NovelToon NovelToon

The First Conqueror

[VOL 1] • Prolog

Terlihat seorang anak kecil berdiri menunduk menatap ke sebuah nisan di hadapannya. Semua orang yang tadinya ada di sana, satu persatu mulai pergi. Dan meninggalkannya sendirian. Seolah tidak peduli dengannya.

Mata ungu tua anak itu tampak sangat kosong. Ada air mata yang terus keluar dari sana tanpa henti. Dia hanya diam,  wajahnya benar-benar tampak sangat sedih dengan tatapannya yang benar-benar kosong.

"… kenapa? kenapa aku tidak bisa melihatmu?" dengan mulut bergetar. Anak itu bertanya pada nisan di depannya.

Wajah yang yang tadinya hanya menangis tanpa ekspresi. Sekarang mulai menunjukkan emosinya.

Pahit … sangat pahit. Sedih yang amat sangat menyakitkan. Itulah yang tergambar dari wajah anak laki-laki berusia sembilan tahun ini.

"Kenapa aku tidak boleh memelukmu, waktu itu?" Anak itu bertanya. Tapi tidak ada jawaban atau suara yang membalasnya.

Hanya air … air hujan perlahan turun dengan sangat lembut. Seolah membelai kepala anak itu, karena merasa kasihan.

Wajahnya perlahan semakin hancur. Hancur karena ekspresi rasa sakit dan sedih yang dirasakannya, kini terungkap sangat jelas.  "Siapa? … bu … ibu, siapa yang menemaniku mulai sekarang?" tanya anak itu dengan isak tangis.

"Aku sendirian, sekarang …"

Tubuhnya gemetar, kakinya terasa sangat lemas yang membuatnya perlahan berlutut dan meringkuk. Kepalanya menempel di tanah, tangannya meremas tanah itu. Tanah di mana ibunya sekarang tertidur tenang.

"Huaaaa!" Anak laki-laki itu menangis. Dia menjerit ... Jeritan perasaan karena kehilangan orang yang penting dalam hidupnya. 

Sosok yang selalu ada disaat semua orang meninggalkannya. Dan karenanya lah dia menangis sejadi-jadinya.

"A-aku bersumpah! aku akan menjadi kuat! aku akan buktikan itu pada mereka! aku bersumpah!" Mata ungu anak itu seakan menyala. Saat mengatakan sumpah itu dengan emosi di dalam dirinya.

Hujan yang tadinya gerimis sekarang menjadi sangat deras. Diikuti suara petir menggelegar di langit. Kilatan menyambar kemanapun yang mereka inginkan. Langit terlihat sangat marah sekarang. Seolah ikut marah dengan amarah dari anak itu, dan menjadi saksi dari sumpah yang diucapkannya.

★★★

Kembali ke 4 tahun sebelumnya.

Terlihat seorang wanita cantik berambut hitam panjang, duduk bangku yang ada di taman. Mata ungu mudanya menatap kearah tiga anak-anak yang terlihat sedang bermain kejar-kejaran di taman.

Terlihat senyum di wajahnya yang tampak sangat pucat, saat melihat ketiga anaknya yang paling muda bermain bersama. Namanya adalah Elsa Van Bramasta. Ratu dari kerajaan Brama.

"William, kau jangan berlarian seperti itu," Elsa berteriak memberi tahu anak ketiganya itu.

"Ya bu," William yang mendengarnya hanya tertawa menyahuti suara teguran ibunya. "Kalian berdua, sini …," William lalu meraih tangan mungil kedua adiknya itu. 

Dia adalah William Van Bramasta, wajahnya terlihat sangat mirip dengan ibunya, akan tetapi warna matanya lebih gelap dibanding warna mata ibunya. Dia juga memiliki rambut hitam kurus sama seperti Elsa.

"Ka'ak ayo main lagi," anak perempuan lucu berambut perak, terlihat menarik-narik William, dan mengajaknya bermain lagi. Namanya adalah Lisbet Van Bramasta, anak terakhir dari Elsa, sekaligus aduk kedua William 

"Iya kak, ayo," sambung anak laki-laki berambut hitam ikal, dengan wajah memohon. Dia bernama Richard Van Bramasta, dan sekaligus adik pertama William

"Tapi lihat," William menoleh ke arah ibunya yang duduk sambil memperhatikan mereka. "Ibu bisa marah kalau kita main kejar-kejaran terus," jelas William berbisik kepada keduanya.

