“Apapun perlakuanmu atas diriku ... aku akan selalu, selalu tetap ....”
#65TahunKemudian
Tepat pada hari pemakaman.
Dimana langit bergerumuh, seakan ikut bersuka cita.
Akan kepergian dari sosok nenekku.
Yang di kubur, tepat di sebelah kuburan kakekku.
Semua orang yang berada disini, yang dengan baju hitamnya dan payungnya. Sangat terluka akan kepergiannya. Namun, hanya ada satu orang, yang sangat terpukul dengan hal itu
Yakni, mamaku.
“ Hikss, Hiks ....”
“ Ny, Nyonya!”
Menangis, dan hanya terus menangis. Sungguh, Aku pertama kali melihat mama seperti ini.
Membuat ….
Membuat ….
Dadaku ikut merasakan sesak ….
...****************...
Namaku adalah, Anna Flavia Emilio. Sering di panggil Anna saja. Aku adalah seorang anak perempuan, berumur 8 tahun, dengan rambut peraknya lagi mata birunya.
Aku sangat suka bermain, dan sangat suka memakan permen lolipop. Namun, sekarang sudah jarang. Karena mama, selalu melarangku.
“Tidak boleh, Anna! Ini sudah kedua kalinya. Emang Anna mau? Gigi Anna berlubang dan gak bisa tidur, karena terus kesakitan?”
“Hmph ....”
Di larang seperti itu, aku hanya bisa mengembungkan kedua pipiku, dengan kesal. Walaupun itu memang sangat sulit. Namun, aku tetap terima, karena ini semua demi kebaikanku sendiri.
Ngomong-ngomong tentang mama, ia sudah mendingan semenjak hari itu. Yang dimana, kebahagian mama sudah kembali, keceriaan mama juga sudah kembali. Dan yang lebih penting, senyuman mama juga sudah kembali.
Aku sungguh sangat senang dengan hal itu. Karena akhirnya, Aku sudah bisa bermain bersama mama lagi. Namun kadang kala .…
“Hiks, Hiks.”
Di lain kesempatan aku melihat mama menangis, karena melihat album foto kami. Akan semua kenangan bersama nenek.
Sepertinya mama, masih belum bisa melupakan nenek. Tidak, mama tidak bisa melupakannya.
“... Ma, Mama.”
“Hohh, rupanya Anna ...!” —mama mengusap air matanya. Lalu dengan tersenyum, mama melanjutkan bicaranya kembali— “... kemarilah Anna, temani ibu melihat semua kenangan ini bersama-sama.”
Mama adalah wanita yang luar biasa, dan sangat cantik. Di tambah dengan mata birunya yang sangat indah, membuat kecantikannya tiada tara. Akan seluruh perhatiannya, dan kasih sayangnya. Mama sungguh, sangat mirip dengan nenek saat masih muda. Benar, sangat persis seperti nenek, yang berada di foto ini!
Membuat Aku berpikir, Apakah saat dewasa nanti, aku bakal seperti mama dan nenek yang sangat cantik ini?
Jika itu memang benar. Maka sungguh, aku sangat tidak sabar untuk menantikannya Hingga, mama yang duduk tepat di sebelahku, mulai bicara kembali kepadaku.
“Apa kau tahu, Anna? Wanita yang sangat cantik ini, atau nenekmu ini. Dahulunya melewati masa-masa yang sulit. Hingga pada akhirnya, bertemu dengan sosok kakekmu.”
“Masa-masa yang sulit?”
Mama mengangguk pelan. Seraya melanjutkan bicaranya, “Yang dimana, nenekmu dahulu mengalami kelumpuhan dan kebutaan. Dari akibat kecelakaan hebat, yang membuat seluruh keluarganya tewas. Dan hanya menyisakan, nenek seorang saja.”
“Ti, tidak mungkin…”
“Walaupun kehilangan keluarga, anggota tubuh, dan segalanya. Nenekmu tidak pernah berputus asa. Ia dengan hanya kursi rodanya, terus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri. Berusaha dan terus berusaha. Hingga pada akhirnya, Tuhan, mengirim seorang pria yang mau menerima dirinya apa adanya. Seorang pria, yang mau mencintai dirinya setulus hatinya. Dan pria tersebut adalah kakekmu.”
“Kakek?”
“Benar!”
Walaupun sebenarnya Aku sudah sering mendengar tentang kakek, dari nenek sendiri saat masih hidup. Namun, tentang hal ini. Sungguh, ini sesuatu hal yang sangat baru bagiku. Namun, tetap saja … aku selalu merasa, masih ada kekosongan di dalam dada.
“Baiklah, sampai disini saja! Ada sesuatu yang harus ibu kerjakan. Jadi Anna—”
“—Mama, aku ingin sekali melihat wajah kakek!”
“Tentang itu ....”
Lagi-lagi ekpresi itu, yang di keluarkan mama, setiap aku membicarakan hal tersebut. Hanya bisa memalingkan wajah.
