Seorang pria tengah sibuk memainkan ponselnya di sebuah restoran bersama seorang wanita yang merupakan kliennya. Rama, pria yang merupakan asisten dari seorang CEO di perusahaan Nugraha saat ini sedang menghubungi CEO nya yang sudah hampir satu jam belum datang untuk meeting di restoran tersebut.
Prank
Arghhh
“Tuan.” Panggil Rama lalu menghampiri pria itu.
“Jesan … apalagi yang kau lakukan, hah!” teriak seorang pria yang merupakan manager di restoran tersebut.
“Maaf, pak. Aku tidak sengaja menabraknya,” lirih Jesan tanpa menatap siapapun karena saat ini wanita itu sangatlah ketakutan.
“Maaf, Tuan Rama atas kelalaian karyawan saya. Nanti saya akan cepat memecat dia,” ujar manager tersebut.
Jesan menangis dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya luruh lalu ia membereskan pecahan gelas yang berserakan di lantai sembari menahan tangis dan Hasta pun melihat itu,”Jangan pecat dia. Saya yang salah karena tadi tidak hati-hati,” ujar Hasta.
Degh
Aktivitas Jesan terhenti dan kepalanya berusaha mendongak menatap pria yang baru saja membelanya. Pria itu adalah Hasta seorang CEO di perusahaan Nugraha milik keluarganya. Hasta datang dengan terburu-buru begitu pun Jesan membuat keduanya tidak fokus dan akhirnya saling bertabrakan.
Saat ini mereka saling menatap satu sama lain hingga akhirnya Hasta tersenyum sangat manis pada Jesan yang masih berjongkok memegangi nampan membuat gadis itu menundukkan pandangannya merasa bingung.
“Tapi Tuan, dia memang tidak becus bekerja dan setiap hari bisanya cari masalah membuat ku sangat pusing,” keluh sang manager.
Tidak kuat dengan ocehan sang manager, Jesan memilih pergi menuju dapur dan ia menangis terisak di sana,”Hiks … kenapa hidup gue selalu saja sial! Kenapa … hiks,” isak Jesan seraya menutupi wajahnya.
Seorang wanita yang merupakan teman kerjanya menghampiri Jesan yang sedang menangis. Ia terkejut dan sangat prihatin pada temannya itu. Bagaimana tidak Jesan yang hidup sebatang kara dan seorang anak yatim piatu tidak pernah beruntung di dalam hidupnya. Ia bekerja di restoran tersebut belum lama, tetapi manager di restoran itu selalu mencari gara-gara dengannya dan selalu ingin memecatnya. Padahal pemilik restoran tersebut tidak pernah berkata kasar dengan Jesan malah sebaliknya ia merasa puas atas kinerja Jesan yang sangat telaten dan rapi.
“Sabar ya, Jes. Sampe sekarang gue juga bingung kenapa pak Angga sensi terus sama lu. Apa jangan-jangan dia suka tapi lu nolak dia jadi dia benci deh sama lu,” tanpa diduga Jesan mengangukkan kepalanya pelan membuat Weni terkejut.
“Pantesan aja dia kasar sama lu! Jadi, dia balas dendam atas peno …”
“Siapa yang balas dendam?” sela Angga yang datang tiba-tiba.
Weni terdiam, lalu Angga menatap Jesan yang sedang berusaha mengusap sisa air mata di kedua pipinya,”Kamu di panggil Tuan Hasta dan ambil ini,” Angga memberikan kotak P3k membuat gadis itu bingung dan menatap Angga dengan tatapan penuh tanya.
“Gak usah banyak tanya, cepat temui dia dan ingat jangan berulah lagi membuat restoran ini jadi tercemar nama baiknya gara-gara kamu gak becus kerja!” peringat Angga dan Jesan hanya mengagguk seraya melangkahkan kakinya pergi keluar meninggalkan dapur diikuti Angga dari belakang.
Jesan tengah duduk di samping Hasta yang saat ini sedang fokus dengan penjelasan dari kliennya. Sebenarnya Jesan menolak untuk duduk diantara para bos perusahaan tersebut karena semuanya menatap tajam padanya dan sesekali membicarakannya.
Namun, Hasta memaksa dan tangannya ingin diobati oleh gadis itu sebagai bentuk tanggung jawab Jesan karena sudah menabraknya. Jesan sangat serius dan tidak pernah menatap Hasta. Berbeda dengan pria itu yang sesekali menatap Jesan yang sangat telaten mengobati luka goresan yang lumayan membuat tangannya banyak mengeluarkan darah.