"Eeee—," keduanya yang mendengar itu, mengeluarkan suara keluhan ke arah William.

Sedangkan, William hanya bisa tersenyum kecut melihat keduanya. "Kita jalan-jalan di taman aja oke?" ajak William.

"Hum!" Keduanya pun langsung mengangguk bersamaan setelah mendengar ajakan kakak mereka.

★★★

William sekarang menuntun adik laki-laki dan perempuannya yang baru berumur 7 dan 5 tahun. Mengelilingi taman sambil melihat-lihat tanaman yang ada di sana.

Disaat ketiganya masih berjalan. Tiba Lisbet melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Kakak, itu apa?" Lisbet menunjuk ke arah hewan kecil yang baru saja terbang melintas di depannya.

"Hm?" Richard yang juga melihatnya hanya diam, sambil mengamati objek terbang itu dengan wajah tertarik.

Hewan itu memiliki warna emas kehijauan. Yang membuat keduanya sangat kagum dengan kecantikan warnanya.

"Ah, itu kumbang," kata William memberi tahu nama serangga itu. William tidak tahu apa nama kumbang itu. Jadi dia hanya memberitahu keduanya jika nama serangga itu adalah kumbang  

"... umbang?" Lisbet dengan wajah polosnya mengulangi nama yang William sebutkan. 

"Ya, itu Kumbang, bukan umbang," balas William dengan senyum di wajahnya sambil membelai kepala adiknya itu.

"Kumbang…," sekali lagi Lisbet menggumamkan nama serangga itu. Namun, kali ini ia benar dalam pengucapannya.

Di Sebelah mereka, Richard terlihat hanya diam mendengarkan kakaknya yang mengajarkan adiknya dalam mengeja nama serangga itu. Dengan tatapan penuh rasa ketertarikan.

"Kakak, boleh tangkap?" tanya Lisbet dengan polosnya.

"Eh?" William langsung memasang wajah bingung. Bagaimana caranya menangkap kumbang yang terbang itu, pikirnya sekarang.

Richard masih diam, dia hanya mengamati kakaknya yang terlihat kebingungan. Richard sebenarnya juga ingin kakaknya menangkap kan kumbang itu untuk mereka berdua.

"T-tapi itu susah menangkapnya sekarang," balas William dengan wajah canggung.

"Eeee," Mendengar jawaban itu keluar dari mulut kakaknya. Keduanya hanya bisa mengeluarkan nada keluhan mereka seperti sebelumnya.

"K-kalau begitu, kita jalan lagi, siapa tau nada kumbang yang nggak terbang. Nanti kakak tangkap kan buat kalian," kata William, mencoba menghibur keduanya dengan rayuan.

"Um~," keduanya langsung mengangguk senang saat mendengar itu.

Dengan ini, ketiganya pun berjalan sepanjang taman sambil mencari kumbang yang mereka cari. Tapi—.

Disaat ketiganya masih asik berbincang sambil mengamati taman, saat itu Elsa memanggil ketiganya.

"Kalian bertiga. Ayo masuk, di sini semakin dingin," panggil Elsa sembari berjalan ke arah ketiga anaknya.

Hari semakin sore, dan angin juga semakin terasa kuat berhembus. Elsa hanya tidak ingin ketiga anaknya sakit karena cuaca yang kurang baik ini.

"Kakak, kakak, ibu memanggil," kata Richard sambil menarik-narik lengan baju William.

William yang juga sudah tau, membalas adiknya itu dengan menepuk-nepuk kepalanya dengan sayang.

"Kalau gitu, ayo kita kembali," ajak William.

"Um," Lisbet dan Richard pun mengangguk bersamaan.

'Syukurlah,' dihatinya William mengatakan ini. Jujur William terselamatkan karena ibunya memanggilnya. Jika tidak, entah harus berapa lama lagi dia mencari kumbang itu untuk kedua adiknya.

...★★★...

