"Foto yang bagus, Aletta." Puji manager nya sembari membantunya turun. Aletta baru saja menyelesaikan pemotretan dan ia merasa sangat lelah.
"Terima kasih." Jawab Aletta, berjalan menuju penata riasnya untuk menyesuaikan riasannya sebelum meninggalkan studio.
Manajer itu mengikutinya untuk memberi tahu tentang sesuatu yang baru saja dilihatnya
"Aletta, apa kamu sudah melihat peringkat terbaru?." Tanya nya sembari mengeluarkan ponselnya untuk menunjukkan peringkat tersebut. "Ini, lihatlah." Kata manager itu sembari menyerahkan ponselnya pada Aletta.
Wanita muda itu berbalik dan mengikis perhatiannya pada manager nya. "Sudah keluar?." Tanya nya heran, meraih ponsel dari managernya. Ia tidak mengharapkan daftar itu sampai besok.
"Ya, sudah keluar dan seperti biasa, kamu masih model nomor satu di dunia." Manajer itu tersenyum lebar di wajahnya.
"Seperti yang di harapkan." Kata Aletta sembari memeriksa penampilannya di cermin. Ia tersenyum lebar karena merasa puas dengan penampilannya. Ia kemudian kembali menatap ke arah ponsel di tangannya.
Aletta mengamati daftar itu dengan seksama, lalu dia tersenyum mengejek ketika melihat siapa orang yang berada dalam urutan ke dua setelahnya. "Sepertinya Jennifer Shakira Aniston tidak akan senang dengan daftar ini."
Manager itu tertawa. "Aku sudah bisa membayangkan kalau dia sekarang pasti sedang mengamuk."
Aletta Gabrelia Anandra adalah seorang model berpangkat tinggi dan terkenal baik di negaranya maupun di dunia internasional. Yang membuatnya terkenal bukanlah kenyataan bahwa dia merupakan putri kedua dari salah satu pengusaha ternama di negeri ini.
Sebaliknya, kesederhanaan dan sifatnya yang rendah hatilah yang membuatnya terkenal dan sukses, berbeda dengan rekannya— Jennifer Shakira Aniston yang dikenal kasar dan sombong sehingga membuatnya sulit diajak bekerja sama.
"Nona Aletta!." Panggil Yellen Janet— asisten pribadinya. Wanita muda itu berlarian menghampiri Aletta.
"Ada apa, Yellen?." Tanya Aletta menjadi khawatir ketika melihat ekspresi asistennya. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang serius pasti telah terjadi hingga membuat Yellen tampak begitu pucat.
"Nyonya menelpon dan beliau terdengar sangat serius. Beliau meminta saya untuk memberitahu agar Nona pulang secepatnya. Nyonya bilang ini adalah hubungannya dengan Tuan besar." Kata Yellen melapor.
Setelah mendengar apa yang dikatakan Yellen, Aletta segera meraih tasnya dan bergegas keluar dari studio.
Mengapa ibunya tiba-tiba menuntut agar dia kembali ke rumah orang tuanya?.
Sesuatu yang besar pasti telah terjadi dalam keluarganya dan membuatnya khawatir.
'Kuharap semuanya baik-baik saja.' Gumam Aletta ketika ia keluar dari tempat parkir.
***
"Dengar baik-baik, jauhkan semua benda berbahaya darinya. Mengerti?." Perintah Azada Delvan Emerson kepada pelayan Kekasihnya melalui sambungan telepon, sembari memacu mobilnya di sepanjang jalan raya.
Delvan mendapatkan panggilan telepon sekitar 5 menit yang lalu saat ia sedang rapat. Panggilan itu dari pelayan kekasihnya. Pelayan itu mengatakan jika Jennifer Shakira Aniston kembali mengamuk.
Azada Delvan Emerson yang mengetahui hal itu langsung menghentikan rapat hari ini dan bergegas pergi menemui kekasihnya.
Ia harus segera meredakan amarah Jennifer sebelum wanitanya itu menyakiti dirinya sendiri.
****
"Mommy... Aku sudah dalam perjalanan pulang. Aku akan sampai di rumah mommy sekitar 10 menit lagi, oke? Jangan menggangguku menyetir." Kata Aletta melalui sambungan teleponnya.
Ia segera memutuskan sambungan telepon mereka dan melemparkan ponselnya di kursi penumpang samping, sebelum akhirnya kembali fokus pada jalan raya.
Itu hanya sesaat, tetapi itu lebih dari cukup waktu untuk terjadinya kecelakaan.
Saat Aletta kembali menatap jalan raya, ia baru menyadari bahwa mobil yang ia kemudikan akan menabrak sebuah kendaraan.
"Aahhhhh!." Teriak wanita muda itu dan segera menginjak rem. Namun, itu tidak cukup untuk menghentikan mobilnya agar tidak menabrak mobil di depannya.
Kantung udara miliknya segera mengembang dan mencegah kepalanya terbentur roda kemudi.
Jantungnya berdetak kencang saat ia mengangkat kepalanya dari kantung udara. Ia tidak terluka dan mobilnya tidak tampak rusak parah.
Aletta segera keluar dari mobilnya dan perlahan mendekati mobil yang baru saja ditabraknya.
Ketika ia tengah memeriksa, pintu kursi pengemudi dari mobil asing itu tiba-tiba terbuka dan seorang pria keluar dari sana.
Pria muda itu mengenakan setelan jas hitam dan saat dia mendekat, Aletta memperhatikan bahwa pria itu memiliki fitur wajah yang tampan, mata biru sedalam lautan, dan rambut hitam legam yang sangat licin.
Dia memiliki rahang yang pendek dan tulang pipi yang tinggi. Tatapan matanya dingin dan memancarkan aura dingin.
Pria itu melayangkan tatapan menakutkan ke arah Aletta.
Sementara itu, Aletta merasa ada yang aneh dengan perasaannya, ia tidak mengenal siapa pria itu, tetapi pria itu dapat memengaruhinya.
