NovelToon NovelToon

Billionaire Bride

CH-1 Pengantin Wanita di Pinggir Jalan

Angin terasa berhembus kencang saat Damian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, meninggalkan area pantai. Dibiarkannya atap mobil mewahnya terbuka, mobil menyusuri jalan beraspal yang meliuk liuk.

Hari ini asistennya tidak bisa menemaninya, dia sedang sibuk mengurus pekerjaan lainnya. Jadi terpaksa dia sendirian meninjau lokasi pantai yang akan dijadikan tempat wisata itu.

Sepanjang jalan yang dia lalui, sangat sepi, hanya satu dua mobil saja yang melewati maupun berpapasan, padahal jalan menuju pantai ini sudah beraspal dengan licin.

Dari kejauhan terlihat seseorang berbaju putih berdiri dipinggir jalan, melambai lambaikan tangannya pada mobil yang lewat didepannya, tapi mobil itu tidak berhenti. Dia juga sama dia tidak menyukai siapapun yang akan menumpang di mobilnya, sangat membuang-buang waktunya, dan dia tidak suka diganggu hal hal yang tidak penting.

Saat melewati wanita itu, Damian pun melewatinya meskipun wanita itu sudah mencoba menyetop mobilnya. Dikaca spionnya terlihat bermunculan orang orang yang sepertinya mengejar wanita itu. Wanita itu tampak kebingungan dan berlari mengejarnya.

“Tuan, Tuan, apakah aku bisa menumpang! Tuan!” teriaknya dengan panik, dia berlari tanpa alas kaki dijalanan beraspal mengejar mobilnya.Damian mengabaikankan.

Wanita itu terus berlari sambil mengangkat gaun pengantinnya. Terlihat orang orang semakin kecang mengejarnya. Sepertinya keluarganya, fikir Damian.

“Hanna! Hanna! Kembali nak! Jangan pergi!” terdengar teriakan orang orang memanggilnya Hanna.

Gadis itu terus saja berlari, dibiarkannya gaun pengantinnya tampak kotor terkena daun daun kering yang menempel.

“Tuan! Tuan! Tolong saya Tuan!” Hanna masih memanggil manggil Damian yang tidak menghiruakannya. Diapun menghentikan langkahnya. Kakinya sudah mulai terasa sakit karena terus berlari dari kejaran oang-orang. Dilihatnya di belakang orang orang semakin mendekat, diapun kembali berlari meskipun sudah lelah.

Damian masih melihat kaca spionnya, dia masih memperhatikan wanita itu yang dikejar kejar banyak orang.  Ternyata meskipun dia menjalankan mobilnya, wanita itu masih berlari menjauhi orang-orang yang mengejarnya. Akhirnya dia menghentikan mobilnya, lalu memundurkannya dengan jarak lumayan jauh dan berhenti di pinggir wanita itu.

“Tuan! Bisakah anda menolong saya? Bolehkah saya menumpang?” tanya Hanna, sedikit menundukkan kepalanya menatap Damian.

“Masuklah,” jawab Damian tanpa menoleh. Senyum lebar langsung mengembang di bibirnya Hanna, diapun segera masuk ke mobil itu. Dia kembali menoleh pada orang-orang yang mengejarnya yang semakin dekat, Damian melihatnya di kaca spion, diapun segera melajukan mobilnya menjauh dari kejaran orang-orang itu yang melambai lambaikan tangannya memanggil Hanna.

Selama perjalanan tidak ada yang berbicara, baik Damian maupun Hanna. Damian termasuk tipe yang tidak banyak bicara dan pembawaannya serius, dia sama sekali tidak peduli dengan wanita yang disampingnya, dia hanya memberikan tumpangan saja.

Hanna membersihkan gaun pengantinnya dari daun daun kering yang menempel di gaunnya. Dia juga tidak menggunakan alas sepatu, sepatu pengantinnya dia lepas dijalan tadi.

Lama perjalanan sudah lebih dari satu jam, tapi wanita yang disampingnya ini tidak juga bicara dia akan turun dimana, akhirnya Damian bertanya.

“Kau akan turun dimana?” tanya Damian.

“Mm nanti sebentar lagi,” jawab Hanna.  Akhirnya Damian diam.

