh berkumandang Ayah selalu menggelitiki aku hingga aku terbangun, hanya agar aku bisa belajar shalat bersama, ketika pagi tiba kami sarapan bersama, dengan menu masakan Ibu yang luar biasa enaknya terasa di lidah kami, setelah selesai sarapan aku akan di antar Ayah berangkat ke sekolah, dan Ayah berangkat bekerja, sementara Ibu tetap di rumah, menjaga harta Ayah, menjaga anak-anaknya, menyiapkan segala kebutuhan kami. Ibu adalah perempuan lembut, sabar, pengertian dan tabah dalam menghadapi apapun.

Ibu selalu mampu mendengarkan apapun keluh kesah kami, meski aku tahu sesungguhnya Ibupun sedang lelah.

Tak ada hal yang tak bisa Ibu lakukan, di mataku Ibu bak malaikat tak bersayap yang di kirim Allah untuk kehidupan kami. Sungguh Ibu adalah Ibu terbaik di seluruh muka bumi ini. Bahkan ketika besar nanti aku ingin menjadi seperti Ibu, aku sangat mencintai Ibu, aku sangat menyayangi Ibu, sangat.

Tapi, di muka bumi ini tidak ada yang sempurna, hingga tibalah di suatu malam yang cukup tragis bagiku, aku menjadi saksi pertengkaran yang sama sekali tidak aku mengerti kala itu, tapi yang aku pahami dan aku dengar adalah Ayah dan Ibu memutuskan untuk bercerai.

Ayah dan Ibuku memutuskan untuk bercerai di saat usiaku sembilan tahun, sungguh Ibu ternyata hanya manusia biasa, aku tahu sesungguhnya hati beliau sungguh sangat rapuh, hanya saja Ibu selalu berusaha tegar jika di hadapan kami, semenjak kejadian tragis itu kadang aku sering melihat Ibu menangis sendiri, meratapi nasibnya yang terpaksa harus menghidupi aku dan adikku tersayang seorang diri, dengan bekerja di sebuah perusahaan hanya sebagai karyawaty biasa.

Memutuskan untuk menjadi singgle parent itu sama sekali tidak mudah, Ibu harus menjalani dua peran sekaligus, ya jadi Ayah ya jadi Ibu.

Ibu sangat kerepotan, apalagi kala itu Indah baru berusia lima tahun. Tidak mudah bagi Ibu meninggalkan anak balitanya yang terpaksa harus di titipkan di tetangga, yah meskipun Ibu memberikan upah yang cukup untuk tetangga yang di titipi Indah.

Sementara Ayahku memutuskan untuk menikah lagi dengan mantan istrinya yang terdahulu. Mungkin karena Ayah melihat anak-anak dari istri terdahulunya sudah sukses dan mapan.

Ayah yang kala itu meminang Ibu dalam ke adaan sudah menjadi duda dan sudah lama berpisah dari istrinya, Ayah mengaku sangat mencintai Ibu, hingga pada akhirnya menikahlah mereka, dan tak lama berselang terlahirlah aku dan Indah.

Kadang Manusia memang serakah, tidak akan pernah cukup hanya dengan satu hal. Hingga suatu hari Ayah pergi menemui anak-anaknya atau lebih tepatnya Kakak tiriku, entah bagaimana ceritanya, tergodalah Ayah untuk kembali pada istri pertamanya, sungguh kala itu aku tidak mengerti apapun, aku hanya tau peperangan antara Ayah dan Ibuku, yang menyisakan trauma di hidupku.

Jiwaku terguncang, bagaimana mungkin anak sekecil aku harus menerima kenyataan sepahit ini. Tak ada lagi shalat berjamaah antara kami, tak ada lagi sarapan atau makan bersama. Yang ada hanyalah tangisan Ibu, dan segenap kebenciannya terhadap laki-laki yang sudah memberinya dua gadis lucu.

.

.

.

.

.

.

Bersambung.......

.

.

.

Jangan lupa vote, like, komen dan bintang limanya ya readers....

follow akun IG author juga ya

Teteh_neng2020

makasiihhh....

Kenyataan pahit 2

"Sebelas tahun Han!!!! Sebelas tahun kamu membodohiku!!!! Selama itu kamu mendustaiku dan anak-anakku!!!!" teriak Ibu dimalam bersejarah yang amat kelam bagiku, aku mengintip pertengkaran Ibu di balik gorden kamarku.

"Maafkan aku Maya, aku tak lagi berdaya, aku hanya ingin bahagia bersama anak-anakku yang lain, aku hanya ingin menghabiskan masa tuaku bersama mereka" sahut Ayah sambil menundukkan kepalanya.

"Aku sungguh kecewa padamu Han!!! Kau sungguh biadab!!" Ibu masih histeris.

"Lalu kau anggap apa aku dan anak-anakku selama ini!!!??" Ibu mulai sesenggukan.

