NovelToon NovelToon

Harapan Baru

Permulaan

Tahun 1790, seorang Assassin hebat, bernama Mirage Marius tengah mengintai seseorang di sebuah kastil. Ia sedang mengincar targetnya. Ia berjongkok tepat di pinggir menara kastil tersebut. Mirage, sapaannya, sedang mengamati gerak-gerik target incarannya.

Di bawah, ada seorang petinggi kerajaan yang sedang berjalan ke sebuah ruangan. Ia tidak menyadari bahwa dirinya sedang diintai oleh seseorang, yaitu Mirage. Dari atas, Mirage mengikuti targetnya kemanapun ia pergi. Mirage sungguh ahli dalam memanjat dinding, meloncat dari ke dinding ke dinding, menyelinap masuk lewat saluran udara dan juga ahli parkour. Saat ini, Mirage sudah berada di atas ruangan yang dimasuki oleh targetnya. Ia mengamatinya dari kegelapan.

"Selamat datang, Tuan Maxwell. Silahkan duduk."

"Iya terimakasih."

Mirage mengawasi gerak-gerik Maxwell, target incarannya. Sebelumnya ia mendapat tugas dari atasannya untuk menghabisi Maxwell secara diam-diam. Jika ketahuan, ia harus menghabisi semua orang yang melihat. Intinya adalah jangan meninggalkan jejak sama sekali.

"Bagaimana dengan keadaan putra mahkota?? Apa dia baik-baik saja???" Tanya Maxwell pada seorang rekannya.

"Ia baik-baik saja, sebelum waktunya tiba tentunya, haha. Saya sudah menuangkan racun ke dalam minumannya. Sebentar lagi, ia akan datang. Saya akan menyediakan minuman itu. Saat ia menenggak minumannya, selama dua menit racunnya akan bereaksi di tubuhnya."

"Dengan begitu, saya akan menjadi penguasa kerajaan ini. Hahaha," kata Maxwell sambil tertawa jahat.

Mirage mendengarkan dari atas dengan kemampuan spesialnya yang hanya dimiliki olehnya. Ia sangat terkejut mendengar rencananya. Pasalnya, Maxwell dan putra mahkota masih satu keluarga. Begitu teganya ia ingin menghabisi salah satu anggota keluarganya sendiri demi mendapatkan kekuasaan. Mirage memutuskan untuk segera membunuhnya saja namun ia menunda tindakannya itu saat pintu ruangan telah terbuka. Putra mahkota sudah datang.

Orang-orang di bawah segera merundingkan sesuatu dengan suara yang sangat pelan.

Mirage berusaha lebih dekat supaya dapat mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Pasalnya, kemampuannya itu mempunyai batasan. Namun langkahnya terhenti saat melihat beberapa penjaga yang menyusuri setiap sudut kastil. Mirage tak punya pilihan selain menghabisi mereka semua. Dengan kemampuannya dalam bertarung, ia mampu membunuh mereka satu per satu tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

Akan tetapi, salah satu korbannya ada yang masih setengah sadar. Lalu ia membunyikan tanda bahaya. Mirage terlambat untuk membunuhnya. Para penjaga yang lain berlari menuju sumber suara tersebut. Mirage telah siap menghadapi mereka semua. Satu melawan dua puluh orang bukan masalah baginya.

Jumlah terus bertambah banyak membuat Mirage berpikir untuk segera menghabisi Maxwell saja. Terlalu lama jika ia meladeni mereka semua. Mirage kabur menggunakan bom asap.

Akan tetapi, sampai di ruangan tadi, ia sudah melihat putra mahkota yang terbunuh. Mirage sempat melihat Maxwell yang berusaha kabur menunggangi kuda. Mirage mengejarnya dengan cara berlari dan melompat dari pohon ke pohon.

Di suatu kesempatan, Mirage meloncat ke arah Maxwell yang sedang menunggangi kuda. Mirage membunuh Maxwell dengan pisau tersembunyi di tangannya. Lalu Mirage masuk ke dalam pikiran Maxwell.

"The Assassin, Mirage Marius, terbaik dari yang terbaik, kau berhasil membunuhku," kata Maxwell.

"Tentu saja. Itu adalah tugas saya. Mengapa Anda membunuh putra mahkota yang merupakan keluarga Anda sendiri??" Tanya Mirage.

"Ah, haha. Dia tidak layak menjadi penerus tahta kerajaan. Aku lah yang pantas mendapatkannya. Tapi, kakakku tidak mendengarkan itu. Lagipula dengan merebut kekuasaannya, aku akan semakin mudah menguasai dunia ini."

"Jadi, kau membunuhnya??!"

