Hari ini, pagi hari terasa begitu menyejukkan bagi Hou. Setelah 10 bulan ia menjabat sebagai raja, ia baru bisa menikmati sejuknya pagi tanpa di khawatirkan oleh suara kasimnya yang begitu berisik di setiap pagi hari.
"Yang Mulia" ucap seorang pelayan perempuan dengan membawa sebuah nampan di tangannya.
Hou hanya tersenyum tanda memperbolehkan pelayan cantik itu menghidangkan secangkir teh krisan kesukaannya.
Hou pun menenguknya sedikit sambil menikmati aroma embun yang masih begitu kental.
Grakk... suara deritan kursi kayu membuat kening Hou berkerut. Ia pun menoleh pada sumber suara. Dan nampaklah kakaknya, Haru, disana. Tengah duduk dengan senyuman manis yang setia bertengger di wajahnya.
Hou pun tersenyum dan hendak melangkah kearahnya. Namun seketika tubuhnya seperti mati rasa dan ia pun terduduk di lantai. Bruk..!
Hou mengernyit ketika tawa lantang dari Haru menyengat gendang telinganya. "Apa?" Ucapnya dalam hati karna bibirnya terasa sangat keluh dan suaranya tak mau keluar.
"Bagaimana Hou? Ahh salah! Kaisar terhormat. Apa teh mu sangat nikmat pagi ini?" Ucap Haru tersenyum sinis.
Hou membulatkan matanya ketika Haru menarik sebuah pedang keluar dari sarungnya. Lalu mengacungkan ujungnya pada lehernya.
"Satu tahun aku membiarkanmu duduk di kursi ku Hou. Kini saatnya kau melepaskan semua yang kau miliki dan kembalikan semuanya padaku hahaha"
"Haihh sangat konyol! Seorang kaisar terhormat yang dihormati dan disegani kini berlutut di depan pangeran buangan. Cihh.. bukankah ini pemandangan yang indah Xuexue?"
Dan seorang wanita cantik pun hadir. Langsung meringkuk pada pelukan Haru.
Membuat mata Hou yang tadinya penuh dengan rasa kaget, kecewa dan amarah langsung meredup melihat gadis yang sangat di sayanginya, ratunya, dan wanita yang paling ia cintai di seluruh daratan ini berani pergi ke dekapan lelaki lain tepat di depan matanya.
Rasa kecewa pun tak bisa Hou bendung. Buliran bening mulai menetes perlahan tanpa persetujuan dari pemiliknya. Hatinya terasa sakit namun yang paling ia sesalkan adalah dirinya yang tampak begitu menyedihkan saat ini.
Ia sangat mencintai keluarganya, mengasihinya dengan segenap jiwanya. Namun hanya pengkhianatan yang ia dapatkan.
Senyum sendu pun terbit pada wajah Hou membuat wanita bernama Xuexue itu sedikit merasa bersalah.
Jantung Xuexue berdegup dengan sangat kencang menatap raut wajah suaminya. Ingin rasanya ia menangis meraung raung sambil mendekap tubuh lelaki itu.
Namun ia tak berdaya. Seluruh keluarganya telah di sandra oleh Haru. Dan dia dipaksa ikut bersekongkol hari ini.
Ya! Xuexue hanya sekedar akting saat ini. Ia merasa begitu sakit sekarang. Rasa sakitnya begitu meradang hingga ia pun tak sadar saat kukunya yang panjang melukai telapak tangannya sendiri ketika ia mengepal kuat kuat untuk menahan rasa sesak dadanya.
Namun tidak dengan Haru yang malah tertawa semakin kencang melihat wajah memelas adik semata wayangnya itu. Ia senang melihat wajahnya yang seakan mengemis ingin di kasihani dan meminta pengampunan itu.
"Baiklah! Aku sudah memberitahu kedokku! Sekarang pergilah ke neraka bersama ibumu....!"
Sringgg....