Setengah jam kemudian, ternyata Hanna masih tidak minta turun juga.

“Kau akan turun dimana?” tanya Damian lagi.

“Mm nanti sebentar lagi,” jawab Hanna. Membuat Damian kesal, kenapa wanita ini tidak juga turun dari mobilnya. Saat dia akan bicara lagi, handphonenya bordering, diapun menjawab telponnya dengan handsfreenya.  Mobilpun melaju semakin jauh kearah kota.

Sepanjang jalan Damian terus saja berbicara di telpon. Telpon ditutup langsung ada panggilan yang masuk, begitu terus menerus.

“Pak Damian, anda sudah ditunggu, keluarga besar anda dan tamu tamu sudah hadir,” kata suara di sebrangsana.

“Ya, ya aku sudah diparkiran,” jawab Damian, yang segera memarkirkan mobilnya dihalaman sebuah hotel berbintang  yang sudah dihiasi lampu lampu, ternyata hari sudah gelap.

Damian mematikan hpnya lalu turun dari mobil, dia baru ingat kalau ada wanita yang menumpang di mobilnya.

“Pak Damian!“ panggil seseorang di teras gedung. Damian segera menghampiri pria muda tampan berkacamata itu. Merekapun memasuki gedung.

Di dalam gedung sudah berkumpul banyak orang, kehadiran Damian membuat mereka menoleh dan menyambutnya bersalaman.

Seorang pria paruh baya menghampiri Damian.

“Pak Damian, semua sudah siap, anda tinggal memotong tumpengnya,” ucap pria itu.

“Baik,pak Indra,” jawab Damian.

Seorang wanita cantik berumur dengan gaun bling blingnya yang mewah menghampiri.

“Kenapa kau lama sekali, semua tamu sudah menunggumu, kau hampir membuatku malu,” ucapnya.

“Terimakasih ibu tiriku, kau memang sangat perhatian padaku,” jawab Damian dengan ketus, mengacuhkan wanita itu, melewatinya begitu saja. Membuat wanita yang disebut ibu tiri itu tampak kesal.

Acarapun segera dimulai, Damian memotong tumpeng itu sebagai peresmian proyek real estate perusahaannya yang baru. Terdengar tepuk tangan yang meriah di ruangan itu, tiba-tiba suasana berubah hening, saat muncul ke dalam gedung, seorang wanita dengan gaun pengantinnya yang indah menutupi kakinya.

Semua mata memandangnya, menatap pengantin wanita itu. Pengantin siapakah ini?

Hanna tampak bingung menatap semua orang dalam ruangan itu, yang menatapnya.

Tiba-tiba seorang satpam datang menghampiri Damian.

“Maaf Pak, istri anda ketinggalan di mobil, maksudnya istri anda mencari anda,” ucap satpam.

Mendengar ucapan dari satpam itu sontak membuat semua orang terkejut, lebih-lebih Damian. Kenapa dia lupa kalau dia membawa seoang wanita di mobilnya? Tapi ucapan satpam itu lebih mengejutkan lagi, istrinya?

Suasana ruangan langsung heboh.

“Damian sudah menikah!” teriak Dave, teman Damian.

“Kau, kenapa kau tidak mengabari kami?”

“Kau bilang mau meninjau pulau wisata, ternyata kau menikah di pulau itu!”

“Kau sangat keterlaluan Damian!”

“Kau merahasiakan pernikahanmu dari kami!”

“Benar-benar brengsek Damian! Kau menikah tidak mengundangku!”

“Bahkan kau tidak mengadakan pesta bujang. Benar-benar keterlaluan!”

Berbagai reaksi teman- temannya membuat suasana semakin ramai.

Merekapun menyalami Hanna yang kebingungan. Tanpa bicara apa-apa dia hanya tersenyum dan menerima ucapan selamat itu.

“Apa ini Damian? Kau menikah diam-diam? Kau tidak mengundang keluarga besar kita? Kau keterlaluan!” gerutu ibu tirinya, menatap Damian.

“Atau kau merencanakan sesuatu?” tanya ibu tirinya lagi, tapi Damian tidak menjawab.