"Aku akan bertanggung jawab untuk mereka, aku akan membiayai mereka, setiap bulannya datanglah ke rumahku, aku akan memberikan uang bulanan untuk biaya pendidikan mereka," Ayah menengadahkan wajahnya lalu pergi meninggalkan Ibu yang sedang sesenggukan sendirian.

Sepeninggalnya Ayah, Ibu menangis sejadi-jadinya, merutuki hidupnya sendiri. Aku keluar dari kamarku, lalu menghampiri Ibu.

"Ibu ... " kataku sambil menggisik-gisik mata.

lalu aku memeluk Ibu, Ibu 'pun memelukku dengan sangat erat seolah meminta kekuatan.

Aku tidak mengerti dengan apa yang terjadi, aku hanya menangis mengikuti Ibu.

"Ibu aku akan menjadi anak yang kuat, aku akan melindungi Ibu" kata-kataku sangat yakin kala itu, tanpa aku tau arti dari "melindungi", Ibu mengusap-usap kepalaku, dan berkata "tentu saja, kamu anak kebanggan Ibu, kamu harapan Ibu, kamu harus jadi pahlawan bagi Ibu" Ibu masih terus memelukku dengan sangat erat, hingga tubuhku terasa sesak.

"Bajingan kamu Hanjaya!!!" Ibu masih terus berteriak meluapkan segala amarahnya, tanpa ku sadari Ibu melempar gelas yang bertengger di atas meja. Aku kaget sejadi-jadinya, aku sungguh ketakutan. Ada trauma mendalam di hidupku. Sungguh mulai malam itu aku teramat sangat membenci Ayah yang meninggalkan Ibu.

Tidak, bukan hanya Ayah, tapi semua laki-laki yang ada di muka bumi ini, aku sangat membencinya.

Setelah saat itu, Ibu menunjukkan perubahan sikap yang sangat signifikan di hidupnya, sungguh Ibu menjadi sangat berubah, mungkin karena kenyataan pahit inilah yang menjadikan Ibu berubah, sekarang Ibu menjadi seorang manusia yang keras, kasar, ambisius, egois dan penuh dengan emosi.

Jika dulu aku kagum pada Ibu sampai aku memiliki keinginan ketika besar nanti aku ingin menjadi seperti Ibu. Tapi setelah kejadian malam itu, aku jadi tidak mengenali sosok Ibu lagi. Tapi semua perubahan sikap dan tabiat Ibu, tidak mengubah pula kasih sayangku pada Ibu, aku tetap mencintai Ibu, aku masih sangat menyayangi Ibu.

Aku tau apapun yang Ibu lakukan hanya demi melindungi kami, Ibu hanya ingin melakukan yang terbaik bagi kami, terlepas dari bagaimana caranya.

Kini ada banyak peraturan yang Ibu buat setelah malam mengenaskan itu berlalu, Ibu seperti melampiaskan seluruh amarah dan dendamnya pada kami. Kami selalu di tuntut untuk hidup sempurna, baik di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.

Ibu seolah ingin menunjukkan jika Ibu adalah perempuan paling hebat yang bisa melakukan semuanya sendirian. Terutama kepada para tetangga yang super kebangetan jika sudah menggosipkan keluarga kami.

Para tetangga yang sukanya berbisik-bisik di belakang kami, namun selalu tersenyum penuh kepalsuan ketika berpapasan dengan kami, mereka bilang keluarga kami bukan keluarga baik-baik, hanya karena Ayah dan Ibu bercerai.

"Eh bu Maya, katanya sekarang jadi janda yah?" dengan senyum sinis bu Diyah bertanya pada Ibu.

"Aduh kasihan banget sih bu, makanya kalo jadi orang itu yang bener dong, biar gak di tinggal suami" sahut bu Lilis tak kalah sinis.

"Ibu-Ibu, saya yakin di dunia ini tak ada perempuan yang ingin menjadi janda, semua perempuan bercita-cita ingin memiliki suami yang setia, suami yang baik di mata Allah, baik di mata manusia, tapi jika Allah berkehendak lain, saya bisa apa??" jawab Ibu sambil menahan amarahnya.

"Alah, palingan juga itu bu Maya-nya aja yang gak becus jadi istri," Bu Diyah tetep ngotot.

Ibu menghela napas sambil berlalu, tanpa berpamitan karena sudah tak kuasa lagi membendung air matanya. Sungguh para tetangga ini entah kenapa? Entah mereka sudah kebanyakan makan micin atau mereka itu kurang piknik?.

.

.

.

.

Bersambung.....

.

.

.

Jangan lupa vote, like, koment dan bintang lima nya ya readers ........

Rindu ayah

Kini setiap harinya yang ku rasa sikap Ibu semakin menjadi jadi.

Seperti hari ini, aku yang masih duduk di kelas lima sekolah dasar pulang sekolah, Ibu langsung mengambil tasku, dan memeriksa semua buku buku pelajaranku.

Ibu membelalakkan matanya saat melihat nilai matematikaku hanya sembilan koma lima, Ibu memarahiku, hingga aku menangis sejadi jadinya karena takut.

