NovelToon NovelToon

Black Rose

1. Kejar-kejaran dan baku tembak

Debu beterbangan memenuhi udara di bukit gersang yang mengelilingi kota metropolitan itu memisahkan kota itu dengan hamparan gurun gersang yang membentang sejauh mata memandang . Angin menderu-deru membawa aroma tanah kering dan tandus juga sedikit bau asap knalpot juga sedikit bau darah yang mengambang di udara. Matahari memancarkan sinar teriknya membiaskan bayangan aneh di bebatuan yang berserak di bukit gersang itu.

Dor … dor .. dor .. dor..

Rentetan suara tembakan dari arah belakang Alexa terdengar amat nyaring disela-sela deru angin yang berhembus menembus helm full face miliknya. Alexa melarikan motor kesayangannya dengan kecepatan hampir mencapai seratus kilometer per jam, berzig-zag guna menghindari lubang yang menanga yang banyak terdapat di jalan yang dia lalui.

Suara tembakan masih tetap saja terdengar di belakang Alexa.” Rupanya mereka masih ingin membuat ku menyerah juga terjatuh dan akhirnya meninggalkan dunia ini, tapi maaf saja bro, aku masih betah berada di dunia ini. Aku masih belum mau meninggalkan coklatcoklat kesukaanku juga novel romantis milikku yang aku simpan rapi di lemari buku di apartemenku.” Gumam Alexa sambil tersenyum tipis.

Dan tanpa menoleh ke belakang, Alexa mengambil pistol nya dari balik jaket hitam yang dikenakannya dan mengarahkan ke belakang dan segera menarik pelatuk pistolnya. Membalas tembakan mereka dengan jitu adalah kelebihan dan keahlian nya.

Dor.. Dor.. Dor ...

Tiga peluru melesat menembus helm full face pengejar di belakangnya membuat pengejarnya langsung berangkat ke alam tetangga seketika itu juga. Pengejarnya itu jatuh dari motor nya membuat motornya rebah dan bergesekan dengan bebatuan kasar yang berserakan menyeret pengemudinya yang telah kehilangan nyawanya hingga pengejar di belakangnya tak bisa menghindari menabrak bagian motor yang terjatuh dengan posisi menyamping. Alexa tersenyum geli dibalik helm yang menutupi seluruh wajahnya. Dia mengawasi kejadian itu dari balik kaca spion motornya.

Untung saja jalanan di daerah ini sepi dan tak begitu banyak penghuninya. Memudahkan Alexa untuk menjebak mereka yang dengan berani-beraninya mencoba membuat nya meninggalkan dunia ini.

Menghentikan motornya di tengah jalan, Alexa menatap ke sekelompok pria yang datang dengan mengendarai motor besar mereka.

“Hohoho… kukira siapa yang berani mengusikku ! Ternyata hanyalah seorang dengan julukan the bald head. Jadi penasaran aku, apakah di tubuhmu yang lain juga tumbuh rambut ? Atau sepolos pantat bayi yang baru lahir ?” ucap Alexa sambil tersenyum tipis setelah membuka helmnya, mencemoohkan lelaki bertubuh besar dan berperut buncit yang duduk di atas motor Harley-Davidson entah miliknya atau hasil rampasan dari orang yang berhasil dibunuh nya atau bahkan hanya di belinya dengan cara di cicil.

“Jalang sialan .. jika kau mau menemaniku malam ini, akan ku ampuni nyawa busuk mu yang hanya selembar itu, puaskan dan buat aku senang malam ini dengan tubuhmu maka aku akan melindungi mu dari kejaran para pria yang memburu mu.” Ucap pria gemuk yang baru saja turun dari motor besarnya.

“Punya keberanian darimana kamu memintaku untuk menemani dan menghangatkan ranjangmu malam ini ? Apakah kamu sudah siap menghadapi resiko nya ?” cemooh Alexa.

“Sialan, kamu pikir dengan kemampuanmu yang seuprit itu bisa membuatku jatuh ? Menyerah lah dan ikut bersamaku, sebelum kamu aku serahkan kepada orang yang mengupahku, ada baiknya kamu membuat aku dan anak buahku puas malam ini. Aku

jamin akan memberikan kepuasan yang sama untukmu.”usul si botak sambil menjilat bibir bawahnya dan memandang tubuh Alexa dengan pandangan mesumnya.

“Hmmm .. yakin jika kamu bisa mengalahkan ku dan menyeretku ke atas tempatmu ? Sepatuku saja tak cukup pantas untuk kau jilat.” Cibir Alexa .

“Dasar sundal tak tau di untung, aku sudah menawarkan solusi terbaik untukmu tapi kamu

menolaknya. Maka aku tak akan segan-segan untuk membuatmu bertekuk lutut dan memohon padaku. Anak-anak… serang dia dan jangan beri ampun.” Caci si botak sambil mengangkat tangannya memberi isyarat pada anak buahnya untuk menghajar Alexa.