Damian tampak bingung dengan kondisi ini. Semua tamu berdatangan memberikan selamat padanya. Membuatnya semakin stress. Bagaimana cara dia mengklarifikasi kalau wanita itu bukan istrinya? Bahkan namanya saja dia tidak tahu.

Music mulai diperdengarkan di ruangan itu, para tamu-tamu menikmati hidangan. Teman-teman Damianpun bersenda gurau mengelilingi Damian.

Damian melihat pengantin wanita itu hanya berdiri saja dengan  bingung, mengedarkan pandangannya kesemua ruangan.

“Tunggu sebentar,” ucap Damian pada teman-temannya. Diapun menghampiri Hanna, yang langsung menatapnya.

Damian menarik tangan Hanna, menuju sebuah lorong, keluar dari ruangan itu.

“Kau, kenapa kau merusak acaraku?” tanya Damian dengan kesal.

“Kanapa kau tiba-tiba masuk kesini?” tanya Damian lagi.

“Lapar,” jawab Hanna.

“Apa?” Damian terkejut mendengar jawaban Hanna.

“Aku lapar, dari kemarin aku belum makan.” jawab Hanna.

“Apa?” Damian semakin terkejut.

“Aku lapar,” ucap Hanna lagi.

“Kakiku juga kedinginan,” lanjut Hanna. Damian menoleh ke bawah.

Hanna mengangkat gaunnya, terlihat kakinya yang kotor tanpa sepatu.

Damian menghela nafas panjang, menepuk keningnya.

“Baiklah, kau bisa makan disana,” ucap Damian. Tanpa menunggu Damian lagi, Hanna langsung kembali ke dalam ruangan acara, menuju meja-meja makanan.

Dipun langsung mengambil piring, diisinya dengan banyak makanan dan memakannya dengan lahap, dia benar-benar kelaparan, tidak dipedulikannya beberapa orang mengerutkan kening melihat cara dia makan.

Sikapnya itu tidak lepas dari perhatian ibu tirinya Damian. Dia terus memperhatikan gerak gerik Hanna yang senang makan dengan lahapnya. Seorang gadis cantik menghampiri ibu tiri Damian.

“Damian benar-benar aneh, dia memilih wanita tidak berkelas menjadi istrinya,” ucapnya.

“Darah ibunya lebih kental, darah orang miskin!” umpat ibu tirinya Damian, lalu diapun pergi diikuti gadis tadi.

Hanna merasakan perutnya sudah kenyang, lega rasanya, dari kemarin dia tidak makan, karena sengaja mogok makan untuk menolak pernikahannya.

Dilihatnya Damian sibuk dengan teman-temannya, diapun menuju sebuah kursi dan duduk disana. Perut kenyang, udara dingin ber Ac, membuatnya mengantuk, menguap beberapa kali dan tertidur.

Setengah jam kemudian, pak Indra mendekati Damian, yang duduk duduk dengan temannya.

“Maaf Pak, istri anda tertidur, di kursi apa tidak sebaiknya anda memindahkannya ke kamar?” bisik pak Indra, membuat Damian terkejut. Diapun menoleh pada Hanna yang tertidur, bersandar ke tembok. Hatinya menjadi jengkel, kenapa memberi pertolongan pada gadis ini malah jadi merepotkannya?

“Ya kau pindahkan saja,” kata Damian dengan enteng, dan kembali bicara dengan teman- temannya sambil bersenda gurau.

“Maaf Pak, maksud anda saya yang harus memindahkannya?” tanya Pak Indra, masih berdiri disamping Damian.

“Iya, siapa lagi?” gerutu Damian dengan kesal.

“Tapi Pak, diakan pengantin anda,” jawab pak Indra, membuat Damian tersadar. Diapun berhenti bicara dan menoleh pada Hanna yang masih teridur.

Teman-temannya langsung menoleh kearah kepala Damian menoleh.

“Istrimu tidur, Damian! Kasihan, dia kelelahan,” kata temannya.

“Ya kau pindahkan dulu, nanti gabung lagi sama kita,” kata yang lainnya.

“Iya, kau bawa dulu ke kamar, atau kau lanjutkan juga tidak apa-apa, tidak usah gabung lagi  haha..” Teman-temannya langsung menggodanya.

