NovelToon NovelToon

Akan Selalu Menjadi Sayap Pelindungmu

• Volume 1 [ Prolog ] ~

“Apapun perlakuanmu atas diriku ... aku akan selalu, selalu tetap ....”

#65TahunKemudian

Tepat pada hari pemakaman.

Dimana langit bergerumuh, seakan ikut bersuka cita.

Akan kepergian dari sosok nenekku.

Yang di kubur, tepat di sebelah kuburan kakekku.

Semua orang yang berada disini, yang dengan baju hitamnya dan payungnya. Sangat terluka akan kepergiannya. Namun, hanya ada satu orang, yang sangat terpukul dengan hal itu

Yakni, mamaku.

“ Hikss, Hiks ....”

“ Ny, Nyonya!”

Menangis, dan hanya terus menangis. Sungguh, Aku pertama kali melihat mama seperti ini.

Membuat ….

Membuat ….

Dadaku ikut merasakan sesak ….

...****************...

Namaku adalah, Anna Flavia Emilio. Sering di panggil Anna saja. Aku adalah seorang anak perempuan, berumur 8 tahun, dengan rambut peraknya lagi mata birunya.

Aku sangat suka bermain, dan sangat suka memakan permen lolipop. Namun, sekarang sudah jarang. Karena mama, selalu melarangku.

“Tidak boleh, Anna! Ini sudah kedua kalinya. Emang Anna mau? Gigi Anna berlubang dan gak bisa tidur, karena terus kesakitan?”

“Hmph ....”

Di larang seperti itu, aku hanya bisa mengembungkan kedua pipiku, dengan kesal. Walaupun itu memang sangat sulit. Namun, aku tetap terima, karena ini semua demi kebaikanku sendiri.

Ngomong-ngomong tentang mama, ia sudah mendingan semenjak hari itu. Yang dimana, kebahagian mama sudah kembali, keceriaan mama juga sudah kembali. Dan yang lebih penting, senyuman mama juga sudah kembali.

Aku sungguh sangat senang dengan hal itu. Karena akhirnya, Aku sudah bisa bermain bersama mama lagi. Namun kadang kala .…

“Hiks, Hiks.”

Di lain kesempatan aku melihat mama menangis, karena melihat album foto kami. Akan semua kenangan bersama nenek.

Sepertinya mama, masih belum bisa melupakan nenek. Tidak, mama tidak bisa melupakannya.

“... Ma, Mama.”

“Hohh, rupanya Anna ...!” —mama mengusap air matanya. Lalu dengan tersenyum, mama melanjutkan bicaranya kembali— “... kemarilah Anna, temani ibu melihat semua kenangan ini bersama-sama.”

Mama adalah wanita yang luar biasa, dan sangat cantik. Di tambah dengan mata birunya yang sangat indah, membuat kecantikannya tiada tara. Akan seluruh perhatiannya, dan kasih sayangnya. Mama sungguh, sangat mirip dengan nenek saat masih muda. Benar, sangat persis seperti nenek, yang berada di foto ini!

Membuat Aku berpikir, Apakah saat dewasa nanti, aku bakal seperti mama dan nenek yang sangat cantik ini?

Jika itu memang benar. Maka sungguh, aku sangat tidak sabar untuk menantikannya Hingga, mama yang duduk tepat di sebelahku, mulai bicara kembali kepadaku.

“Apa kau tahu, Anna? Wanita yang sangat cantik ini, atau nenekmu ini. Dahulunya melewati masa-masa yang sulit. Hingga pada akhirnya, bertemu dengan sosok kakekmu.”

“Masa-masa yang sulit?”

Mama mengangguk pelan. Seraya melanjutkan bicaranya, “Yang dimana, nenekmu dahulu mengalami kelumpuhan dan kebutaan. Dari akibat kecelakaan hebat, yang membuat seluruh keluarganya tewas. Dan hanya menyisakan, nenek seorang saja.”

“Ti, tidak mungkin…”

“Walaupun kehilangan keluarga, anggota tubuh, dan segalanya. Nenekmu tidak pernah berputus asa. Ia dengan hanya kursi rodanya, terus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri. Berusaha dan terus berusaha. Hingga pada akhirnya, Tuhan, mengirim seorang pria yang mau menerima dirinya apa adanya. Seorang pria, yang mau mencintai dirinya setulus hatinya. Dan pria tersebut adalah kakekmu.”

“Kakek?”

“Benar!”

Walaupun sebenarnya Aku sudah sering mendengar tentang kakek, dari nenek sendiri saat masih hidup. Namun, tentang hal ini. Sungguh, ini sesuatu hal yang sangat baru bagiku. Namun, tetap saja … aku selalu merasa, masih ada kekosongan di dalam dada.

“Baiklah, sampai disini saja! Ada sesuatu yang harus ibu kerjakan. Jadi Anna—”

“—Mama, aku ingin sekali melihat wajah kakek!”

“Tentang itu ....”