Dari semenjak nenek masih hidup, dan sejak Aku masih sangat kecil, bahkan hingga detik ini! Aku tak pernah melihat wajah kakek. Bahkan di dalam foto albumpun, sama sekali tidak ada. Walaupun aku tahu, bahwa kakek telah tiada, semenjak mamaku masih menjadi balita yang sangat imut. Namun paling tidak, aku berharap bisa melihat wajah kakek di dalam foto.
Namun hingga detik ini, hal itu tak pernah terwujud. Membuat aku berpikir, Apakah hingga saat dewasa nanti, Aku tetap tak bisa melihat wajah kakek? Dan apakah kakek di surga sana, akan bersedih hati. Karena cucunya sendiri, bahkan tidak mengetahui wajah kakeknya sama sekali?
“Sudahlah, Anna! Kau tak perlu memikirkan hal itu. Cukup Anna, selalu sehat dan selalu bahagia. Pasti, kakek di surga sana, akan ikut bahagia.”
“Benarkah, Mama?”
“Tentu saja benar, Anna.”
Entah kenapa, senyuman mama selalu membuatku tenang. Akan kehangatannya, akan ketulusannya, dan akan semua kasih sayangnya. Seperti, senyuman dari nenek.
“Terima-kasih banyak mam! Kalo begitu, Anna akan pergi bermain, agar kakek selalu bahagia.”
“Iya, pergilah Annaku sayang! Tapi sebelum itu Anna, bukankah sudah ibu bilang puluhan kali, jangan memanggil ibu dengan sebutan ‘mama!’ Panggilah ibu, dengan sebutan ‘ibunda’ atau ‘ibu’ saja. Apa kau mengerti, Anna?”
“Sungguh mengerti, Mam!”
“... Anna tidak mengerti.”
“Ha, Habisnya jika Anna, memanggil mama dengan sebutan ibunda atau Ibu saja. Lidah ini, seketika terasa menjadi sangat aneh!”
“Aneh bagaimana, Anna?”
“Ya, terasa aneh saja, Mam!” aku berkata seraya mengerucutkan bibirku. Membuat mama menghela nafas karena menyerah.
“Aahh … Baiklah, tidak apa-apa! Panggil saja, ibu seperti itu! Jika sebutan itu, satu satunya yang membuat Anna kecilku merasa nyaman.”
Mamaku berkata, seraya mengelus-elus kepalaku dengan sangat lembut.
“Heh!? Benarkah, Mam?”
“Iya, Annaku sayang. Sekarang pergilah bermain, agar kakek selalu bahagia melihat senyuman dari, Anna!”
“Baik, Mama!”
Aku langsung turun dari kursi, dan langsung beranjak pergi dari tempat tersebut. Pergi ke tempat bermain, seperti biasanya.
***************
Esok hari, yang sangat spesial telah tiba! Hari spesial, karena Aku dan mama akan pergi ke makam nenek dan kakek. Untuk mendoain mereka, dan tentunya memberikan mereka setangkai bunga. Dan momen inilah, yang membuatnya menjadi spesial! Karena aku akan, memberikan bunga pertama kalinya, hasil dari kerja kerasku, kepada nenek dan kakek.
Bunga spesial hasil dari buruanku sendiri, tepat pada kemarin siang. Mencari bunga ini penuh perjuangan, hingga kakiku penuh luka-luka, kau tahu? Karena bunga ini, cukup langka untuk di temukan. Dan tentunya, aku mencarinya tanpa pengetahuan dari mama.
“Baiklah, Anna … sekarang taruhlah bunga tersebut, di atas kuburan kakek dan nenek!”
“Baik, Mama.”
Ada kesan tersendiri, saat menaruh bunga hasil dari kerja kerasku sendiri. Seperti perasaan bangga dan sangat puas. Karena selama ini, bunga yang aku kasih kepada nenek dan kakek, selalu pemberian dari orang lain.
Namun entah kenapa, setelah aku menaruh bunga tersebut ke atas kuburan nenek dan kakek. Aku jadi teringat kembali, akan kenangan bersama nenek. Membuat aku sedikit murung, tentang hal itu.
“Ada apa, Annaku sayang? Hari ini kau, tidak seperti biasanya.”
Aku menggelengkan kepalaku, dengan pelan atas pertanyaan mama. Seraya berbicara, “... Tidak apa-apa, Mam! Anna hanya jadi teringat akan kenangan bersama nenek. Saat Anna bertanya, “Bagi nenek, kakek itu seperti apa?”. Dan nenek menjawab, “Ia adalah hatiku, ia adalah cintaku, dan ia adalah jiwaku. Dan bagi nenek, kakek masih hidup Hidup di dalam hati nenek, dan akan selalu seperti itu. Selamanya menjadi, Sayap Pelindungku.”