Damian benar-benar kesal dengan wanita yang merepotkan ini. Mau tidak mau akhirnya dia bangun, mendekati Hanna, dibiarkannya teman-temannya terus menggodanya.

Damian menatap wanita itu, yang namanya saja dia tidak tau, sekarang malah orang-orang mengira dia menikah dengan wanita itu, benar-benar membuatnya pusing.

Pak Indra menghampirinya.

“Pak, anda tidak lupa kan pagi nanti kita harus sudah terbang?” ucap pak Inda.

“Iya, kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya Damian.

“Sudah, semua sudah siap, anda tinggal berangkat besok pagi-pagi sekali,” jawab pak Indra.

Damian tidak bicara apa-apa lagi. Diapun mulai mengangkat tubuh Hanna dari kursi, badan wanita itu terasa berat. Dia membawanya ke lift menuju kamarnya.

 

******************

CH-2 Dalam Pesawat

Hanna merasakan tubuhnya kedinginan, diapun menggerak gerakkan badannya dan gedebug! Diapun terbangun saat badannya terjatuh dari kursi.

Tidak jauh darinya duduk pria tampan itu bersandar,melonjorkan kakinya sambil membaca Koran. Dia melirik sekilas pada wanita yang terjatuh dari kursinya itu, kemudian kembali menatap korannya, dia tidak memperdulikannya.

Hanna membukakan matanya, badannya terasa sakit bekas jatuh tadi. Seketika matanya terbelakak kaget saat melihat apa yang dilihatnya disana.

“Dimana ini?” gumamnya. Diapun segera mendekati jendela, dilihatnya pemandangan langit dan awan putih diluar.

“Hah? Ini? Dimana ini?” tanyanya, tangannya menyentuh jendela tebal itu.

“Langit? Awan? Pesawat! Hah? Kenapa aku dalam pesawat?” serunya, membalikkan badannya kembali malihat sekitar, dilihatnya pria yang memberinya tumpangan itu sedang duduk santai dengan koran ditangannya.

“Tuan! Tuan!” serunya, mendekati Damian sambil mengangkat gaun pengantinnya.

“Tuan!Tuan!” panggilnya lagi lebih keras. Yang dipanggil masih saja mengacuhkannya.

“Tuan!” Teriak Hanna lebih keras sambil menarik Koran itu.

Perbuatannya membuat Damian kesal, diapun menyimpan korannya, menatap wanita itu dengan tajam. Hanna langsung menunduk saat dilihatnya pria itu seperti marah padanya.

“Maaf,Tuan!” ucap Hanna.

Damian tidak bicara apa-apa lagi, dia kembali mengambil korannya.

“Tuan!Tuan!” panggil Hanna lagi sambil menarik Koran itu lagi. Damian kembali menatapnya dengan kesal.

“Tuan, kenapa aku ada dalam pesawat? Kau mau membawaku kemana? Kenapa kau membawaku pergi?” tanya Hanna.

Damian tidak menjawab malah memanggil pak Indra.

“Pak Indra! Urus wanita ini!” perintahnya, lalu kembali mengambil korannya dan membacanya.

Pak Indra keluar dari balik pintu, segera menghampiri dan berdiri dekat Damian.

“Urus wanita itu!” perintah Damian, tanpa bergeming dari korannya.

Pak Indra menatap Hanna.

“Nyonya, apa yang bisa saya bantu?” tanya pak Indra.

“Nyonya? Kau panggil aku nyonya? Namaku Hanna, kau panggail aku Hanna,” jawab Hanna, menatap pak Indra.

“Maaf Nyonya, saya tidak berani,” jawab pak Indra.

“Aku mau tau, kita akan pergi kemana? Kenapa aku ada dipesawat ini?” tanya Hanna.

“Kita akan ke London, Paris, kemudian ke Swiss,” jawab pak Indra.

“Apa? London, Paris, Swiss? Kita akan ke Eropa?” tanya Hanna, terkejut mendengar jawaban dari pak Indra. Pria yang rambutnya sudah beruban itu mengangguk.

Hanna menoleh pada Damian.

“Tuan,kenapa kau membawaku pergi? Siapa, siapa yang membawaku masuk ke pesawat ini? Bukankah..bukankah aku tidur?” tanya Hanna, dia megingat ingat, kalau dia tertidur setelah makan kekenyangan di ruangan itu.