Sementara itu Delvan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia menatap orang yang tidak pernah sudi dilihatnya. Aletta Gabrelia Anandra!
Wanita yang telah membuat kehidupan Jessica— kekasihnya, seperti neraka!
"Nona Aletta." Panggil Delvan dengan suara berat yang membuat Aletta merasa merinding. "Anda baru saja menabrak mobil saya."
Aletta menarik napasnya dalam-dalam, tidak merasa aneh karena pria itu mengetahui namanya. Ya, Aletta model internasional, semua orang pasti tahu namanya.
"Saya minta maaf, Tuan. Saya tidak berkonsentrasi dan ini sepenuhnya kesalahan saya. Saya siap membayar biaya perbaikan mobil Anda dan saya..."
"Membayar saya?." Andra mendengus kesal. "Apa anda benar-benar berpikir saya akan menerima uang anda dan memaafkan anda karena sudah menabrak mobil saya?." Tanya nya dengan nada dinginnya.
"Apa?!." Tanya Aletta, merasa heran dengan cara pria itu yang berbicara kasar padanya. "Apa maksud anda?."
"Yah, bukankah sudah jelas? Apa yang akan dilakukan media jika mereka tahu bahwa Aletta Gabrelia Anandra yang mereka sayangi hampir membunuh seorang pria?"
"Kau gila!" desis Aletta kesal.
"Apa yang baru saja kau katakan padaku?." Tanya Delvan.
Apakah wanita ini tidak tahu betapa kejamnya Aletta terhadap orang-orang yang tidak menghormatinya?. "Tidakkah kau tahu siapa aku?" tanyanya.
"Dengar baik-baik, Tuan asing. Sejujurnya, aku tidak tahu siapa kau. Kalau pun aku tahu... aku tidak perduli. Dan kalau kau tidak menginginkan uang ganti rugi dariku, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untukmu. Aku pergi dulu." Aletta berbalik dan masuk ke dalam mobilnya.
"Kau akan menyesali ini, Aletta. Aku akan memastikannya." Ancam Delvan ketika memperhatikan Aletta masuk kedalam mobil.
"Oh, jadi kau akan balas dendam padaku? Jangan khawatir. Aku akan memberimu alasan yang lebih besar untuk membalas dendam." Gumam Aletta. Ia menyalakan mesin mobilnya dan memundurkan mobilnya sehingga ia bisa memberi jarak sedikit di antara kedua mobil itu.
Akan tetapi, alih-alih langsung pergi, Aletta malah kembali menabrak mobil Delvan dan merusaknya lebih parah.
"Sialan kau!." Umpat Delvan ketika mobil Aletta terus menabrak mobilnya. Setelah menabraknya sebanyak 5 kali, Aletta berhenti dan menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Nah, aku sengaja melakukannya. Sekarang, kau punya alasan yang cukup kuat untuk balas dendam padaku. Aku akan menunggumu." Kata Aletta, lalu pergi.
Delvan sangat marah. Tidak ada seorang pun, kecuali wanita itu yang pernah melakukan seperti ini padanya. Ia hanya terbiasa dengan para wanita yang memuja ketampanannya dan bukan menabrak mobilnya.
Pria itu tidak punya dendam pribadi pada Aletta sebelum hari ini, tetapi sekarang tidak lagi. "Aku akan menghancurkan mu, Aletta!." Katanya bersumpah.
***
Delvan mengendari mobilnya yang hancur ke dalam rumah besar milik keluarga kekasihnya dan keluar dari mobil, lalu bergegas masuk kedalam.
Begitu ia masuk ke dalam, ia melihat seorang pelayan. "Dimana dia?." Tanya Delvan dengan panik.
"Nona ada di atas, Tuan Delvan." Jawab pelayan itu dengan lembut. "Tapi, Tuan. Nona sedang dalam suasana hati yang buruk." Sambungnya memberitahu Delvan.
"Kau bisa pergi sekarang." Perintah Delvan, lalu segera naik ke atas menuju kamar Jessica.
Delvan mengetuk pintu dengan pelan, lalu membukanya perlahan. Masuk ke dalam ruangan dengan sangat hati-hati karena ia tahu betapa besar nya kemarahan kekasihnya.
Ruangan itu menjadi berantakan karena Jennifer telah mengobrak abrik semua barang-barangnya karena marah begitu dia mengetahui bahwa dirinya kalah lagi dari Aletta Gabrelia Anandra
Penampilan wanita itu juga tampak acak-acakan, tidak seperti penampilannya yang biasanya. Rambutnya acak-acakan dan pakaiannya robek.
"Aku benci wanita jalang itu!." Jennifer mengumpat dengan amarahnya yang masih meluap-luap sembari meraih Vas bunga dan tanpa melihat melemparkannya ke arah Delvan. Beruntungnya, pria itu memiliki reflek yang cepat dan mampu menghindari Vas bunga itu.
"Aku akan memberinya pelajaran yang tidak akan pernah bisa dia lupakan." Kata Jennifer berjanji pada dirinya sendiri sembari menggertakkan giginya dengan marah.
Delvan berjalan menghampiri Jennifer dan duduk di ranjang di sampingnya. Ia melingkarkan lengannya di pinggang dan memeluknya.
"Kamu berjanji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi." Kata Delvan
Jennifer membalas pelukan Delvan. "Maafkan aku, aku tidak bisa menahan kemarahannya. Aletta lebih unggul dariku." Katanya dengan nada meremehkan.
Delvan mencium kening Jennifer sembari terus menghiburnya. "Tidak apa-apa, aku di sini untukmu."
Mendengar hal itu, Jennifer terdiam dia hanya merasakan pelukan hangat dari Delvan dan merasa lebih tenang di dalam pelukannya.
Namun, tiba-tiba ponsel Delvan berdering, memecah keheningan. Ia memeriksa layar dan membaca nama ibunya sebagai nama pemanggil. Delvan pun segera mengangkat panggilan tersebut, tetapi bukannya mendengar suara ibunya, ia malah mendengar suara adiknya— Vian Vandra Emerson.