Lagi-lagi ekpresi itu, yang di keluarkan mama, setiap aku membicarakan hal tersebut. Hanya bisa memalingkan wajah.

Dari semenjak nenek masih hidup, dan sejak Aku masih sangat kecil, bahkan hingga detik ini! Aku tak pernah melihat wajah kakek. Bahkan di dalam foto albumpun, sama sekali tidak ada. Walaupun aku tahu, bahwa kakek telah tiada, semenjak mamaku masih menjadi balita yang sangat imut. Namun paling tidak, aku berharap bisa melihat wajah kakek di dalam foto.

Namun hingga detik ini, hal itu tak pernah terwujud. Membuat aku berpikir, Apakah hingga saat dewasa nanti, Aku tetap tak bisa melihat wajah kakek? Dan apakah kakek di surga sana, akan bersedih hati. Karena cucunya sendiri, bahkan tidak mengetahui wajah kakeknya sama sekali?

“Sudahlah, Anna! Kau tak perlu memikirkan hal itu. Cukup Anna, selalu sehat dan selalu bahagia. Pasti, kakek di surga sana, akan ikut bahagia.”

“Benarkah, Mama?”

“Tentu saja benar, Anna.”

Entah kenapa, senyuman mama selalu membuatku tenang. Akan kehangatannya, akan ketulusannya, dan akan semua kasih sayangnya. Seperti, senyuman dari nenek.

“Terima-kasih banyak mam! Kalo begitu, Anna akan pergi bermain, agar kakek selalu bahagia.”

“Iya, pergilah Annaku sayang! Tapi sebelum itu Anna, bukankah sudah ibu bilang puluhan kali, jangan memanggil ibu dengan sebutan ‘mama!’ Panggilah ibu, dengan sebutan ‘ibunda’ atau ‘ibu’ saja. Apa kau mengerti, Anna?”

“Sungguh mengerti, Mam!”

“... Anna tidak mengerti.”

“Ha, Habisnya jika Anna, memanggil mama dengan sebutan ibunda atau Ibu saja. Lidah ini, seketika terasa menjadi sangat aneh!”

“Aneh bagaimana, Anna?”

“Ya, terasa aneh saja, Mam!” aku berkata seraya mengerucutkan bibirku. Membuat mama menghela nafas karena menyerah.

“Aahh … Baiklah, tidak apa-apa! Panggil saja, ibu seperti itu! Jika sebutan itu, satu satunya yang membuat Anna kecilku merasa nyaman.”

Mamaku berkata, seraya mengelus-elus kepalaku dengan sangat lembut.

“Heh!? Benarkah, Mam?”

“Iya, Annaku sayang. Sekarang pergilah bermain, agar kakek selalu bahagia melihat senyuman dari, Anna!”

“Baik, Mama!”

Aku langsung turun dari kursi, dan langsung beranjak pergi dari tempat tersebut. Pergi ke tempat bermain, seperti biasanya.

***************

Esok hari, yang sangat spesial telah tiba! Hari spesial, karena Aku dan mama akan pergi ke makam nenek dan kakek. Untuk mendoain mereka, dan tentunya memberikan mereka setangkai bunga. Dan momen inilah, yang membuatnya menjadi spesial! Karena aku akan, memberikan bunga pertama kalinya, hasil dari kerja kerasku, kepada nenek dan kakek.

Bunga spesial hasil dari buruanku sendiri, tepat pada kemarin siang. Mencari bunga ini penuh perjuangan, hingga kakiku penuh luka-luka, kau tahu? Karena bunga ini, cukup langka untuk di temukan. Dan tentunya, aku mencarinya tanpa pengetahuan dari mama.

“Baiklah, Anna … sekarang taruhlah bunga tersebut, di atas kuburan kakek dan nenek!”

“Baik, Mama.”

Ada kesan tersendiri, saat menaruh bunga hasil dari kerja kerasku sendiri. Seperti perasaan bangga dan sangat puas. Karena selama ini, bunga yang aku kasih kepada nenek dan kakek, selalu pemberian dari orang lain.

Namun entah kenapa, setelah aku menaruh bunga tersebut ke atas kuburan nenek dan kakek. Aku jadi teringat kembali, akan kenangan bersama nenek. Membuat aku sedikit murung, tentang hal itu.

“Ada apa, Annaku sayang? Hari ini kau, tidak seperti biasanya.”

Aku menggelengkan kepalaku, dengan pelan atas pertanyaan mama. Seraya berbicara, “... Tidak apa-apa, Mam! Anna hanya jadi teringat akan kenangan bersama nenek. Saat Anna bertanya, “Bagi nenek, kakek itu seperti apa?”. Dan nenek menjawab, “Ia adalah hatiku, ia adalah cintaku, dan ia adalah jiwaku. Dan bagi nenek, kakek masih hidup Hidup di dalam hati nenek, dan akan selalu seperti itu. Selamanya menjadi, Sayap Pelindungku.”