“Tentu saja, Pak Damian yang menggendongnya,” jawab pak Indra.

“Apa? Kau menggendongku?” tanya Hanna pada Damian yang masih mengacuhkannya, seolah-olah wanita itu tidak ada diruangan pesawat itu.

Pak Indra hanya tersenyum melihatnya.

“Tentu saja, suami Nyonya,” jawab pak Indra.

“Apa? Suami? Maaf pak, siapa namamu pak?” tanya Hanna menatap pak Indra.

“Dia bukan suamiku, aku juga bukan istrinya,” kata Hanna.

Pak Indra malah tersenyum.

“DI hari pernikahan suami istri bertengkar itu tidak baik,” ucap pak Indra.

“Apa maksudmu? Suami istri ? Aku bukan istrinya, dia bukan suamiku,” kata Hanna, mencoba meyakinkan pak Indra, yang malah tertawa kecil.

 “Ada hal lain, Nyonya?” tanya pak Indra.

“Tidak, tidak,” Hanna menggeleng.

Pak Indrapun mengangguk dan meninggalkan mereka berdua.

Hanna menoleh pada Damian.

“Tuan, kenapa semua orang menganggap kita suami istri?Aku, aku bahkan tidak mengenalmu,” kata Hanna.

Damian akhirnya menyimpan korannya, diapun duduk dan menghadap Hanna.

“Yang membuat kekacauan ini siapa? Kau!’ ucap Damian dengan ketus.

“Aku?” tanya Hanna, tangannya menunjuk pada dadanya.

“Kau!” ulang Damian.

“Apa maksudmu aku?” tanya Hanna, merasa tidak bersalah.

“Kau, buat apa kau mengaku ngaku pada satpam kau istriku?” tanya Damian dengan nada tinggi.

“Apa maksudmu aku mengaku ngaku pada satpam? Waktu itu satpam melihatku diluar jadi bertanya, aku hanya menunjuk pada mobilmu dan satpam itu tau kalau aku bersamamu, hanya itu,” jawab Hanna.

“Ya karena ulahmu itu. Keluargaku, teman temanku, kolegaku, semua mengira kita sudah menikah,kau menghancurkan reputasiku,” ucap Damian.

Hannapun menunduk.

“Aku minta maaf, aku tidak berfikir akan seperti itu,” ucap Hanna.

Damian tidak menjawab lagi, dia kembali duduk dan meraih korannya kembali.

“Tuan, aku mau mandi,” ucap Hanna, membuat Damian menatapnya.

“Kau lihat bajuku? Dari kemarin aku memakai baju pengantin ini, badanku gatal-gatal,” ucap Hanna.

Damian melihat Hanna dari atas sampai bawah. Tanpa bicara apa-apa, kembali membaca korannya, membuat Hanna kesal, ini orang irit amat bicaranya, fikirnya.

Diapun akhirnya duduk dikursi tempat tadi dia terjatuh tadi. Memperhatikan seluruh isi pesawat itu. Sepertinya ini pesawat pribadi, karena penumpangnya hanya mereka berdua saja, dan pak Indra yang tadi itu.

Beberapa jam kemudian mereka sudah mendarat di bandara.

“Wah, bandaranya sangat megah,” gumam Hanna, matanya mengedar kesana kemari. Orang-orang tampak memperhatikannya yang masih menggunakan baju pengantin.

Dia berjalan mengikuti Damian, dengan kakinya yang tidak memakai sepatu. Damian sama sekali tidak mengomnetari kelakukan Hanna yang terkagum kagum dengan bandara yang megah itu. Sepertinya memang dia baru pertama kalinya kesini.

Sebuah mobil sudah menanti mereka diluar bandara. Hanna hanya mengikuti saja masuk ke mobil mewah itu, setelah Damian masuk, baru kemudian pak Indra.

“Kita akan kemana sekarang?” tanya Hanna pada Damian yang diam saja tidak menjawab.

“Kita akan ke butik,” jawab pak Indra.

“Ke butik?” tanya Hanna, menoleh pada pak Indra.

“Tentu saja. Bukankah Nyonya butuh pakaian?” jawab pak Indra.