"Iya. Itu hal yang wajar di sebuah kerajaan."

"Dengan terbunuhnya Anda, berakhir sudah rencana Anda yang ingin melakukan kudeta." Maxwell tertawa terbahak-bahak. Mirage menatapnya.

"Berakhir?? Haha. Tidak akan berakhir selama aku bereinkarnasi. Ingatlah Mirage, aku, Maxwell Cornius akan selalu bereinkarnasi sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan," kata Maxwell dengan nada mengancam. Ia juga tersenyum kepada Mirage.

"Baiklah. Begitu juga denganku yang akan selalu bereinkarnasi sampai aku membatalkan rencana Anda," ucap Mirage.

"Apa itu sebuah ancaman??"

"Iya. Dengarkan baik-baik." Mirage menghampiri Maxwell lalu ia berjongkok. Mirage menyobek pakaian Maxwell di bagian lengan.

"Tanda ini, akan selalu diingat oleh reinkarnasiku," ucap Mirage sembari menunjukkan lambang berbentuk ular yang sedang melingkari sebuah pohon.

"Dan tanda ini yang akan selalu menghentikan setiap reinkarnasimu," lanjut Mirage sembari menunjukkan lambang di pergelangan tangan kirinya, berbentuk lambang Assassin mirip huruf A kapital tanpa garis di tengahnya. Di belakangnya ada dua bilah pedang yang disilangkan.

Maxwell memandangi Mirage yang perlahan-lahan bangkit dan pergi menjauhinya.

"Ketauhilah, Mirage. Reinkarnasimu tidak akan bisa menumbangkan diriku! Selamanya!!" Seru Maxwell.

"Memang tidak. Akan tetapi, aku yakin ada seorang gadis yang bisa menghentikanmu. Ia juga mengemban sebuah takdir yang berat. Kemampuannya akan setara denganku saat ia berumur dua puluh tahun," ucap Mirage.

"Aku akan membunuhnya sebelum menyentuh angka dua puluh tahun."

"Jika Anda bisa, Tuan Maxwell."

Mirage meninggalkan jasad Maxwell ditengah-tengah hutan. Lalu ia kembali ke kediaman mentornya, bernama Arumi Belanova.

Ditengah-tengah perjalanan, Mirage merasakan dadanya yang sakit. Sepertinya ia sedikit terkena cairan racun saat hendak meloncat ke sisi dinding melalui meja yang di sana ada putra mahkota sedang tergeletak tak bernyawa. Mirage merasa racun itu selain bereaksi saat diminum, bisa juga bereaksi melalui kulit dan pernapasan. Ia berjalan dengan tertatih-tatih menuju tempat gurunya, sebuah mansion tua besar. Di depan gerbang, Mirage berusaha menutupi sakitnya supaya orang-orang di sana tidak ada yang mengetahui kondisi sebenarnya.

"Sensei."

"Mirage. Murid terbaikku. Kamu sudah menghabisinya??"

"Ya tentu, Sensei."

"Istirahatlah, Mirage."

"Baik, Sensei."

Mirage memasuki ruangannya. Dadanya sangat sakit. Ia memutuskan untuk memasuki perpustakaan besar miliknya. Di sana, ia terduduk sambil membaca buku.

Mirage merasakan dadanya yang semakin sakit. Ia juga merasa hidupnya tidak akan lama lagi. Mirage menuliskan sesuatu di sebuah kertas. Dalam keadaan yang seperti itu sangat susah untuknya menulis namun ia tetap melakukannya. Perlahan-lahan, tubuhnya mulai lemas dan akhirnya ia meninggal dunia dengan keadaan terduduk.

Arumi, mentornya, sempat melihat detik-detik kematian Mirage. Lalu ia menutup perpustakaan itu dengan rapat-rapat.

Arumi memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menyerang kastil tempat Maxwell yang merencanakan pembunuhan terhadap putra mahkota. Arumi juga turun tangan memimpin pasukan menyerbu kastil tersebut.

Sampai di sana, Arumi dan anak buahnya membunuh dengan diam-diam. Tidak ada satupun dari orang-orang kastil itu menyadari bahwa mereka sedang diincar oleh Arumi dan yang lainnya.

Dalam beberapa menit saja mereka semua berhasil dihabisi oleh pasukan Arumi. Lalu ia menyuruh anak buahnya untuk mengikutinya mencari jasad Maxwell.

Sampai di hutan belantara, tempat Mirage membunuh Maxwell, Arumi tidak menemukan jasadnya. Arumi berpikir mungkin jasadnya sudah dimakan oleh hewan-hewan liar di sana. Mengingat sudah beberapa jam lamanya jasad itu ditinggalkan di sana.