...Dukung Karya ini bila suka dengan, Like dan Vote.~ Dan terima kasih atas Like dan Vote-nya....

...🙏🙏🙏...

......★★★......

[VOL 1] • Janji

Sekarang William bersama dengan semua saudara dan kedua orang tuanya, berada di ruang makan.

Ruang makan yang sangat besar, bahkan mejanya saja mampu untuk menampung 50 orang untuk makan bersama.

Terlihat banyak sekali pelayan dan kesatria yang berjajar rapi di sekeliling ruangan itu.

Orang mengenakan pakaian abu-abu yang berada di sebelah Elsa adalah Desir. Raja dari kerajaan ini. Dia juga ayah kandung dari kelima anaknya.

"Ayah," panggil gadis berambut hitam ikal. Dia adalah Eria van Bramasta. Anak tertua sekaligus kakak pertama William. 

"Hm? ada apa?" Sahut Desir sambil menoleh kearah anak perempuannya.

"Aku mau meminta Izin—," kata Eria sambil merajuk.

Desir dan yang lainnya menatap heran ke arah Eria. Karena sangat jarang ia, memasang wajah seperti itu. Biasanya dia adalah anak paling beringas dimana dan kapan pun.

Desir menatap heran kearahnya. "Ada apa? mengapa kamu memasang wajah aneh seperti itu, Eria?"

"Aneh? Asal ayah tau, aku baru mencoba bertingkah seperti anak perempuan pada umumnya," keluh Eria dengan menunjukkan wajah aslinya.

"Hmmm," Desir memasang wajah lurus saat melihat tingkah anaknya yang tomboy satu ini. "Jadi apa yang kamu mau?" tanya Desir.

"Aku mau minta izin, besok minggu depan, aku akan kembali ke akademi," katanya dengan ngotot. Ini sama seperti dia tidak meminta izin, tapi lebih memaksa untuk di beri izin.

"Eria, kita sedang makan kamu harus jaga sikapmu," tegur Elsa dengan senyum di wajahnya. Tapi senyuman itu terlihat sangat menakutkan.

"M-maaf bu," sahut Eria, sambil merasakan keringat dingin mengalir dari punggungnya.

"Eria, bukannya kamu liburan sekarang? tapi kenapa minggu depan kamu akan kembali ke akademi?" tanya Desir. Baru saja kemarin dia kembali dari akademi dan sekarang dia berpamitan untuk kembali lagi, sedangkan ini masih libur. pikir Desir.

"Ya, ayah. Aku ingin mengikuti pelatihan ekspedisi labyrinth bersama para seniorku. Aku juga sudah mendapat izin dari guru. Dan mereka mengizinkannya," jelas Eria dengan wajah sumringah. "J-jadi ayah bolehkah aku mengikutinya," sekali lagi Eria bertingkah layaknya gadis normal saat mengatakan itu.

Desir memandang ke arah istrinya, dan Elsa mengangguk membalas tatapannya.

"Hmm … baiklah, aku mengizinkannya. Tapi ingat, berhati-hatilah, ekspedisi labyrinth mau itu hanya latihan, tetaplah berbahaya," Desir menasehatinya. 

"Ya ayah aku mengerti~, juga terima kasih~," terlihat senyum lebar dia wajah Eria sekarang.

William yang mendengar percakapan ayah dan kakaknya memasang wajah penasaran. "Ekspedisi labyrinth? apa itu?" tanya William.

"Ekspedisi, bisa dibilang menjelajahi suatu tempat sangat misterius yang belum pernah dijelajahi. Sedangkan labyrinth adalah tempat yang lebih seperti dunia di bawah tanah, dengan banyak sekali monster berbahaya di dalamnya," orang yang menjawabnya adalah Rain. Anak kedua sekaligus kakak kedua William. Dia memiliki rambut perak seperti Lisbet, mungkin dialah yang paling mirip dengan ayahnya yang juga memiliki rambut perak. Dia berumur 11 tahun sekarang dan dua tahun lebih muda dari kakaknya Eria.

Mendengar itu William memasang wajah kagum pada kakaknya Eria. "Woah~ kakak, bukankah itu keren!"

