NovelToon NovelToon

MISTERI SANG PEWARIS

Kebakaran

"minggir"

"Awas"

"Tambah airnya"

Teriakan dan jeritan menggema bercampur dengan lalu lalang manusia yang berusaha memadamkan kobaran api di sebuah rumah yang cukup megah. Pemadam kebakaran sudah tiba dan berusaha memadamkan api yang masih berkobar dengan semprotan air tiada henti. Beruntung ada beberapa sumber air milik warga yang bisa membantu sehingga bisa lebih cepat teratasi.

Butuh waktu 4 jam lebih bagi petugas damkar dibantu warga memadamkan api. Oh tentu saja belum dilakukan pembersihan puing dan lainnya.

Warga berusaha membantu membereskan puing yang berserakan di bagian luar garis polisi. Karena di dalam ada pihak kepolisian yang cek lokasi. Pak Hamid selaku RT membantu dan mengarahkan warga untuk mencari barang ataupun benda yang diselamatkan. Di saat mengarahkan warga itu Pah Hamid didatangi Bu Rami istrinya .

"Pak sebaiknya Bapak ikut pulang dulu. pak Daud sudah siuman dan langsung histeris" ucap Bu Rami dengan wajah terlihat cemas. Pak Hamid menatap istrinya dan langsung beranjak menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari lokasi tanpa menjawab sepatah katapun. Bu Rami bergegas mengikuti suaminya itu kembali ke arah rumah mereka.

Pak Daud adalah pemilik rumah yang kebakaran dini hari tadi. Setelah berteriak histeris selama lebih dari sejam dan mengamuk berusaha masuk ke rumah mencoba menyelamatkan anak dan istrinya Pak Daud pingsan dan dibawa ke rumah Pak Hamid.

Ya di rumah besar tersebut ada istrinya Bu Hana dan anaknya yang baru berusia 7 bulan yaitu Kinanti. Mereka berdua kemungkinan terjebak di kamar anaknya. Pak Daud keluar rumah saat api sudah membesar dan sulit dimasuki. Sementara art mereka mbak Inah dan suaminya kebetulan sedang berada di rumah kerabatnya yang akan mengadakan pernikahan di kecamatan sebelah.

Saat Pak Hamid dan Bu Rami pergi menuju rumah mereka sebuah mobil SUV hitam berhenti. Tak lama ada 3 orang yang keluar dan mencoba masuk melewati garis polisi namun di cegah petugas.

"Kami keluarga pemilik rumah ini" ujar salah satu dari mereka. Seorang perempuan sekitar tiga puluh tahunan yang terlihat anggun dan cantik.

"Tetap tidak bisa masuk Bu, sedang dilakukan pemeriksaan. Pemilik rumah ini dibawa ke rumah Pak Rt. Bisa coba kesana bu".ujar petugas.

"Keluarga Pak Daud ya Pak, Bu. Mari saya antar ke rumah Pak Hamid, Pak Daud dibawa kesana" Ujang salah satu warga langsung mendekati dan berbicara dengan mereka.

Ketiga orang tersebut langsung menengok ke arah Ujang dengan sedikit mengernyit, maklum Ujang sejak dinihari membantu pemadaman api dan membantu mengevakuasi beberapa tetangga terdekat Pak Daud. Meskipun hampir tidak terdampak karena jarak rumah tidak rapat, namun cukup melelahkan mengevakuasi manusia dan barang. Ujang seperti manusia yang tidak mandi selama tiga hari.

"Betul, bu silahkan diikuti dan temui di rumah RT" petugas polisi kembali menambahkan saat dilihatnya ketiga orang tersebut belum bergerak.

Akhirnya ketiga orang tersebut bergerak mengikuti Ujang menuju rumah Pak Hamid.

****

Di rumah Pak Hamid, terlihat Pak Daud tergugu menangis setelah tadi kembali histeris. Namun salah satu petugas kesehatan dari pihak kepolisian yang ada disana cukup sigap karena sebelum semakin  histeris Pak Hamid langsung disuntik obat penenang.  Dan saat ini hanya bisa menyandarkan badan di sofa ruang tamu Pak Hamid sambil memanggil nama istrinya Hana.