"Halo, Kak." Sapa Vian dengan riang.
Delvan mengernyitkan dahinya karena mengira adiknya itu akan melakukan kejahilan lagi. "Kenapa kamu membawa ponsel Mama, Vian?." Tanyanya dengan nada dinginnya.
"Tenang saja, aku tidak akan mengerjai mu." Vian meyakinkan Kakaknya karena ia tahu apa yang ada dalam pikiran saudaranya itu.
"Dimana Mama?." Tanya Delvan
"Mama ada di kamarnya. Mama memintaku untuk memberitahu mu untuk cepat pulang karena mama akan mengatakan sesuatu yang penting padamu, bukan padaku." Jawab Vian dengan wajahnya yang cemberut, ia cemburu karena ibunya hanya ingin mengobrol dengan kakaknya saja.
Delvan mengernyitkan dahinya. Mengapa ibunya ingin berbicara dengannya dan memintanya punya dengan segera? Apa ada sesuatu yang terjadi?
"Aku akan segera pulang." Kata Andra, lalu menutup sambungan telepon mereka.
"Ada apa, Delvan?." Tanya Jennifer setelah melihat raut wajah Andra yang khawatir.
"Mama memanggil ku dan memintaku cepat pulang." Delvan beranjak dari tempat duduknya, lalu membungkuk ketika ia mengingat belum mencium bibir Jennifer. "Aku pulang, jaga dirimu." Katanya setelah itu berjalan keluar dari kamar Jennifer.
***
Sementara itu, Aletta terlihat baru saja sampai di kediaman keluarga Anandra. Ia turun dari mobil menuju ke dalam rumah besar itu. Ia disambut oleh Alexia, kakak iparnya.
Meski pun Aletta masih kesal dengan pria asing yang temui hari ini, begitu dirinya melihat Alexia, semua amarahnya menghilang.
"Aletta, kamu akhirnya sampai." Katanya dengan antusias, lalu memeluk Aletta.
"Apa kabar, kak?." Tanya Aletta.
"Kamu bayangkan sendiri... tinggal bersama kakak mu dan putranya di rumah yang sama. Hampir setiap hari mereka membuatku gila." Keluh Alexia dan hal ini membuat Aletta tertawa terbahak-bahak.
"Hei, jangan berani-berani mengeluh. Aku sudah memperingatkan mu untuk tidak menikah dengan Kakak ku, tapi ternyata kamu mencintainya. Sekarang, hadapi konsekuensi keputusanmu."
Alexia menarik telinga Aletta dan wanita muda itu meringis kesakitan.
"Dasar bocah manja! Begitukah caramu berbicara tentang Kakakmu? Kamu benar-benar perlu diajari sopan santun," tegur Alexia, bercanda.
"Ahh, biarkan aku pergi, kakak ipar." Teriak Aletta saat ia berjuang untuk melepaskan diri dari cengkeraman Alexia. Akhirnya ia berhasil membebaskan diri dan memegangi telinganya sembari berteriak keras.
"Mom, Kakak ipar menindasku karena aku mengatakan yang sebenarnya tentang Kak Leo."
"Tidak ada bedanya antara Leo dan kamu." Kata Alexia sembari tertawa kecil dan Aletta juga ikut tertawa
"Wah, senang melihat kalian berdua akur." Tiba-tiba seseorang di belakang mereka berkata dan hal ini membuat Alexia dan Aletta melompat ketakutan.
Mereka berbalik dan disambut oleh Martha, ibu Aletta, dan ibu mertua Alexia.
"Hai, Mommy." Sapa Aletta dan menghampiri ibunya untuk memeluknya.
"Aletta." Kata Martha sembari memeluknya. "Selamat atas peringkatmu."
"Oh ya, aku lupa mengucapkan selamat padamu." Kata Alexia sembari memeluk Aletta.
"Wah, sepertinya Mommy lupa pada anak tampan yang satu ini." Kata Leo sembari berjalan masuk dan melihat ketiga wanita itu berpelukan.
"Hai Kak Leo." Sapa Aletta dengan senyum di wajahnya.
"Hm... bagaimana kabarmu." Sapa Leo sembari melirik ibunya dengan gugup.
Dia tidak tahu bagaimana Aletta akan bereaksi ketika dia mengetahui tentang kesepakatan itu.
Aletta yang memperhatikan kakaknya menatap ibunya dengan raut wajah aneh, membuatnya langsung curiga.
“Mom, kenapa tiba-tiba menelpon ku ke sini?” tanyanya dengan nada serius, semua jejak keramahannya hilang.
“Mom, kenapa tiba-tiba menelpon ku ke sini?” tanyanya dengan nada serius, semua jejak keramahannya hilang.
"Ayo, kita bahas ini di kamar Mommy." Kata Martha sembari memberi isyarat agar Aletta mengikutinya.
Leo, Aletta dan Martha semuanya menuju ke arah kamarnya, dan kemudian Leo menutup pintu di belakang mereka.
"Duduklah, Aletta." Kata Leo, membuat Aletta merasa semakin cemas. Ia melakukan apa yang di perintahkan kakaknya dan duduk di atas tempat tidur ibunya.
"Aletta..." Martha mulai buka suara. "Apa yang akan Mommy katakan padamu akan mengubah hidup mu selamanya." Martha menghampiri putrinya dan duduk di sampingnya.
"Sebelum Daddy kamu meninggal, dia punya sahabat. Mereka tumbuh bersama dan melakukan segala hal bersama. Mereka seperti tak terpisahkan." Sambung wanita itu.
"Mom, kenapa Mommy menceritakan kisah Daddy padaku?." Tanya Aletta mulai merasa kesal.
Berbicara tentang ayahnya selalu membuat Aletta sensitif karena ia tidak pernah mengenal ayahnya sebelum dia meninggal. Ibunya sedang mengandung Aletta delapan bulan ketika ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.