Xuexue langsung beranjak dari duduknya dan menangkap kepala Hou yang dipenggal oleh Haru tepat di depan matanya.
Darah pun mengenai pada pakaiannya. Mengalir turun pada jari jemari Xuexue. Namun Xuexue tak mengindahkan keadaan mengerikan itu.
Air matanya jatuh begitu saja saat ibu jarinya menyeka air mata Hou yang masih hangat ketika menyentuh kulitnya.
"Selamat jalan, Hou..!"
Aku mencintaimu
...* * * *...
Setelah menutup matanya, semua terasa begitu gelap bagi Hou.
Seakan dirinya ditarik paksa untuk tenggelam di lautan yang dingin nan gelap.
Hou pun hanya membiarkan dirinya terus tenggelam tanpa ingin meronta dan menyelamatkan diri dari dekapan sang maut.
Harapannya hidupnya telah hilang. Setelah pengkhiatanan itu terjadi, hati Hou terasa begitu hampa hingga dirinya tak lagi bisa merasa marah atau sedih.
Namun matanya kembali terbuka ketika mendengar seruan permintaan tolong yang begitu lirih nan lembut di telinganya.
Tolong aku tuan
Aku mohon
Bantu lah aku
Dan mata Hou terpaku pada sosok lelaki yang ada dihadapannya. Wajahnya terlihat begitu menyedihkan dengan senyum yang sangat memilukan itu.
Membuat hati Hou terasa seperti disayat sebuah belati ketika menatapnya.
Bantulah aku tuan!
Lagi lagi Hou mendengar kalimat itu. Dan sebuah cahaya menyilaukan pun muncul ketika tangan mereka saling bersentuhan.
Dan kini Hou merasa aneh. Ia merasakan pengap di punggungnya serta suara bising yang membuat telinganya berdengung.
Lino
Linoo
LINOOO
Dan Hou membuka matanya lebar lebar ketika sebuah tamparan keras menghantam pipi sebelah kanannya. "Aww" pekiknya kesakitan.
Ia menatap marah pada seorang wanita di atasnya itu.
"Apa kau liat liat! Cepat bangun dasar pemalas" seru wanita itu kesal sambil menepuk wajah Hou kasar, membuatnya meringis untuk kesekian kalinya.
Hou pun bangun dan menatap kesal kearah wanita yang pergi keluar begitu saja setelah memukul wajahnya berulang kali itu.
Hou pun segera beranjak dari ranjangnya dan bergegas mengikuti kemana wanita itu pergi dengan langkah lebarnya.
Namun ia terpaku saat melihat pantulan dirinya di cermin. Wajah, tubuh, serta penampilannya jauh berbeda dari dirinya yang sebenarnya.
Tubuh ini sedikit lebih pendek, kurus dan memiliki wajah tirus. Hou mengambil sebuah kacamata di atas nakas dan memakainya.
Ia kembali menatap cermin dan sontak mengernyitkan kening parah. Karna dirinya saat ini terlihat seperti orang culun dengan kacamata yang ia gantung di hidung tingginya itu.
"Kakak apa yang kau lakukan?" Seru seorang anak lelaki yang beberapa senti lebih pendek darinya.
Ia memiliki wajah tampan dengan surai hitam yang mengkilat. Belum lagi kulitnya yang seputih susu membuat ketampanan bocah lelaki itu memiliki plus tersendiri.
"Kenapa kau pakai kacamataku? Haih dasar! Kan kotor" omel lelaki itu dengan merebut kacamata yang digunakan Hou lalu mengenakannya.
Hou masih menatapnya dengan seksama. Lelaki itu pun mendengus kesal "Cepat mandi! Apa kau tidak kesekolah hari ini?" Ketusnya kemudian melenggang pergi keluar kamar.
Hou mengikuti langkahnya dan ia terpaku melihat pemandangan di sekitarnya. Ruangan berbeda! Interior asing dan gaya pakaian yang asing.