Alexa dengan tenang turun dari motornya untuk menyambut serangan dari gerombolan lelaki anak buah si botak yang berjumlah kurang lebih lima belas orang. Serempak mereka semua menyerang Alexa dari segara arah. Bahkan ada yang sengaja mengeluarkan double stick milik mereka dari balik punggungnya.

Alexa hanya nyengir kuda melihat dirinya dikepung dari segala arah oleh segerombolan lelaki berbadan tinggi besar berlapis lemak yang menggunung di sebagian perut dan dagu mereka. Hanya beberapa orang dari mereka yang memiliki tubuh atletis dan kekar.

Para lelaki itu memandang remeh Alexa yang hanya sendiri melawan mereka. Dua orang lelaki mulai menyerang Alexa dengan kepalan tangan mereka. Alexa menangkap kepalan salah satu dari mereka dan memelintir tangan pria berbadan besar itu dengan keras. Sementara kaki Alexa menendang keras dada salah seorang lelaki gemuk bagian dari

gerombolan itu yang hendak menyerang Nya dari belakang.

Melepas pelintiran tangannya, Alexa menggantinya dengan sebuah jotosan ke hidung pria itu yang menyebabkan pria itu terbungkuk sambil memegang hidungnya yang patah.Sisa dari gerombolan itu marah sekaligus ciut nyalinya melihat betapa mudahnya Alexa menjatuhkan dua anggota grup mereka hanya dalam satu serangan.

Tanpa membuang waktu, mereka semua berlari menyerang Alexa, berusaha menjatuhkan dan membuat Alexa babak belur. Namun mereka tak menduga jika Alexa berhasil menghindari hampir semua serangan dari mereka bahkan sempat balik membalas mereka dengan tinjunya maupun dengan melancarkan tendangan kerasnya.

Mereka, para lelaki itu lebih banyak menerima serangan dari Alexa daripada Alexa yang di serang oleh mereka. Luka di tubuh Alexa tak seberapa banyak jika dibandingkan dengan luka-luka yang diterima oleh para lelaki itu.

Alexa mengelap sudut bibirnya yang robek dan mengeluarkan darah. Tatapan bengisnya beralih ke si botak pimpinan gerombolan itu yang berdiri memandang dengan wajah kaget tak menyangka jika targetnya kali ini kemampuan bela diri dan kemampuan bertarungnya yang jauh berada di atasnya

Tanpa diduga Alexa, si botak menodongkan pistol yang diambilnya dari balik pakaiannya, menyeringai lebar merasa jika sekarang dia berada di atas angin. "Menyerah lah jallangg sialan dan serahkan kotak kayu besi yang kamu temukan tadi padaku, jika kamu sayang pada nyawamu maka cepat serahkanlah kotak itu dan temani dan hangatkan ranjangku malam ini. Hehehehe tentunya permintaan ku ini tidak sulit untuk kamu kabulkan kan ?" ujar si botak diakhiri dengan kekehan panjang.

"Kotak besi ? Kotak besi apa ? Apakah matamu yang besar itu telah rabun karena kebanyakan melihat tubuh wanita montok ? Apa yang membuatmu mengira aku menemukan kotak besi ? Oooohh .. Maksud mu kotak cerutu ini ? Matamu benar-benar rabun Botak, ini yang kau anggap kotak besi ? Hahahahaha.." cemooh Alexa sambil melemparkan sekotak rokok yang masih baru ke arah si botak.

"Jallangg sialan, kamu tau pasti kotak yang aku maksud keparrat, baiklah jika kamu tak ingin menyerahkan kotak itu, jangan salahkan aku jika hari ini nyawamu hilang di tanganku." ucap geram si Botak sambil menarik pelatuk pistolnya.

Dor.. Dor..

Kembali suara tembakan menggema di bukit gersang sunyi itu, bahkan jangkrik dan burung hantu pun seolah ikut merasakan ketegangan atmosfer di sekitar kedua orang berlainan jenis itu. Binatang malam pun seolah ikut merasa tegang, angin malam pun juga seolah ikut merasakan ketegangan hingga tak berani menghembuskan dan menggerakkan semak belukar di sekitar Alexa dan si botak.

Alexa dengan sorot mata tajam dan dingin menyeringai tipis, dengan pistol yang ujungnya terpasang peredam suara yang entah kapan di ambilnya dari balik jubah hitamnya, moncong pistolnya mengepulkan sedikit asap putih tipis. Sementara si botak dengan mimik wajah terkejut melihat ke arah Alexa, kemudian dirasakannya sakit yang menjalar dari bahu kirinya dan perut buncitnya.

 Pria itu meringis kesakitan dan terjatuh ke tanah, tangannya memegangi bahu kirinya yang berdarah. "Kau... kau tidak akan lolos!" teriaknya dengan suara parau. Alexa menyeringai sinis. "Aku sudah terbiasa dikejar, bodoh," balasnya dingin. Dengan gerakan cepat, ia mengganti magasin pistolnya dan mendekati si botak yang terkapar. "Ini untuk kelancanganmu karena kamu menginginkan sesuatu yang telah aku miliki." Cleb.. Peluru kembali menembus bahu si botak, kali ini bahu kanannya dengan tanpa suara. Menjerit kesakitan si botak hanya bisa terkapar tak berdaya sambil terengah-engah.