Mendengar keterkaguman adiknya, Eria menunjukkan senyum sombong di wajahnya, sambil membusungkan dadanya yang bahkan belum tumbuh itu. 

"Hump! tentu saja, kakak memang sudah keren dari dulu~." Dia sangat senang saat adiknya memuji dirinya. 

"Uhum, kalian berdua jangan terlalu banyak bicara saat kita sedang makan," sekali lagi Elsa menegur anak-anaknya.

"M-maaf," keduanya pun langsung menunduk meminta maaf dan terdiam.

★★★

Keesokan harinya. 

"William, akan kupancing mereka keluar kamu bersiap," Rain dari kejauhan berteriak memberitahu William.

"Ya," William yang sudah bersiap di tempatnya menjawab seruan kakaknya.

William mencengkeram pedang yang ia pegang dengan kedua tangannya lebih kuat.

Disisi lain Rain terlihat mengendap melompat dari satu pohon ke pohon yang lain. Dia sekarang sedang memancing kelinci bertanduk yang mengejarnya di belakang, ketempat William.

William hanya diam mengamati pergerakan kakaknya itu. Dari situlah dia bisa mengira-ngira dimana posisi hewan buruan mereka sekarang.

Saat Rain sudah berjarak 10 meter dari William. Dia langsung melompat ke belakang adiknya itu.

[Keuuack!]

Disaat yang hampir bersamaan dua kelinci bertanduk melompat dari balik semak.

William yang sudah bersiap dari tadi, langsung menebas mereka.

"Haaa!" Satu tebasannya mengenai salah satu kelinci bertanduk itu.

*Siing

Kelinci bertanduk itu langsung terbelah menjadi dua bagian.

Satunya yang masih hidup, langsung berbalik karena melihat temannya mati dibunuh oleh William

"Kakak! satunya melarikan diri!" William langsung memberitahu kakaknya.

"Serahkan padaku!" Rain yang juga menyadari itu, menggunakan tombaknya langsung menyerang hewan buruan mereka yang mencoba melarikan diri itu, dengan cara melempar tombaknya lurus kearah buruannya itu.

Tapi sayang kelinci bertanduk dengan lincah melompat ke samping menghindarinya. Lalu menghilang diantara semak.

"Cih! Sial dia lolos!" Rain juga merasa kesal karena serangannya gagal mengenai sasaran.

"Maaf kak, seharusnya aku lebih gesit," William merasa bersalah karena dirinyalah salah satu hewan buruan mereka lepas.

"Hahh, tidak itu bukan salahmu. Makhluk itu memang sangat lincah. Bahkan kita perlu menjebaknya seperti ini, agar bisa mendapatkannya. Walau hanya dapat satu, tapi ini sudah cukup," kata Rain mencoba menghibur adiknya yang terlihat merasa bersalah.

Rain yang melihat adiknya sama sekali tidak merespon. Mencoba mencari pembahasan lain.

"Sebelum pulang, bagaimana kali kita panggang dan makan ini dulu," ajak Rain sambil menenteng hewan buruan yang mereka berdua dapatkan.

"Ya," balas William singkat.

★★★

Beberapa saat kemudian.

"Wil, ambilah ini. Awas masih panas," Rain memberikan sepotong daging panggang hasil buruan mereka kepada William.

"Terima kasih," balas William. Terlihat William meniup-niup daging yang baru selesai dipanggang itu. Lalu memakannya. "Woaah~ aku tidak menyangka akan seenak ini," ini adalah pertama kalinya William diajak berburu kakaknya. Dan juga pertama kali dirinya memakan hewan hasil buruannya.

Rasa manis dari daging segar serta lemak daging yang meleleh di mulut benar-benar memanjakan lidahnya. Walau tanpa garam sekalipun, daging ini masih terasa enak.

"Baguslah kalau kamu suka," balas Rain dengan senyum senang melihat adiknya.

"Kak, aku dengar kamu minggu depan akan melakukan upacara kebangkitan roh," tanya William sambil memakan daging panggang yang dia pegang.

Rain mengangguk. "Yah, jujur aku sedikit gugup. Hahaha," terlihat Rain memasang wajah kecut, dengan tawa bermasalah.