Saat kebakaran berlangsung, entah di mana anak dan istrinya, karena Pah Daud baru terbangun setelah api cukup besar dan terasa panas. Selain itu sudah banyak barang berjatuhan dan atap serta jendela kayu yang terbakar.

Pak Daud langsung keluar dan histeris sementra para warga baru berdatangan setelah kentungan di pukul para warga yang sedang ronda melihat kobaran api.

Sampai saat ini keberadaan Bu Hana dan anaknya sama sekali belum jelas. Saat mencoba ada yang masuk mereka tidak bisa menemukannya, apalagi api semakin besar dan tidak bisa menjelajahi seisi rumah.

" Assalamualaikum,"

"Waalaikum salam, ada apa Jang?" Tanya Pak Hamid

"Ini Pak antar kerabat Pak Hamid" jawab Ujang sambil mundur. Tak lama muncul ketiga orang yang diantarnya.

"Oh silahkan masuk" ujar Bu Rami mempersilahkan.

Ketiganya langsung masuk dan segera mendekati Pak Hamid yang berada di sofa

"Bang kamu terluka?" Tanya perempuan yang ternyata bernama Dina

" Abang selamat Din, tapi kakak dan keponakanmu tidak" jawabnya dan langsung disusul tangisan pilu yang kembali  keluar dari mulut pak Daud. Dina menghembuskan nafasnya berusaha tenang. Begitu juga dengan kedua orang laki-laki yang bersamanya.

"Abang tidak bisa menyelamatkan mereka dan sekarang belum tahu nasibnya seperti apa huhuhu...." pak Daud semakin keras menangis. Dina yang adalah adik kandungnya mengusap lengan sang kakak berusaha menenangkan.

"Abang harus kuat ya bang. Sekarang lebih baik Abang ke rumah sakit saja dulu dicek" Henry  yang juga adik kandung Daud berucap. Tak ada jawaban dari Daud hanya tangisan yang menyayat hati yang terdengar.  Semua yang di ruangan membiarkan Pak Daud menangis selama beberapa saat sampai akhirnya berhenti.

"Abang mau menunggu kabar pihak polisi yang cek rumah. Abang harus tahu dan lihat kondisi Hana dan Kinan" jawabnya sedikit tenang.

Ketiga adiknya hanya diam.

" Bapak,ibu silahkan minum. Pak Daud juga ya. Saya siapkan sarapan Pak Daud supaya Bapak tetap sehat dan kuat." bu Rami keluar membawa beberapa gelas dan 2 teko yang terisi teh dan kopi. Lalu ada sepiring roti bakar  yang disiapkan untuk Pak Daud.

Pak Daud sebetulnya tidak berminat makan, namun atas desakan adik dan tetangganya akhirnya dia mau makan roti. Dia sadar ada banyak hal yang harus dilakukannya setelah ini.

***

Di lokasi kebakaran alias rumah Pak Daud, tim dari kepolisian akhirnya selesai memeriksa lokasi untuk diolah dan dicari kesimpulan penyebab kebakaran. Sementara tim inafis dari Polri sudah bersiap kembali. Di dalam ambulance saat ini ada 2 jenazah dewasa dan bayi yang gosong hampir tidak dikenali. Keduanya ditemukan di dapur. Kemungkinan besar mereka terbangun untuk menghangatkan susu buat si bayi. Dan saat kebakaran terjadi mereka tidak dapat menyelematkan diri, mungkin terlambat menyadari.

"Beres ndan, kami akan kembali ke kantor. Sebagian masih disini berjaga dan mengumpulkan bukti  lain untuk pendukung.  Wawancara dengan warga dan saksi pun sudah dilakukan"

Laporan itu terdengar dari salah satu anggota polisi yang ditanya oleh Kapolsek setempat. Setelah itu mereka kembali. Sementara Pak Martin selaku kapolsek didampingi dua anggotanya mendatangi rumah Pak Hamid.