Arumi memutuskan untuk kembali ke kediamannya.

Sampai dikediamannya, Arumi memasuki perpustakaan dimana Mirage berisitirahat dengan tenang. Lalu Arumi melihat secarik kertas yang sepertinya belum selesai ditulis oleh Mirage.

Arumi membaca isi kertas tersebut.

{ Maxwell Cornius telah bersumpah dirinya akan terus bereinkarnasi sampai apa yang ingin ia dapatkan tercapai, yaitu menguasai dunia. Aku, Mirage Marius mengambil sumpah akan bereinkarnasi ke setiap generasi untuk menghentikan reinkarnasinya. Cara yang akan dipilih adalah mengorbankan diriku sendiri bersama reinkarnasinya.

Sampai suatu saat, akan ada masa dimana seorang gadis berumur dua puluh tahun, ia memiliki tanda sepertiku di pergelangan tangan kirinya, ia akan menjadi reinkarnasi terakhirku. Dia adalah sebagai pertanda bahwa reinkarnasi Maxwell Cornius akan berakhir. Dia berbeda dari generasi reinkarnasi sebelumnya. Dimana dia tidak mengetahui siapa jati dirinya. Berjalannya waktu dan dengan arahan yang baik, dia akan mengetahui siapakah dia sebenarnya. Siapapun yang bertemu dengannya, jaga dia baik-baik karena dia akan membawa takdir yang besar. Gadis itu bernama N... }

N siapa?? Dia belum tuntas menulis nama itu. Hmmm. Aku bersumpah tidak akan mati terlebih dahulu sebelum menemukan anak itu.

Dalam hatinya, ia bertekad akan menemukan reinkarnasi terkahir itu. Dia juga akan melatihnya supaya menjadi pembunuh hebat seperti Mirage. Arumi mengambil sumpah bahwa dia tidak akan mati terlebih dahulu sampai dia berjumpa dengan reinkarnasi terakhir tersebut.

Sumpahnya terdengar oleh beberapa orang kepercayaannya. Ada tiga orang yang mendengar hal itu. Mereka memutuskan untuk bereinkarnasi juga sampai Arumi mencapai tujuannya.

Nathalia Tavisha

Tahun 2103, di sebuah kota kecil jauh dari pusat kota bernama Bogsan, hidup seorang gadis berusia 19 tahun. Nathalia Tavisha namanya, akrab disapa Nathalia. Wajahnya cantik dengan kulit putih mulus, cenderung berwajah Asia. Memiliki rambut hitam panjang sedikit bergelombang. Tingginya 179 cm dengan berat badan 60 kg. Tubuhnya dapat dibilang atletis karena ia selalu menjaga tubuhnya agar tetap ideal. Rutin olahraga, makan makanan sehat dan bergizi adalah kuncinya. Ia memiliki hobi yang unik dan jarang diminati oleh rata-rata gadis seumurannya, yaitu parkour. Nathalia sangat pandai melakukan parkour.

Dari kecil, sekitar umur 12 tahun, ia telah kehilangan kedua orangtuanya. Penyebab pastinya, ia tidak tahu. Sepengetahuannya, mereka pergi ke pusat kota untuk mencari nafkah namun tidak pernah kembali. Akhirnya, mereka ditemukan oleh penduduk pusat kota dalam keadaan tidak bernyawa setelah beberapa bulan menghilang.

Dulu, Nathalia adalah anak yang ceria. Wajahnya selalu menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan. Akan tetapi, setelah kematian orangtuanya ia berubah menjadi penyendiri. Ia sering mengasingkan diri ke tempat yang sepi dari kerumunan orang.

Sepeninggal orangtuanya, ia hidup bersama bibinya, bernama Anne Belvina. Natalia memanggilnya Bibi Anne. Anne sangat sayang sekali kepada Nathalia, begitu juga sebaliknya. Kebiasaan Nathalia yang selalu mengasingkan diri tidak bisa dicegah oleh Anne. Beliau hanya mengawasinya dari kejauhan saja. Rumah Anne bisa dibilang sangat asri. Sekelilingnya ada ladang tebu dan jagung yang luas milik suaminya, paman Nathalia. Kehidupan mereka bergantung pada ladang tersebut.

Saat ini, Nathalia mencoba peruntungannya untuk bekerja di sebuah restoran lumayan ternama. Letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Jika diterima, Nathalia berencana menaiki kendaraan umum untuk menuju ke sana.

Pagi ini, ia bangun dan tengah bersiap-siap.

"Nat, jangan lupa tutup lukanya yang ada di pergelangan tangan kirimu ya. Takutnya itu mengganggu saat wawancara kerja nanti," kata Anne dari luar kamarnya.