Aletta telah menjalani seluruh hidupnya tanpa ayahnya, dan wanita itu lebih suka tidak membicarakan tentang ayahnya. Ibunya tahu hal ini, jadi mengapa dia membicarakannya?
Martha mengusap pahanya dengan gugup dan melirik Leo, yang menghindari tatapannya.
"Ya, Daddy kamu membuat kontrak dengan sahabatnya sebelum dia meninggal dan kontrak itu melibatkan kamu dan putra sahabat Daddy mu."
Aletta yang melihat ibunya gugup juga membuatnya merasa gugup karena ia tidak tahu apa yang diharapkan.
"Apa isi Kontrak? Dan kenapa melibatkan aku?." Tanya Aletta.
"Yah..." Martha terdiam sejenak, ragu untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya.
"Ayolah, Mommy. Katakan saja!." Gerutu Aletta kesal.
"Kontrak itu berisi bahwa kamu dan putra sahabat Daddy mu harus segera menikah setelah umur kamu dua puluh empat tahun." Kata Martha cepat dan mengembuskan napas dalam-dalam seolah beban berat telah terangkat dari dadanya.
Butuh beberapa saat bagi Aletta untuk memproses apa yang baru saja didengarnya, dan butuh waktu lebih lama lagi baginya untuk memahaminya.
Ibunya jelas-jelas bercanda. Dia tidak mungkin menganggap serius ayahnya yang membuat kontrak seperti itu.
Dunia telah berkembang secara signifikan, dan siapa pun diizinkan untuk membuat keputusan mereka sendiri.
Mereka seharusnya memilih sendiri pasangan yang ingin mereka habiskan hidup bersama, dan bukan menikah dengan pilihan orang tua mereka.
Martha dan Leo saling berbagi pandangan dengan raut wajah gugup. Aletta tidak mengatakan apa pun setelah Martha bercerita tentang kontrak pernikahan dengan sahabat keluarga mereka.
Beberapa saat dalam kesunyian, Aletta tiba-tiba tertawa dan hal ini membuat Martha dan Leo semakin takut. Wanita itu berhenti tertawa, dan ekspresinya berubah semakin dingin.
"Jadi, maksud Mommy... Daddy membuat kontrak yang melibatkan kebebasan ku dengan putra sahabatnya dan Mommy tidak berusaha menghentikannya?." Tanya Aletta dengan nada rendahnya yang berbahaya.
Martha mengusap dahinya. "Mommy tidak tahu apa pun tentang kontrak itu sampai setelah Daddy kamu meninggal ketika pengacara mengatakannya pada Mommy."
"Kalau Daddy dan sahabatnya itu sangat dekat, kenapa aku tidak pernah bertemu dengan putranya atau pun keluarganya?." Tanya Aletta.
"Itu karena Mommy menjauhkan mu dari mereka setelah Daddy mu meninggal. Setelah Mommy tahu kesepakatan yang di buat Daddy mu." Jawab Martha.
"Tentu saja, Mommy marah karena Daddy kamu sudah mengambil keputusan sebesar ini tanpa memberitahu Mommy. Itulah sebabnya... Mommy melarang sahabat Daddy mu ke sini atau menemui mu." Kata Martha menjelaskan. "Dia mau menghormati keputusan Mommy dan... Mommy pikir kita sudah tidak akan bertemu dengannya sampai akhirnya kemarin ketika pengacaranya datang ke sini, dia mengingatkan Mommy tentang kontrak itu dan mengatakan bahwa dia masih berencana menikah kamu dengan putranya."
Aletta terdiam beberapa saat seakan tengah memikirkan sesuatu. Baiklah, mungkin ibunya tidak tahu apa yang telah ayahnya lakukan. Tetapi, itu tidak berarti Aletta benar-benar setuju untuk menikah dengan seseorang yang tidak di kenalnya.
"Aku tidak perduli kalau mereka ingin melanjutkan kontrak itu, Mom. Tapi, aku tidak akan menikah dengan pria yang tidak aku kenal!."
Aletta bangkit dari duduknya, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar ibunya. Tetapi Leo menghentikannya.
"Apa lagi, Kak?." Bentaknya.
"Ada konsekuensinya kalau kamu dan putra sahabat Daddy menolak untuk menikah, Aletta. Dan kakak tidak ingin kamu menanggung konsekuensinya." Kata Leo dengan lembut.
"Memang nya apa yang terjadi kalau aku menolak untuk menikah?." Tanya Aletta dengan rasa ingin tahu.
"Kamu akan kehilangan warisan sesuai kontrak dan kamu bisa di keluarkan dari keluarga karena sudah membatalkan perjanjian kalau keluarga sahabat Daddy memutuskan untuk menuntut dan kalau mereka mengetahui penolakan mu mereka pasti akan menuntut."
"Apa-apaan ini? Daddy sudah seperti menjual putrinya sendiri pada sahabatnya! Bagaimana Daddy bisa membuat keputusan sebesar itu atas namaku? Apa yang ada di pikirannya saat dia membuat keputusan seperti itu?!." Aletta benar-benar sangat marah. Semua yang di terimanya hari ini membuatnya kesal dan berpikir bahwa dunia ini memang tidak adil untuknya.
Sementara itu, Martha dan Leo hanya bisa terdiam menunggu keputusan yang akan di ambil oleh Aletta.
Aletta adalah orang yang baik dan manis, tetapi satu hal yang harus di ketahui adalah jangan membuatnya marah.
Sebaik apapun Aletta, dia memiliki gelombang kemarahan yang mengerikan, itulah sebabnya dia hampir tidak pernah marah. Namun begitu dia marah, semua kekacauan akan terjadi.
Aletta bisa merasakan emosinya menguasai dirinya. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Ia tidak akan marah.
"Siapa sahabat Daddy?." Tanya Aletta dengan tenang karena ia menyadari bahwa ia bahkan tidak tahu siapa sahabat ayahnya.