Setelah selesai Jesan hendak beranjak dari duduknya, tetapi diurungkan karena Hasta menyuruhnya tetap diam di tempat sampai ia selesai meeting,”Tuan, saya ingin kembali bekerja gak mungkin saya bersantai di sini!” protes Jesan dan menatap tajam Hasta.
“Menurut saja atau kamu akan kehilangan pekerjaan saat ini juga,” balas Hasta.
Jesan kesal dan terus menggerutu,”Dasar orang kaya, seenaknya saja sama orang gak punya,” Hasta tersenyum tanpa menatap ke arah Jesan karena ia mendengarnya.
“Aku dengar jangan bicara lagi dan diam,” titah Hasta.
*
*
Di sepanjang jalan Hasta terus saja tersenyum membuat pria yang berada di depannya sedang menyetir itu pun kebingungan,”Tuan, apa anda sehat?” tanya Rama.
“Maksudmu?” kaget Hasta dengan pertanyaan asistennya.
“Maksud saya kenapa anda senyum-senyum dari tadi. Bukankah tangan anda terluka?” heran Rama.
Hasta tidak menjawab ia merenung sejenak dan kembali teringat wajah gadis polos nan lucu Jesan,”Aku tertarik dengannya?” cetus Hasta.
“Dengan siapa, Tuan?” timpal Rama.
“Pelayan tadi … siapa namanya?” ujar Hasta mengingat nama gadis itu.
“Jesan, Tuan,” jawab Rama.
“Ya, kau benar. Dia sangat lucu dan ..,” ucapannya terhenti ketika sadar Rama menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
Perjalanan pun berlanjut hingga mereka sampai di kediaman Nugraha.
Berbeda dengan Jesan yang masih teramat kesal dengan perlakuan Hasta tadi yang seolah-olah berbuat seenaknya dengannya. Sebenarnya dia sangat beruntung bisa berdekatan dan diajak bicara oleh pria yang terkenal dingin dengan wanita. Hanya ada satu wanita yang dekat dengannya, tetapi Hasta hanya menganggapnya sebagai sahabatnya dan teman ia semasa kecil.
Gadis itu meraih kunci kontrakannya dan ingin membuka pintu, tetapi tidak disangka ibu kontrakan sudah berdiri di hadapannya membuatnya terkejut,”Kenapa? Terkejut?” ketus ibu Mia.
“Heheh, sedikit,” jawab Jesan sembari cengengesan.
“Gak usah pasang muka sok polos. Mana uang kontrakan sekalian tiga bulan,” pinta ibu Mia.
“Kok tiga builan? Saya nunggak sebulan aja kok di tagihnya tiga bulan si bu?” protes Jesan.
“Ya bulan ini kan belum bayar sekalian buat bulan besok biar saya gak capek nagihnya. Rumah saya jauh dan harus bela-belain kesini Cuma buat nagih kontrakan kamu aja! Kamu satu-satu nya cewek yang menyewa rumah saya jadi saya masih bersabar. Lihat semua yang menyewa di sini selalu bayar tepat waktu!” cerocos ibu Mia.
Jesan pasrah ia mengeluarkan semua uang yang di dalam dompet dan menyerahkan pada ibu Mia. Wanita paru baya itu pun meninggalkan Jesan yang terduduk lemah di kursi depan kontrakan,”Ya, ampun besok aku kerja bagaimana? Terus nanti malam makan apa coba?” Jesan mengacak-acak rambutnya seolah prustasi dengan masalah hidupnya yang selalu tidak pernah beruntung.
Andaikan masih ada orang tua. Mungkin kehidupannya tidak mengenaskan seperti ini. Tanpa sadar ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan Mia dan Jesan sampai gadis itu memutuskan masuk ke dalam dengan wajah yang sangat kusut dan tubuhnya yang sangat lemah. Pria itu tersenyum karena mendengar keluhan Jesan karena memang dia bicara sedikit kencang.
Tok
Tok
Suara pintu terdengar tepat di kontrakan Jesan membuat gadis yang baru saja selesai mandi melangkah menuju pintu untuk segera membukanya.
“Permasi, nona. Ini ada paket makanan untuk Nona,” ujar Abang grab.
“Saya ga pesen grab food bang. Abang salah orang kali,” ujar Jesan.
“Alamatnya bener di sini, nona. Makanan nya sudah dibayar dan saya hanya mengantar saja,” balas abang grab.