"Iya, Bi."

Nathalia bercermin sejenak. Ia memandangi wajahnya sendiri sambil membalut luka di pergelangan tangan kirinya menggunakan perban. Luka tersebut terlihat seperti huruf A kapital tanpa garis tengahnya. Nathalia heran karena luka tersebut tidak kunjung sembuh. Sudah belasan tahun luka tersebut membekas. Penyebabnya adalah ia terjatuh dari atas pohon dan tangannya mengenai batu keras. Alhasil, tangan kirinya terluka di bagian pergelangan tangan. Terkadang, ia juga merasakan sakit. Lama sekali ia memandang cermin tersebut sampai akhirnya ia sedikit terkejut melihat ada bayangan seorang pria dibelakangnya. Pria tua dengan kumis dan jenggot yang sangat tebal. Pria itu berdiri di belakangnya memakai jubah bertudung. Nathalia tidak dapat melihat sorot matanya karena hanya terlihat setengah wajahnya saja. Lantas, ia segera menoleh. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana.

"Pasti tadi melamun," gumamnya.

"Nathalia, sarapan dulu sini!" Seru Anne dari bawah, yaitu ruang keluarga.

"Iya, Bi. Sebentar lagi aku siap," jawab Nathalia. Ia bergegas memasukkan dokumen pendukung lamaran kerja ke dalam tas. Setelah itu, ia bergegas turun.

"Ini untuk naik Cyrus," kata Anne sambil menyodorkan sebuah kartu.

Cyrus adalah sebutan untuk kendaraan umum di kotanya. Supirnya bukan manusia, melainkan sebuah robot yang sudah usang. Kendaraan tersebut juga memiliki jalur sendiri yang berbeda dengan yang lainnya.

"Terimakasih, Bi. Ini apa??" Tanya Nathalia.

"Roti bakar selai kacang kesukaanmu. Belum bosan kan??"

"Tidak pernah bosan," jawab Nathalia sambil tersenyum. Ia menyantap roti tersebut dengan lahap.

"Aku berangkat, Bi." Nathalia berpamitan dengan bibinya.

"Iya. Hati-hati."

Nathalia berjalan kaki terlebih dahulu sejauh 5 km untuk sampai di jalan besar. Di sana, ia akan menaiki kendaraan Cyrus itu. Suasana di kotanya sangat tenteram dan damai. Hanya beberapa kepala keluarga yang tinggal di kota kecil tersebut. Kota itu juga dikelilingi oleh hutan belantara yang sangat luas. Konon katanya, tidak ada satupun penduduk sana yang berani menelusuri hutan itu lebih dalam. Mereka beranggapan bahwa hutan tersebut menyimpan sebuah misteri. Para penduduk hanya berani memasuki hutan itu sampai 3 km saja dari perbatasan.

Para penduduk memanfaatkan hutan itu untuk mencari kayu bakar dan berburu hewan.

Beberapa menit kemudian, Nathalia sudah sampai di jalan besar. Ada beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Ramai sekali. Ia menunggu di sebuah halte. Sembari menunggu, ia memainkan ponselnya.

Tak berselang lama, kendaraan yang dimaksud sudah datang.

"S... Selamat pagi. Ingin pergi kemana??" Tanya robot itu.

"Rott Restaurant," jawab Nathalia sembari menyerahkan kartu tersebut melakukan pembayaran. Selesai membayar, kendaraan itu segera melaju.

Selama perjalanan, Nathalia menikmati pemandangan yang disuguhkan di sana. Beberapa anak seusianya tengah asyik bermain-main.

"S... Si... Silakan sudah sampai."

Nathalia bergegas turun. Lalu ia melihat di kartu tersebut. Rupanya jarak yang ditempuh dari rumah ke restoran tersebut sekitar 16 km.

Lumayan jauh juga.

Di dalam, ia mencoba bertanya kepada beberapa pegawai di sana untuk bertemu dengan atasan mereka. Ia juga mengatakan bahwa dirinya dipanggil untuk wawancara kerja.

"Dia sudah menunggu di ruangannya," ucap pegawai tersebut seraya menunjukkan lokasinya yang berada di lantai atas. Nathalia mengangguk.

Sampai di depan ruangan tersebut, Nathalia mengetuk terlebih dahulu.

"Silakan masuk!" Nathalia sedikit heran dengan suara orang itu. Terdengar tidak asing baginya.

Di dalam, ada seorang wanita yang umurnya sekitar 35 tahun. Memiliki sorot mata yang tajam. Rambutnya lurus berwarna coklat kemerah-merahan. Wajahnya tampak dewasa dan memancarkan aura bijaksana. Nathalia terdiam sejenak memandangi orang itu.