"Alexander Emerson." Jawab Leo.
Mata Aletta membelalak kaget saat mendengar nama sahabat ayahnya. "Jadi itu artinya aku harus menikah dengan Azada Delvan Emerson?."
"Ya." Jawab Martha.
Bahkan jika Aletta mempertimbangkan untuk menikah, tidak mungkin dirinya akan menerima kontrak tersebut, terutama setelah ia mengetahui dengan siapa dirinya akan menikah.
Keluarga Emerson adalah salah satu keluarga yang paling berpengaruh di dunia ini, sama seperti keluarga Anandra.
Mereka adalah satu-satunya keluarga yang mampu menerima keluarga Anandra karena mereka memiliki status sosial yang sama.
Keluarga Emerson memiliki dua putra: Delvan yang lebih tua, dan Vian Vandra Emerson.
Sementara Delvan dikenal kejam dan sadis.
Aletta belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, tetapi ia pernah mendengar tentang betapa buruknya Delvan dan keluarga mereka berharap ia akan menikah dengan pria seperti itu. Tidak akan pernah!
"Aku tidak akan menikah dengan monster seperti Delvan itu!"
Leo meletakkan tangannya di bahu adiknya. "Kakak janji, kami tidak akan memaksamu untuk menikah dengannya, tapi setidaknya kita harus bertemu mereka dan mendengar apa yang mereka katakan," desaknya.
“Dan Mommy pikir kamu juga perlu berbicara dengan Delvan untuk mengetahui bagaimana perasaannya tentang hal ini. Lagipula, ini tentang hidupmu. Tidakkah kamu juga berpikir begitu?." Kata Martha.
Aletta mendesah pasrah. Jika ia menolak pernikahan ini, setidaknya ia bisa bertemu dengan Azada Delvan Emerson.
Aletta tidak peduli apakah dirinya akan kehilangan warisannya atau dikeluarkan dari keluarga.
Tidak mungkin ia akan menikah dengan Delvan. "Baiklah kalau begitu, aku akan menemuinya sekali saja, tapi hanya karena Kakak yang memintaku."
Leo tersenyum dan memeluk adik perempuannya. "Ayo, kita makan siang," katanya sembari menuntun Aletta dan Martha ke ruang makan.
****
Bersamaan dengan itu, di tempat lain.
"Apa?." Tanya Delvan terkejut dengan apa yang baru saja diungkapkan orang tuanya kepadanya.
Dia menatap kedua orang tuanya, berharap mereka sedang mengerjainya, tapi ekspresi mereka menunjukkan bahwa mereka sedang bersungguh-sungguh.
Setelah tiba di kediaman orang tuanya, Delvan mendapati kedua orangtuanya sedang menunggu kedatangannya. Mereka mengatakan kepada Delvan bahwa ada sesuatu yang penting untuk diceritakan kepadanya dan bahwa hal itu akan mengubah hidupnya.
Ayahnya lalu menceritakan kepadanya tentang kontrak yang dibuatnya dengan sahabatnya untuk menikahkannya dengan putrinya.
"Kita sudah sepakat untuk menikahkan kalian berdua setelah dia berusia dua puluh empat tahun, dan sebulan yang lalu... umurnya sudah genap dua puluh empat tahun." Kata Alexander sembari menatap tajam ke arah putranya, menunggu reaksinya terhadap apa yang baru saja dia ungkapkan kepadanya.
"Papa sebenarnya tidak berniat meneruskan kontrak itu, kan?." Tanya Delvan.
Tentu saja tidak mungkin ayahnya benar-benar menginginkan dia menikahi seorang gadis yang belum pernah dia temui.
Ini adalah tahun 2021 dan orang yang sudah dewasa boleh memutuskan siapa yang mereka inginkan untuk di jadikan pasangan hidup, bukan menikah karena pilihan orang tua.
"Sebenarnya, kami yang mendesaknya. Delvan." Jawabnya Alexander dengan tegas. "Kamu tahu kalau keluarga Emerson selalu menepati janji dari semuanya orang."
Delvan tidak mau mendengarkan perkataan ayahnya.
"Aku tidak akan menikah dengan seorang gadis yang belum pernah kutemui sebelumnya, Papa. Papa yang membuat kontrak dan bukan aku, jadi aku tidak berkewajiban untuk mematuhinya." Kata Delvan dengan nada dingin.
Setelah selesai berbicara dan Delvan bangkit berdiri, bermaksud untuk meninggalkan ruangan.
"Kalau kamu menolak menikah, maka kamu bisa menganggap dirimu orang luar, Azada Delvan Emerson!." Kata Alexander mengancam dan hal itu membuat langkah Delvan terhenti.
“Apa maksud, Papa?." Tanya Delvan dengan curiga.
Alexander berjalan ke arahnya dan berhenti di hadapannya. "Kalau kamu menolak untuk menikah dengan gadis yang telah papa pilihkan untukmu, maka kamu tidak akan mendapatkan sepeserpun dari warisan papa." Kata Alexander, tidak ingin kalah dari putranya.
Sifat keras kepala merupakan sesuatu yang mengalir dalam darah Emerson. Dan Alexander tidak mau kalah dari putranya.
Alexander ingin Aletta menikah dengan Delvan, dan ia siap melakukan apa saja untuk memastikan hal itu terjadi, bahkan jika itu termasuk mengancam putranya.
"Putuskan apa yang kamu inginkan terjadi padamu. Menikahlah atau kamu akan diusir dari keluargamu."
Delvan tidak mengatakan apa pun. Ayahnya telah memainkan permainan yang bagus dengan mengancam akan mengusirnya dari keluarganya.
Ayahnya tahu betapa pentingnya keluarga baginya, itulah sebabnya ia memutuskan untuk menggunakan keluarga untuk melawannya. 'Bagus sekali, Papa.' gumamnya dalam hati.