Tentu saja selain memastikan kondisi Pak Daud, mereka perlu keterangan darinya selaku pemilik rumah.

Sementara itu Bi Inah dan Pak Burhan yang merupakan art di rumah Pak Daud juga baru tiba. Mereka segera berangkat ke rumah majikannya saat diberitahu oleh salah satu warga yang mengenalnya dengan baik.

Mereka berdua menangis dan terlihat shock melihat rumah majikannya yang sudah menjadi abu. Bi Inah langsung menangis histeris dan Pak Burhan memeluknya berusaha menenangkan istrinya. Meskipun matanya terlihat berkaca-kaca dia lebih bisa mengendalikan diri.

Beberapa warga yang ada disana mendekati mereka lalu mengucapkan belasungkawa dan berusaha menghibur. Setelah lebih dari tiga puluh menit meratapi rumah majikannya, mereka berdua beranjak menuju rumah Pak Hamid. Warga sudah memberitahu kalau Pak Daud ada di rumah Rt mereka. Bagaimanapun Bu Inah dan Pak Burhan harus melihat kondisi mereka.

Saat datang ternyata Pak Daud sedang dipapah keluar menuju mobil yang mendekat. Rupanya salah satu adik Pak Burhan tadi mengambil mobil yang terparkir tak jauh dari rumah Pak Daud yang terbakar. Anggota Polisi pun tampak juga di belakang Pak Daud membersamai.

"Pak.." teriak Bi Inah lalu berlali dan bersimpuh di kaki Pak Daud. Tak ada kata yang terucap. Pak Burhan berjongkok dan memeluk istrinya. Lalu mengajaknya berdiri.

Pak Daud memejamkan mata lalu berkata.

"Tak apa Inah, aku harus ke rumah sakit dulu. Kamu kembalilah ke rumah saudaramu itu. Aku akan segera menghubungi jika sudah kondusif "

"Maaf Pak" ujar Bi inah terbata-bata.

Pak Daud menepuk pundak Bi Inah dan melakukan hal yang sama pada Pak Burhan. Setelah itu baru masuk mobil dan menuju rumah sakit. Anggota polisi mengikuti mobil SUV hitam yang dikemudikan adik Pak Daud tersebut dengan mobil patroli. Mereka harus ikut ke Rumah sakit karena belum mendapatkan keterangan dari Pak Daud.

Sementara Bi Inah dan Pak Burhan menolak tawaran para tetangga untuk mampir dan beristirahat dahulu. Dia lebih memilih untuk kembali ke rumah kerabatnya.

keluarga Bardi

Keluarga Bardi bukanlah keluarga old money ataupun konglomerat. Namun mereka cukup kaya raya dari bisnis tembakau yang mereka supply ke pabrik roko besar di Indonesia. Perintisnya adalah Saleh Bardi, generasi pertama dalam keluarga Bardi yang membuat keluarganya hidup sejahtera. Saleh Bardi lalu merambah bisnis property dengan membangun dan menjual perumahan asri di pinggiran kota dengan sistem cluster. Meskipun cluster yang dibangun awalnya kecil dan hanya terdiri dari 20 rumah, namun langsung membuat Bardi property menancapkan nama dalam industri property. Dengan meniru konsep perumahan di luar negri yang mengutamakan keamanan dan kenyamana serta fasilitas yang lengkap perumahan pertama yang dibangunnya sukses terjual dalam waktu singkat. Disusul permintaan pasar yang saat itu sedang tinggi, membuatnya kembali membangun perumahan dengan konsep serupa berbeda tema. semua dirintis Saleh bersama istrinya hampir 30 tahun yang lalu.

Sekarang ketiga anaknyalah yang meneruskan usahanya. Ekspansi dan diversifikasi usaha pun dilakukan demi kemajuan dan stabilitas perusahaan.