Alexa mengambil kotak besi kecil dari balik jubah hitamnya dengan tangannya yang lain, menyeringai lebar melihat mata si botak membesar terbelalak melihat kotak yang dicari olehnya, si botak berusaha bangkit dan berusaha merebut kotak besi kecil itu. Namun dengan sebelum tangan si botak sempat meraih kotak besi itu, sebuah peluru menembus kepalanya. Tubuh besar dan gemuk si botak tersungkur tanpa sempat menyentuh kotak besi itu. Dengan wajah dingin, Alexa membalikkan tubuh si botak menggunakan kakinya, menyeringai tipis, Alexa kembali menembakkan pistolnya ke jantung si botak. Setelah itu dia menyelipkan setangkai bunga mawar hitam di mulut si botak. "Dan ini untuk kelancanganmu menginginkan tubuhku," ucap Alexa dengan dingin.

Alexa menatap kotak besi itu dan berkata, "Ini akan menjadi milikku selamanya." gumamnya sambil mengelus lembut kotak besi itu. Alexa melirik ke arah sekumpulan anak buah si botak yang juga tergeletak pingsan dan terluka parah beberapa dari mereka mengerang kesakitan dan merangkak berusaha mencapai kendaraan meraka dan meninggalkan tempat itu dengan memapah temannya, tanpa memperdulikan mayat pemimpinnya.

 Saat itu, matanya menangkap sekelompok orang yang sedang mengintai dari kejauhan. Mereka mengenakan pakaian serba hitam dan membawa senjata. Alexa mengangkat alisnya. "Sepertinya petualangan belum berakhir," gumamnya. Dengan langkah pasti, dan tanpa memperdulikan mayat si botak, Alexa perlahan melangkah menuju ke motor sport kesayangannya.

 Cahaya bulan memantul pada kaca helmnya, menyoroti matanya yang berkilau dingin. Sekelompok bayangan bergerak di kegelapan, mengintai dari balik bebatuan.Dan ia menaiki motor sportnya dan melaju meninggalkan tempat kejadian, meninggalkan debu dan kebisingan di belakangnya. Bukit gersang yang menjadi saksi bisu kejadian malam itu kembali sunyi dan binatang malam kembali memperdengarkan suara mereka mengisi malam yang kian larut.

2. Ketika Prince Casanova jatuh cinta

Sementara itu di dalam sebuah kamar hotel cahaya bulan menembus tirai yang dibiarkan terbuka, desah dan geraman kenikmatan saling bersahutan, dua manusia berlainan jenis tengah asik menikmati kenikmatan dunia ditengah malam yang dingin ini, sang pria tampak asik memacu tubuhnya hingga bercucuran keringat diatas tubuh sintal seorang wanita, dan ketika dia meraih puncak kenikmatan dengan geraman keras sambil mendongakkan kepalanya dia melepaskan himpitan tubuhnya di atas tubuh wanita itu dan menebarkan benihnya di atas perut rata wanita di bawahnya yang memasang wajah kecewa.

"Mengapa kamu membuangnya di luar ? Aku tidak keberatan jika aku mengandung anakmu. Aku juga tak keberatan menjadi istrimu." ucap wanita itu sambil memegang bahu pria itu.

" Kita melakukan ini atas dasar saling membutuhkan dan menguntungkan. Dan aku tidak menginginkan anak dari wanita sepertimu, jika kamu tak suka maka jangan pernah menemui ku lagi. Sekarang menyingkirlah dari tempat tidur ku. Hubungan kita berakhir." ucap pria itu dengan dingin seraya mendorong si wanita.

"Erick.. Maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu. Jangan tinggalkan aku, jangan buang aku. A.. Aku .. Aku akan menuruti kemauanmu. Tapi jangan putus dari aku. Jangan akhiri hubungan kita." ucap wanita itu panik ketika menyadari jika dia telah salah bicara.

"Bianca.. Kamu tau aku tidak mentolerir kesalahan. Kamu telah mengetahui dan memahami dengan pasti apa yang aku katakan dengan tegas di awal hubungan kita. Sekarang menyingkirlah dari atas tempat tidurku, pergilah dan cari lelaki yang akan membuatmu mengandung anaknya." ucap pria yang di panggil Erick sambil turun dari tempat tidur dan menyambar jubah mandi dan mengenakannya menutupi tubuh polosnya.

Erick menepiskan tangan Bianca yang berusaha menggapainya , matanya menatap tajam pada wanita di depannya. Dengan jari telunjuk dan jempolnya, ia menjepit ujung baju sutra yang masih tercium aroma parfum menusuk memabukkan. "Cepat kenakan pakaian menjijikkanmu itu dan segeralah pergi dari kamarku. Mulai detik ini kamu bukan lagi kekasihku," ucap Erick dengan suara dingin.