Delvan berbalik untuk pergi, lalu membuka pintu, tetapi ia tiba-tiba berhenti karena menyadari dirinya tidak tahu siapa gadis itu.
"Siapa gadis yang akan dinikahkan dengan ku?." Tanya Delvan, tanpa menoleh ke belakang.
"Aletta Gabrelia Anandra." Jawab Alexander.
Mendengar nama itu, Delvan terkejut saat mengetahui bahwa ia ditakdirkan untuk menikahi Aletta. Ia baru saja bertemu dengan gadis itu beberapa jam yang lalu dan ia tidak tahan dengannya, tetapi ternyata ia diharapkan untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan gadis itu?. Tidak mungkin ia akan menikahinya!
"Bagaimana kalau dia menolak untuk menikah denganku?." Tanya Delvan mencari cara agar tidak jadi menikah dengan Aletta.
"Itu bukan pilihan, Delvan. Kalau dia menolak, buat saja dia setuju untuk menikah denganmu. Lagipula, kamu tahu bagaimana mendapatkan apa yang kamu inginkan." Jawab Alexander.
Delvan tidak ingin mengatakan apa pun lagi dan pergi meninggalkan ruangan.
“Apa yang terjadi? Apa Kakak dan Papa bertengkar lagi?." Tanya Vian, adik Delvan, bertanya-tanya pada dirinya sendiri ketika melihat kakaknya marah.
Delvan hanya menatap Vian sekilas dan meninggalkannya tanpa mengatakan apa pun.
Vian sama sekali tidak terkejut karena kakaknya selalu bersikap dingin kepadanya.
Orang lain mungkin mengira Delvan membenci saudaranya, tetapi Vian tahu bahwa Kakaknya itu sangat mencintainya karena dia telah melakukan banyak hal untuknya. Namun, bersikap baik bukanlah salah satunya.
Vian berjalan ke kamar orang tuanya, di sana ia melihat ibu dan ayahnya sedang membicarakan sesuatu. Tampaknya penting karena mereka tidak menyadari bahwa ia telah memasuki kamar mereka.
"Papa, mama. Apa yang terjadi? Aku baru saja melihat Kakak pergi dengan marah. Apa dia bertengkar dengan kalian lagi?." Tanya Vian, menatap ayahnya.
"Bisa di bilang begitu." Jawab Alexander.
Vian mengernyitkan dahinya mendengar jawaban ayahnya. "Apa yang Papa lakukan kali ini sampai membuat Kakak marah?." Tanya Vian menuduh, membuat Alexander tertawa.
"Papa mengatur pernikahannya dengan Aletta Gabrelia Anandra." Jawab Alexander.
"Apa?." Seru Vian, terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan ayahnya.
"Apa?." Seru Vian, terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan ayahnya. "Aku tidak mengerti." Katanya lagi.
Alexander menjelaskan semuanya kepada putra keduanya. "Kamu sangat dekat dengan kakakmu. Jadi, papa sarankan kamu membujuk kakak mu dan katakan tidak ada jalan keluarnya dari perjodohan kontrak ini."
Alexander kemudian meminta Vian untuk keluar dari kamarnya karena pembicara mereka sudah selesai. Tidak ada seorang pun yang akan mengubah pikirannya tentang perjodohan Delvan.
Delvan mengingatkan Alexander pada dirinya yang lebih muda. Dia persis seperti Delvan, dingin dan mengerikan.
Alexander hanya punya satu tujuan, yaitu menjadi sukses. Dia memang menjadi sangat sukses, tetapi dia tidak merasa bahagia.
Alexander merasa hampa dan sendirian di dalam hatinya sampai dia akhirnya bertemu dengan istrinya, Victoria. Dia mengisi kekosongan hatinya dan membawa kebahagiaan ke dalam hidupnya.
Alexander tidak ingin Delvan mendapatkan kesalahan yang sama dengan tidak segera menemukan seorang wanita untuk mengisi kekosongannya, itulah sebabnya Alexander sangat menginginkan pernikahan ini.
Aletta adalah orang yang akan membawa cahaya ke dalam dunia gelap putranya. Alexander telah mengawasi wanita itu dengan saksama selama bertahun-tahun.
Karenanya, Alexander tahu bahwa dirinya tidak salah dalam membuat keputusan seperti itu.
***
"Apa?." Teriak Jessica Shakira Aniston, ia sangat marah ketika Delvan menceritakan apa yang baru saja diungkapkan ayahnya kepadanya.
"Mengapa Paman Al membuat kesepakatan seperti itu tanpa membicarakannya denganmu?." Tanya wanita itu sembari berjalan mondar-mandir dengan amarahnya yang meluap-luap di dalam dirinya.
"Aku tidak tahu. Papa membuat kesepakatan itu dengan temannya saat aku masih berusia satu tahun. Bahkan kalau dia bertanya bagaimana perasaanku, itu tidak akan jadi masalah!." Kata Delvan dengan nada dinginnya.
Perasaan pria itu masih terguncang oleh apa yang ayahnya katakan. Jadi, dia memilih pergi ke rumah Jessica untuk membicarakan masalahnya dengan wanita itu.
Jessica berjalan menghampiri Delvan dan duduk di sampingnya. "Siapa wanita yang dijodohkan denganmu?."
Setelah merasa tenang, Jessica menyadari bahwa dirinya belum tahu siapa wanita yang di maksud oleh Delvan.
Delvan menatap Jessica dengan ragu-ragu, ia takut untuk mengatakannya.
Ia tidak tahu bagaimana nanti Jessica akan bereaksi setelah mengetahui bahwa ayahnya telah mengatur pernikahannya dengan orang yang paling wanita itu benci..
Aletta Gabrelia Anandra!
Jessica yang melihat keraguan di mata Delvan pun beralih menatapnya dengan curiga. "Delvan." Panggilnya sembari menyipitkan matanya. "Siapa wanita yang dijodohkan dengan mu?."
"Aletta Gabrelia Anandra." Jawab Delvan dengan berbisik pelan.