Saat ini Saleh menikmati masa tuanya dengan tinggal di Magelang dengan berkebun dan menikmati hijau serta sejuknya udara desa. Jauh dari hiruk pikuk nan semrawutnya Jakarta. Hanya sesekali saja dia berangkat ke Jakarta. Selain untuk melihat anak cucunya tentu saja untuk mengontrol bisnisnya sesekali. Selebihnya Saleh lebih sering memantau dari rumahnya yang asri di Magelang.

Namun ketenangan masa pensiunnya mulai terusik sejak beberapa bulan lalu. Diawali dengan laporan keuangan perusahaan yang jelas menunjukan adanya penurunan keuntungan yang sangat besar, sementara proyek dan tender yang mereka kerjakan sangat banyak dan menghasilkan. Saleh terpaksa kembali lebih sering mengawasi perusahaan yang dibangunnya dengan darah dan air mata. Sementara anak-anaknya berkilah bahwa penurunan keuntungan dikarenan lesunya pasar ekonomi global. Perusahaan sebesar mereka pun merasakan dampaknya. Jadi menurut ketiga anaknya hal tersebut wajar. Tapi instingnya yang terlatih sejak puluhan tahun berbisnis membuatnya yakin ada hal lain yang membuat keuangan perusahaan hampir minus. Dan mengambil pinjaman besar ke Bank pun terpaksa dilakukan. Hal yang hampir tidak pernah dilakukan perusahan sejak lebih dari 15 tahun lalu. Bahkan saat itupun Bardi tidak pernah melakukan pinjaman besar untuk proyek ke Bank. Pinjaman yang dilakukan terhitung kecil dan receh untuk tujuan keseimbangan cash flow perusahan, bukan untuk menambal kekurangan.

Dan kini ketenangannya kembali terusik manakala asisten kepercayaannya mengabarkan musibah yang menimpa anak sulungnya. Berulang kali Saleh menghembuskan nafas mencoba menenangkan diri. Berita mengenai mantu dan cucunya yang meninggal terpanggang api di rumahnya sangatlah mengejutkan. Isi kepalanya yang sedang dipenuhi persoalan perusahaan makin berat mendengar musibah yang menimpa anak sulungnya.

Perlahan Saleh berdiri dan menepuk rumput liar yang menempel di bajunya. Saat menerima telpon dari Agus asistennya, Saleh memang sedang berjalan di tengah sawah miliknya. Dan kini dia berencana segera pulang menemui istrinya untuk

berangkat ke Jakarta. Keluarga harus selalu menjadi prioritas.

*****

Saleh dan Halima sudah ditunggu Agus asistennya di Bandara Halim. Tanpa banyak bicara mereka langsung menuju mobil yang dikemudikan langsung Agus. Tujuan mereka rumah lama Saleh di daerah Tebet yang sekarang dihuni Dina dan suami serta anak mereka.

"Pak Daud saat ini sudah keluar dari rumah sakit dan tinggal di apartemennya Pak" ujar Agus memberitahu tanpa diminta

"Apa dia baik-baik saja Gus? Dan apa badannya ada luka atau cedera" tanya Halima

"sepengatahuan saya cedera hanya kakinya saja, sepertinya terluka saat berlari menyelamatkan diri. Tapi tidak parah hanya membuatnya sedikit kesakitan saat berjalan. Mungkin masih terguncang saja" Agus menjawab sejelas mungkin

"Lalu sudah dipastikan jenazah itu Hana dan Kinan" kali ini Saleh yang bertanya

"Sudah Pak. Semalam saya ikut dampingi ke ruang jenazah. mereka tidak dikenali. Tapi Pak Daud mengenali cincin kawinnya yang masih ada di jari Bu Hana serta bandul kalung yang dikenakan bayi Kinan"