Tepat setelah aku, menceritakan akan hal itu. Akupun melihat ke arah mama. Dan melihat, sebuah air mata yang mengalir, tepat di atas pipi mama.

“Ma, Mama! Ada apa?”

Mama langsung mengusap air matanya. Dan mulai menjawab, “... Tidak, tidak apa-apa, Anna! Mata mama hanya kelilipan sesuatu. Ngomong-ngomong Anna! Saat kita pulang nanti, apa Anna mau? Mama ceritakan, sebuah kisah Sayap Pelindung, yang di bicarakan oleh nenek.”

“Sayap Pelindung?”

“Benar, sebuah kisah dari kakekmu, yang ia tulis di dalam buku hariannya.”

****************

• Vol 1 – Ch 1 : Buku Harian

Seorang pria paruh baya

terlihat duduk di sebuah meja.

Di depannya ada sebuah

buku, berserta pena bulunya dan

secangkir tinta. Tak lama,

Iapun mengambil pena tersebut

dan mulai menuliskannya,

d i a t a s sebuah buku harian.

Perlahan - lahan, Kata demi kata,

Dengan seluruh jiwa

dan raganya. Ia menulis dengan

s e l u r u h Hatinya.

~ Untuk anakku terkasih, Sherly

Aurelia Emilio ~

****************

Parasnya Bagaikan Mutiara.

Senyumannya Bagaikan Rembulan.

Semangatnya Bagaikan Karang.

Dan Ia Bernama, Violet Niferia.

Ia Bukanlah, Seorang Artis Terkenal.

Bukan Pula, Seorang Wanita

Kaya Yang Penuh Linangan Harta.

Apa Lagi Wanita, Dengan

Berbagai Kesempurnaan Tubuhnya.

Sama Sekali Bukan!

Melainkan ia hanya wanita biasa,

yang mengalami kebutaan lagi

kelumpuhan, dan selalu memakai

kursi roda untuk kemana-mana.

Dan ia adalah istriku, dan Aku akan

selalu menjadi Sayap Pelindungnya.

Biarkan Aku ceritakan sedikit,

tentang bagaimana

Aku bisa bertemu dengannya.

Suatu takdir, yang bahkan Aku

sendiri tidak menduganya. Yakni

mendengar suara seperti Malaikat.

Ya, sebuah suara sangat indah dan

anggun. Membuat seluruh

tubuh ini, reflek bergerak dengan

sendirinya. Bergerak cepat

k e a r a h asal suara tersebut.

Setelah puluhan kali kaki ini

melangkah. Akhirnya Aku sampai,

dan melihat seorang wanita

yang tengah duduk di kursi roda.

Dan sedang bernyanyi di

pinggir jalan, dengan suaranya yg

anggun seperti Malaikat.

Senyuman yang cerah dan lembut

meresapi cinta Keibuan.

Saat itu juga, Aku tak bisa berpikir.

Betapa cantiknya dan betapa

menawan dirinya saat bernyanyi.

Namun, saat yang sama Aku baru

menyadari, bahwa ia bernyanyi

dengan kedua matanya terpejam.

Dan seketika saja terlintas di

benakku, bahwasannya ia bukan

h a n y a s e k e d a r lumpuh

saja, tetapi kedua matanya juga

telah menjadi buta.

Saat semua orang kehilangan sebuah

harapan, apalagi kehilangan

salah satu anggota tubuhnya. Mereka

akan langsung jatuh dalam

keputusasaan, dan berpikir bahwa

harapan terakhir mereka

adalah menjadi seorang peminta.

Namun, saat Aku melihat dirinya.

Aku sama sekali tidak merasakan, aura kesedihan ataupun keputuasaan.

Melainkan hanya terdapat aura

kehangatan dan harapan. Mungkin ini

memang aneh.  Tapi saat itu

juga, Akupun jatuh Cinta kepadanya.

Terus bernyanyi tanpa kenal lelah,

dan hasilnya ia berhasil membuat

semua orang kagum dengan

keindahan suara Nyanyiannya. Dan

sedikit demi sedikit uangnya

mulai bertumpuk tinggi, di dalam

wadah yang telah ia sediakan.

Namun, saat Aku mau memberinya

sebagian uangku. Tiba-tiba saja

Aku di kejutkan, dengan seseorang

l e l a k i paruh baya mencuri

sebagian uangnya, yang ada di

dalam wadah tersebut. Lelaki

berengsek itu memanfaatkan

kelumpuhannya dan kebutaannya,

untuk mencuri sebagian uangnya.

Tentu saja, Aku yang melihat itu

tidak tinggal diam. Aku

langsung mencari lelaki itu yang

lari entah kemana setelah

m e n c u r i. Setelah cukup lama

mencari. Akhirnya Akupun

menemukannya, di dalam gang

yang sempit sedang menghitung

uang yang bukan miliknya.

Tak bisa di maafkan !