Jesan mengambil makanan itu dan langsung masuk dengan kebingungan,”Siapa yang antar ini makananan? Baik banget sih dia tau kalo gue lagi kelaparan. Apa mungkin pahlawan kemaleman ya? ah … biarin aja lah yang penting gue ga tidur dengan perut kosong. Makasih aja buat yang ngirim makanan ini,” ujar Jesan sembari membuka satu persatu makannya dan dengan lahap juga perasaan senang ia langsung memakannya.
Dreet
Dreet
Ponsel Jesan berdering tertera nomor yang tidak di kenal membuat Jesan enggan menerima telepon tersebut, tetapi ponselnya tidak juga berhenti berbunyi dengan nomor yang sama. Karena kesal dan juga penasaran ia menghentikan makannya dan mengangkat telepon itu.
“Ha …”
“Besok datang ke kantor saya jam makan siang,” ucap Hasta.
“Ini siapa? Gue bukan kurir makanan!” jawab Jesan.
“Jaga bicara kamu atau kamu tidak akan bisa bekerja lagi besok!” ancam Hasta dengan penuh penekanan.
“OH MY GOOD … ELUUUU!”
*
*
Bersambung.
Siang hari tepatnya jam makan siang Jesan benar-benar mengantarkan pesanan Hasta dan saat ini ia berada di perusahaan Nugraha. Jesan menitipkan makanan itu pada seorang resepsionis, tetapi wanita itu menolak dan menyuruhnya memberikannya langsung pada sang CEO.
Jesan pun tidak ada pilihan lain dan langsung menuju lantai 20 tepat di ruangan CEO. Sebelum sampai di depan lif ia bertemu Rama dan langsung memberikan pesanan bos nya padanya, tetapi lagi-lagi ditolak karena Hasta berpesan untuk Jesan agar menemuinya langsung membuat gadis itu bertambah kesal.
Tok
Tok
“Masuk”
Jesan melangkah masuk dan tetap berdiri di depan pintu karena melihat beberapa orang di dalam sedang berbicara dengan Hasta mengenai pekerjaan. Sesekali pria itu melirik Jesan yang tidak pernah menoleh ke arahnya karena ia sedang memandang kagum ruangan Hasta yang begitu bagus dan terlihat mewah.
“Baiklah, sudah waktunya makan siang. Nanti kita lanjutkan kembali,” titah Hasta dan para karyawan pun beranjak pergi keluar satu persatu dari ruangan tersebut diikuti Hasta dari belakang dan segera menutup pintu itu kembali.
Tak
Pintu terkunci dan semua gorden tertutup membuat Jesan panik,”Tuan, kenapa pintunya dikunci?” panik Jesan.
“Kesini dan duduk, letakan makanannya dan siapkan untuk ku,” perintah Hasta.
“Eh, Tuan. Saya hanya mengantar makanan bukan istri anda yang harus menyiapkan makanan,” seru Jesan.
Hasta tersenyum dan mendekat pada Jesan membuat gadis itu memundurkan langkahnya. Gadis itu bertambah panik saat tubuhnya sudah terpojok di dinding dan berusaha menghindar, tetapi dengan cepat Hasta meraih tangannya dan membawanya menuju sofa panjang di dalam ruangannya.
“Duduk yang anteng, aku habiskan makanan ini dulu nanti baru aku bayar,” ujar Hasta mulai mengambil sendok dan makan dengan lahap.
Ingin sekali Jesan protes, tetapi Hasta pasti mengancamnya dan terpaksa ia menunggu,”Kau sudah lama bekerja di restoran itu?” tanya Hasta.
“Baru enam bulan, lulus SMA saya langsung melamar pekerjaan dan diterima di restoran itu,” jawab Jesan yang lagi-lagi tidak menatap Hasta.
“Oh” singkat Hasta.
Tidak terasa makanan nya sudah habis dan Hasta memberikan uang cash yang begitu banyak pada Jesan. Akan tetapi, gadis itu menolak dan hanya mengambil sesuai harga makanan. Jesan pamit pergi dan Hasta tidak mencegahnya lagi, pria itu menatap kepergian Jesan dengan perasaan senang.
“Tidak salah aku tertarik dengannya. Zaman sekarang susah mencari wanita tulus dan tidak serakah seperti dirinya,” ujar Hasta.
Jesan kembali ke restoran dan langsung menceritakan apa yang terjadi saat bersama Hasta pada Weni membuat temannya itu tidak percaya dan kembali menyimpulkan sesuatu.