Halima dan Saleh menghembuskan nafas keras berusaha melegakan rongga dada mereka. Bagaimanapun Hana sudah memberikannya cucu meskipun kadang Halima merasa jengkel dengan sifat Hana yang menurutnya susah diatur. Dan Kinan, bayi mungil menggemaskan itu baru berusia 4 bulan. Satu-satunya cucu perempuan mereka karena Dina dan Henry hanya memiliki anak laki-laki. Satu hal yang mereka banggakan dan sempat membuat David merasa menjadi pecundang karena anaknya terlahir perempuan. Hal ini juga yang sempat memicu pertengkaran Halima dan Hana karena Halima tidak terima melihat Hana menjawab garang ucapan Daud karena mengungkapkan kekecewaannya memiliki anak perempuan. Halima merasa seharusnya Hana diam saja dan terima kemarahan Daud. Karena sebagai anak pertama yang menikah paling akhir pasti berharap anaknya lelaki sebagaimana kedua adiknya. Gen Bardi memang kuat melahirkan anak laki-laki. Satu-satunya perempuan di generasi anak mereka hanya Dina, selebihnya anak dari keluarga besar Saleh Bardi melahirkan anak berjenis kelamin laki-laki. Jadi bisa dibayangkan kekecewaan Daud.

"kapan rencana pemakamannya?" Saleh memutus keheningan

"Belum tahu pak, menurut Bu Dina mungkin besok. Hari ini Bu Dina akan mengurus untuk persiapan besok ke Kamboja (perusahaan pengurusan jenazah)"

"Apakah akan dimakamkan di San diego atau dibawa ke Bogor?" Halima memastikan karena keluarga besar Hana berasal dari Bogor.

"Saya kurang tahu Bu, mungkin bisa langsung tanya Bu Dina atau Pak Daud" jawab Agus

"ck.. " Halima berdecak kesal dan entah apa yang membuatnya kesal. Agus hanya diam sementara Saleh diam sambil melihat kemacetan Jakarta melalui kaca mobilnya. Isi kepalanya tentu saja penuh dengan banyak pertanyaan yang butuh jawaban. situasi ini berlangsung sampai mereka tiba di Tebet dimana Dina dan Karim suaminya sedang makan siang.

***

"jadi mereka tetap minta dimakamkan di Bogor?"

"Iya Bu, Dina sudah bilang sudah siap di San diego tapi mereka bilang ada komplek pemakaman keluarga milik mereka sendiri. jadi ya sudahlah. kavlingnya jual saja lagi besok, atau over ke siapa" Jawab Dina enteng.

"Kapan jenazahnya mulai diurus?" Saleh yang mengeluarkan suara

"Rencana besok, tapi keluarga minta jika hari ini bisa malam sekalipun segera dilakukan. Pihak Rumah sakit berkoordinasi dulu dengan polisi tadi jadi ini kita menunggu"

"Lah Daud di apartemen, terus kamu disini dan Henry dan Karim di kantor, lalu siapa yang bertanggung jawab di rumah sakit" tanya Saleh sedikit kesal

"ckk. Kan Dina bilang tadi Pak kalau keluarganya minta dimakamkan di Bogor, jadi ya sekalian Dina suruh mereka yang urus dari rumah sakit. Dari rumah Kamboja tetap ada juga stand by. Sudahlah, lebih baik Bapak sama Ibu makan dan istirahat dulu, atau telpon Bang Daud"

"huh biar Bapak saja yang telpon abangmu, Ibu mau makan dan istirahat saja" jawab Halima sambil berdiri menuju ruang makan. Dina ikut bangun menemani Halima sedangkan Saleh meraih Hp di sakunya lalu mulai menelpon Daud

****

Dina, Henry, Karim serta Saleh dan Halima beserta cucunya sudah berkumpul. Daud nampak kusut. Selain keluarga inti Saleh Bardi ada adik dan kaka dari Saleh dan Halim beserta keluarga besar mereka. Saat ini mereka berkumpul di rumah yang ditempati Dina sebelum bertolak ke Bogor.

"ckk.. Kita sebagai keluarga inti Hana dan bayinya seperti tidak punya wewenang saja, keluarga mereka langsung membawa mereka ke Bogor setelah dimandikan di rumah sakit. Bahkan itupun tanpa menunggu Daud yang jauh lebih berhak" Sardi adiknya Saleh berkata kesal. Sementara Daud hanya tertunduk diam.