“ Kembalikan uangnya, dasar pencurii.”

“ Ohhh... Rupanya ada sesosok

pahlawan ya.” Pria tersebut berbicara,

seraya membunyikan jari-jarinya.

Namun sayangnya, Aku tidak

jago dalam berkelahi. Dan

hasilnya pun terlihat, Aku yang

jadi babak belur. Parahnya

setelah ia membuat diriku menjadi

bubur, ia juga mengambil

j u g a seluruh uangku yang ku

simpan di dalam dompetku.

“Terima-kasih banyak, bocah. Hahaha.”

Ujar pria itu, sebelum pergi

meninggalkanku yang babak belur menyedihkan di gang sempit.

“ Sialannnnnn.”

Aku perlahan bangkit berdiri, seraya

menahan rasa perih dari

sekujur tubuhku. Setelah berhasil

bangkit berdiri, Akupun

kembali ke tempat wanita yang tadi.

Tentu saja, sebelum hal itu. Aku

ke ATM terdekat terlebih

dahulu, untuk bisa mengganti

sebagian uangnya yang telah di

curi. Setelah mendapatkannya,

dan dengan uang yang

berada genggaman tanganku.

Aku terus berlari, dengan penuh

harapan dia masih ada disana.

Namun, takdir berkata lain. Dan

seketika saja, rasa kecewa

telah memenuhi diriku pada saat

itu. Karena Aku tidak melihat

l a g i d i a d i s a n a.

“ Paling tidak… Paling tidak…

Izinkanlah Aku untuk mengetahui

n a m a n y a.”

Dalam kesedihan yang mendalam.

Tiba-tiba telingaku berdengung

Nasehat dari sahabatku. “ Kau boleh

mengeluh, Kau boleh menangis.

Tapi kau, jangan pernah menyerah.”

( Sfx : Trakkkk )

Akupun menggertakan gigiku

dengan sangat keras. Kemudian

bangkit dan mencoba mencari

dia lagi. Dan tentu saja, Aku tidak

lupa untuk menanyai semua

orang. Karena Aku berpikir, ia

pasti tidak jauh di sekitar sini.

“Permisi! Apakah kau melihat

di sekitar sini, seorang wanita

m u d a berpakaian Sweater

longgar berwarna putih, dan

memakai sebuah kursi roda.”

10% orang berkata “ Oh, Iya

Aku melihatnya.” Dan 80% berkata

“Maaf, Aku tidak melihatnya.”

Namun Aku tetap tidak menyerah.

Berdasarkan kata 10% orang,

y a n g telah melihatnya. Aku

terus mencari, mencari, dan

mencari. Hingga di titik Aku

kehabisan Nafas. Pertanda

Aku telah mencapai pada batasku.

Akupun langsung duduk di salah

satu kursi taman kota, dengan

nafas berat yang terengah-engah.

Setelah merasa mendingan, Aku

l a n g s u n g menyenderkan

punggung ini, ke arah bangku

taman. Seraya menghela nafas,

dan memandangi langit sore.

“ Aaahhhhh.. “

Apa Aku tidak akan ketemu

dengannya lagi.

"Anuu... Permisiii, Tuan."

Su, Suara ini !

Akupun langsung menoleh ke arah

samping, ke arah asal suara

tersebut. Dan mendapatkan sesosok,

y a n g selama iniku cari sedang

m e n y a p a d i r i k u.

Ia masih berpenampilan, seperti

saat Aku pertama kali melihatnya.

Tidak, Aku sama sekali tidak

melihat alat-alatnya untuk bernyanyi,

seperti mic dan lain sebagainya.

Malahan berganti dengan sebuah

rak kayu kecil, yang terisi puluhan

minuman dingin di pangkuannya.

“ Dari nafas Tuan, sepertinya Tuan

sangat haus. Jadi apakah Tuan

mau membeli sebagian dagangan

saya. Ini mungkin akan membantu menghilangkan dahaga, Tuan!”

Perasaan terkejut, bahagia dan

senang menjadi satu.

Membuat diriku tidak berkata

apapun. Hanya terus

memandanginya, tanpa bicara

sepata kata apapun.

“ Hmmm.... Tuan, apakah kau

masih ada disana?”

Seketika saja aku tersadar, dari

lamunanku sendiri.

" Ohh. Te, Tentu saja. Ma, Maaf

tadi Aku habis me, melamun."

I n i s a n g a t l a h aneh. Aku yang

Hidupnya, di keliling oleh

banyak wanita cantik, lagi sempurna.

Namun, malahan gugup

tidak karuan di depan wanita yang

lumpuh dan buta???

“ Begitu ya…Hm, jadi apakah Tuan

mau membeli dagangan saya?”

" Te, Tentuuu sajaa, kenapa

tidak? Lagi pula saat ini

Aku sangatlah haus. Ya, benar

sangat haus. Hehehehe.”

“ Syukurlah. Silahkan Tuan, pilihlah

minuman dingin yang Tuan suka!”