"Silakan duduk." Nathalia duduk secara perlahan sambil terus memandangi wanita di depannya.

Wanita itu sadar dirinya ditatap oleh Nathalia.

"Apa kau sedang menatapku??" Tanya wanita itu seraya menurunkan sedikit kacamatanya.

"Ah, maaf. Saya hanya tidak asing dengan wajah Anda. Sepertinya, kita pernah bertemu tetapi saya tidak tau kapan itu," jawab Nathalia.

"Oh. Mungkin hanya mirip saja. Boleh saya lihat dokumennya??" Nathalia menyerahkan dokumen tersebut kepada wanita itu.

Sembari dokumennya diperiksa, ia melihat sekelilingnya. Ia heran mengapa hanya dirinya saja yang di sana. Tidak ada siapapun lagi. Bahkan diluar ruangan tidak ada orang yang menunggu giliran untuk dipanggil wawancara kerja.

"Nathalia Tavisha. Berumur 19 tahun. Belum pernah bekerja sebelumnya??" Tanya wanita itu.

"Belum, Bu," jawab Nathalia.

"Baiklah. Kamu saya terima. Kamu ada bakat untuk bekerja di sini. Tapi, saya meminta kamu bekerja di restoran pusat, di kota Jalundra. Saya ada rekomendasi tempat tinggal sementara di sana. Kamu tidak perlu membawa apa-apa. Hanya baju saja. Di sana sudah ada perlengkapan yang kamu butuhkan."

Wanita itu mengamati ekspresi Nathalia sejenak. Seperti ada yang dia pikirkan.

"Tidak senang??" Tanyanya.

"Bukan. Saya hanya memikirkan bagaimana bibi saya di rumah sementara saya bekerja di sana," kata Nathalia.

"Tenang saja. Kamu masih bisa mengunjungi bibimu saat liburan," kata wanita itu. Nathalia mengangguk.

Sejenak, wanita itu melihat ada perban yang membalut pergelangan tangan kiri Nathalia.

"Apa itu??" Tanya wanita itu.

"Ini luka saya," jawab Nathalia.

"Boleh saya lihat??" Nathalia membuka balutannya secara perlahan. Ketika sudah terbuka semuanya, wanita itu membelalakkan matanya.

Inikah orangnya? Reinkarnasi terakhir?

"Apa itu tidak mengganggu saat bekerja nanti?" Tanya wanita itu.

"Tidak sama sekali, Bu." Wanita itu mengangguk.

"Datanglah minggu depan. Temui seseorang yang bernama Arumi Belanova di sana. Jangan sampai terlambat," kata wanita itu.

"Baik, Bu." Nathalia pamit pergi. Wanita itu mengamati Nathalia yang berjalan keluar ruangannya.

Apa kamu yakin mengemban takdir itu kepadanya?? Sepertinya dia gadis yang polos.

Saat di lantai bawah, Nathalia tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia ingin mempelajari apa saja tugas di restoran tersebut. Ia tidak ingin ketika bekerja nanti tidak bisa melakukan apa-apa. Setidaknya, Nathalia mempunyai gambaran sedikit tentang pekerjaannya.

Nathalia memesan minuman lalu duduk di salah satu meja. Sembari minum, ia mengamati dan memperhatikan dengan seksama pegawai di sana melakukan tugasnya.

Sedang sibuk mengamati sekitarnya, tiba-tiba pandangannya teralihkan oleh seseorang yang sedang duduk di pojokan. Seorang pria yang memiliki ciri-ciri sama seperti yang dilihatnya saat bercermin tadi. Pria itu menatapnya.

Nathalia sedikit heran mengapa dirinya ditatap. Ia mencoba menoleh ke sekitarnya. Mungkin saja bukan dirinya yang ditatap.

Tidak ada siapa-siapa. Berarti aku yang ditatap olehnya. Siapa dia?

Tiba-tiba, Nathalia terkejut melihat pria itu berjalan menghampirinya. Ia segera bersiap untuk menghadapinya.

"Silakan minumannya." Ada seorang pelayan yang menutupi pria itu karena memberikan minuman kepada pelanggan yang sedang duduk di depan meja Nathalia. Setelah pelayan itu pergi, pria itu menghilang.

Nathalia mengangkat alisnya sebelah. Apa itu cuma imajinasinya saja?

"Hmm, permisi. Saya ingin bertanya." Nathalia memanggil salah satu pelayan di sana.

"Iya, ada yang bisa dibantu??"

"Apa ada seseorang yang duduk di sana??" Tanya Nathalia sambil menunjuk tempat pria misterius itu duduk.