Yang lain diam tenggelam dengan pikiran mereka sendiri. Apakah mereka bersedih? Terus terang siapapun yang melihat mereka hanya Daud yang terlihat terpuruk, yang lainnya lebih terlihat kesal karena kegiatan mereka harus terganggu.

" Mobil sudah siap semua, sudah bisa berangkat" Agus langsung berkata pada semua begitu masuk ke ruang tamu.

Lagi, mereka menghela nafas dan seperti malas berdiri lalu menuju halaman yang sudah penuh berjejer mobil yang akan membawa keluarga Bardi ke Bogor. ada 11 mobil yang diisi keluarga Bardi. cucu keluarga Bardi masuk ke dalam salah satu alfard dan yang masih kecil beserta pengasuhnya masuk ke mobil Hiace. Selebihnya para orang tua memasuki mobil masing-masing yang tentu saja menggunakan sopir.

Di salah satu mobil milik keluarga Bardi tampak percakapan yang menegangkan.

"yang jelas perempuan itu sekarang sudah meninggal dan tidak bisa lagi mengurusi penjualan aset yang di sukabumi. Kita hanya perlu melobi pengacaranya saja. Usahakan uang hasil penjualan Rabu besok masuk ke rekening yang sudah disiapkan. Dan sebisa mungkin jangan sampai berita perempuan ini terdengar oleh Pak Isman sebelum hari Rabu besok" sebuah suara bariton laki-laki dengan tegas memerintahkan. Sementara penumpang lainnya hanya diam saja. Sopir mereka pura-pura tak mendengar. Selebihnya perjalanan diisi keheningan sampai mereka tiba di rumah duka keluarga Hana di Bogor.

Di mobil yang lain penumpangnya hanya diam menatap lurus ke jalan raya. Tidak ada yang bisa membaca isi kepalanya. Tapi yang jelas kepalanya sedang berfikir dan membuat perhitungan. Bibirnya sedikit terangkat tersenyum tipis begitu selesai menghitung rupiah yang bisa dikantonginya.

Di mobil lain Saleh dan Halima terlibat pembicaraan yang sejak tadi ditahannya. Keberadaan Agus yang menyopiri mereka tidak membuatnya khawatir. Mereka sangat percaya kepada asistennya.

"Secara hukum berarti semua milik Hana akan menjadi milik Daud. Begitu kan Pak?" tanya Halima

Saleh terdiam tidak menjawab. " meskipun itu adalah warisan dari orang tuanya, keluarganya tentu tidak memiliki hak karena saat ini Hana sudah terikat pernikahan dengan Daud. Dan anaknya pun ikut mati bersama ibunya" ujar Halima dingin. Agus diam saja tak bereaksi, namun Saleh langsung menatap istrinya

"Sebaiknya Ibu tidak banyak bicara, jangan sampai keluarga Hana mendengarnya. Biar itu kita bicarakan setelah Hana dimakamkan. Mungkin setelah 40 hari "

"halah kelamaan" potong Halima ketus. " si Hana kan bodoh, pastikan saja anakmu segera mengamankan semua surat tanah dan surat berharga lain milik Hana. Keluarganya tidak akan pernah bisa berkutik karena Daud suaminya dan ahli waris yang sah secara hukum. keluarganya tidak akan bisa menggugat"

Saleh akhirnya diam membiarkan ucapan istrinya begitu saja. Keadaan ini terus berlangsung sampai mereka tiba di Bogor.

pemakaman

Daud masih duduk di depan pusara istrinya yang menjadi satu dengan anaknya. Wajahnya terlihat mendung. Di tatapnya foto istri dan anaknya yang tercetak cukup besar di atas pusara yang masih basah. mereka berdua tampak cantik dan bahagia tersenyum lebar. Entah kapan dan siapa yang mengambil foto tersebut. Daud tidak pernah merasa mengambil foto tersebut, bahkan baru kali ini melihatnya