Tepat setelah aku, menceritakan akan hal itu. Akupun melihat ke arah mama. Dan melihat, sebuah air mata yang mengalir, tepat di atas pipi mama.
“Ma, Mama! Ada apa?”
Mama langsung mengusap air matanya. Dan mulai menjawab, “... Tidak, tidak apa-apa, Anna! Mata mama hanya kelilipan sesuatu. Ngomong-ngomong Anna! Saat kita pulang nanti, apa Anna mau? Mama ceritakan, sebuah kisah Sayap Pelindung, yang di bicarakan oleh nenek.”
“Sayap Pelindung?”
“Benar, sebuah kisah dari kakekmu, yang ia tulis di dalam buku hariannya.”
****************
Seorang pria paruh baya
terlihat duduk di sebuah meja.
Di depannya ada sebuah
buku, berserta pena bulunya dan
secangkir tinta. Tak lama,
Iapun mengambil pena tersebut
dan mulai menuliskannya,
d i a t a s sebuah buku harian.
Perlahan - lahan, Kata demi kata,
Dengan seluruh jiwa
dan raganya. Ia menulis dengan
s e l u r u h Hatinya.
~ Untuk anakku terkasih, Sherly
Aurelia Emilio ~
****************
Parasnya Bagaikan Mutiara.
Senyumannya Bagaikan Rembulan.
Semangatnya Bagaikan Karang.
Dan Ia Bernama, Violet Niferia.
Ia Bukanlah, Seorang Artis Terkenal.
Bukan Pula, Seorang Wanita
Kaya Yang Penuh Linangan Harta.
Apa Lagi Wanita, Dengan
Berbagai Kesempurnaan Tubuhnya.
Sama Sekali Bukan!
Melainkan ia hanya wanita biasa,
yang mengalami kebutaan lagi
kelumpuhan, dan selalu memakai
kursi roda untuk kemana-mana.
Dan ia adalah istriku, dan Aku akan
selalu menjadi Sayap Pelindungnya.
Biarkan Aku ceritakan sedikit,
tentang bagaimana
Aku bisa bertemu dengannya.
Suatu takdir, yang bahkan Aku
sendiri tidak menduganya. Yakni
mendengar suara seperti Malaikat.
Ya, sebuah suara sangat indah dan
anggun. Membuat seluruh
tubuh ini, reflek bergerak dengan
sendirinya. Bergerak cepat
k e a r a h asal suara tersebut.
Setelah puluhan kali kaki ini
melangkah. Akhirnya Aku sampai,
dan melihat seorang wanita
yang tengah duduk di kursi roda.
Dan sedang bernyanyi di
pinggir jalan, dengan suaranya yg
anggun seperti Malaikat.
Senyuman yang cerah dan lembut
meresapi cinta Keibuan.
Saat itu juga, Aku tak bisa berpikir.
Betapa cantiknya dan betapa
menawan dirinya saat bernyanyi.
Namun, saat yang sama Aku baru
menyadari, bahwa ia bernyanyi
dengan kedua matanya terpejam.
Dan seketika saja terlintas di
benakku, bahwasannya ia bukan
h a n y a s e k e d a r lumpuh
saja, tetapi kedua matanya juga
telah menjadi buta.
Saat semua orang kehilangan sebuah
harapan, apalagi kehilangan
salah satu anggota tubuhnya. Mereka
akan langsung jatuh dalam
keputusasaan, dan berpikir bahwa
harapan terakhir mereka
adalah menjadi seorang peminta.
Namun, saat Aku melihat dirinya.
Aku sama sekali tidak merasakan, aura kesedihan ataupun keputuasaan.
Melainkan hanya terdapat aura
kehangatan dan harapan. Mungkin ini
memang aneh. Tapi saat itu
juga, Akupun jatuh Cinta kepadanya.
Terus bernyanyi tanpa kenal lelah,
dan hasilnya ia berhasil membuat
semua orang kagum dengan
keindahan suara Nyanyiannya. Dan
sedikit demi sedikit uangnya
mulai bertumpuk tinggi, di dalam
wadah yang telah ia sediakan.
Namun, saat Aku mau memberinya
sebagian uangku. Tiba-tiba saja
Aku di kejutkan, dengan seseorang
l e l a k i paruh baya mencuri
sebagian uangnya, yang ada di
dalam wadah tersebut. Lelaki
berengsek itu memanfaatkan
kelumpuhannya dan kebutaannya,
untuk mencuri sebagian uangnya.
Tentu saja, Aku yang melihat itu
tidak tinggal diam. Aku
langsung mencari lelaki itu yang
lari entah kemana setelah
m e n c u r i. Setelah cukup lama
mencari. Akhirnya Akupun
menemukannya, di dalam gang
yang sempit sedang menghitung
uang yang bukan miliknya.
Tak bisa di maafkan !
“ Kembalikan uangnya, dasar pencurii.”