“ Ohh. Ba, Baiklah.”

Akupun mengambil salah satu

minuman dinginnya, lalu

membayarnya. Sekalian juga Aku

diam - diam memberinya

seluruh uangku, yang Aku tarik di

ATM tadi. Tanpa sepengetahuannya.

“ Terima-kasih banyak, Tuan.

Telah membeli dagangan saya.”

“ Ohhh, Iya sama-sama.”

“ Kalo begitu saya permisi. Dan semoga hari-hari Tuan, selalu menyenangkan.”

Diapun langsung berjalan pergi,

dengan kursi rodanya. Menyadari

h a l itu, membuat mulutku

secara reflek berteriak ke arahnya.

“ Tungguuuuuuu!”

A k u b e r t e r i a k, seraya berlari

ke arah sisinya.

" Aah, Aah..( Nafas terengah-engah.)

Ia mungkin memang buta

dan lumpuh, tapi pendengarannya

tidak. Ia berhenti, dan

perlahan berbalik kebelakang. Yakni

ke arahku dan berbicara.

“ Hmmm... Apakah Tuan, mau

membeli dagangan saya lagi?”

“ Ti, Tidak.”

“ Jika bukan demikian. Apakah

ada hal lain, yang bisa saya bantu

u n t u k m u T u a n?”

“ Se, Sebenarnya Aku ada sebuah

p e r m i n t a a n.”

“.... Permintaan?”

Ketika itu keringatku bercucuran

deras, dari kepala

sampai ujung kaki. Namun, Aku

tetap memaksakan

bibirku untuk b e r b i c a r a.

" A, Apa kau mau me, menjadi TEMAN

HIDUPKU..Heh, maksudku TEMANKU."

Keheningan, kata itulah y a n g

cocok untuk mendeskripsikan

suasana pada saat itu. Di saat yang

sama, tepatnya di dalam

keheningan tersebut. Tiba-tiba saja

di kedua matanya yang buta

atau terpejam itu. Mengeluarkan

sebuah air mata, mengalir

dan membasahi kedua pipinya.

Tentu saja. Aku yang melihat

hal itu menjadi panik dan berpikir,

A, Apakah Aku mengucapkan

sesuatu yang salah, kepadanya?

" A, Apa yang terjadi? .... A, Apakah

tadi Aku telah mengucapkan sesuatu

yang Me, Menyakitkan bagimu?"

" Tidak, tidak ada apa-apa Tuan.

Hanya saja, saya terlalu

bahagia hingga mengeluarkan air

mata." Ia berbicara sembari

m e n g h a p u s a i r matanya.

“....Ba, Bahagia?”

" Benar, karna ini baru pertama kalinya,

saya mendapatkan seorang TEMAN."

Dengan tersenyum hangat, ia

berbicara ke arahku. Saat yang

sama, Aku tidak bisa berkata

apapun lagi. Dan juga tak bisa

membayangkan, seberapa

beratnya ia menanggung semua

penderitaan t e r s e b u t.

Membuat Aku mengepalkan

kedua tanganku sendiri.

“ Hmmm.... Sa, Salam kenal Tuan,

nama saya adalah Violet Niferia.”

“ !??? ”

Dengan raut wajahnya yang semerah

tomat. Ia terlihat, mengulurkan

tangan kanannya yang manis. Namun,

menghadap ke arah yang salah.

Akupun menghela Nafas untuk itu

“ Aahhhh...Dasar kamu ini, Aku

itu ada di sebelah sini.

Dan Mulai sekarang, panggil

Aku Gilbert Emilio ya, Violet.”

" Baik, Tuan Gilbert."

I a b e r k a t a dengan

penuh senyuman kebahagian.

Melihat senyumannya

tersebut, membuat bibir ini

ikut tersenyum bahagia.

“ Panggil saja Aku Gilbert, Violet!”

Akupun meraih tangannya, dan

kamipun bersalaman. Tangannya

yang lembut, lalu senyumannya

yang menghangatkan Hati. Hanya

dengan ini semua, Aku merasa

semua perjuanganku terbayarkan.

****************

Silakan yang mau like, vote atau

k o m e n. Saya hanya sekedar

ingin menulis itu saja. Dan jikapun

kemudian tulisanku tidak dibaca

atau hanya sekedar dilihat tanpa

diketahui isinya, saya tak peduli.

Saya benar-benar tidak masalah.

Bagiku menulis seperti hobi lainya

seperti memancing, seperti

memelihara burung. Karena yang

t e r p e n t i n g, ruang-ruang

kosong di Hati dan pikiran terisi.

Tak menjadi soal orang lain

ikut, menikmatinya atau tidak.

• Vol 1 – Ch 2 : DUA INSAN #1

5 bulan setelah kejadian tersebut,

kami berdua menjadi sangat

akrab. Biasanya setelah pulang

berkerja, atau sedang cuti.