“Kau benar, badanku sudah gatal-gatal, aku ingin mandi,” ucap Hanna.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu, diapun pindah duduknya disamping Damian.

“Tapi Tuan, aku tidak membawa uang,” ucap Hanna pada Damian. Lagi-lagi Damian tidak bicara.

“Lagi-lagi kau tidak mau bicara,” gumam Hanna, merasa kesal diacuhkan.

Pak Indra tampak tersenyum.

“Nyonya tidak perlu memikirkannya, semua sudah masuk tagihan pak Damian,” ucap pak Indra.

Hanna menoleh pada Damian.

“Aku akan membayarnya suatu hari nanti, ya. Aku anggap itu pinjaman ya,” ucapnya. Lagi-lagi Damian tidak bicara.

“Apa dia bisu?” gumam Hanna, semakin kesal karena Damian tidak bisa diajak bicara. Gumamannya tentu saja terdengar oleh Damian yang langsung meliriknya.

“Maaf,” ucap Hanna, melihat reakasi tidak suka dari Damian, diapun buru-buru menggeser duduknya, tidak bicara apa-apa lagi.

Sampailah mereka disebuah butik. Mereka langsung disambut pelayan toko yang ramah.

Hanna melihat lihat pakaian yang diperlihatkan oleh pelayan itu, sedangkan Damian duduk menunggu diruang tunggu.

Beberapa baju yang dipilihkan tidak ada yang dipilih Hanna, dia terus saja menggeleng, membuat pelayan itu kebingungan.

Damian terus saja melihat lihat jam tangannya, di sudah ada janji dengan koleganya untuk mengurus pekerjaannya.

Akhirnya dia mencari Hanna. Dilihatnya di depan Hanna sudah bertumpuk pakaian yang ditolak Hanna.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Damian dengan  wajah masam.

“Nyonya menolak semua pakaiannya, Tuan,” kata pelayan itu.

Damian menoleh pada Hanna.

“Kau serius tidak ada pakaian yang kau suka?” tanya Damian.

Hanna mendekatkan bibirnya ke telinga Damian.

“Harganya sangat mahal, tidak ada yang murah, terlalu mahal,” ucapnya, membuat wajah Damian memerah. Rupanya dari tadi wanita itu hanya melihat bandrol harga dibaju baju itu.

"Kau membuang buang waktuku saja," umpat Damian.

Damian mendekati baju baju yang betumpuk dikursi itu. Diambilnya satu, dilihatnya lalu disisihkanya, ke kursi yang kosong. Begitu juga yang lainnya. Setelah ada yang cocok, dia memberikannya pada pelayan itu baju baju yang cukup banyak.

“Bungkus,” ucap Damian pada pelayan toko. Hanna yang mendengarnya merasa kaget.

“Tidak, tidak Tuan, itu terlalu banyak,” ucapnya, tapi tidak digubris Damian. Pelayan toko langsung ke kasir sedangkan Damian kembali ke ruang tunggu.

“Nona, nona tunggu, aku bisa minta bajunya satu? Aku mau langsung memakainya,” panggil Hanna pada pelayan itu, yang segera mengulurkan baju bau ditangannya. Hanna memilih satu baju.

“Apakah disini ada kamar mandi? “ tanya Hanna. Pelayan toko itu menunjukkan letak toilet.

Lagi-lagi Damian melihat jamtangannya. Pelayan toko memberikan kantong kantong berisi pakaian tadi pada pak Indra, yang langsung memanggil supirnya untuk memasukkannya ke bagasi mobil.

“Kenapa wanita itu lama sekali,” gerutunya, sambil berdiri dari duduknya, dan gerakannya terhenti saat matanya melihat sepasang kaki bersepatu cream, matanya langsung bergerak ke atas. Dilihatnya wanita itu sudah berganti pakaian dan dia terlihat lebih cantik, setelah mandi dan berpakaian yang bersih.

Damian terkesima sebentar, bukankah wanita itu cukup cantik? Cukup cantik? Tentu saja bagi Damian hanya cukup cantik, Karena dia lebih sering bertemu dengan wanita yang super super cantik, yang jauh lebih cantik dari Hanna.

“Bajunya sangat bagus bukan? Cukup ditubuhku,” ucap Hanna, membuyarkan lamunanya Damian.