"Siapa kalian?" Lantang Hou dengan suara berat khasnya. Membuat perhatian semua orang tertuju padanya.
Wanita yang menamparnya tadi pun langsung melemparkan sendok kearahnya dengan cepat! Tapi Hou menangkapnya dengan mudah membuat wanita itu terkejut.
Lalu wanita itu melemparkan beberapa barang lainnya pada Hou. Dan semua barang itu pun di tangkap dengan begitu mudah olehnya.
"Wawww kakak kau sudah berkembang!" Ucap anak lelaki bersurai hitam itu disertai tepuk tangan yang meriah.
Tapi kening wanita itu justru bertaut parah. Menatap Hou dengan penuh selidik.
"Siapa kau!"
*****
Hai, terimakasih sudah membaca cerita ini. Aku benar-benar bersyukur memiliki kalian disini. Terimakasih...
IG : @otvianasofie
See you next time All.
"Siapa kau?"
Hou masih diam di tempat. Ia tak bergeming sedikit pun.
Alis wanita itu semakin mengernyit dengan parah. Wanita itu pun berjalan mendekatinya dan hendak menyentuh keningnya namun Hou menepis tangannya kasar.
"Jangan menyentuhku seenaknya! Atau kau akan ku hukum mati" tegas Hou membuat wanita itu menatapnya semakin tajam.
"Kaisar!" Seru seorang bocah lelaki berumur 7 tahun, menatap Hou dengan mata berbinar binar.
"Apa yang kamu katakan Eric?" Ujar wanita itu bingung.
"Ohh.. ibu dia bukan paman Lino! Dia kaisar! Kaisar Yang Mulia! Apa ibu tidak mengerti?" Seru anak bernama Eric itu pada ibunya.
"Lalu dimana pamanmu?" Tanya wanita itu lagi.
Eric pun menunjuk pada sebuah bingkai foto yang di dalamnya ada potret Lino disana. "Ibu beli lah rangkaian bunga untuk paman! Agar paman bahagia disana"
Seketika semua orang terdiam. Mencerna kalimat yang di ucapkan oleh bocah lelaki itu dengan susah payah.
"Eric jangan bercanda nak!" Lelaki bersurai hitam itu menjewer telinga keponakannya.
"Aww.. paman Ken! Aku tidak berbohong. Paman Lino sudah tiada. Apa aku pernah berbohong tentang segala hal?" Jerit Eric kesakitan.
Kedua lutut wanita itu seketika menjadi lemas dan hampir saja ia terduduk di lantai, namun Hou menangkap tubuhnya dengan cepat. Mendudukan wanita itu pada sebuah sofa yang ada di dekat mereka.
"Eric coba katakan apa yang kau lihat sayang! Jangan berbohong pada ibumu. Atau ibu akan menjadikanmu boneka falak dan menggantungnya di dapur agar tidak ada tikus disana" ancam wanita itu dengan memijit pelipisnya.
Eric pun bergidik ngeri dan mulai berbicara. Sebelum itu Eric menggenggam tangan Hou, atau lebih tepatnya tubuh Lino yang digunakan oleh Hou saat ini.
"Baiklah! Maaf paman kaisar! Ini akan sedikit sakit. Mungkin seperti tersengat aliran listrik kecil. Tapi biarkan aku melihat masa lalu paman Lino agar ibuku tidak menjadikan ku falak. Okey!" Jelas Eric dan Hou hanya mengangguk pelan.
Sebuah cahaya redup memancar keluar dari tubuh Eric. Sebuah sulur setipis benang berwarna putih menjulur kearah Hou dan menusuk masuk ke pelipisnya.
Hou sempat mengernyit karna kaget akan rasa sengatan itu. Namun tak lama kemudian ia sudah mulai terbiasa dengan rasanya.
"Baiklah! Dimana paman mu?" Tanya wanita itu serius.