Aku selalu membantunya dalam

bernyanyi, supaya tidak terulang

lagi kejadian kriminal seperti

kemarin. Dan Aku juga membantu

perkerjaan sampingannyaa,

yakni berjualan minuman dingin.

Selama 5 bulan terakhir ini, Aku

juga telah mengetahui berberapa

Hal tentang dirinya. Salah

satunya, adalah alasan mengapa

kakinya menjadi lumpuh. Alasan

mengapa kedua matanya

telah menjadi buta. Dan terakhir,

a l a s a n mengapa i a

tinggal hanya seorang diri.

Karena ini merupakan takdir, yang

telah di tentukan oleh sang

ilahi. Yakni sebuah, kematian dari

seluruh keluarganya. Ketika

bus besar datang, dan menghantam

mobil mereka. Yang pada akhirnya, meninggalkan anak satu-satunya,

yang hanya selamat seorang diri.

Namun, meninggalkan luka berupa kelumpuhan dan kebutaannya.

Dan pada saat masa-masa yang

berat tersebut, ia pernah tinggal

beberapa tahun di panti asuhan.

Lalu memutuskan pergi dari sana,

saat masih berumur 17 tahun.

Pergi untuk mewarisi harta keluarga

satu-satunya, yakni rumah ini.

Ya, sebuah rumah yang berada di

komplek sebelah barat. Dengan

no 57 dan berada paling ujung. Dan

sering Aku datangin. Baik dalam

mengantarkannya pulang, atau hanya

sekedar menemaninya s a j a.

Karena Aku rasa ia kesepian, berada

di rumah yang sebesar ini.

Sebagai teman bicaranya, dan sebagai

teman makan malamnya. Dan

inilah yang membuat Aku terkejut. Ia

bisa memasak dengan sangat

enak, padahal keadaannya seperti itu.

Tidak ada kata yang cocok untuknya,

s e l a i n l u a r - b i a s a.

“ Glup.. ( menelan ludah ).”

Ia sungguh, tidak pernah

menunjukan kesedihannya. Hanya

tersenyum dan selalu

tersenyum. Membuat semua orang,

mungkin akan berpikir.

Bahwasannya ia adalah o r a n g

yang paling bahagia.

Namun….Namun…. Aku yakin, di

balik senyumannya tersebut.

Penuh luka yang tak akan pernah,

bisa di sembuhkan.

“ Violet…. Katakan kepadaku! Apa

kau pernah kecewa, pernah

menangis, dan pernah marah

kepada-Nya. Yang semuanya, telah

d i rengut darimu. Apakah

kau pernah marah, Violet? ”

Di meja makan ini sebagai saksi, ia

tidak menjawab. Malahan berganti,

dengan menundukan kepalanya

ke arah bawah. Namun tak lama, ia

kembali mengangkat kepalanya

dan mulai bicara.

“…. Sebagai seorang wanita, tentu saja

Aku pernah kecewa. Kecewa

hingga Hati ini, terasa tidak sanggup

lagi. Sebagai seorang wanita,

tentu saja Aku pernah menangis.

Bahkan saat sendiri, Aku

selalu menangis hingga terisak. Dan

sebagai seorang w a n i t a,

tentu saja Aku pernah marah. Marah

kepada diriku sendiri, yang

cengeng ini, yang keras kepala ini, dan

kepada Dunia ini. Walaupun

begitu, Aku tak membenci kepada-Nya.”

“ Ti, Tidak membenci? Mengapa?

Padahal semua yang berharga bagimu

t e l a h d i r e g u t.”

“..Mungkin kamu memang

benar, Gilbert. Tuhan memang telah

mengambil kedua kakiku,

Tuhan memang telah mengambil

k e d u a mataku, Tuhan

memang telah mengambil seluruh

keluargaku. Namun, Aku

tetap sabar dan percaya. Percaya

kalo Tuhan, mempunyai

rencana di sisi-Nya yang lebih indah

untuk diriku. Aku hanya

perlu mempercayai-Nya, dan selalu

berserah diri kepada-Nya.

Karena ia tahu dan akan selalu tahu,

keadaan hamba-hambanya.”

Senyuman itu lagi.

Senyuman yang hangat darinya.

Dan senyuman yang penuh luka.

Luka yang di balut, dengan sebuah

senyuman. Ia sudah terbiasa.

Akupun tak bisa berkata apapun

lagi, dan Aku tak bisa membayangkan.

Apa yang terjadi, jika Aku berada di

dalam posisinya. Yang telah kehilangan semuanya, dan harus menanggung

s e m u a penderitaan seorang diri.

Namun Hari ini, Malam ini. Aku

tak akan, membiarkannya menanggung

semua penderitanya itu, seorang

diri lagi. Karena tekadku ini sudah

bulat, tercermin dari kepalan tanganku

y a n g s a n g a t k u a t.

“ Violet, maukah kau ikut denganku

s e b e n t a r?”

~|~|~|~|~

Di tengah rembulan.