“Jangan-jangan dia tertarik sama lu, Jes,” cetus Weni.
“Ya gak lah. Mana mungkin dia tertarik sama gue yang cuman seorang pelayan restoran. Secara dia kan seorang CEO,” ujar Jesan.
“Ya, kalau dia gak tertarik sama lu ngapain dia nyuruh lu antar makanan ke kantornya. Gini ya, seumpama dia bener-bener suka terus nyatain perasaannya sama lu gimana tuh,” tanya Weni.
“Ya udah pasti gue tolak lah. Gue sadar diri dan punya kaca segede gaban di kontrakan biar gue selalu bercermin kalau ga ada seorang upik abu kayak gue berpasangan dengan pangeran yang sangat tampan dari sebuah kerjaaan besar. Itu Cuma dongeng gak ada di dunia nyata,” terang Jesan sembari membersihkan meja bersama Weni.
“Pesimis amat jadi orang tapi kalau emang bener jangan lupain gue ya. Traktir gue makan sepuasnya di hotel bintang lima ya,” pinta Weni.
“Yang ada bintang tujuh obat puyer nanti gue kasih sama lu. Biar lu bangun dari mimpi dan khayalan lu yang selalu haluin oppa korea,” balas Jesan.
“Ih terserah lah,” timpal Weni dan melangkah pergi dengan membawa piring kotor di atas nampan membawanya ke dapur.
“Gue rasa kebanyakan ngehalu sama baca novel tuh anak ya,” gumam Jesan.
*
*
“Kita ngapain ke sini, Rama?”
Hasta dibuat bingung dengan asistennya yang membawanya ke sebuah kontrakan yang berjejer saling berhadapan dan terlihat sangat sederhana,”Loh, Tuan nyuruh saya menyelidiki tempat tinggal Jesan, kan? Ya di sini tempatnya,” terang Rama.
Tidak lama gadis yang dibicarakan itu muncul dan langsung masuk ke dalam kontrakannya dengan berjalan kaki. Hasta ingin turun, tetapi di cegah Rama.
“Tuan mau nyamperin?” Hasta mengangguk.
“Ini sudah malam hampir jam sepuluh. Tidak enak bertamu di jam segini besok saja anda ke sini lagi. Lagi pula tadi Nyonya telepon dan menanyakan pada saya kenapa Tuan belum pulang? Saya bilang ada meeting mendadak,” ujar Rama.
“Baiklah, kita pulang saja. Terimakasih sudah membantuku hari ini,” ucap Hasta.
Rama melajukan mobilnya meninggalkan kontrakan itu, tetapi ia selalu menghadap ke belakang seolah ingin rasanya ia menemui Jesan sekarang juga. Hal itu tentunya dilihat Rama membuat sang asisten terheran dan bertanya di dalam hatinya. Apa iya, bos nya tertarik pada gadis kecil yang kehidupannya miskin. Padahal yang Rama tau jika Bos nya itu sangat dekat dengan seorang wanita yang merupakan teman kecilnya.
*
*
Pagi harinya benar saja Hasta kembali, tetapi kali ini ia mengendarai mobilnya sendiri tanpa di antar asistennya. Hasta berdiri di depan gerbang kontrakan tersebut membuat para penghuni kontrakan yang keluar satu persatu menatap heran padanya. Bukan hanya para penghuni kontrakan tersebut yang dibuat heran dengan kehadiran Hasta yang berpenampilan sangat berbeda dengan mereka walaupun sama-sama berpakaian kantor.
“Dari tadi aku liat penghuni kontrakan laki-laki semua? Masa iya Jesan penghuni satu-satunya wanita di kontrakan itu?” gumam Hasta.
Tidak lama Jesan keluar berbarengan dengan seorang pria yang mengendarai motor besar dan Hasta memperhatikan mereka dengan perasaan kesal. Apakah dirinya cemburu melihat Jesan bersama dengan pria lain?
“Berangkat neng?” tanya pria itu.
“Iya bang, duluan ya,” jawab Jesan.
Pria itu mengendarai motornya melewati Hasta yang menatap tajam ke arahnya dan pria itu balik menatap Hasta di balik helemnya,”Kayak pernah liat? Di mana ya,” gumam pria itu dalam hatinya.
Hasta kembali melihat ke arah Jesan yang masih belum sadar akan kehadirannya. Bagaimana ia tahu keberadaan Hasta kalau saat ini gadis itu berjalan sambil memainkan ponselnya membuat dirinya bertabrakan kembali dengan Hasta.