"Maaf, sepertinya saya tidak terlalu memperhatikan ke sana. Sepertinya tadi tidak ada," jawab pelayan itu. Nathalia mengangguk secara perlahan. Nathalia menarik kesimpulan bahwa ia sedang kelelahan sehingga ia seperti melihat bayangan seseorang. Lebih tepatnya itu adalah imajinasinya.

"Baiklah. Terimakasih." Pelayan itu tersenyum lalu kembali melakukan tugasnya.

Dirasa cukup mengetahui apa saja tugas yang dilakukan di sana, Nathalia segera pulang ke rumahnya.

Bersamaan dengan perginya Nathalia, wanita tadi turun dari lantai atas. Lalu ia memanggil salah satu pegawainya.

"Tolong ikuti dia. Jangan sampai kau terlihat olehnya," kata wanita itu.

"Baik, Sensei." Pegawai itu bergegas mengikuti Nathalia dari kejauhan.

Wanita itu mengamati Nathalia yang sedang menunggu kendaraan di seberang sana.

Nathalia Tavisha. Tugasmu akan berat kedepannya. Semoga kamu bisa menghadapi itu.

Persiapan

Setelah menunggu beberapa saat, kendaraan yang dimaksud sudah datang. Nathalia meminta dirinya untuk di antar ke rumah bibinya.

Di tengah-tengah perjalanan, Nathalia memikirkan bagaimana nasib bibinya selama ia bekerja di kota Jalundra. Ia tidak ingin bibinya tinggal sendirian. Lalu ia mendapat ide. Nathalia menghubungi seseorang, yaitu Nick, sepupunya. Seingatnya, sepupunya itu belum bekerja sama sekali. Nathalia berpikir daripada di sana ia tidak melakukan apa-apa, lebih baik Nick tinggal bersama bibinya. Dengan tenaganya yang masih muda, Nick dapat membantu Anne mengurusi ladang.

[ Halo, Nick. Lagi apa?? ]

[ Oh, Kak Nat. Lagi nganggur saja. Ada apa?? ]

[ Bisakah kamu tinggal bersama bibi Anne?? Aku mendapat kerja di kota Jalundra. Rott Restaurant. Sepertinya aku akan bekerja sebagai pelayan di sana ]

[ Tentu saja, Kak. Besok aku akan pergi ke sana ]

[ Terimakasih, Nick ]

[ Sama-sama, Kak Nat ]

Setelah mendengar persetujuan Nick, Nathalia merasa lega. Tidak ada lagi yang perlu dikuatirkannya saat ini.

Beberapa saat kemudian, Nathalia sudah sampai di rumah.

"Bi... Bibi..." Nathalia tidak melihat keberadaan bibinya di sana. Lantas ia mencoba memeriksa di ladang yang terletak di belakang rumahnya. Mungkin bibinya ada di sana.

Dugaannya benar. Anne sedang berada di sana memetik jagung yang siap dipetik.

"Bibi. Aku pulang."

"Oh, Nathalia. Cepat sekali," kata Anne terheran-heran.

"Iya. Aku sudah diterima kerja," kata Nathalia.

"Syukurlah. Mulai kapan kerjanya??"

"Minggu depan. Dan aku akan bekerja di pusat kota. Kota Jalundra."

"Jalundra ya..."

Nathalia sedikit mengetahui kota tersebut. Kota yang dikenal tingkat kejahatannya yang tinggi. Walaupun penjagaan sudah diperketat, namun tetap saja selalu ada celah bagi para penjahat melakukan kejahatannya.

"Yah, kamu sudah tau gimana kota itu kan??" Tanya Anne.

"Iya, Bi. Aku akan berhati-hati. Itu pasti," jawab Nathalia.

"Baiklah."

"Oh iya, nanti Nick akan tinggal di sini menjaga bibi. Sekalian membantu bibi mengurus ladang tentunya," kata Nathalia.

"Ah... Si Nick itu. Ya sudahlah," kata Anne tersenyum.

Nathalia mengerti maksud dibalik senyuman bibinya. Nick adalah orang yang tidak pernah mengerjakan tugasnya dengan baik. Selalu saja ada kesalahan yang diperbuatnya. Mungkin karena itu, Nick tidak kunjung mendapat pekerjaan.

"Aku yakin dia pasti bisa diandalkan. Mengurus ladang saja pasti bisa," kata Nathalia.

"Yah, bibi tidak terlalu yakin. Tapi bisa dilihat nanti," kata Anne sembari tersenyum.

Malam harinya, Nathalia sedang duduk di atas atap rumahnya. Ia memandangi langit malam yang dipenuhi bintang-bintang.

Tiba-tiba, ia merasa ada yang mengawasinya dari kejauhan. Instingnya mengatakan orang itu sedang berada di atas pohon, tidak jauh dari rumahnya.