“ Ohhh... Rupanya ada sesosok
pahlawan ya.” Pria tersebut berbicara,
seraya membunyikan jari-jarinya.
Namun sayangnya, Aku tidak
jago dalam berkelahi. Dan
hasilnya pun terlihat, Aku yang
jadi babak belur. Parahnya
setelah ia membuat diriku menjadi
bubur, ia juga mengambil
j u g a seluruh uangku yang ku
simpan di dalam dompetku.
“Terima-kasih banyak, bocah. Hahaha.”
Ujar pria itu, sebelum pergi
meninggalkanku yang babak belur menyedihkan di gang sempit.
“ Sialannnnnn.”
Aku perlahan bangkit berdiri, seraya
menahan rasa perih dari
sekujur tubuhku. Setelah berhasil
bangkit berdiri, Akupun
kembali ke tempat wanita yang tadi.
Tentu saja, sebelum hal itu. Aku
ke ATM terdekat terlebih
dahulu, untuk bisa mengganti
sebagian uangnya yang telah di
curi. Setelah mendapatkannya,
dan dengan uang yang
berada genggaman tanganku.
Aku terus berlari, dengan penuh
harapan dia masih ada disana.
Namun, takdir berkata lain. Dan
seketika saja, rasa kecewa
telah memenuhi diriku pada saat
itu. Karena Aku tidak melihat
l a g i d i a d i s a n a.
“ Paling tidak… Paling tidak…
Izinkanlah Aku untuk mengetahui
n a m a n y a.”
Dalam kesedihan yang mendalam.
Tiba-tiba telingaku berdengung
Nasehat dari sahabatku. “ Kau boleh
mengeluh, Kau boleh menangis.
Tapi kau, jangan pernah menyerah.”
( Sfx : Trakkkk )
Akupun menggertakan gigiku
dengan sangat keras. Kemudian
bangkit dan mencoba mencari
dia lagi. Dan tentu saja, Aku tidak
lupa untuk menanyai semua
orang. Karena Aku berpikir, ia
pasti tidak jauh di sekitar sini.
“Permisi! Apakah kau melihat
di sekitar sini, seorang wanita
m u d a berpakaian Sweater
longgar berwarna putih, dan
memakai sebuah kursi roda.”
10% orang berkata “ Oh, Iya
Aku melihatnya.” Dan 80% berkata
“Maaf, Aku tidak melihatnya.”
Namun Aku tetap tidak menyerah.
Berdasarkan kata 10% orang,
y a n g telah melihatnya. Aku
terus mencari, mencari, dan
mencari. Hingga di titik Aku
kehabisan Nafas. Pertanda
Aku telah mencapai pada batasku.
Akupun langsung duduk di salah
satu kursi taman kota, dengan
nafas berat yang terengah-engah.
Setelah merasa mendingan, Aku
l a n g s u n g menyenderkan
punggung ini, ke arah bangku
taman. Seraya menghela nafas,
dan memandangi langit sore.
“ Aaahhhhh.. “
Apa Aku tidak akan ketemu
dengannya lagi.
"Anuu... Permisiii, Tuan."
Su, Suara ini !
Akupun langsung menoleh ke arah
samping, ke arah asal suara
tersebut. Dan mendapatkan sesosok,
y a n g selama iniku cari sedang
m e n y a p a d i r i k u.
Ia masih berpenampilan, seperti
saat Aku pertama kali melihatnya.
Tidak, Aku sama sekali tidak
melihat alat-alatnya untuk bernyanyi,
seperti mic dan lain sebagainya.
Malahan berganti dengan sebuah
rak kayu kecil, yang terisi puluhan
minuman dingin di pangkuannya.
“ Dari nafas Tuan, sepertinya Tuan
sangat haus. Jadi apakah Tuan
mau membeli sebagian dagangan
saya. Ini mungkin akan membantu menghilangkan dahaga, Tuan!”
Perasaan terkejut, bahagia dan
senang menjadi satu.
Membuat diriku tidak berkata
apapun. Hanya terus
memandanginya, tanpa bicara
sepata kata apapun.
“ Hmmm.... Tuan, apakah kau
masih ada disana?”
Seketika saja aku tersadar, dari
lamunanku sendiri.
" Ohh. Te, Tentu saja. Ma, Maaf
tadi Aku habis me, melamun."
I n i s a n g a t l a h aneh. Aku yang
Hidupnya, di keliling oleh
banyak wanita cantik, lagi sempurna.
Namun, malahan gugup
tidak karuan di depan wanita yang
lumpuh dan buta???
“ Begitu ya…Hm, jadi apakah Tuan
mau membeli dagangan saya?”
" Te, Tentuuu sajaa, kenapa
tidak? Lagi pula saat ini
Aku sangatlah haus. Ya, benar
sangat haus. Hehehehe.”
“ Syukurlah. Silahkan Tuan, pilihlah
minuman dingin yang Tuan suka!”
“ Ohh. Ba, Baiklah.”