Di tengah awan.

Dan tengah bintang-bintang.

Aku akan mengungkapkan semuanya.

Semua perasaanku.

“ Hmm, kita ada dimana Gilbert?”

“ Violet kita saat ini, sedang berada

di taman. Sebuah tempat yang

sama, seperti saat kita pertama kali

bertemu. Dan yang perlu kau

ketahui, Aku mengajakmu kemari.

Hanya Ingin memastikan sesuatu.”

“ Memastikan sesuatu?”

“ Itu benar! Jika tempat inilah, takdir

tersebut Aku temukan. Maka di tempat

ini juga, takdir tersebut akan di mulai.”

“ Takdir??? A, Apa yang sebenarnya

maksudmu, Gilbert?”

“ …Begitu ya. Fufufufu ( tertawa kecil ). Maafkan Aku, sepertinya kata-kataku

sulit di pahami ya. Baiklah, akan Aku sederhanakan. Intinya adalah, maukah

kau menikah denganku, Violet Niferia.”

( Sfx : Wushhhhh )

Hembusan angin malam, dan cahaya

rembulan yang menerangi.

Semuanya terlihat, memenuhi suasana

p a d a s a a t i t u.

Dan dalam sekian detik tersebut,

Aku bisa melihatnya. Melihat dirinya,

yang sangat terkejut dengan hal ini.

Sepertinya ia sangat tidak menduganya.

“ Apa kau sadar dengan apa yang kau

katakan itu, Gilbert?”

“ !!?? ”

Dengan berada di kursi rodanya,

ia tertunduk ke arah bawah. Seraya

melanjutkan berbicaranya dengan

meneteskan Air mata.

“ Hiks, Hiks... Menikah denganku,

yang seorang wanita buta. Hiks,

Hikss...Menikah denganku, yang

seorang wanita lumpuh. Dan

selalu memakai kursi roda, untuk kemana-mana. Hiks, Hikss…

Dan Menikah denganku, yang

bahkan tidak bisa memiliki anak.

Hikss, Hikss. Katakan kepadaku,

Gilbert! Apa kau serius mau

menikahi wanita seperti diriku?

A, Aku sama sekali tidak pantas

untuk dirimu, Gilberttttt.”

Di dalam keheningan tersebut, ia

meluapkan seluruh perasaannya.

Dengan menangis dan menangis.

“ Hiks, Hiks.. Aku tidak pantas

u n t u k d i r i m u.”

Hingga…

“ Kata siapa, Violet? Dan siapa

yang memutuskan, kalo

kamu tidak pantas untuk diriku?”

“ Apa kau masih tidak mengerti,

Gilbert. Aku… Aku…”

Aku yang tidak tahu, harus bagaimana

lagi cara menyakinkannya. Hanya bisa memeluk dirinya, dengan sangat erat.

“ !!??”

“ Violet, Aku tahu kau sedang

menanggung beban yang berat. Aku

tahu, kau sedang menyimpan

rasa sakit yang berat. Dan Aku tahu

juga, kau sedang menyimpan

semua penderitaan dengan sangat

berat. Jadi Kumohon… Kumohon

padamu Violet…Jangan menanggung

semua beban itu sendirian.

Biarkan pundakku menjadi lelahmu,

Biarkan kedua mataku menjadi

matamu, Biarkan kedua kakiku

menjadi kakimu. Dan biarkan Aku,

menjadi Sayap Pelindungmu.”

 “ Hiks, Hiks. Tapi… Tapi… Aku

mungkin, hanya Akan

menjadi beban bagimu, Gilbert.”

“ Aku tak pernah menganggapmu

sebagai beban, Violet. Malahan

sebaliknya, Aku menganggapmu

sebagai anugerah Tuhan

yang terindah dalam Hidupku.”

“ A, Aku… Aku... Terima - kasih

banyak. Hiks, Hikss~”

****************

1 minggu setelah kejadian tersebut,

A k u memutuskan membawa

Violet ke rumah ke dua orang tuaku.

Karena tidak mungkin, Aku terus

menyembunyikan hal ini dari kedua

orang tuaku. Mengenalkan Violet,

dan meminta Restu kepada mereka.

Setelah kami telah sampai, di rumah

kedua orang tuaku. Tentunya

menggunakan mobil pribadiku. Aku

dan Violet, berserta Ayahku

dan Ibuku, semuanya terlihat berada

di ruang tamu. Aku duduk

di salah satu sofa yang di sediakan,

dan sebelahku terdapat Violet.

Tentu saja dengan kursi rodanya.

Sedangkan kedua orang tuaku,

duduk di hadapan kami dengan

tatapan sinis dan jijik. Hanya

melihat dari Ekpresi kedua orang

tuaku saja. Aku bisa menduga,

bahwa kami tidak akan di Restui.

Namun, apa salahnya mencoba dulu.

“ Sa, Salam kenal Om dan Bibi…

Saya bernama Vio-”

“-Kau tidak pantas, untuk anakku.