Bug
“Eh, maaf. Maaf sa … Loh Tuan? Kenapa ada di sini?” pekik Jesan.
“Sengaja pengen ketemu kamu,” ujar Hasta yang langsung menarik tangan Jesan menuju mobilnya membuat gadis itu terkejut dan langsung memarahi Hasta saat itu juga di dalam mobil. Pintunya sengaja di kunci membuat Jesan yang hendak keluar pun sulit. Rasanya Jesan sudah tidak tahan lagi dengan sikap pria yang ada di hadapannya dan ia pun memukul pria itu dengan tas kecilnya membuat Hasta sedikit memekik kesakitan.
“Tuan, ini mau nya apa, hah! Kenapa ngikutin saya terus? Ga ada kerjaan banget!” pekik Jesan dengan wajah yang amat kesal.
“Saya Cuma mau ngobrol sama kamu,” ujar Hasta.
“Gak bisa saya harus kerja, Tuan. Saya mohon buka pintunya. Kalau tidak saya akan terlambat dan akan dimarahi pak Angga, Tuan,” Jesan terus saja memohon dengan menyatukan kedua tangannya.
Hasta tidak menghiraukannya malah pria itu melajukan mobilnya dan Jesan hanya pasrah,”Saya antar kamu sekarang,” ucap Hasta.
Tiga puluh menita berlalu akhirnya mereka sampai, tetapi pintu mobil tak kunjung dibuka oleh Hasta,”Aku ingin memberikan ini untuk mu, nanti malam pakai ya aku akan menjemputmu. Ada sesuatu yang ingin aku katakan jangan menolaknya, ku mohon,”
Hasta memberikan sebuah paper bag dan diterima oleh Jesan lalu gadis itu melihat sebuah gaun yang sangat indah membuatnya tersenyum, tetapi senyuman itu luntur seketika lalu ia memberikan kembali pada Hasta.
“Maaf, Tuan aku merasa tidak pantas memakai ini. Kalau ada sesuatu yang ingin di katakan, bicaralah sekarang juga. Lima menit lagi aku harus absen dan masuk kerja,” tolak Jesan.
“Ba-baiklah. Aku hanya ingin mengatakan jika aku … tertarik dan mulai menyukaimu,” ujar Hasta.
“Tuan, sepertinya anda salah minum obat, kalau begitu saya permisi,” balas Jesan dan langsung membuka pintu setelah ia mencuri kesempatan menekan tombol pembuka di sebelah Hasta.
Brak
Hasta terkejut dengan penolakan Jesan,”Sa-salah minum obat? Aku kan gak sakit ngapain minum obat?” gumam Hasta menyandarkan kepalanya nya di jok mobil sembari memijit pelipis alisnya dan menarik napas sangat dalam karena penolakan Jesan.
*
*
Bersambung
Hasta tidak lelah berjuang untuk mendapatkan hati Jesan walaupun selalu penolakan yang ia dapat. Sepertinya, Jesan memang tidak tertarik dengan pria itu, selain status sosial yang berbeda dari segi umur pun gadis yang baru berusia 18 tahun itu merasa umurnya masih terlalu muda untuk menjalin hubungan dengan pria dewasa seperti Hasta yang berumur 25 tahun.
Hari ini lagi-lagi Jesan harus lembur untuk menambah pemasukan keuangannya karena tidak lama lagi ia akan membayar uang kontrakan dan kali ini dia tidak ingin menunggak lagi bisa-bisa uang bonusnya akan habis lagi untuk tunggakkan sewa kontrakannya. Bagaimana nanti ia bisa mengumpulkan uang untuk kuliah. Karena jujur gadis itu sangat ingin kuliah.
“Tuan, restoran sudah mau tutup, apa anda ingin menginap di sini?” tanya Rama.
Sudah tiga jam Hasta berkutat di depan laptopnya di restoran tersebut hanya untuk menunggu Jesan pulang. Karena mama Hasta terus saja menelpon dan menanyakan keberadaan putranya yang sudah sebulan ini selalu pulang larut malam membuatnya khawatir terlebih lagi Hasta tidak pernah membalas pesan atau menerima telepon dari mama nya yang sangat posesif pada pria itu. Karena Hasta putra satu-satunya di keluarga Nugraha.
“Apa Jesan sudah pulang?” Hasta malah bertanya balik.