Akupun mengambil salah satu
minuman dinginnya, lalu
membayarnya. Sekalian juga Aku
diam - diam memberinya
seluruh uangku, yang Aku tarik di
ATM tadi. Tanpa sepengetahuannya.
“ Terima-kasih banyak, Tuan.
Telah membeli dagangan saya.”
“ Ohhh, Iya sama-sama.”
“ Kalo begitu saya permisi. Dan semoga hari-hari Tuan, selalu menyenangkan.”
Diapun langsung berjalan pergi,
dengan kursi rodanya. Menyadari
h a l itu, membuat mulutku
secara reflek berteriak ke arahnya.
“ Tungguuuuuuu!”
A k u b e r t e r i a k, seraya berlari
ke arah sisinya.
" Aah, Aah..( Nafas terengah-engah.)
Ia mungkin memang buta
dan lumpuh, tapi pendengarannya
tidak. Ia berhenti, dan
perlahan berbalik kebelakang. Yakni
ke arahku dan berbicara.
“ Hmmm... Apakah Tuan, mau
membeli dagangan saya lagi?”
“ Ti, Tidak.”
“ Jika bukan demikian. Apakah
ada hal lain, yang bisa saya bantu
u n t u k m u T u a n?”
“ Se, Sebenarnya Aku ada sebuah
p e r m i n t a a n.”
“.... Permintaan?”
Ketika itu keringatku bercucuran
deras, dari kepala
sampai ujung kaki. Namun, Aku
tetap memaksakan
bibirku untuk b e r b i c a r a.
" A, Apa kau mau me, menjadi TEMAN
HIDUPKU..Heh, maksudku TEMANKU."
Keheningan, kata itulah y a n g
cocok untuk mendeskripsikan
suasana pada saat itu. Di saat yang
sama, tepatnya di dalam
keheningan tersebut. Tiba-tiba saja
di kedua matanya yang buta
atau terpejam itu. Mengeluarkan
sebuah air mata, mengalir
dan membasahi kedua pipinya.
Tentu saja. Aku yang melihat
hal itu menjadi panik dan berpikir,
A, Apakah Aku mengucapkan
sesuatu yang salah, kepadanya?
" A, Apa yang terjadi? .... A, Apakah
tadi Aku telah mengucapkan sesuatu
yang Me, Menyakitkan bagimu?"
" Tidak, tidak ada apa-apa Tuan.
Hanya saja, saya terlalu
bahagia hingga mengeluarkan air
mata." Ia berbicara sembari
m e n g h a p u s a i r matanya.
“....Ba, Bahagia?”
" Benar, karna ini baru pertama kalinya,
saya mendapatkan seorang TEMAN."
Dengan tersenyum hangat, ia
berbicara ke arahku. Saat yang
sama, Aku tidak bisa berkata
apapun lagi. Dan juga tak bisa
membayangkan, seberapa
beratnya ia menanggung semua
penderitaan t e r s e b u t.
Membuat Aku mengepalkan
kedua tanganku sendiri.
“ Hmmm.... Sa, Salam kenal Tuan,
nama saya adalah Violet Niferia.”
“ !??? ”
Dengan raut wajahnya yang semerah
tomat. Ia terlihat, mengulurkan
tangan kanannya yang manis. Namun,
menghadap ke arah yang salah.
Akupun menghela Nafas untuk itu
“ Aahhhh...Dasar kamu ini, Aku
itu ada di sebelah sini.
Dan Mulai sekarang, panggil
Aku Gilbert Emilio ya, Violet.”
" Baik, Tuan Gilbert."
I a b e r k a t a dengan
penuh senyuman kebahagian.
Melihat senyumannya
tersebut, membuat bibir ini
ikut tersenyum bahagia.
“ Panggil saja Aku Gilbert, Violet!”
Akupun meraih tangannya, dan
kamipun bersalaman. Tangannya
yang lembut, lalu senyumannya
yang menghangatkan Hati. Hanya
dengan ini semua, Aku merasa
semua perjuanganku terbayarkan.
****************
Silakan yang mau like, vote atau
k o m e n. Saya hanya sekedar
ingin menulis itu saja. Dan jikapun
kemudian tulisanku tidak dibaca
atau hanya sekedar dilihat tanpa
diketahui isinya, saya tak peduli.
Saya benar-benar tidak masalah.
Bagiku menulis seperti hobi lainya
seperti memancing, seperti
memelihara burung. Karena yang
t e r p e n t i n g, ruang-ruang
kosong di Hati dan pikiran terisi.
Tak menjadi soal orang lain
ikut, menikmatinya atau tidak.
5 bulan setelah kejadian tersebut,
kami berdua menjadi sangat
akrab. Biasanya setelah pulang
berkerja, atau sedang cuti.
Aku selalu membantunya dalam
bernyanyi, supaya tidak terulang
lagi kejadian kriminal seperti
kemarin. Dan Aku juga membantu
perkerjaan sampingannyaa,
yakni berjualan minuman dingin.