Bianca terbelalak, tidak menyangka akan ditolak sekejam ini. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. "Erick, jangan seperti ini," rintihnya, suaranya bergetar. Namun, Erick tetap diam, matanya menatap lurus ke depan. Ia melemparkan baju itu ke arah Bianca, mengenai bahu wanita itu. Bianca meremas erat kain sutra itu, seolah-olah masih ada sisa kehangatan Erick di sana. Rasa sakit menusuk hatinya. 'Kenapa kau tega padaku?' lirihnya, suaranya teredam oleh isak tangis. Cahaya lampu menyinari air matanya yang terus mengalir, bagaikan hujan yang tak kunjung reda.

Dengan langkah gontai dan bahu terkulai, Bianca mengenakan kembali pakaiannya dan membereskan barang-barang miliknya yang berceceran di lantai. Remang cahaya lampu kamar sedikit membantu Bianca menemukan barang-barangnya yang berceceran dimana-mana. Bianca sadar, jika seharusnya dia tidak menyinggung masalah kehamilan ataupun masalah anak. Satu hal tabu yang dia lupakan ketika dia berhubungan dengan Erick. "Berakhir sudah kehidupan mewahku, gara-gara mulut sialan ini tidak bisa menyaring kata-kata, ahh sial, padahal aku baru saja mulai merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita yang bergelimang harta tanpa perlu bekerja keras banting tulang untuk menghidupi diriku dan keluargaku." runtuk Bianca dalam hatinya.

Ia ingat betul bagaimana dulu ia sering menghabiskan waktu di spa, berbelanja di butik-butik terkenal, dan berlibur ke luar negeri dengan menggunakan kartu kredit yang diberikan Erick setelah mereka membuat perjanjian jika mereka berhubungan atas dasar saling membutuhkan tanpa adanya cinta diantara mereka. Sekarang, ia harus memikirkan bagaimana cara menikmati kehidupan mewahnya yang telah terbiasa di jalaninya sejak berhubungan dengan Erick. "Aku tidak akan bisa lagi membeli tas Hermes terbaru," pikirnya sambil menatap tas mahal yang dia pungut dari lantai, juga sepatu hak tinggi runcing branded merahnya yang tergeletak di dekat sofa.

Bianca selalu bermimpi menikah dengan pria kaya seperti Erick. Ia pikir dengan begitu, hidupnya akan selamanya aman dan nyaman. Namun, mimpi itu kini sirna hanya karena dia melupakan satu hal kecil yang berakibat fatal untuknya. Kini musnah sudah mimpinya untuk menjadi seorang istri dari seorang Raj Erick Aditya Narayan. Tak ada lagi kehidupan mewah yang bisa dijalaninya.

Keluar dari kamar mewah hotel yang dipakai oleh Erick, Bianca menggelosor di lorong sepi yang temaram . Tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya Bianca memeluk lututnya , air mata membasahi pipinya. Mimpi indahnya tentang kehidupan mewah bersama Erick kini sirna sudah. Ia tidak hanya kehilangan seorang kekasih, tapi juga kehilangan segalanya. Kehidupan yang dulu penuh kemewahan kini terasa begitu jauh. Dulu, ia selalu bermimpi memiliki lemari pakaian yang penuh dengan gaun-gaun desainer dan perhiasan berlian. Namun, kini ia harus meninggalkan semua itu. Dalam kesendiriannya, Bianca mulai merencanakan cara membuat Erick kembali ke pelukannya.

 Cahaya remang-remang lampu menciptakan bayangan panjang di dinding, seolah-olah menyertai kesedihannya. Bianca terus memeluk lututnya, air mata membasahi pipinya yang dingin. Dulu, ia selalu membayangkan dirinya akan hidup bahagia bersama Erick di hotel-hotel mewah seperti ini. Namun, kenyataan pahit telah menghancurkan mimpinya.

"Aku tidak akan membiarkan dia pergi begitu saja," gumamnya dalam hati, sambil menatap tas Hermes di tangannya. Itu adalah hadiah ulang tahun dari Erick. Dengan langkah gontai, Bianca meninggalkan kamar hotel itu, membawa serta luka yang mendalam di hatinya dan tekad untuk membuat Erick kembali ke pelukannya. Ditengah rinai hujan yang membasahi bumi, Bianca meninggalkan hotel itu, melangkah gontai ke arah taxi yang telah dipesannya, dengan riasan wajah berantakan dan badan kotor karena tak sempat membersihkan diri, Bianca memasuki taxi yang dipesannya. Raut wajahnya kini menampakkan tekad dan keinginan untuk mendapatkan kembali Erick.

Pagi pun datang, sinar matahari berusaha menerobos masuk diantara sela-sela tirai yang tertutup rapat. Erick menggeliat, merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Melirik ke arah jam digital di samping tempat tidurnya, Erick dengan santai turun dari tempat tidur. Semalam setelah mengusir Bianca dari kamarnya, Erick langsung berendam air hangat di jacuzzi. Menikmati hangatnya air yang telah dicampur dengan sedikit aromatherapy, Erick menikmati kebebasannya.