“Mana saya tau, Tuan. Saya dari tadi tidak memperhatikan karyawan di sini,” seru Rama.
Hasta segera menutup laptopnya dan membereskan barang-barangnya, ia memanggil satu karyawan wanita yang tidak lain adalah Weni. Dengan cepat gadis itu menghampiri pria yang sesekali berselancar di ponselnya.
“Aku minta bill nya,” ucap Hasta.
Weni memberikan bill tersebut dan Hasta langsung memberikan kartu hitam miliknya. Weni melangkah pergi sedangkan Hasta menunggu di kursinya sembari menghubungi Jesan yang sedari tadi tidak aktif.
Tidak lama Jesan keluar dari ruang karyawan menuju pintu keluar restoran tersebut dan Rama melihatnya. Ia menepuk-nepuk bahu Hasta memberitahu jika gadis yang ditunggu sudah menuju keluar restoran. Langsung saja Hasta mengejarnya dan Weni melihatnya juga sembari melangkah menghampiri Rama memberikan kartu hitam milik Hasta.
“Ini kartunya, Tuan,” ujar Weni.
Rama menerimanya dan langsung beranjak dari tempat duduknya menghampiri Hasta yang tidak lelah mengejar Jesan. Hingga Jesan terjatuh hingga lututnya sedikit terluka,”Hiks … sakit,” Jesan menangis sembari memegangi lututnya.
“Maaf, lagian kamu kenapa lari sih,” ujar Hasta.
“Kamu terus mengejar ku. Berhenti menemui ku karena sampai kapan pun aku gak akan nerima kamu. Tolong jangan menemui ku lagi biarkan aku hidup tenang,” mohon Jesan.
“Apa aku tidak pantas untukmu, Jesan?” lirih Hasta ia duduk tepat di hadapan gadis itu dengan tatapan sendu membuat Jesan mengerutkan dahinya sangat dalam.
“Apa kah dia benar-benar menyukaiku?” batin Jesan.
“Jujur saja baru kali ini aku tertarik dengan seorang wanita, sebelumnya aku …”
“Tertarik dengan pria?” sela Jesan membuat Hasta tertawa lepas
Deg
Jantung Jesan berdebar sangat cepat kala melihat Hasta tertawa. Pria itu terlihat sangat manis dan juga sangat tampan. Hidungnya mancung kedua matanya bulat dan alis tebalnya membuat Jesan mulai terpesona oleh Hasta. Apalagi saat tertawa terlihat gigi gingsul nya yang membuat wanita mana pun akan jatuh hati padanya.
“Kau ini sangat lucu, ya. Baiklah, sekarang aku yang akan putuskan. Mulai saat ini kita pacaran, ga ada penolakan oke!” tekan Hasta.
“Yey, pemaksaan itu namanya,” protes Jesan yang berusaha berdiri karena dirasa lututnya sudah tidak terasa sakit, tetapi tetap saja saat ia berjalan sedikit pincang karena masih nyeri.
Weni kebetulan datang melewati Jesan dan berhenti sejenak,”Jes, ayo pulang bareng,” ajak Weni memberikan gadis itu helm.
“Iya, Wen. Tuan, saya pamit dulu,” pamit Jesan.
“Nanti dulu, kita belum selesai bicara,” ujar Hasta yang ingin menarik kembali tangan Jesan, tetapi Rama keburu menahannya.
Jesan langsung menaiki motor temannya dan Weni pun langsung melajukan motornya meninggalkan Hasta yang tidak berkedip sedikitpun menatap kepergian gadis pujaan hatinya.
*
*
“Hasta, kamu dari mana saja? Mama perhatikan akhir-akhir ini kamu selalu pulang larut malam? Apa pekerjaan di kantor sebanyak itu sampai kau harus setiap hari lembur?” tanya Sarah.
“Iya, aku sedang sibuk di kantor,” jawab Hasta dengan singkat dan berlalu begitu saja meninggalkan Sarah yang sedari tadi menunggunya pulang.
Tidak seperti biasanya putranya mengabaikan dirinya seperti itu. Sarah ingin bertanya lagi, tetapi ia urungkan karena sudah sangat larut malam. Ia meraih ponselnya menghubungi seseorang seraya melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
Pagi hari saat semua berkumpul di meja makan Hasta terlihat sudah siap-siap untuk ke kantor, tetapi ia tidak menghampiri orang tuanya di meja makan dan berlalu begitu saja melewati ruang makan itu sontak membuat Sarah menghampiri putranya.