Mungkin Bi Inah atau salah satu kerabat Hana yang memilikinya. Atau bisa jadi mengambil dari media sosial Hana. Yang jelas pengurusan jenazah sejak dari rumah sakit sampai dimakamkan keluarga besar Hana dari pihak ibunya yang mengurusi. Almarhum ayah Hana anak yatim piatu yang tumbuh besar beseeta salah satu saudaranya dan sisanya di panti asuhan.Tidak ada keluarga yang tersisa selain keponakannya yang sudah lama tinggal di luar negri. Sementara Daud sendiri masih belum sanggup melakukan kewajibannya sehingga memilih menyetujui permintaan keluarga Hana yang mengambil alih pengurusan. Bahkan Daud tidak menolak saat keluarga Hana mengatakan akan menguburkan jenazah kedua ibu dan anak tersebut di pemakaman keluarga mereka di Bogor.

"Sebaiknya abang pulang sekarang, hari sudah mulai gelap. Besok abang bisa kesini lagi. Habis isya keluarga Hana akan mengadakan doa bersama, jadi alangkah baiknya kita bersiap" suara Ibra sepupunya terdengar mengingatkan. Keluarga lainnya sudah keluar dari tadi, tapi masih menunggu dalam mobil masing-masing. Tak ada sahutan dari Daud. Dia memilih menatap kembali foto di pusara sebelum membacakan Al-fatihah untuk terkahir kalinya dan setelah itu baru beranjak pergi. Ibra mengikuti kakak sepupunya itu dari belakang.

**

Matahari mulai turun ke peraduan tanda malam tiba. Rombongan keluarga dan kerabat yang mengantar ke pemakaman sudah beranjak pulang. Daud adalah yang terakhir pergi, dan rombongan keluarga mereka beriringan menuju salah satu rumah keluarga Bardi yang berada di Bogor sebelum kembali ke rumah keluarga Hana untuk berdoa

Namun saat malam turun satu sosok tiba-tiba saja muncul dan mendatangi kuburan Hana dan Kinanti yang masih basah. Tak terlihat wajah sosok yang mengenakan pakaian serba hitam dengan kerudung panjang yang menutup hampir sebagian mukanya. Rambut panjang kecokelatan nampak terurai membuat wajahnya semakin sulit dilihat.

Sosok tersebut berada disana hanya sekitar 10 menit lalu berbalik dan segera pergi dengan sebuah mobil sedan hitam dan kaca yang gelap. Sosok perempuan tersebut mengenakan kaca mata hitam polarisasinya untuk menutupi mata sembabnya. Matanya mengarah ke jalanan yang mulai dihiasai lampu -lampu malam. Di balik kaca mata hitamnya netranya berkaca-kaca, dadanya terasa sesak. Meski begitu wanita cantik tersebut berusaha tidak mengeluarkan tangisan.

"kita langsung pulang?" tanya sosok pria yang duduk di depan mengendalikan kemudi.

"ya, tapi nanti tolong mampir ke minimarket, dan belikan barang-barang yang kubutuhkan. kukirimkan lewat pesan"

Tak lama dia meraih tasnya dan mengambil HP lalu mengetikan barang yang harus dibelinya dan mengirim tombol send .

"sudah kukirim, cari yang terdekat dari rumah saja. Kamu belilah makan untuk malam ini, jangan sampai kelaparan" tambahnya.

"oke" jawab si sopir singkat.

Perjalanan berlanjut dalam diam sampai mobil berhenti di minimarket yang cukup ramai. Si pengemudi mobil langsung turun dan masuk untuk membelikan pesanan si wanita. Sementara di dalam si wanita meraih handphone dan membuka beberapa laman berita. Tidak ada satupun yang memberitakan secara detil korban kebakaran, hanya ada berita mengenai kebakaran rumah milik pengusaha muda keluarga Bardi dengan korban sepasang ibu dan anak. Sekitar 7 laman berita dan semua berita kebakaran tersaji dengan narasi yang sama. Yang muncul justru profil perusahaan milik keluarga Bardi yang cukup besar meski belum bisa dihitung konglomerat. dan seperti pepatah bad news is a good news pemberitaan usaha keluarga Bardi menjadi promosi gratis bagi mereka.