Sedikit pun tidak merasa sedih atau pun menyesali perbuatannya dan keputusannya mengakhiri hubungannya dengan Bianca yang baru berjalan dua minggu. Baginya Bianca sama saja seperti wanita-wanita yang biasa mengejarnya dan melemparkan tubuh pada dirinya. "Hah, perempuan dimana-mana saja sama. Hanya tertarik pada wajah dan kekayaan yang aku miliki. Wajar saja jika aku selalu mencampakkan perempuan seperti itu. Sungguh sangat menjengkelkan menghadapi perempuan seperti Bianca yang hanya bisa menghabiskan uangku dengan kegemarannya berbelanja." ucap Erick sambil menyesap champagne di gelasnya.

Erick menyesap champagne-nya sambil menatap pemandangan kota dari kaca jendela kamar mandi yang menampilkan pemandangan pusat kota metropolitan dan menikmati kehangatan air di jacuzzi. "Perempuan memang merepotkan," gumamnya dalam hati.

Ia teringat pada Bianca yang menangis tersedu-sedu saat ia mengusirnya. Namun, rasa kasihan itu hanya sekejap. Segera, pikirannya kembali pada kesenangan yang akan ia dapatkan hari ini. Ia akan pergi ke klub malam favoritnya dan bertemu dengan wanita-wanita baru. "Hidup terlalu singkat untuk disia-siakan dengan drama," pikirnya sambil tersenyum puas. Namun wajahnya mendadak suram ketika teringat tumpukan dokumen dan setumpuk kerjaan lainnya yang menanti di meja kerjanya.

Pikirannya melayang pada rapat penting besok pagi. Ia harus menyetujui sebuah proyek besar yang akan menentukan masa depan perusahaannya. Namun, untuk saat ini, ia ingin melupakan sejenak beban tanggung jawabnya. Ia menutup matanya, membayangkan wajah-wajah cantik yang akan ia temui malam ini.

Mendesah panjang Erick menaruh gelas champagne kosong dan mengakhiri kegiatan berendam nya, dia kemudian membilas seluruh tubuhnya dan bersiap untuk tidur, memulihkan kondisi badannya dan bersiap menghadapi pagi yang pasti akan menyiksanya dengan setumpuk pekerjaan yang menggunung yang telah disiapkan oleh asistennya.

Pagi ini setelah menyegarkan diri dan mengganti pakaiannya, Erick segera menyantap sarapan pagi yang dipesannya, menyesap kopi hitamnya sambil melirik layar ponsel pintarnya. Beberapa email belum terbaca, dan notifikasi pesan masuk terus berbunyi. Dengan cepat, ia membalas beberapa pesan penting. Setelah selesai, ia bangkit dari kursi dan mengambil tas kerjanya. Koper kecil berisi pakaian kotor sudah siap di samping pintu. "Jangan lupa siapkan laporan keuangan untuk rapat nanti, " pesannya kepada asistennya melalui sambungan telepon.

Dengan langkah cepat, Erick keluar dari kamar hotel dan menuju lobi. Di tengah perjalanan, ia sempat menyapa beberapa tamu bisnis yang dikenalnya. Setelah menunggu sebentar, sopirnya datang dan membantunya membawa koper ke dalam mobil. Di dalam mobil, Erick kembali fokus pada dokumen-dokumen yang akan dibahas dalam rapat pagi ini.

Erick melangkah memasuki lobi anak perusahaan dengan langkah pasti. Jas biru navinya berkilau di bawah sorotan lampu, sementara dasi merah maroonnya menambahkan sentuhan warna pada penampilannya yang maskulin. Aroma parfum mahal tercium samar, menambah daya tariknya. Seketika, semua mata tertuju padanya. Para pegawai wanita, terutama, tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Dengan senyum tipis, Erick mengangguk sebagai balasan.

"Selamat pagi, Tuan Erick," sapa Dewa, asistennya, sambil menyerahkan setumpuk dokumen. "Sudah siap untuk rapat, Tuan." Erick mengambil dokumen itu dan berjalan menuju lift, diikuti oleh tatapan kagum para pegawai wanita.

Baru saja Erick memasuki lift yang akan membawanya ke lantai lima belas tempat dimana akan diadakan meeting dengan para manager di anak perusahaan miliknya, tubuhnya terhempas ke samping ditabrak oleh seorang wanita yang tampak sangat terburu-buru. Wajahnya memerah, rambutnya acak-acakan, dan tasnya hampir jatuh saat dia dengan cepat menekan tombol angka lima belas.