Selama 5 bulan terakhir ini, Aku
juga telah mengetahui berberapa
Hal tentang dirinya. Salah
satunya, adalah alasan mengapa
kakinya menjadi lumpuh. Alasan
mengapa kedua matanya
telah menjadi buta. Dan terakhir,
a l a s a n mengapa i a
tinggal hanya seorang diri.
Karena ini merupakan takdir, yang
telah di tentukan oleh sang
ilahi. Yakni sebuah, kematian dari
seluruh keluarganya. Ketika
bus besar datang, dan menghantam
mobil mereka. Yang pada akhirnya, meninggalkan anak satu-satunya,
yang hanya selamat seorang diri.
Namun, meninggalkan luka berupa kelumpuhan dan kebutaannya.
Dan pada saat masa-masa yang
berat tersebut, ia pernah tinggal
beberapa tahun di panti asuhan.
Lalu memutuskan pergi dari sana,
saat masih berumur 17 tahun.
Pergi untuk mewarisi harta keluarga
satu-satunya, yakni rumah ini.
Ya, sebuah rumah yang berada di
komplek sebelah barat. Dengan
no 57 dan berada paling ujung. Dan
sering Aku datangin. Baik dalam
mengantarkannya pulang, atau hanya
sekedar menemaninya s a j a.
Karena Aku rasa ia kesepian, berada
di rumah yang sebesar ini.
Sebagai teman bicaranya, dan sebagai
teman makan malamnya. Dan
inilah yang membuat Aku terkejut. Ia
bisa memasak dengan sangat
enak, padahal keadaannya seperti itu.
Tidak ada kata yang cocok untuknya,
s e l a i n l u a r - b i a s a.
“ Glup.. ( menelan ludah ).”
Ia sungguh, tidak pernah
menunjukan kesedihannya. Hanya
tersenyum dan selalu
tersenyum. Membuat semua orang,
mungkin akan berpikir.
Bahwasannya ia adalah o r a n g
yang paling bahagia.
Namun….Namun…. Aku yakin, di
balik senyumannya tersebut.
Penuh luka yang tak akan pernah,
bisa di sembuhkan.
“ Violet…. Katakan kepadaku! Apa
kau pernah kecewa, pernah
menangis, dan pernah marah
kepada-Nya. Yang semuanya, telah
d i rengut darimu. Apakah
kau pernah marah, Violet? ”
Di meja makan ini sebagai saksi, ia
tidak menjawab. Malahan berganti,
dengan menundukan kepalanya
ke arah bawah. Namun tak lama, ia
kembali mengangkat kepalanya
dan mulai bicara.
“…. Sebagai seorang wanita, tentu saja
Aku pernah kecewa. Kecewa
hingga Hati ini, terasa tidak sanggup
lagi. Sebagai seorang wanita,
tentu saja Aku pernah menangis.
Bahkan saat sendiri, Aku
selalu menangis hingga terisak. Dan
sebagai seorang w a n i t a,
tentu saja Aku pernah marah. Marah
kepada diriku sendiri, yang
cengeng ini, yang keras kepala ini, dan
kepada Dunia ini. Walaupun
begitu, Aku tak membenci kepada-Nya.”
“ Ti, Tidak membenci? Mengapa?
Padahal semua yang berharga bagimu
t e l a h d i r e g u t.”
“..Mungkin kamu memang
benar, Gilbert. Tuhan memang telah
mengambil kedua kakiku,
Tuhan memang telah mengambil
k e d u a mataku, Tuhan
memang telah mengambil seluruh
keluargaku. Namun, Aku
tetap sabar dan percaya. Percaya
kalo Tuhan, mempunyai
rencana di sisi-Nya yang lebih indah
untuk diriku. Aku hanya
perlu mempercayai-Nya, dan selalu
berserah diri kepada-Nya.
Karena ia tahu dan akan selalu tahu,
keadaan hamba-hambanya.”
Senyuman itu lagi.
Senyuman yang hangat darinya.
Dan senyuman yang penuh luka.
Luka yang di balut, dengan sebuah
senyuman. Ia sudah terbiasa.
Akupun tak bisa berkata apapun
lagi, dan Aku tak bisa membayangkan.
Apa yang terjadi, jika Aku berada di
dalam posisinya. Yang telah kehilangan semuanya, dan harus menanggung
s e m u a penderitaan seorang diri.
Namun Hari ini, Malam ini. Aku
tak akan, membiarkannya menanggung
semua penderitanya itu, seorang
diri lagi. Karena tekadku ini sudah
bulat, tercermin dari kepalan tanganku
y a n g s a n g a t k u a t.
“ Violet, maukah kau ikut denganku
s e b e n t a r?”
~|~|~|~|~
Di tengah rembulan.
Di tengah awan.
Dan tengah bintang-bintang.