“Tunggu … Hasta,” panggil Sarah.
Langkah Hasta terhenti dan berbalik menghadap sang mama,”Iya, kenapa, mah? Hasta sedang terburu-buru,” jawab Hasta sesekali menatap jam di tangan kirinya.
“Sarapan dulu, lagian ini masih pagi. Tumben sekali kau datang lebih pagi biasanya kan …”
“Aku sedang ada proyek yang harus selesai dalam waktu sebulan, mah. Jadi, ga bisa santai lagi. Aku pamit nanti sarapan di kantor saja, Rama sudah menunggu ku,” Hasta memeluk Sarah dan langsung melangkah keluar menuju mobilnya.
“Putramu sudah besar bukan anak kecil yang bisa kau atur, mah,” celetuk Adnan menghampiri Sarah sang istri.
“Aku hanya takut dia sibuk dengan pekerjaannya dan lupa jika dia sudah harus segera menikah,” ujar Sarah.
“Sudahlah jangan dikhawatirkan. Putramu baru 25 tahun lebih baik perhatikan aku yang selalu kau abaikan karena selalu fokus dengan putra kesayanganmu itu,” rajuk Adnan.
Sarah tertawa melihat suaminya seperti anak kecil yang merengek. Dengan anak sendiri saja dia cemburu, berbeda saat dulu mereka baru menikah Adnan sangat cuek dengan Sarah karena memang mereka menikah karena perjodohan, tetapi lama-kelamaan Adnan pun bisa mencintai Sarah dan merasa tidak ingin diabaikan oleh istrinya itu.
*
*
Di sebuah kamar terlihat seorang gadis masih bermimpi di tengah matahari yang menyorot jendela kamarnya. Akan tetapi, tidak sekalipun gadis itu terusik dalam tidurnya. Hingga saat seseorang mengetuk pintu secara brutal barulah gadis itu akhirnya terbangun dengan kedua mata yang masih tertutup
“Argghh … siapa sih pagi-pagi ketok pintu rumah gue!” geram Jesan dan langsung berlari membuka pintu tanpa mencuci wajahnya terlebih dahulu dengan rambut yang acak-acakan.
“Ini masih pa …”
Brak
Pintu tertutup kembali karena Jesan terkejut mendapati Hasta yang sudah berada di depan pintu pagi-pagi sekali mengganggu tidur nyenyak nya,”Gue pasti masih mimpi kan? Kenapa dia ada di sini?” gumam Jesan seraya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
Sepuluh menit Hasta masih setia menunggu Jesan keluar, ia tidak mengetuk pintu lagi karena ia yakin Jesan sedang bersiap dan jika sudah selesai dengan sendirinya ia akan keluar untuk menemuinya. Benar saja tidak lama ia membuka pintu dan menyuruh Hasta masuk ke dalam dengan pintu terbuka karena takut jika menimbulkan fitnah dari tetangga.
“Mau apa pagi-pagi datang kesini? Ganggu hari libur saya aja,” ketus Jesan.
“Maaf, jika aku mengganggu libur mu, Jesan. Aku hanya ingin kita sarapan bersama. Bolehkan minta di temenin sarapan sama pacar sendiri,” pinta Hasta.
Jesan memutar bola matanya malas dan menuruti kemauan Hasta. Tidak munafik ia pun merasa lapar karena memang biasanya pagi-pagi begini ia langsung sarapan,”Boleh aku bertanya, Tuan,” ujar Jesan.
“Tuan, Tuan, ga ada panggilan lain apa? Kita kan udah pacaran. Panggil sayang kek gitu,” protes Hasta.
Jesan yang sedang makan pun hampir tersedak dan berusaha menelan makannya menatap heran pria yang jauh umurnya darinya yang masih terbilang masih kecil atau bisa juga di katakan perawan tanggung. Tidak peduli ia pun menghabiskan makannya lalu membereskan sisa makan yang ada di lantai.
Jesan dan Hasta makan bersama di lantai karena ia tidak punya kursi. Saat Jesan tengah sibuk membersihkan sisa makanan yang sedikit berserakan Hasta justru mengedarkan pandangannya menatap seluruh ruangan tersebut yang hanya dua petak dan satu kamar mandi. Sangat kecil dibandingkan rumah mewahnya.