"Apa katamu?!." Teriak Jessica, ia langsung beranjak dari tempat duduknya.
Kemarahannya saat ini tidak ada apa-apanya dibandingkan ketika Delvan mengatakan kepadanya bahwa ayahnya telah mengatur pernikahannya dengan seseorang.
"Tidak mungkin aku membiarkan kamu menikahi wanita itu!"
Reaksi Jessica persis seperti yang diprediksi oleh Delvan. Wanitanya itu benar-benar marah. Siapa yang tidak akan marah jika mengetahui kekasihnya akan menikahi musuh bebuyutannya?
Namun, yang tidak diketahui oleh Jessica adalah bahwa Delvan akan kehilangan warisan dan kedudukannya di dalam keluarga Emerson, jika dia menolak menikah dengan Aletta.
"Jessica." Panggil Delvan dengan nada yang sangat lembut.
"Apa?!" seru Jessica. Kejutan demi kejutan pun terjadi.
"Kalau aku tidak menikah dengan Aletta, Papa akan mengeluarkan aku dari keluarga dan ini bukan ancaman kosong." Kata Delvan mencoba menjelaskan pada Jessica.
'Tidak.' Batin Jessica. Jika Delvan di ancam akan di keluarkan dari keluarga, ia tidak bisa tinggal diam dan melihat Delvan kehilangan kekayaan dan kekuasaan yang diperolehnya sebagai pewaris Emerson!
Itulah sebabnya Jessica tetap bersama Delvan. Jessica telah berusaha keras untuk membuat Delvan jatuh cinta padanya dan dia tidak akan membiarkan cinta itu lepas dari tangannya.
"Jessica." Panggil Delvan sembari menarik wanita itu keatas pangkuannya. "Aku tidak peduli kalau papa tidak mengakui ku sebagai anaknya, tapi aku peduli padamu. Aku tidak ingin menikah dengan Aletta. Jadi, lebih baik kita menikah lari."
'Apa gunanya menikah dengan mu kalau kamu tidak punya warisan?.' Batin Jessica dan ia tidak mungkin mengatakan hal itu dengan lantang.
"Tapi, bagaimana dengan keluarga mu?." Tanya Jessica.
"Aku tidak perduli. Mereka harus menerima kamu, entah suka atau tidak." Kata Delvan dengan nada dinginnya.
Jessica telah memikirkan bagaimana dirinya bisa keluar dari situasi canggung ini. Sejujurnya, ia belum siap untuk menikah, terutama sekarang karena Delvan terancam akan kehilangan warisannya, tetapi ia juga tidak ingin Delvan menikah dengan wanita itu.
'Apa yang harus aku lakukan?.' Tanya Jessica pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba sebuah pikiran muncul di kepalanya. Itu adalah solusi sempurna untuk semua masalahnya. "Delvan, aku punya solusi untuk ini," kata Jessica bersemangat, memuji dirinya sendiri dalam hati karena kepintarannya.
"Apa maksudmu?." Tanya Delvan, ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Jessica.
"Kamu tidak ingin menikah dengan Aletta dan kamu juga tidak pantas kehilangan warisanmu karena wanita jalang itu, kan?"
"Ya..." jawab Delvan.
"Kalau begitu, nikahi saja dia!." Usul Jessica dengan penuh semangat.
"Apa yang kamu katakan? Apa kamu mabuk?." Tanya Delvan menjadi kesal dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Jessica. "Aku tidak ingin menikahinya, dan kamu malah menyuruhku menikahinya."
"Tenang saja, sayang. kamu tidak membiarkanku menyelesaikan rencana ku? Ya, aku tahu kamu tidak ingin menikahinya, tapi kamu harus melakukannya, setidaknya demi Papamu. Buat saja kesepakatan dengannya dan ceraikan dia setelah setahun. Kamu bisa membuat alasan karena kalian tidak tahan satu sama lain dan bertengkar hebat untuk membuktikan perbedaan pendapat kalian. Dengan begitu... papa mu tidak akan bisa menahan warisanmu. Lagipula, kamu memang sudah menikahinya. Pikirkan rencana ini, Delvan.
"Ya, kurasa aku benar." Kata Delvan sembari merenungkan apa yang disarankan oleh Jessica.
Ayahnya tidak akan menyangkalnya lagi jika menurutnya Aletta dan dirinya lebih baik bercerai.
Namun, Delvan menyadari bahwa ada kekurangan dalam rencana Jessica. Sebuah risiko yang tidak ingin diambilnya.
"Tapi, bagaimana kalau Aletta benar-benar menyetujui pernikahan ini dengan niat menghabiskan sisa hidupnya bersamaku?." Delvan meringis ketika membayangkan harus menghabiskan sisa hidupnya bersama Aletta. Memikirkannya saja sudah membuatnya muak.
Jessica tiba-tiba tertawa mendengar pertanyaan Delvan. "Itu tidak akan terjadi. Aletta bukan penggemar beratmu, dan aku sudah melihatnya sendiri. Yang perlu kamu khawatirkan hanyalah membuatnya menyetujui kontrak itu."
Delvan menarik Jessica agar lebih dekat dengannya dan memeluknya dari belakang. "Tapi aku tidak ingin menikahinya. Aku mencintaimu."
"Aku tahu kamu tidak mau menikahi dia, tapi kamu harus tetap menikah. Aku tidak ingin Papa mu memutuskan hubungan denganmu karena hubungan kita. Hubungan mu dan Aletta hanya sementara dan setelah itu, kita akan bersatu." Kata Jessica sembari memutar matanya.
"Tapi, sebenarnya ada sesuatu yang bisa kamu lakukan yang bisa membuatku bahagia." Kata Jessica kemudian.
"Ada apa?" Tanya Delvan.
"Buatlah hidup Aletta sengsara sebagaimana dia membuatku sengsara selama ini." Pinta Jessica dengan lembut karena dia tahu hal ini akan membuat Delvan menyetujui permintaannya.