"Paman pergi jauh ibu! Ia terlihat menderita di sini. Teman temannya membully nya. Guru guru selalu membentak dan meremehkannya" wanita itu langsung lemas mendengar perkataan anaknya.
Jujur ia tak pernah tau bagaimana keadaan Lino di sekolah karna dia sibuk dengan pekerjaannya.
Karna ia adalah tulang punggung keluarga! Jadi ia bekerja keras untuk menghidupi anak dan kedua adik lelakinya seorang diri.
"Teruskan Eric!"
Eric pun kembali berenang ke dalam ingatan Lino "Paman menyelam pada danau gelap. Eric tidak tau tempat apa itu. Tapi paman Lino menghampiri Kaisar Yang Mulia ini dan meminta tolong padanya. Jadi paman kaisar lah yang ada di dalam tubuh paman Lino sekarang" jelas Eric kembali.
"Lalu dimana pamanmu?"
"Lenyap!" "Dia hilang bersama cahaya terang itu. Aku melihatnya! Dia lenyap seperti buih di lautan gelap itu" ucap Hou membuat wajah sedih wanita itu bertambah parah.
"Benar yang dikatakan paman kaisar! Itulah yang terjadi. Jadi paman Lino sudah tiada ibu"
"Emm.. apa kau masih akan menyihirku jadi falak? Aku sudah mengatakan semuanya" ujar Eric gugup.
Wanita itu menghela nafasnya kasar "Tidak! Baiklah kalian pergi lah kesekolah. Kau juga kaisar. Ken akan membantumu" tegas wanita itu dan melenggang pergi dengan raut wajah sedih.
Lelaki bersurai hitam itu, Ken maksudnya. Duduk di hadapan Hou dengan menatapnya penuh keseriusan.
"Tolong jadilah kakakku kaisar. Dia sudah meminta tolong padamu waktu itu bukan?!" ujar Ken dengan nada sedih.
Hou yang bersifat rendah hati dan penyayang itu pun luluh. Walau pun pengkhianatan keluarganya membuatnya sedikit enggan, namun melihat raut wajah Ken yang begitu tulus itu membuat hati Hou seperti di cubit rasanya.
"Baiklah! Tapi aku tidak mengerti apa pun tentang dunia ini. Tolong bantu jelaskan segalanya" pinta Hou dengan helaan nafas lelah.
"Tentu saja! Kau tak perlu khawatir. Emm.. bagaimana aku harus memanggilmu saat di depan orang orang? Apa masih harus memanggil kaisar?"
"Tidak perlu! Panggil saja seperti kau memanggil pemilik asli tubuh ini"
"Baiklah! Lino. Namanya ada lah Lino. Kakakku! Orang yang sangat baik, tapi karna dirinya tidak bisa apa pun dia dianggap sebagai seorang pecundang. Dan di selalu jadi bahan bullyan dimana mana" sedih Ken dengan mata berkaca kaca.
Hou menatapnya kasihan. Ia juga menatap raut wajah Eric yang seperti kehilangan sosok pamannya.
Suasana rumah itu sedang kelabu karna mereka sedang berkabung tapi mereka tak memiliki tempat untuk mengeluh tentang perasaan mereka.
Karna mereka hanyalah sebatang kara di dunia ini. Hanya saling memiliki satu sama lain.
Seharusnya Lino bersyukur masih memiliki keluarga yang mencintainya setulus ini. Jika dirinya menjadi Lino. Ia mungkin akan bersyukur walau semua dunia membencinya tapi keluarga kecil ini masih menyayanginya. Setidaknya ia masih memiliki tempat berpulang yang nyaman dan hangat walau diluar sana terasa begitu menyakitkan.
Begitu pikir Hou. Ia kembali mengingat kejadian di masanya. Mengingat bagaimana saudara serta kekasihnya mengkhianati dirinya yang begitu menyayangi mereka setulushati.