“Kenapa memandangi kontrakan ku, sangat kecil ya dibandingkan rumah mewah mu? Sekarang ngerti kan kenapa aku menolak, Tuan. Kita ini sangat jauh berbeda dari segi apapun. Jadi, pikirkan lagi untuk memintaku menjadi pasangan Tuan karena mungkin saja keluarga Tuan tidak setuju aku menjadi menantunya,”
“Oh, jadi kamu sudah nerima aku jadi calon suami kamu,” ujar Hasta.
“Ck, sudahlah, Tuan aku sedang tidak ingin bercanda,” balas Jesan.
Hasta meraih kedua tangan Jesan yang hendak berdiri membuat gadis itu terduduk kembali. Kini mereka saling berhadapan dan sangat dekat,”Dengarkan aku, tidak penting dengan apa yang kamu omongin tadi. Bagiku status itu bukan penghalang kita bersama, aku sudah jatuh hati pada pandangan pertama denganmu saat di restoran sebulan yang lalu. Aku tau kau pasti menganggap ku hanya bermain-main denganmu karena umur kita jauh berbeda tapi ketahuilah Jesan tidak mudah bagiku untuk jatuh hati dengan seorang wanita sekalipun aku mempunya seorang sahabat yang sangat dekat denganku semasa kecil hingga sekarang, tetapi dia tidak bisa menggetarkan hatiku seperti dirimu,” terang Hasta panjang lebar
Jesan terdiam, ia benar-benar merasa tidak pantas dan dirinya masih ingin melanjutkan pendidikannya. Jesan takut jika Hasta akan mengajaknya menikah dengan cepat secara umur pria itu sudah terbilang mantap untuk menuju pelaminan.
“Tuan, aku sangat menghargai perasaanmu tapi aku takut menjalin hubungan dengan pria dewasa. Aku takut nanti kau mengajak ku menikah dan jujur saja aku masih ingin melanjutkan pendidikan ku,” ujar Jesan.
Hasta tersenyum,”Tenang saja, aku tidak akan memaksa menikah cepat dan akan membiayai kuliah mu. Pasti kau ingin melanjutkan kuliah kan? Aku akan menunggu sampai kau lulus dan mengejar cita-citamu asalkan kau setia padaku,” ujar Hasta.
“Tidak perlu, Tuan. Aku punya tabungan sendiri dan sepertinya sudah cukup minggu depan aku akan mulai daftar kuliah,” ujar Jesan.
“Simpan saja uang tabunganmu itu, aku tidak ingin penolakanmu, Jesan. Kalau begitu minggu depan aku akan mengantarmu mendaftar oke,” seru Hasta.
“Tapi …”
Tok
Tok
“Jesan waktunya bayar sewa. Saya ga mau kamu mengangguk lagi walaupun sebulan,” teriak bu Mia.
Jesan menghampiri ibu Mia dan tidak menyangka jika wanita paru baya tersebut sudah datang dan menagih uang kontrakan,”Ini baru pertengahan bulan bu. Kenapa sudah menagih?” tanya Jesan heran.
“Kebetulan saya habis kondangan jadi sekalian saja minta uang kontrakan. Sama aja kan mau akhir bulan kek, pertengahan bulan intinya sekarang bayar,” ujar Mia.
“Biar saya yang bayar uang kontrakannya,” Hasta tiba-tiba keluar membuat Mia terkejut ada seorang pria berada di dalam kontrakannya. Sedangkan Jesan ia sudah panik dan lupa akan keberadaan Hasta di dalam.
“Loh, Jesan. Kamu berani-beraninya bawa pria masuk ke dalam kontrakan saya!” marah Mia.
“Jangan salah paham, bu. Kami Cuma sarapan dan pintu juga terbuka. Perkenalkan saya kakak sepupu Jesan yang bekerja di luar negri dan baru datang untuk menemui Jesan,” bohong Hasta.
“Huh, syukurlah, saya kira kamu pacarnya. Bisa-bisa kontrakan saya jadi tempat mes*m nanti,” kesal Mia.
“Berapa nomor rekening nya saya akan transfer untuk uang sewa sampai satu tahun ke depan,” ujar Hasta yang mana mendapat tatapan terkejut dari Jesan.
“Ja-jangan. Biar ak-aku yang bayar,” sela Jesan sedikit menekan.
Akan tetapi, Mia tidak peduli dan memberikan nomor rekeningnya dan Hasta langsung mentransfer uang sewa selama satu tahun membuat Mia sangat senang dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
“Huh, nanti aku akan menyicil untuk membayarnya,” kesal Jesan.
“Bayar pake cinta kamu aja,” balas Hasta.
*
*
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!