"He? Kenapa?" William hanya heran mengapa kakaknya malah memasang ekspresi seperti itu.

"Mau bagaimana lagi, aku tidak terlalu terbiasa dengan acara seperti itu, jadi aku gugup," Rain hanya mengatakan yang sebenarnya.

Membayangkan dirinya berada di posisi kakaknya, William perlahan mulai memahami apa yang dirasakan kakaknya sekarang. Dirinya juga sering merasa gugup jika di ajak ke acara perjamuan atau semacamnya.

"Yah, benar juga," balas William dengan senyum bermasalah.

"Tapi kelak kamu juga akan mengalaminya William,"kata Rain.

"Aku penasaran sebenarnya untuk apa upacara itu."

"Itu hanya sebagai pembuktian bahwa kita adalah penggunan roh, kepada seluruh orang di kerajaan ini," jelas Rain.

Apa hal itu memang perlu dilakukan? pikir William. Tapi ada hal yang lebih menjadi pertanyaannya sekarang.

"Oh iya kak, tapi bagaimana jika kita tidak memiliki kekuatan roh pada tubuh kita?" 

"Itu tidak mungkin, semua anggota kerajaan adalah pengguna roh. Ayah dan ibu bahkan pengguna roh, jadi sudah pasti karena kita anak mereka, pasti kita juga pengguna roh, bukan?" 

Rain hanya berpikir karena mereka adalah keturunan pengguna Roh maka sudah pasti jika mereka juga adalah pengguna roh. 

Sebuah pemikiran yang sederhana. Dan William juga sependapat dengan hal itu.

"Ya kamu benar juga kak, ahaha … aku terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu," katanya sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Tapi William, jika kamu besar kelak, aku yakin kamu pasti akan menjadi pengguna roh yang hebat."

"Hm? Bukankah kakak lebih pantas untuk itu?"

William hanya tidak paham apa yang membuat Rain mengatakan itu mengenai dirinya. Menurutnya kakaknya lah yang jelas lebih hebat darinya.

"Tidak, saat aku seusia mu aku bahkan tidak pandai menggunakan pedang, berbeda denganmu yang terlihat sangat mahir dalam berpedang, seperti sekarang." Rain yang mengatakan apa yang dia lihat dari sudut pandangnya. 

Seorang pengguna roh. Kehebatan mereka tidak hanya dilihat dari kemampuan mereka dalam mengendalikan dan memanipulasi energi roh. Tapi juga kecakapan dalam menggunakan senjata.

"Tapi yang mengajariku pedang adalah kamu kak. Bahkan kamu lebih hebat dalam menggunakan tombak," William hanya tidak setuju dengan pemikiran kakaknya ini. Baginya kakaknya lah yang jelas lebih hebat darinya.

"Tapi kamu bisa mengembangkan apa yang aku ajarkan Wil, itulah yang membuatku kagum." Rain sadar adiknya sangat lah cepat dalam memahami sesuatu. Tidak dipungkiri bahkan apa yang diajarkan bisa dipelajari adiknya ini dengan sangat baik.

Walau itu hanya sebatas dasar berpedang. Tetap Rain sadar bahwa adiknya sangat berbakat dalam hal ini. Dan itulah yang membuatnya lebih lihai dalam menggunakan pedang dibandingkan dirinya.

Rain pun melanjutkan. "Pokoknya, saat kita besar kelak. Kita berdua akan menjadi kesatria roh terhebat di kerajaan ini, dan mengalahkan Eria, oke!"

"Ya!" sahut William dengan wajah semangat.

*Sebuah janji yang tidak sengaja terbentuk dari ucapan kakak beradik ini.*

...★★★...

...Dukung Karya ini bila suka dengan, Like dan Vote.~ Dan terima kasih atas Like dan Vote-nya....

...🙏🙏🙏...

......★★★......

[VOL 1] • Saudara.

Hari upacara kebangkitan pun tiba.

William sekarang berada di ruang tahta. Tempat di mana upacara kebangkitan ini akan dilakukan.

Dia sekarang bersama kedua adik dan kakaknya Eria. Ada dua pelayan yang menemani mereka juga di belakang.