Menjadikannya berfikir. Memang benar semua rakyat menyanjung namanya! Namun nanti jika dirinya melakukan sedikit kesalahan atau menyinggung perasaan rakyatnya? Mungkin rakyatnya akan terus menudingnya.
Mengarahkan semua mata pisau pada dirinya seorang. Mendapat julukan raja bengis. Pemimpin tak berperasaan dan tak becus dalam mengurus negara.
Kalau begitu apa enaknya jadi seorang raja? Dan tak memiliki tempat untuk mengadu lelah dengan nyaman? Tidak memiliki rumah yang nyaman saat lelah dengan semuanya itu?
"Hahhhhh...." Hou menghelana nafasnya kasar dan menepuk nepuk pundak Ken agar tetap tabah.
Lalu Hou menyandarkan punggungnya pada kursi dengan bantalan tebal itu. Enatah apa nama benda ini? Tapi ini sangat nyaman.
Lebih nyaman dari singgah sananya di istana. Dan ruangan ini lebih terasa sejuk karna benda balok yang terus mengeluarkan udara sejuk sedari tadi itu.
Sungguh rumah yang begitu nyaman untuk Hou melepaskan penatnya. Melepas segala pemikiran buruk mengenai segala hal.
Tempat sederhana bagi orang orang abad 21 ini adalah tempat paling nyaman bagi Hou saat ini. Sungguh senang Hou disini.
Dasar Haru bodoh! Aku sudah menyediakannya tempat paling nyaman untuknya menikmati hidup tapi ia malah naik ke ujung tebing! Yang kapan saja bisa membuatnya terjun bebas dengan sekali dorongan. Dasar lelaki bodoh! Kesalnya.
(Mulai part ini Hou di panggil Lino ya guys)
Ken masih duduk disofa ruang tamu rumahnya. Padahal setengah jam lagi jam pelajaran akan dimulai.
"Kak Lino? Apa sudah?" Seru Ken seketika terkejut mendapati kehadiran Lino yang sudah ada di sampingnya.
Ken menatapnya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hanya satu kata yang tepat mengenai penampilan kakaknya itu. Amburadul!
Jas terbalik! Rambut tidak disisir! Sabuk juga tidak di pakai dengan benar dan apa lagi dasi yang iya lilitkan ala kadarnya mengitari leher itu membuat penampilannya begitu kacau.
"Hahh aku lupa kalo kakak ini kaisar zaman dulu! Pasti memakai pakaian saja akan di bantuin oleh para pelayan. Haihhhh...." keluh Ken dan berusaha membetulkan penampilan lelaki di hadapannya ini.
Lino memperhatikannya secara seksama. Mulai dari cara Ken menyisir rambut, mengikat dasi dan yang lain lainnya, hingga penampilannya menjadi lebih rapi dan terlihat seperti murid pada umumnya.
Lino menatap sebuah tongkat kayu di saku jas milik Ken. "Apa aku juga menggunakan benda itu?" Tanyanya dengan menatap lebih dekat seperti apa benda itu.
Ken pun menatap apa yang di lihat olehnya. "Owhh ini? Tidak! Kakak tidak menggunakan tongkat sihir. Karna kakak itu petarung bukan penyihir"
"Aku seorang petarung?"
"Yups!"
"Apa aku menggunakan pedang? Aku ahlinya kalau dengan benda itu" ucap Lino mulai besar kepala.
Ken menggelengkan kepalanya. "Menggunakan itu kak!" Ken menunjuk pada tas hitam yang berisi sebuah pistol dengan moncong panjang.
"Itu terlihat usang! Apa Lino pernah menggunakannya?"
"Tidak! Dia bahkan tak mampu mengangkat benda itu. Berat katanya! Sekarang ayo bawa itu dan kita berangkat ke sekolah. Aku tidak ingin Mr. Griffin menghukumku karna terlambat lagi hari ini" keluh Ken dan menyeret Lino pergi.