Dan Enyahlah dari hadapanku! Dasar

sampah menjijikan.”

“ Heh!!?”

Tiba-tiba saja Ibuku, menyela perkataan

Violet dan langsung menghinanya

begitu saja. Tentu saja, Aku yang melihat

hal itu menjadi Naik pitam, dan langsung

berdiri dari sofaku.

“ Paling tidak, izinkanlah Violet untuk menyelesaikan perkataannya.”

Ibuku langsung berdiri dari sofanya juga.

“ Apa? Ia bahkan menyebut

namanya, di rumah sini saja sudah

sangat tidak pantas, Gilbert.”

“ Hanya karena...”

Violet yang sedang duduk di kursi

roda tepat di sebelahku. Tiba–tiba

saja, memegang salah satu tanganku

d e n g a n sangat erat. Sebagai

suatu tanda, bahwasannya Aku harus mengendalikan emosiku.

Akupun melakukannya, dengan menarik

Nafas lalu menghembuskannya.

“ Aaaahhhhhhh.”

Seraya perlahan kembali duduk.

“ Dan kau itu ya… ”

Ibuku berkata seraya menujuk-nujuk

V i o l e t dengan seluruh

hinaanya. Namun, sebelum Ibuku

bisa menyelesaikan semua

perkataannya. Ayahku yang berada

di sebelah Ibuku, tiba-tiba

m u l a i a n g k a t b i c a r a.

“ Elizabeth, tenangkan dirimu! Atau

kau sudah lupa, dengan

peraturan di keluarga ini. Harus

menyelesaikan masalah

apapun, dengan kepala dingin.”

“..Tskkk.”

Ibuku kembali duduk, dengan

mendegus k e s a l.

Ayahku terlihat sengaja terbatuk

kecil, untuk memperbaiki suaranya.

"...Uhuk." Setelah ia

melakukannya, pandangannya pun

langsung berpaling menatap diriku.

“ Gilbert, apakah kau tau dampak

masalah bagi keluarga kita.

Jika kau menikahi seorang wanita

seperti dia.”

“ Ya. Tentu saja, Aku tahu Ayah.

K a r e n a satu-satunya

masalah disini adalah, Aku akan

bahagia bersama Violet,

dan kalian tidak menyukai hal itu.”

" Lancang sekali kau, nak! "

Ibuku tersentak dari sofanya, dan

berniat ingin menampar

diriku. Namun, Ayahku yang berada

di sebelahnya. Langsung

menahan ibuku, dengan menangkap

salah satu tangannya.

“ Lepaskan Akuuu!”

“ …. Ayo Violet, kita pergi dari sini.”

Merasa tidak ada gunanya,

terus-menerus

berada disini. Akupun bangkit

berdiri, seraya

mendorong kursi roda Violet.

“ Heh?... Ta, Tapi Gilbert-”

“-Mau kemana kau Gilbert, urusan

kita disini belum selesai!”

“ Tenang saja, Ayahanda. Karena

Aku akan segera kembali.”

Akupun melanjutkan mendorong kursi

rodanya Violet, hingga

beranjak pergi dari ruangan tersebut.

“ Gilbert, kita mau kemana?”

" Kembali mobil."

Setelah sampai di parkiran mobilku.

Aku membiarkan pintu depan

mobilku terbuka, lalu mengangkat

Violet dari kursi rodanya, dan  memindahkannya ke kursi bagian

d e p a n m o b i l k u.

“ Kamu tunggulah sebentar disini

y a, V i o l e t.”

Aku berkata dengan tersenyum

hangat ke arahnya. Walaupun ia tidak melihatnya. Namun, Aku p e r c a y a

ia bisa melihat senyumanku.

“.... Ta, Tapi bagaimana dengan Restu

kedua orang tuamu, Gilbert?”

“ Setelah kamu di hina begitu.

Apakah kau masih percaya, kita

akan mendapatkan Restu, Violet?”

Violetpun tak bisa membantah lagi,

hingga Aku memegang kedua

bahunya. Seraya berkata ke arahnya,

“ Tapi kau tenang saja, Violet. Karena

Aku mempunyai sebuah

rencana. Rencana Gila yang membuat

kedua orang tuaku, mau

tidak mau akan merestui kita berdua.”

“.... Re, Rencana gila?”

“ BENAR.”

****************

Silakan yang mau like, vote atau

k o m e n. Saya hanya sekedar

ingin menulis itu saja. Dan jikapun

kemudian tulisanku tidak dibaca

atau hanya sekedar dilihat tanpa

diketahui isinya, saya tak peduli.

Saya benar-benar tidak masalah.

Bagiku menulis seperti hobi lainya

seperti memancing, seperti

memelihara burung. Karena yang

t e r p e n t i n g, ruang-ruang

kosong di Hati dan pikiran terisi.

Tak menjadi soal orang lain

ikut, menikmatinya atau tidak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!