Nathalia mencoba memeriksanya. Dengan keahlian parkournya, ia dapat bergerak dengan lincah. Meloncat kesana-kemari, dari dahan ke dahan dapat ia lewati dengan mudah. Ia terus mengikuti instingnya. Semakin lama semakin jauh saja. Sampai akhirnya, ia berhenti di sebuah hutan.

Aneh. Aku tidak merasakan apa-apa di sini. Omong-omong, ini sudah jauh dari rumah ya.

Nathalia hendak kembali ke rumahnya. Baru saja memutar tubuhnya, ia mendengarkan ada suara di depan sana. Nathalia berusaha memfokuskan pada penglihatannya.

Secara tiba-tiba, penglihatannya berubah. Ia seperti dapat melihat suatu objek yang berbeda daripada di sekitarnya. Objek tersebut adalah manusia. Orang itu sedang bersembunyi di balik pohon besar. Setelah diamati oleh Nathalia, pohon itu jaraknya sangat jauh sekali dari posisinya.

Secara perlahan, penglihatan itu menghilang.

Siapa ya itu??

Nathalia tidak ingin menelusuri lebih lanjut. Ia memutuskan untuk pulang saja.

Ketika Nathalia sudah pergi, ada seseorang yang keluar dari persembunyiannya. Ia merasa lega karena dapat bebas dari kejaran Nathalia.

"Gadis itu, seperti senior saja kekuatannya. Hampir saja ketahuan," gumamnya.

Ketika sampai di depan rumahnya, Nathalia melihat bibinya mencari-cari dirinya. Terdengar suara Anne memanggil nama Nathalia. Nathalia heran, mengapa suara bibinya dapat didengar olehnya? Padahal, jaraknya masih sangat begitu jauh.

"Bibi."

"Ya ampun, Nathalia. Habis dari mana saja??" Tanya Anne kuatir.

"Jalan-jalan saja, Bi," jawab Nathalia.

"Ya sudah. Masuk dulu ke dalam. Makan dan istirahat."

"Iya, Bi."

-----

Enam hari berlalu. Nick, sepupu Nathalia sudah berada di rumah Anne sejak tiga hari yang lalu. Nathalia sempat kesal kepadanya karena datang tidak sesuai dengan janjinya. Nick beralasan ia datang terlambat karena ada panggilan kerja, namun hasilnya nihil.

Hari ini, Nathalia akan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut hari pertamanya bekerja. Ia ditemani oleh Nick pergi membeli pakaian untuk ia bawa ke kota Jalundra. Anne memberi saran kepada mereka untuk mengunjungi toko teman suaminya.

Seperti biasanya, mereka berdua harus berjalan kaki terlebih dahulu sebelum menaiki Cyrus.

"Kakak akan bekerja di mana??" Tanya Nick.

"Rott Restaurant," jawab Nathalia.

"Oh, yang di sana?? Di jalan Camville??"

"Itu pas lamarnya. Aku akan bekerja di kota Jalundra." Nick tampak terkejut mendengar Nathalia akan bekerja di sana.

"Wah kak. Kota itu memang indah, tapi mematikan," kata Nick.

"Iya, aku tau. Banyak kejahatan di sana. Tapi penjagaan di sana kan juga ketat. Sepertinya aku akan aman-aman saja di sana," kata Nathalia.

"Semoga saja."

Cyrus sudah tiba. Nathalia memberitahu alamat yang akan mereka tuju.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai. Toko sederhana, lumayan lengkap menjual beberapa pakaian walaupun tidak sebagus di kota Jalundra. Di dalam, Nick membantu Nathalia memilih pakaian yang akan ia kenakan saat tinggal di sana. Nathalia berencana akan tinggal di sana, tempat yang direkomendasikan oleh wanita tersebut.

"By the way, kota Jalundra sangat indah kak. Kota canggih dengan segala teknologinya yang mutakhir. Tak heran jika banyak penduduk kita yang pindah ke sana untuk bekerja. Tapi kenapa hanya sedikit saja orang yang kembali ke sini ya??" Tanya Nick.

"Entahlah. Itu juga terjadi kepada orangtuaku. Mereka pergi ke sana lalu tidak pernah kembali lagi. Ternyata mereka sudah tidak bernyawa lagi," kata Nathalia menanggapi.

"Iya, Kak. Aku tau itu. Ada juga yang tidak diketahui keberadaannya kak. Bahkan jasadnya saja tidak ditemukan."

"Entah, Nick. Petinggi kota sana seperti menutupi hal itu."