...* * * * ...
Dalam perjalanan Ken sudah mengerangkan beberapa mengenai hal dasar yang harus di ketahui tentang dunia ini.
Wilayah ini di sebut dengan dataran Hasley. Penduduknya rata rata adalah seorang penyihir, alkimia, summoner, dan petarung.
Setiap bidang juga ada tingkatannya sendiri. Seperti penyihir yang di bedakan menjadi 6 tingkat dengan 8 level yang berbeda beda keahliannya.
Sementara bagi para petarung hanya ada 2 pilihan. Yaitu petarung senjata dan petarung bela diri.
Dan Lino adalah seorang petarung senjata di tingkat terendah. Dia bahkan belum pernah menggunakan senjata apa pun sampai sekarang. Dia masih belum mampu menguasai baik strategi dan cara pengguanaan senjata dengan baik dan benar.
Namun jika mendengar cerita dari Ken, Lino itu cukup mahir dalam menggunakan bela diri. Namun mengapa dia sering di bully? Itu yang Hou pikirkan sedari tadi.
Jika memang Lino cukup kuat? Kenapa dia tidak melawan para penindas itu dan menyelamatkan dirinya sendiri? Hou pun di buat bingung olehnya.
Lino masih berjalan di dalam koridor kelas. Sedari tadi ia masih mencari di mana letak kelasnya berada.
Jujur saja, Hou ini memang sedikit buta arah! Jadi ia masih sering tersesat. Untung saja di kehidupan yang lalu dia mempunyai ajudan yang kompeten. Jadi ia tak pernah mengalami benar benar yang namanya tersesat itu.
"Lino!" Sapa seorang perempuan dengan raut wajah dingin bak gunung es.
Yang di panggil pum sontak berhenti dan memperhatikan dengan seksama. Berusaha mengingat siapa gadis di depannya ini.
"Kau mau kemana? Ruang kelas mu terlewat Lino" tegurnya dengan nada yang datar.
Lino pun hanya mengerjap kebingungan. Sebenarnya di mana ruang kelasnya itu? Pikirnya.
"Dimana ruang kelasku?" Ucap Lino akhirnya.
Gadis bersurai hitam itu sontak mengernyitkan keningnya. "Apa kau sudah bertambah bodoh? Hingga kelas sendiri saja kau tak ingat. Itu!" Gadis itu menunjuk kearah ruangan yang di penuhi oleh para siswi di depan pintu kelasnya. "Itu kelas mu dasar bodoh!" Lanjutnya dengan nada sedikit meninggi.
Lino pun mengangguk "Terimakasih! Aku sedikit lupa jalan. Sampai nanti nona" seru Lino dan berbalik menuju kelasnya.
Gadis itu terdiam beberapa saat sebelum dirinya mengejar kemana perginya Lino. "Tunggu! Kau tidak ingat namaku? Sungguh?" Tanya gadis itu berjalan disampingnya.
"Tidak! Aku tak mengenalmu" ucap Lino acuh. Gadis itu pun sontak diam di tempat, memperhatikan tubuh Lino yang sudah hilang, masuk ke dalam kelasnya.
...* * * * ...
Lino duduk di bangku paling belakang, dekat pintu masuk. Di depannya duduk seorang gadis dengan wajah imut dan berpenampilan seperti anak kecil. Rambutnya di kuncir dua, dan ia selalu menghisap sebuah permen lolipop rasa strawberry.
"Selamat siang anak anak!" Ujar Mr. Arnold ketika memasuki ruangan.
"Selamat siang!" Serempak para murid dengan sopan.
Mr. Arnold meneliti setiap kehadiran para muridnya. Ia juga mengabsen siapa yang hari ini tidak menghadiri kelasnya.
Lelaki tampan dengan surai perak itu membenarkan kacamatanya. Ia menoleh pada Lino yang duduk di bangku sebrang.