"Maafkan saya," seru wanita itu sambil mengatur napasnya. "Duuuh ini lift kenapa lama banget sih tertutupnya.. Telat nih.. Bisa-bisa gajiku dipotong sama si Tonggos.." seru wanita itu. Begitu pintu lift tertutup, wanita itu berulang kali melihat jam tangan mungil di pergelangan tangannya dan sesekali mendorong kacamatanya yang merosot. Sementara menunggu sampai di lantai yang dituju, wanita itu juga berulangkali membetulkan letak tas selendangnya dan berusaha membenahi kertas yang ada di map yang dibawanya sambil berdecak kesal, "Gara-gara kebablasan nonton drama beginilah akibatnya.. Kesiangan bangun, terjebak macet dan sekarang terancam dipotong gaji. Haaaahhh.. Nasib.. Nasib..."

Saat pintu lift terbuka, wanita itu melangkah keluar. Namun, belum sempat ia melangkah jauh, heels sepatunya patah. Tubuhnya oleng ke depan, namun sebelum ia jatuh, Erick dengan sigap menangkap pinggangnya. Hati Erick berdebar tak terkendali saat menatap dalam ke mata hitam legam wanita itu. Seolah ada aliran listrik yang mengalir di antara mereka. Wajah wanita itu memerah padam. "Terima kasih," gumamnya lirih.

Erick tersenyum tipis, "Sama-sama," ucap Erick. Sejenak, waktu seakan berhenti. Namun, realita segera menyeret mereka kembali. Wanita itu melepaskan diri dari pelukan Erick dan dengan cepat membenahi mapnya yang hampir berhamburan.

Saat itu juga, Erick menyadari bahwa wanita di hadapannya ini memang sangat cantik. Rambutnya yang sedikit berantakan membuatnya terlihat lebih manis, dan matanya yang besar dan bulat membuatnya tampak polos namun penuh misteri.

Erick merasakan jantungnya masih berdebar-debar, bahkan saat wanita itu keluar dari lift dengan tergesa-gesa sambil membenahi penampilannya yang sedikit berantakan. Memegang dadanya, Erick tersadar dari keterpakuannya ketika Dewa mencoleknya dan mempersilakan Erick untuk keluar dari lift menuju ruang meeting. "Cantik, siapa dia ? Mengapa jantungku berdetak kencang saat memeluknya ?" gumam Erick tanpa menyadari jika Dewa bisa mendengar gumaman dan melirik heran kearahnya.

3. Penasaran

 Erick memasuki ruangan yang sudah dipenuhi aura profesionalitas. Para manajer dan jajaran petinggi anak perusahaan , dengan setelan jas rapi, duduk mengelilingi meja konferensi dengan wajah tegang dan gugup. Cahaya matahari pagi menyinari ruangan melalui jendela besar, namun tak mampu menembus konsentrasi mereka.

Erick mengangguk pada masing-masing manajer sambil tersenyum tipis dan wajah datarnya menelisik wajah-wajah tegang yang duduk mengelilingi meja konferensi. Tanpa basa-basi, ia memulai rapat.Mata mereka tertuju pada Erick. Erick mengangguk pada masing-masing manajer, senyum tipisnya tak mampu menyembunyikan sorot tajam di matanya. "Saya harap kita semua sudah siap untuk membahas masalah yang sangat krusial ini," ujarnya, suara beratnya memecah keheningan.

 "Seperti yang kita ketahui, kinerja perusahaan kuartal ini mengalami penurunan yang signifikan. Kita perlu mengambil langkah-langkah berani untuk membalikkan keadaan. Dan saya juga mendengar dan mendapat laporan jika ada beberapa kejanggalan dalam laporan keuangan perusahaan.Saya ingin mendengar masukan dan penjelasan dari masing-masing departemen." Erick menatap sekeliling ruangan, matanya berhenti sejenak pada Direktur keuangan yang tampak gugup dan pucat.

 Baru beberapa menit rapat berlangsung, ketukan lembut terdengar di pintu. Semua mata tertuju pada pintu tersebut. Seorang wanita muda, dengan langkah ragu, masuk membawa baki berisi minuman. Hati Erick berdetak kencang ketika melihat wanita yang memasuki ruangan rapat sambil membawa baki itu. " Eh.. dia ? Apakah dia akan ikut meeting pagi ini ? Ataukah hanya mengantarkan minuman saja ?" ucap Erick dalam hatinya, sementara matanya tak lepas memperhatikan gerak gerik wanita yang memakai kacamata itu. Tanpa menoleh kepada Erick, wanita itu menata botol-botol air mineral di meja samping dekat jendela dan terburu-buru keluar lagi dari ruangan itu.

Rapat yang sempat terhenti sejenak itu kembali diliputi suasan tegang dan mencekam, apalagi ketika Erick mulai menyinggung masalah laporan keuangan yang tidak sesuai dengan data yang diperolehnya. Dengung halus mesin AC terdengar di tengah kesunyian ruangan itu, para manajer dan jajaran direksi juga petinggi anak perusahaan hanya saling pandang tanpa berani mengeluarkan sepatah katapun. "Ada yang ingin disampaikan sebelum kita masuk ke inti masalah ?" tanya Erick memandang tajam para peserta meeting. Sambil saling mengetuk-ngetuk jari-jari tangannya, Erick menunggu jawaban dari mereka.