Setelah selesai memilih beberapa pakaian, mereka segera membayar lalu pulang. Sembari menunggu Cyrus datang, Nick bercerita tentang kesehariannya mengurusi ladang di rumah bibinya.

Pada awalnya, Nick sedikit kebingungan melakukan tugasnya walaupun Anne sudah menjelaskan dengan sangat jelas. Akan tetapi, Nick yang memang pada dasarnya kesulitan dalam memahami apa yang dijelaskan kepadanya, hasilnya adalah ia sangat lamban dalam bekerja. Hal ini diakui oleh Nick mengapa dirinya belum mendapat kerja. Tidak seperti Nathalia yang mudah mendapatkan kerja.

Nick juga protes kepada Nathalia mengapa ia yang dipilihnya untuk mengurusi ladang itu. Nathalia beralasan tujuannya untuk membiasakan Nick cepat memahami apa yang dijelaskan kepadanya. Dengan alasan tersebut, akhirnya Nick mau mengurus ladang itu.

Saat berbincang itu, Nathalia kembali merasakan ada seseorang yang mengawasi mereka. Ia celingukan mencari orang itu. Instingnya mengatakan orang itu sedang berada di atas pohon, letaknya jauh di seberang sana.

Nick heran melihat Nathalia yang kepalanya bergerak kesana-kemari.

"Ada apa, Kak Nat???" Tanya Nick.

"Apa kamu lihat seseorang di sana??" Tanya Nathalia sembari menunjuk ke arah pohon besar itu. Nick memicingkan matanya.

"Tidak ada siapa-siapa. Lagipula pohon itu jauh sekali," jawabnya. Nathalia mengangguk pelan.

Tanpa sadar, Nathalia seperti dapat melihat orang tersebut dengan penglihatannya. Ia heran sekali. Warna orang tersebut dalam penglihatannya berwarna berbeda daripada di sekitarnya. Bukan hanya benda mati, bahkan makhluk hidup seperti hewan saja ia tampak berbeda. Warnanya biru dari kepala sampai ujung kaki.

Dengan penglihatannya itu, Nathalia mengetahui orang tersebut sedang bersandar pada batang pohon. Nick yang kebingungan mencoba meneropong menggunakan tangannya.

"Tidak terlihat apa-apa kak," katanya.

"Aneh sekali kamu tidak bisa melihatnya," kata Nathalia.

"Mungkin khayalan kakak."

"Mungkin saja."

Cyrus telah datang. Nathalia teralihkan pandangannya. Seketika itu juga, penglihatannya normal kembali. Nathalia mencoba melihat ke arah pohon itu lagi, berharap penglihatan ajaib itu kembali. Akan tetapi, sepertinya tidak.

Hmm, mungkin benar cuma imajinasiku saja.

Sampai di rumah Anne, Nathalia ingin menceritakan kejadian itu kepadanya. Ia menunggu waktu yang tepat.

Malam hari adalah waktu yang tepat karena Anne sedang tidak melakukan apa-apa. Nick sedang melakukan kesibukannya sendiri.

"Bi, boleh aku tanya sesuatu??" Tanya Nathalia.

"Apa itu??" Anne yang hendak menenggak teh nya, tidak jadi karena Nathalia ingin bertanya kepadanya.

"Hmm, aku bingung harus mulai dari mana," kata Nathalia sambil menyeringai. Anne tersenyum.

"Dari mana saja juga boleh. Sama saja kok," kata Anne sembari minum teh.

"Hmm, oh iya dari sini saja. Tadi aku seperti melihat ada seseorang yang posisinya jauh dari posisiku. Sangat jauh sekali. Nick tidak bisa melihat orang itu dengan jelas, tapi aku bisa. Bahkan, aku melihat orang itu memiliki warna tersendiri. Di sekitarnya aku melihat hanya berwarna hitam putih saja. Tetapi, dia memiliki warna biru. Penglihatan itu tidak berlangsung lama. Apa bibi tau apa yang terjadi denganku??"

Anne sedikit kebingungan dengan cerita Nathalia. Ia mencoba mengira-ngira menggunakan logikanya.

"Entah bibi juga tidak tau. Apa itu mengganggumu??" Tanya Anne.

"Tidak sepertinya," jawab Nathalia.

"Ya sudah. Nanti akan bibi cari tau ya."

"Baik, Bi."

"Sekarang kamu tidur. Besok pagi kamu berangkat ke sana. Apa saja yang kamu bawa??"

"Pakaian saja dulu sementara. Kata wanita itu, hanya membawa pakaian saja. Tapi aku tidak yakin. Kalau kurang, aku ke sini lagi," jawab Nathalia.

"Baiklah."

Nathalia pergi ke kamarnya lalu ia beristirahat dan tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!