"Hey..psstt...Lino..." bisiknya membuat si pemilik nama menoleh dan menaikan sebelah alisnya, bertanya mengapa dia memanggilnya.
"Hari ini ujian bukan?! Apa kau sudah siap? Hati hati Jovan akan menghajarmu lagi hari ini" ucapnya di sertai kekehan mengejek.
Lino hanya diam di saat beberapa siswa lelaki yang mendengar ejekan itu mulai terkekeh. Namun lelaki yang bernama Jovan itu nampak tak senang melihat Lino yang sedikit berbeda saat ini.
"Jangan di dengar! Mereka hanya sampah yang berani membuli yang lemah saja. Coba sesekali lawanlah aku bodoh!" ucap Fira, gadis yang duduk tepat di depan Lino.
Lelaki berakacamata itu hanya menggidikan bahunya acuh dan kembali memperhatikan Mr. Arnold yang sudah mulai mengawasi gerak gerik mereka.
Lino masih diam. Ia terus memperhatikan sekeliling. Dan menurutnya ada lebih dari separuh murid di kelas ini yang tak menyukai kehadirannya.
Melihat dari cara mereka memandang dirinya yang seperti menatap bongkahan sampah berjalan, tatapan jijik yang menusuk.
Semua murid bangkit dari duduknya. Mereka bersiap menuju arena pertarungan yang ada di lapangan luar. Karna murid kelas mereka rata rata para pengguna senjata, Mr. Arnold lebih suka menggunakan fasilitas luar ruangan agar muridnya bisa bergerak dengan lebih leluasa.
"Apa yang kau tunggu? Ayo kita pindah tempat Lino. Apa kau sakit lagi sekarang?" Ucap Fira menatap lelaki yang masih setia duduk di tempatnya dengan manis.
Lino menatapnya "Baiklah! Dengan kelas mana hari ini kita melakukan pertandingan?"
Fira menatap Lino lama, logat berbicara lelaki itu sedikit berbeda dari biasanya. Bahkan cara berdirinya maupun berjalan tidak sama dengan biasanya. Ada apa dengan Lino? batin Fira masih menatap pria jakung itu lekat lekat.
"Fira?!!" Panggil Lino menyadarkan gadis loli itu dari lamunannya.
"Ah..ya? Kau bilang apa tadi?"
"Dengan kelas mana kita bertarung hari ini Fira?! Itu yang aku tanya kan tadi" ulang Lino menjelaskan.
"Bukankah dengan kelas sebelah?"
"Ahh..baiklah! Apa mereka juga petarung seperti kita?"
Fira terkekeh "Apa kau tidak sudah waras? Atau sedang terserang amnesia mendadak? Di daratan Hasley ini mana ada orang yang bukan petarung Lino! Rakyat biasa saja minimal bisa bela diri. Apa lagi para bangsawan kan keluarga raja!" Jelas Fira dengan menggeleng gelengkan kepalanya.
Lino pun hanya diam tak menyahutinya. Ia hanya mencerna semua yang di ucapkan oleh gadis itu dan memahaminya dengan baik. Ternyata dunia ini lebih keras dari pada dunianya. Semua bertarung! Tidak ada kedamaian yang benar benar damai.
Bagi seorang raja seperti Hou, tentu saja dia merasakan mirisnya hidup di dataran Hasley ini.
Tidak ada hari tanpa bertarung dan mungkin hari ini dan hari hari berikutnya akan menjadi hari yang berat untuknya.
Mengingat tubuh Lino yang lemah dan kurangnya pengalaman bertarung. Membuat tubuh ini terasa jauh lebih kaku dari tubuh Hou yang asli.
"Kita sampai!" Ucap Fira saat mereka sudah sampai di arena pertandingan yang di pagari dengan dinding beton yang menjulang tinggi.
Dan terdapat ratusan kursi yang melingkari arena pertandingan tersebut. Sungguh pemandangan yang menakjupkan bagi Lino.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!