"Tidak ada? Baiklah ! Saya sebelumnya akan memberikan beberapa berkas laporan yang diberikan oleh Pak James selaku direktur keuangan. Dan saya ingin kalian membandingkan laporan keuangan yang dibuat oleh Pak James dengan laporan yang dibuat oleh Bu Lia. Dewa, tolong bagikan berkasnya. Saya beri waktu lima menit kepada kalian." ucap Erick sambil memberi isyarat kepada Dewa untuk membagikan berkas yang di maksud.

Wajah-wajah tegang sambil mengerutkan kening tampak di sebagian besar para peserta rapat ketika mereka meneliti dan membandingkan berkas yang dibagikan oleh Dewa. Seseorang bahkan tak sadar bergumam tak percaya, " Ya Tuhanku, jika tidak dilihat dan diperiksa dengan teliti perbedaan ini tidak akan diketahui, ckckckck.." ujar seorang manajer pemasaran sambil membolak-balik berkasnya. Erick hanya tersenyum tipis sambil memperlihatkan beragam reaksi dan raut wajah dari para peserta meeting itu dengan teliti.

Tampak olehnya jika direktur keuangan tidak tenang duduknya.Dia tampak gelisah dan sesekali matanya melirik ke arah Erick yang masih dengan santai tapi menguarkan aura dingin tak tersentuh dan sorot mata tajam penuh perhitungan dan kemarahan membuat ruangan yang dingin itu terasa bertambah dingin. Keringat dingin tampak bermunculan di kening direktur keuangan, duduknya yang gelisah menarik perhatian para peserta meeting yang lainnya.

"Waktu telah habis, sekarang saya ingin menanyakan langsung pada pak James selaku direktur keuangan, mengapa laporan itu tidak sesuai dengan data yang dilaporkan padaku ? Laporan Anda menuliskan sebanyak tiga triliun yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk dana pembangunan gedung yang sedang dalam tahap pembangunan di jalan xxx. Sedangkan data dan laporan yang aku terima dari arsitek dan para stafnya hanya mengajukan sebesar seratus milyar saja. Kemana sisanya ?dan bagaimana bisa membengkak begitu besar?" ucap Erick memecah keheningan ruangan itu setelah beberapa saat yang terdengar hanyalah gemerisik kertas yang dibolak-balik dan dengung halus AC. James dengan gugup menjawab sambil mengusap keringat dingin yang mengucur dari keningnya, " Saya membuat laporan itu berdasarkan data yang saya peroleh Pak."

"Benarkah ? Ini adalah bukti lain yang aku dapatkan, bukti transferan dana dalam jumlah besar ke beberapa nomor rekening milikmu pribadi di beberapa Bank dan juga beberapa nomor rekening milik istrimu. Jelaskan padaku mengapa istrimu menerima kucuran dana pembangunan gedung di jalan xxx itu?" tanya Erick memandang tajam James yang tercengang melihat ke arah proyektor yang menampilkan bukti beberapa transferan mutasi dana ke beberapa rekening di bank yang berbeda atas namanya dan istrinya .

"Ini pasti kesalahan teknis, saya tidak mempunyai tabungan di bank-bank itu. Istri saya juga sama, tidak mempunyai tabungan di bank-bank itu. Saya di fitnah. Saya sama sekali tidak tahu menahu tentang pentransferan dana itu." sangkal James dengan keras. "Lalu bagaimana dengan ini ? Ini adalah kontrak perjanjian kerjasama dengan pengembangan yang disepakati, tetapi mengapa jumlah dana pembangunan yang disepakati dan dana yang dikeluarkan sangat jauh berbeda? Jangan coba-coba berbohong padaku James." seru Erick yang mulai kesal menggebrak meja dengan keras.

Para peserta rapat saling berbisik dengan rekan di sebelahnya, melihat bukti-bukti kuat yang diberikan oleh Erick dan penyangkalan James membuat suasana rapat menjadi ricuh. Dengung suara para peserta rapat semakin keras ketika mereka melihat wajah James yang gugup dan juga ketakutan. " Itu semua bukti-bukti palsu, pasti di buat oleh seseorang yang ingin menjatuhkan nama baik saya. Anda seharusnya menyelediki terlebih dahulu masalah ini dengan teliti, bukannya langsung menuduh saya. Jika tuduhan yang Anda lemparkan pada saya tidak terbukti, saya akan mengajukan tuntutan hukum pada Anda. Saya tidak terima diperlakukan dan dipermalukan seperti ini." teriak James sambil berdiri dan mengacungkan telunjuknya ke arah Erick.

"Baik, aku penuhi keinginan mu. Aku telah meminta dan menunjuk beberapa orang dari salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan lembaga yang biasa melakukan penyelidikan dan audit keuangan di berbagai perusahaan terkemuka. Mulai jam makan siang nanti mereka akan memeriksa semuanya." jawab Erick tak kalah keras.