Aku akan mengungkapkan semuanya.
Semua perasaanku.
“ Hmm, kita ada dimana Gilbert?”
“ Violet kita saat ini, sedang berada
di taman. Sebuah tempat yang
sama, seperti saat kita pertama kali
bertemu. Dan yang perlu kau
ketahui, Aku mengajakmu kemari.
Hanya Ingin memastikan sesuatu.”
“ Memastikan sesuatu?”
“ Itu benar! Jika tempat inilah, takdir
tersebut Aku temukan. Maka di tempat
ini juga, takdir tersebut akan di mulai.”
“ Takdir??? A, Apa yang sebenarnya
maksudmu, Gilbert?”
“ …Begitu ya. Fufufufu ( tertawa kecil ). Maafkan Aku, sepertinya kata-kataku
sulit di pahami ya. Baiklah, akan Aku sederhanakan. Intinya adalah, maukah
kau menikah denganku, Violet Niferia.”
( Sfx : Wushhhhh )
Hembusan angin malam, dan cahaya
rembulan yang menerangi.
Semuanya terlihat, memenuhi suasana
p a d a s a a t i t u.
Dan dalam sekian detik tersebut,
Aku bisa melihatnya. Melihat dirinya,
yang sangat terkejut dengan hal ini.
Sepertinya ia sangat tidak menduganya.
“ Apa kau sadar dengan apa yang kau
katakan itu, Gilbert?”
“ !!?? ”
Dengan berada di kursi rodanya,
ia tertunduk ke arah bawah. Seraya
melanjutkan berbicaranya dengan
meneteskan Air mata.
“ Hiks, Hiks... Menikah denganku,
yang seorang wanita buta. Hiks,
Hikss...Menikah denganku, yang
seorang wanita lumpuh. Dan
selalu memakai kursi roda, untuk kemana-mana. Hiks, Hikss…
Dan Menikah denganku, yang
bahkan tidak bisa memiliki anak.
Hikss, Hikss. Katakan kepadaku,
Gilbert! Apa kau serius mau
menikahi wanita seperti diriku?
A, Aku sama sekali tidak pantas
untuk dirimu, Gilberttttt.”
Di dalam keheningan tersebut, ia
meluapkan seluruh perasaannya.
Dengan menangis dan menangis.
“ Hiks, Hiks.. Aku tidak pantas
u n t u k d i r i m u.”
Hingga…
“ Kata siapa, Violet? Dan siapa
yang memutuskan, kalo
kamu tidak pantas untuk diriku?”
“ Apa kau masih tidak mengerti,
Gilbert. Aku… Aku…”
Aku yang tidak tahu, harus bagaimana
lagi cara menyakinkannya. Hanya bisa memeluk dirinya, dengan sangat erat.
“ !!??”
“ Violet, Aku tahu kau sedang
menanggung beban yang berat. Aku
tahu, kau sedang menyimpan
rasa sakit yang berat. Dan Aku tahu
juga, kau sedang menyimpan
semua penderitaan dengan sangat
berat. Jadi Kumohon… Kumohon
padamu Violet…Jangan menanggung
semua beban itu sendirian.
Biarkan pundakku menjadi lelahmu,
Biarkan kedua mataku menjadi
matamu, Biarkan kedua kakiku
menjadi kakimu. Dan biarkan Aku,
menjadi Sayap Pelindungmu.”
“ Hiks, Hiks. Tapi… Tapi… Aku
mungkin, hanya Akan
menjadi beban bagimu, Gilbert.”
“ Aku tak pernah menganggapmu
sebagai beban, Violet. Malahan
sebaliknya, Aku menganggapmu
sebagai anugerah Tuhan
yang terindah dalam Hidupku.”
“ A, Aku… Aku... Terima - kasih
banyak. Hiks, Hikss~”
****************
1 minggu setelah kejadian tersebut,
A k u memutuskan membawa
Violet ke rumah ke dua orang tuaku.
Karena tidak mungkin, Aku terus
menyembunyikan hal ini dari kedua
orang tuaku. Mengenalkan Violet,
dan meminta Restu kepada mereka.
Setelah kami telah sampai, di rumah
kedua orang tuaku. Tentunya
menggunakan mobil pribadiku. Aku
dan Violet, berserta Ayahku
dan Ibuku, semuanya terlihat berada
di ruang tamu. Aku duduk
di salah satu sofa yang di sediakan,
dan sebelahku terdapat Violet.
Tentu saja dengan kursi rodanya.
Sedangkan kedua orang tuaku,
duduk di hadapan kami dengan
tatapan sinis dan jijik. Hanya
melihat dari Ekpresi kedua orang
tuaku saja. Aku bisa menduga,
bahwa kami tidak akan di Restui.
Namun, apa salahnya mencoba dulu.
“ Sa, Salam kenal Om dan Bibi…
Saya bernama Vio-”
“-Kau tidak pantas, untuk anakku.