"Kamu tidak perlu memintanya padaku. Aku akan membuat hidupnya sengsara. Lagipula, aku ahli dalam hal itu." Delvan mengerutkan dahinya dalam-dalam ketika ia memikirkan rencana akan menikah dengan Aletta, tetapi jika Jessica menginginkan hal itu, maka dirinya akan melakukannya dan Aletta harus membayarnya.
Aletta akan memisahkan Delvan dari Jessica, tidak mungkin Delvan akan membiarkan wanita siang itu pergi setelah menghancurkan.
Jessica berbalik dan mencium bibir Delvan sebentar. "Terima kasih, Sayang," katanya sembari memeluk Delvan. Senyum jahat terlihat di bibir Jessica.
Ia telah memiliki Delvan di bawah kekuasaannya dan sekarang dirinya akan menggunakan Delvan untuk membalas dendam pada Aletta.
Ini akan menyenangkan!.
***
Keesokan harinya di tempat lain, Aletta dengan gugup berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.
Baru kemarin ibunya bercerita kepadanya bahwa ayahnya telah membuat kesepakatan dengan sahabatnya untuk menikahkannya dengan putranya, dan orang itu ternyata adalah Azada Delvan Emerson— pria yang dibencinya karena reputasinya.
Pria itu merupakan seorang yang terpandang di dunia bisnis, sama seperti kakaknya— Leonard.
Namun tidak seperti Leo, Delvan adalah orang yang kejam, sombong, dan tidak punya belas kasihan terhadap orang di sekitarnya. Hal ini membuat dia ditakuti oleh banyak orang.
Martha telah memberitahu Aletta bahwa mereka akan pergi ke kediaman Emerson karena mereka akan mengadakan pesta untuk merayakan ulang tahun Victoria Emerson.
Alexander secara khusus meminta agar keluarga Anandra hadir di pesta itu. Ini berarti bahwa Aletta akan bertemu Delvan hari ini dan ini yang membuat Aletta gugup karena suatu alasan.
Bukannya sosok Delvan yang membuatnya merasa takut, tetapi Aletta tidak bisa menahan rasa cemasnya. Ia tidak tahu bagaimana reaksi Delvan saat mengetahui kesepakatan yang dibuat ayahnya.
Apakah dia senang dengan hal itu, atau apakah dia terang-terangan menolak untuk menikahinya seperti yang Aletta lakukan? Bagaimana jika pria itu menyetujui perjodohan pernikahan ini dan mengharapkan Aletta untuk menyetujuinya juga?
Apa yang harus Aletta lakukan?
"Arrghh!." Gerutu Aletta merasa kesal.
Mengapa dia membiarkan kesepakatan ini membuatnya kesal padahal dia akan menolak pernikahan itu? Tidak ada apa pun di dunia ini yang akan membuatnya menikah dengan Azada Delvan Emerson.
Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu Aletta, mengalihkan perhatiannya dari pikirannya.
"Masuk." Kata Aletta.
Pintu terbuka dan terlihat ibunya memasuki kamarnya, diikuti oleh tim make over dan penata rambutnya.
"Sudah saatnya kamu mulai bersiap untuk pergi ke pesta." Kata Martha.
"Bagaimana dengan kakak ipar? Apa dia tidak akan pergi?." Tanya Aletta, menginginkan lebih banyak waktu sendiri.
"Ya." Terdengar sebuah suara dari pintu. Alexia masuk sembari mengenakan bathrobe. "Aku baru saja selesai mandi. Aku akan segera bersiap-siap. Aku ingin melihatmu." Kata Alexia sembari berjalan mendekati Aletta.
"Ayo, kita beri mereka berdua privasi terlebih dahulu sebelum mendandaninya." Kata Martha dan memimpin semua orang keluar, meninggalkan Aletta dan Alexia di dalam ruangan.
"Kamu baik-baik saja?." Tanya Alexia menatap Aletta dengan khawatir.
"Ya, kurasa aku baik-baik saja." Jawab Aletta.
Alexia meraih tangan adik iparnya itu dan mengusapnya dengan lembut. "Aku tahu ini mengejutkanmu dan aku akan gugup jika aku ada di tempatmu, tapi aku ingin kamu tahu bahwa kami semua ada untukmu." Kata Alexia meyakinkan dan itu membuat Charlotte merasa lebih baik.
Alexia seperti kakak perempuannya sendiri. Mereka sering bertengkar, tetapi mereka sangat mencintai satu sama lain. "Aku tidak memintamu untuk menerima perjodohan pernikahan ini, tapi aku ingin kamu menjalaninya dengan pikiran terbuka." Sarannya pada Aletta.
"Kalau ada yang bilang aku akan menikah dengan bosku, maka aku akan menembak orang itu saat itu juga." Alexia tersenyum mengingat masa lalunya.
"Aku sangat membenci Leo saat pertama kali bertemu dengannya karena aku pikir dia sombong, tapi di sinilah aku, tujuh tahun menjadi istrinya." Alexia tersenyum, pikirannya mengingat ketika ia pertama kali akrab dengan Leo. "Buka hatimu untuk kemungkinan yang baru dan pada akhirnya, kami akan mendukung keputusanmu." Sambung Alexia
Aletta tersenyum, tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih kepada Alexia atas kata-katanya. Kata-kata Kakak iparnya itu telah membuatnya merasa percaya diri dalam waktu sepuluh menit.
Ini adalah salah satu hal yang Aletta sukai dari Alexia. Dia memiliki kekuatan ajaib yang selalu membuat seseorang merasa lebih baik.
"Aku akan meninggalkanmu untuk bersiap-siap. Aku ingin kamu menjadi gadis yang paling cantik di sana, karena semua mata akan tertuju padamu." Kata Alexia membuat Aletta tersipu.
"Terima kasih, kak." Kata Aletta.
"Kapan saja kamu perlu bantuan ku, adik kecil." Jawab Alexia sembari tersenyum pada saudara iparnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!