"Gak usah cengeng!!! cepat belajar, Ibu tidak ingin ada nilai delapan di raportmu semester ini!!! kamu harus tetap juara umum!!! besok jika Ibu melihatmu masih dapat nilai ini lagi, Ibu tak akan segan segan mengirimmu ke rumah bapak kamu!!! biar nanti di sana kamu di siksa sama Ibu tirimu!!!" bentakkan dan ancaman Ibu membuat tangan dan tubuhku gemetar.

Aku menangis dan terus menangis dalam diam, aku takut di kirim Ibu ke rumah Ayah, karena menurut gosip yang beredar siksaan Ibu tiri itu sangat kejam, meskipun pada kenyataannya tidak semua Ibu tiri seperti itu.

"Kerjakan semua soal ini!!! jangan tidur sebelum tugasmu selesai!!!" Ibu melempar buku yang di penuhi soal, dengan tangan gemetar dan perut lapar, aku mengerjakan soal soal yang Ibu berikan.

Beruntung kali ini aku bisa menyelasaikannya tepat di jam delapan lewat, biasanya aku harus mengerjakan soal soal ini hingga waktu hampir tengah malam, aku berdiri dari meja belajarku, aku berjalan keruang tengah, aku melihat Ibu yang sedang menangis terisak sambil menggendong adikku, Ibu melirikku ketika aku datang, Ibu memelukku dengan suara parau Ibu berkata.

"Ibu hanya ingin kamu menjadi yang terbaik, kamu harus menjadi wanita yang kuat dan tangguh, jangan biarkan orang lain menyakitimu, atau merendahkanmu." Ibu mengelus kepalaku dan menangis sejadi jadinya, aku tidak mengerti, sungguh aku tidak memahami hati Ibu kala itu, aku hanya ikut menangis saja.

Waktu telah berlalu, berjalan sangat pelan bagi orang orang yang sedang tertimpa musibah, tapi jika di lalui dengan baik, waktu akan terus berputar, tanpa terasa.

Hingga kini kelulusanku dari sekolah dasar telah tiba, adikku Indah sekarang sudah masuk kelas satu sekolah dasar, aku sibuk mempersiapkan diri untuk masuk sekolah menengah pertamaku.

Berbeda dengan teman temanku yang lain, mereka heboh memilih tempat wisata yang akan mereka kunjungi ketika hari libur tiba bersama keluarga mereka, maka aku menghabiskan seluruh waktuku hanya untuk belajar, dan terus belajar. Agar aku bisa terus menjadi juara umum, dan terus bisa membuat Ibu bangga terhadapku.

"Kamu harus masuk sekolah negeri terpaforite, jika kamu gagal maka jangan anggap aku Ibumu!!!"

lagi lagi Ibu memberiku syarat yang tak masuk akal, aku tersenyum lalu mengangguk, sambil berkata "baik Ibu" .

Aku belajar dan terus belajar hingga lupa waktu, aku mengorbankan masa kecilku, aku sama sekali tidak tau permainan apa saja yang ada di luaran sana, karena aku sama sekali tidak di izinkan untuk bermain oleh Ibu, Ibu tidak membebaskan aku untuk bisa berfikir sendiri tentang hidupku. Ibu telah memonopoli jalan hidupku.

Tapi kala itu aku tidak merasa terbebani sama sekali, aku senang melakukan apa yang Ibu minta, tekadku hanya ingin membuat Ibu tersenyum bangga padaku, itu saja.

Walau kadang aku harus menahan lapar karena soal pelajaran yang Ibu berikan tak kunjung usai, kadang juga aku menahan kantuk hingga lewat tengah malam.

Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, hingga pada akhirnya hasil tak pernah menghianati usaha, akupun masuk di SMPN terpaforite sesuai keinginan Ibu.

Ibu mengelus kepalaku dengan bangga , dan berkata, 'kamu memang anak Ibu'. Entah kenapa, tapi aku sangat bahagia bisa membuat Ibu tersenyum bangga melihatku. Aku bertekad, apapun akan aku lakukan asal Ibu bahagia.

Aku sangat jarang bertemu Ayah, meski di hati kecilku aku sangat merindukannya, Ayah melupakan janji janjinya, yang katanya akan membiayai pendidikanku dan lain sebagainya. Yang aku tau Ayah sudah bahagia dengan kehidupannya, yang sekarang. Aku tak berniat mengganggu kebahagiaan siapapun, termasuk Ayahku sendiri. Aku hanya menahan rinduku dalam diam.

Aku hanya ingin fokus belajar, dan bisa membanggakan Ibu, Aku selalu berfikir, mungkin suatu hari nanti jika aku bisa sesukses kakak tiriku, mungkin Ayah akan bisa meluangkan waktunya untukku.

Itu tidak mustahil bukan????

Bersambung....

Jangan lupa vote, like, komen, dan bintang lima nya readers...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!