Terkaget-kaget para peserta rapat mendengar keputusan CEO mereka. Di satu sisi, orang-orang yang bekerja dengan jujur menarik nafas lega dengan keputusan CEO mereka sementara di sisi lainnya para peserta rapat yang melakukan tindakan tak jujur dengan cemas dan ketakutan takut perbuatan mereka diketahui oleh atasan mereka duduk dengan tak nyaman dan gugup.

James dengan wajah merah padam, melangkah meninggalkan tempat rapat yang bahkan baru saja dimulai. Tampak jelas jika dia malu bercampur cemas dan ketakutan juga marah ketika perbuatannya itu dikuliti didepan rekan kerja dan bawahannya. " sekarang mari kita bahas tentang permasalahan selanjutnya....." ucap Erick dan melanjutkan agenda rapat dan membahas masalah-masalah intern di anak perusahaan miliknya.

Tak terasa waktu makan siang pun tiba, untungnya rapat yang dimulai sejak pagi tadi telah selesai. Walau pada awalnya suasana tegang dan perdebatan terjadi tetapi pada akhirnya Erick dapat menyelesaikan dan memberikan solusi untuk mengatasi beberapa masalah di tubuh anak perusahaan miliknya. Keluar paling akhir dari ruangan itu memberikan Erick sedikit waktu untuk meregangkan otot-otot punggung dan pinggang nya yang terasa kaku.

"Dewa, coba kamu cari tau identitas dari wanita yang bersama kita di lift tadi, aku tunggu dalam sepuluh menit kamu harus sudah mendapatkan informasinya " ucap Erick sambil menyandarkan punggungnya ke punggung kursi yang ditempatinya. Dewa hanya mendengus kesal ," Kamu itu ya Rick, engga urusan kerja engga urusan perempuan selalu saja aku yang kamu repot kan. Kali ini siapa lagi calon korbannya? Kapan sih kamu akan serius menjalani hubungan dengan perempuan? Makin bertambah umur bukannya makin insaf malah makin menjadi-jadi kelakuanmu itu. Cape deeeehh!" ucap Dewa kesal sambil sedikit membanting map yang berisi berkas dan hasil rapat pagi ini.

"Kamu itu kan asisten pribadi ku, jadi apapun itu keperluan dan kebutuhan ku harus kamu penuhi, sudah sana cepat cari informasi tentang perempuan itu ! Benar-benar dibuat penasaran aku! " perintah Erick sambil nyengir lebar dan membuat tanda V dengan jarinya. " Jika kamu bukan sahabat sekaligus bos ku, sudah aku jitak dan aku toyor kepalamu itu. Di depan orang banyak saja kamu sok sok an berlaga cool dan kejam, tapi di belakang mereka dan di depan ku langsung berubah jadi kucing garong mencari mangsa. " dumel Dewa sambil mengetik sesuatu di laptop nya.

" Nih ... Informasi dan CV lengkap wanita yang kamu cari dan kamu incar. Aku beri kamu waktu lima menit untuk membacanya, jika tidak selesai, aku tinggalkan kamu di sini. Pulang jalan kaki sana. Aku lapar nih.. Cepat sedikit Rick !" omel Dewa sambil menyerahkan laptop nya pada Erick hingga Erick bisa melihat semua informasi tentang wanita yang dicarinya.

" Kamu tau Wa, dia mempunyai bola mata hitam yang indah, sehitam onyx dengan bulu mata hitam lentik tanpa maskara. Pinggang rampingnya seakan-akan pas di buat untuk aku peluk. Tubuh mungilnya membuatku selalu ingin memeluknya. Aaahh namanya Alexa Onyx Medici, dia bekerja di departemen pemasaran tapi kadang dia di perbantukan di departemen keuangan. Rumah nya lumayan jauh dari sini, agak di pinggir kota. Hmmmmm seperti apa karakternya ya ?" gumam Erick sambil melihat dan membaca informasi di laptop dewa, sesekali tangannya menyugar rambutnya yang ditata sedikit berantakan.

Dewa memutar bola matanya, dengan kesal dia menjawab " Eh jangkrik, cepat lah sedikit. Aku lapar, cacing di perutku sudah berdemo meminta jatah makan siangnya. Susah memang jika menghadapi orang yang sedang jatuh cinta"

Terkekeh geli, akhirnya Erick mengembalikan laptop milik Dewa setelah mengirimkan informasi tentang Alexa ke handphone miliknya. Kembali memasang wajah dingin dan tanpa ekspresi, mereka berdua keluar dari ruangan rapat setelah Erick selesai memperbaiki letak dasinya. Melangkah dengan cepat, Erick menuju ke lift yang akan membawanya turun. Namun tak disangkanya didepan lift Erick melihat Alexa dengan rambut tergulung asal dan memakai sepatu flat hitam mendekap setumpuk map tebal berdiri di depan lift yang juga akan di naiki Erick, membuat jantung Erick berdebar tak karuan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!