"Kak, apa kamu tau ibu di mana?" tanya William. Dari tadi dia tidak melihat ibunya, sama sekali.

"Um … aku juga tidak tahu," jawab Eria. "Mungkin ibu sekarang sedang ada acara lain."

William merasa ada yang aneh dengan kakaknya. Saat melihat ekspresinya yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Dan juga entah mengapa dirinya  juga merasakan perasaan tidak enak.

Lisbet yang memperhatikan raut wajah William, saat itu menarik-narik lengan baju William.

"Kak Wil, kakak gak papa?" tanya Lisbet.

Richard yang juga ada di sana, hanya diam. Tapi di wajahnya tampak jelas bahwa dia juga khawatir dengan William yang terlihat gelisah.

"Ya, aku tidak apa-apa," William tersenyum.

"Lihat, sepertinya acaranya akan segera dimulai." 

Mendengar Eria mengatakan itu. William secara spontan langsung menoleh kearah mimbar yang ada di depan.

★★★

Terlihat ada tiga kakek-kakek mengenakan jubah putih berjalan ke arah kearah altar acara.

Semua tamu yang tadinya riuh, dalam sekejap berubah hening.

Kakek-kakek yang mengenakan jubah paling mewah terlihat berdiri yang paling depan. Di kedua tangannya ada bola kristal seukuran kelapa, berwarna transparan.

"Semuanya, terima kasih karena kehadiran kalian. Hari ini, adalah hari yang sangat spesial bagi kita semua." Kakek itu dengan suara keras berbicara didepan para tamu undangan.

"Karena hari ini akan menjadi saksi di mana anak kedua dari Yang Mulia Desir Van Bramasta, yaitu Pangeran pertama Rain Van Bramasta. Akan melakukan upacara kebangkitan."

*Upacara kebangkitan pada dasarnya bukan benar-benar membangkitkan roh, melainkan lebih seperti pembuktian didepan semua tamu yang hadir, bahwa Rain adalah pengguna roh dan juga sebagai bukti kebangsawanannya.*

William merasakan jantungnya tiba-tiba berdebar kencang, saat mendengar nama kakaknya di panggil. Entah mengapa William merasa bangga saat mendengar itu.

Sayangnya William yang tubuhnya kecil, tidak bisa melihat Rain, karena tertutupi oleh para tamu yang hadir.

"Wil, apa kamu mau melihatnya dari dekat?" ajak Eria.

"Tapi kak, apa memang tidak apa-apa, bukankah acara ini memang dikhususkan untuk bangsawan?"

"Yah, memang siapa yang berani melarang kita, ayo!" balas Eria, lalu berjalan mengajak ketiga adiknya mendekat ke altar acara. "Lagi pula bukankah kita juga bangsawan? Dan bangsawan status paling tinggi, juga."

Tapi, William tidak bergerak selangkah pun dari tempatnya.

"Wil? Ada apa?" tanya Eria.

"Sepertinya, lebih baik kita di sini saja, aku khawatir …  jika Ric dan juga Lis akan terhimpit diantara para tamu," kata William dengan wajah sedikit menyesal, sembari memandangi kedua adiknya yang ada di sebelahnya.

"Hahh, benar juga … mungkin memang tempat ini yang terbaik untuk kita," kata Eria dengan wajah tidak peduli. Sebenarnya dia juga tidak terlalu tertarik dengan acara seperti ini. 

Dia hanya menawarkan William, karena saat itu dia memperhatikan kalau sepertinya William sangat ingin melihat Rain.

Tapi, Eria juga setuju dengan William, mengingat Lisbet dan Richard yang masih kecil, bukan tidak mungkin jika apa yang dikatakan William sebelumnya akan terjadi.

"Jika, pangeran ingin melihat lebih dekat, apa perlu aku buat jalan agar pangeran dan putri bisa mendekat," Pelayan yang berdiri di belakang mereka dan mendengarkan memberikan usulan ini, kepada keduanya.

"Tidak, itu tidak perlu, aku tidak ingin mengganggu acara ini," balas William.

"... Baiklah, jika memang itu yang Pangeran inginkan," balas pelayan itu sambil membungkuk sopan.