Dan Enyahlah dari hadapanku! Dasar
sampah menjijikan.”
“ Heh!!?”
Tiba-tiba saja Ibuku, menyela perkataan
Violet dan langsung menghinanya
begitu saja. Tentu saja, Aku yang melihat
hal itu menjadi Naik pitam, dan langsung
berdiri dari sofaku.
“ Paling tidak, izinkanlah Violet untuk menyelesaikan perkataannya.”
Ibuku langsung berdiri dari sofanya juga.
“ Apa? Ia bahkan menyebut
namanya, di rumah sini saja sudah
sangat tidak pantas, Gilbert.”
“ Hanya karena...”
Violet yang sedang duduk di kursi
roda tepat di sebelahku. Tiba–tiba
saja, memegang salah satu tanganku
d e n g a n sangat erat. Sebagai
suatu tanda, bahwasannya Aku harus mengendalikan emosiku.
Akupun melakukannya, dengan menarik
Nafas lalu menghembuskannya.
“ Aaaahhhhhhh.”
Seraya perlahan kembali duduk.
“ Dan kau itu ya… ”
Ibuku berkata seraya menujuk-nujuk
V i o l e t dengan seluruh
hinaanya. Namun, sebelum Ibuku
bisa menyelesaikan semua
perkataannya. Ayahku yang berada
di sebelah Ibuku, tiba-tiba
m u l a i a n g k a t b i c a r a.
“ Elizabeth, tenangkan dirimu! Atau
kau sudah lupa, dengan
peraturan di keluarga ini. Harus
menyelesaikan masalah
apapun, dengan kepala dingin.”
“..Tskkk.”
Ibuku kembali duduk, dengan
mendegus k e s a l.
Ayahku terlihat sengaja terbatuk
kecil, untuk memperbaiki suaranya.
"...Uhuk." Setelah ia
melakukannya, pandangannya pun
langsung berpaling menatap diriku.
“ Gilbert, apakah kau tau dampak
masalah bagi keluarga kita.
Jika kau menikahi seorang wanita
seperti dia.”
“ Ya. Tentu saja, Aku tahu Ayah.
K a r e n a satu-satunya
masalah disini adalah, Aku akan
bahagia bersama Violet,
dan kalian tidak menyukai hal itu.”
" Lancang sekali kau, nak! "
Ibuku tersentak dari sofanya, dan
berniat ingin menampar
diriku. Namun, Ayahku yang berada
di sebelahnya. Langsung
menahan ibuku, dengan menangkap
salah satu tangannya.
“ Lepaskan Akuuu!”
“ …. Ayo Violet, kita pergi dari sini.”
Merasa tidak ada gunanya,
terus-menerus
berada disini. Akupun bangkit
berdiri, seraya
mendorong kursi roda Violet.
“ Heh?... Ta, Tapi Gilbert-”
“-Mau kemana kau Gilbert, urusan
kita disini belum selesai!”
“ Tenang saja, Ayahanda. Karena
Aku akan segera kembali.”
Akupun melanjutkan mendorong kursi
rodanya Violet, hingga
beranjak pergi dari ruangan tersebut.
“ Gilbert, kita mau kemana?”
" Kembali mobil."
Setelah sampai di parkiran mobilku.
Aku membiarkan pintu depan
mobilku terbuka, lalu mengangkat
Violet dari kursi rodanya, dan memindahkannya ke kursi bagian
d e p a n m o b i l k u.
“ Kamu tunggulah sebentar disini
y a, V i o l e t.”
Aku berkata dengan tersenyum
hangat ke arahnya. Walaupun ia tidak melihatnya. Namun, Aku p e r c a y a
ia bisa melihat senyumanku.
“.... Ta, Tapi bagaimana dengan Restu
kedua orang tuamu, Gilbert?”
“ Setelah kamu di hina begitu.
Apakah kau masih percaya, kita
akan mendapatkan Restu, Violet?”
Violetpun tak bisa membantah lagi,
hingga Aku memegang kedua
bahunya. Seraya berkata ke arahnya,
“ Tapi kau tenang saja, Violet. Karena
Aku mempunyai sebuah
rencana. Rencana Gila yang membuat
kedua orang tuaku, mau
tidak mau akan merestui kita berdua.”
“.... Re, Rencana gila?”
“ BENAR.”
****************
Silakan yang mau like, vote atau
k o m e n. Saya hanya sekedar
ingin menulis itu saja. Dan jikapun
kemudian tulisanku tidak dibaca
atau hanya sekedar dilihat tanpa
diketahui isinya, saya tak peduli.
Saya benar-benar tidak masalah.
Bagiku menulis seperti hobi lainya
seperti memancing, seperti
memelihara burung. Karena yang
t e r p e n t i n g, ruang-ruang
kosong di Hati dan pikiran terisi.
Tak menjadi soal orang lain
ikut, menikmatinya atau tidak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!