Wanita cantik ini tersenyum sinis dan menutup semua lama berita yang tadi dibukanya. Kini tangannya beralih dan membuka akun media sosial milik @nadesikohana dan menggulirkan tangannya untuk memindai foto di halaman media sosial itu. Seulas senyum tipis muncul manakala matanya menemukan foto Hana yang sedang menggendong bayi Kinan yang baru lahir. Tapi wanita ini tahu dibalik senyum yang diperlihatkan Hana tersimpan amarah dan luka yang besar. Tangannya mengepal tanpa sadar sampai dan nafasnya tersengal.

"Brukk" kesadaran wanita itu kembali setelah mendengar suara nyaring yang bersumber dari plastik belanja yang dilempar begitu saja oleh sang pengemudi mobil. Lalu suara pintu yang tertutup kencang pun menyusul

"Kenapa" tanya si wanita menyadari ada hal ganjil.

" di dalam ada Arsyad Bardi sedang berbelanja. Aku mendengar dia bicara menyatakan bahwa akhirnya wanita itu mati juga, jadi kita bisa tenang"

dia menghembuskan nafas dengan keras seolah dengan itu kemarahannya akan berkurang. " Aku yakin dia membicarakan Kinan dan Ibunya. Brengsek" rutuknya sambil memukul setir

" lantas, untuk apa kamu emosi. Biarkan saja. Kita pulang" jawab si wanita santai. Sempat berusaha untuk menolak,namun melihat ketenangan si wanita akhirnya si pria memilih menjalankan kembali mobilnya. Tidak sampai 2km mobil tersebut berbelok ke arah perumahan yang cukup asri dan berhenti di sebuah rumah mungil dengan tanaman bunga yang indah.

keduanya turun disambut sepasang suami istri yang dengan cemas menunggu mereka kembali.

"Alhamdulillah neng kamu kembali" ujarnya lega

" iya Bik, Alhamdulillah. sudah ga usah cemas semuanya baik-baik saja selama kalian bersamaku " ucap si wanita dengan sendu. Lalu dipeluknya wanita tua yang begitu menyayangi dirinya dengan tulus. Bahkan keluarga si bibik mendukungnya, padahal mereka gak ada hubungan darah sama sekali. Dan baginnya ini sebuah rezeki yang tak terukur.

"Malam ini paman Hamid menggelar doa di rumahnya. saya akan datang kesana . Bibi dan Mamang mau ikut" tanya si pria muda yang mengemudi mobil tadi ditujukan untuk sepasang suami istri tersebut.

Kedua orang tua tersebut berpandangan, berkomunikasi dalam diam lewat tatapan mata. Ah rasanya pasti menyenangkan kalau punya seorang yang seolah mampu membaca apa yang ada dalam hati pasangannya. Lalu si suami menjawab

"Biar mamang saja, Bibi tetap disini menemani mereka berdua" ujarnya sambil menunjuk ke arah kamar dimana si wanita muda tadi masuk ke kamar anaknya .

"Baiklah, kalau begitu ayo bersiap mang. Saya rasanya harus mandi dulu, badan saya lengket " ujar s pria muda

" Baik aden" jawab si mamang dan langsung menuju ke belakang menyusul istrinya yang sudah beranjak lebih dulu. Si mamang juga harus ganti baju dan tak lama keluar dengan memakai baju koko warna kream dan celana hitam. Peci hitam dia bawa si tangannya.

"Aku keluar dulu Nah, kamu jagalah nona kecil dan Ibunya, mungkin kami pulang malam. Jangan bukakan pintu sampai yakin itu aku dan aden yang datang" kali ini si mamang memberikan instruksi yang diiyakan sang istri. Lalu di langkahkan kaki menunu ke depan supaya tidak datang setelah sang majikan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!