★★★

Dari kejauhan, William melihat Rain naik ke altar, lalu meletakkan tangannya di kristal yang di pegang kakek berjubah mewah itu menggunakan kedua tangannya.

Sesaat setelah Rain menyentuhnya,  kristal itu tiba-tiba bersinar biru sangat terang.

"Woaah—," semua tamu yang ada terdengar mengeluarkan suara keterkaguman mereka.

"Indah," William juga sama dibuat kagum dengan pemandangan yang dia lihat.

"Yah, seperti yang diharapkan dari Rain," Eria yang melihatnya hanya tersenyum sambil memuji adiknya.

"Apa aku kelak juga akan seperti itu?"

Secara tidak sadar William menggumamkan itu 

"Bukankah itu sudah jelas!" Eria yang mendengarnya langsung menjawabnya. Lalu memeluk adiknya itu. "dan aku yakin kamu pasti akan lebih baik darinya, Wil~." Tampak jelas wajah bahagia saat dirinya memeluk William.

Namun William tampak sebaliknya, wajahnya sekarang memerah karena malu dengan kelakuan Eria.

"K-kak?! Jangan melakukan hal seperti ini di keramaian, aku malu dilihat para tamu," kata William sambil melirik ke para tamu di sekitarnya yang tersenyum melihat kedekatan mereka berdua.

"Eh? Kenapa, padahal Lis suka lo," Eria mengeluhkan itu. Lalu memeluk Lisbet sebagai gantinya. "Iyakan, Lis~?"

"Um~," Dengan wajah bahagia Lisbet mengangguk. 

"Apa Ric juga mau kakak peluk?"

"Nggak, terima kasih," balas Richard spontan.

"Eh?! Kenapa?!"

"Itu memalukan kak!" balas Richard sambil membuang wajahnya, ke arah lain.

"Eeeh!?" Eria hanya bisa memasang wajah sedih, dia tidak percaya sudah ditolak oleh kedua adik laki-lakinya di hari yang sama.

★★★ 

Acara pun sekarang sudah selesai, satu persatu para tamu yang hadir mulai meninggalkan tempat ini.

William dengan ekspresi canggung terlihat berjalan ke arah, Rain. Yang sekarang berdiri sendirian di balkon.

Dia sepertinya sedang memandangi suasana malam kota dari sana.

"Kak, Rain."

Rain yang mendengar suara adiknya, pun menoleh. "Wil? Apa ada sesuatu?" 

Dia sedikit terkejut karena melihat adiknya yang ternyata masih ada di sini.

"Tidak, itu, um … selamat ya kak," kata William. "Selamat, karena mulai sekarang kamu sudah resmi menjadi pengguna roh."

"Apa kamu kemari hanya untuk itu?" tanya Rain.

"Y-ya," William memasang wajah canggung, sambil menjawab pertanyaan Rain. Apa mungkin kakaknya mengharapkan hadiah darinya? Pikirnya saat ini

Rain pun tersenyum. "Terima kasih … kamu harus juga segera menyusul ku oke," ucapnya sambil menepuk-nepuk pundak adiknya.

"Yah! Aku pasti akan menyusul kalian berdua!" sahut William, dengan wajah bersemangat. 

Tentu saja dia ingin menjadi sama seperti Eria dan Rain yang sekarang sudah benar-benar menjadi pengguna roh.

Mendengar itu Rain sangat senang. "Bagus! Aku suka semangatmu, hahaha," ucapnya sambil mengacak-acak rambut adiknya itu.

★★★

...*Kerajaan Brama adalah kerajaan yang dijuluki The Kingdom Of Holy Knight. Itu karena sejarah kerajaan ini yang memiliki pengguna roh terkuat di dunia, setiap masanya....

...Bagi anggota keluarga kerajaan Pengguna Roh bukan hanya saja sebagai kewajiban. Melainkan juga sebuah hal yang sangat sakral, karena itu akan sama saja dengan membuktikan status kebangsawanan mereka, kepada semua rakyatnya.*...

...★★★...

...Dukung Karya ini bila suka dengan, Like dan Vote.~ Dan terima kasih atas Like dan Vote-nya....

...🙏🙏🙏...

......★★★......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!