“Hem,” jawab Damian, sambil membalikkan badannya mau melangkah keluar butik itu.

“Tuan tunggu!” panggil Hanna. Membuat Damian menoleh.

“Kau tulis ya hutangku berapa. Suatu saat nanti aku akan membayarnya,” ucap Hanna. Damian tidak menjawab, dia kembali berjalan keluar butik.

Hanna mengikutinya dari belakang.

“Tuan! Tuan! Bukankah aku cantik dengan baju ini?” tanya Hanna lagi. Mereka berjalan diparkiran. Tentu saja Damian tidak akan menjawab hal hal sepele seperti ini.

“Tuan!Tuan!” panggil Hanna lagi. Kini Damian menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menghadap Hanna.

“Bisakah kau tidak memanggilku Tuan?” tanya Damian, dia gerah dengan kata-kata Tuan dari mulutnya Hanna.

“Kau mau aku panggil apa?” tanya Hanna.

“Kau sudah tau namaku,” jawab Damian, kembali berjalan. Hanna mengernyit.

“Oh ya Damian. Aku memanggilmu Damian saja?” tanya Hanna, kembali mengikuti langkah Damian, yang tidak menghiraukannya, dia merasa tidak nyaman wanita itu mengikuti kemanapun dia pergi.

“Namaku Hanna, Hanna,” ucap Hanna, memperkenalan dirinya.Damian tetap tidak bereksi, mau namanya Hanna  atau siapapun dia tidak peduli.

Merekapun kembali masuk mobilnya, ternyata pak Indra sudah ada di mobil bersama supir.

“Kita sudah ditunggu, Pak,” ucap pak Indra pada Damian.

“Ya, kita berangkat,” jawab Damian. Mobilpun melaju meninggalkan butik itu.

*****************

Jangan lupa Like dan Vote ya.

Trimakasih

CH-3 Kartu ATM Milyaran

Mereka memasuki gedung megah tempat Damian akan melakukan pertemuan dengan koleganya.

Saat memasuki lobby, seseorang memanggil Damian.

“Damian, kau sudah sampai?” tanya seorang pria muda  seumuran Damian tapi memiliki kulit kecoklatan, tidak seperti Damian yang memiliki kulit putih pucat.

“Hai Tommy,” balas Damian, merekapun bersamalam, juga dengan pak Indra.

“Kudengar kau sudah menikah,” ucapnya Tommy.

“Kufikir di luar negeri tidak akan sampai kabar itu,” ucap Damian, seakan berkeluh kesah.

“Tentu saja sudah jadi trending dimana-mana, semua teman-teman sudah tahu, mereka menanti undangan resepsi darimu. Kapan resepsinya? Masa kau menikah diam-diam di pulau, sangat disayangkan, berbagilah kebahagiaan dengan teman-temanmu,” ucap Tommy, menepuk bahu Damian. Lalu Tommy menoleh pada Hanna.

“Ini istrimu?” tanya Tommy.

Damian terpaksa mengangguk. Hanna mendelik pada Damian yang melengos pura-pura tidak melihat protes dari Hanna.

Tommy mengulurkan tangan bersalaman dengan Hanna, menatap Hanna lekat-lekat dari atas sampai bawah, hemm ternyata Damian lebih suka wanita local, dia fikir dengan rutinitasnya Damian ke luar negeri, temannya itu akan memilih istri orang luar.

“Aku menunggu di loby saja,” ucap Hanna.

Damian tidak menjawab, dia segera masuk lift bersama Tommy. Hanna memanggil pak Indra kemudian berbisik.

“Bolehkah aku meminjam uang? Aku lapar, aku juga ingin membeli sesuatu,” ucap Hanna. Entah kenapa perutnya terasa lapar karena tidur kelamaan. Damian maupun pak Indra samasekali tidak mengajaknya sarapan.

Pak Indra tampak mengerutkan keningnya.

“Nyonya tunggu di loby,” ucap pak Indra. Hanna mengangguk.

Kemudian pak Indra masuk ke lift mengikuti Damian dan Tommy, menuju lantai tempat diadakannya rapat.

Saat Damian mulai duduk di ruang rapat, tempatnya betemu dengan koleganya, pak Indra mendekatinya.

“Pak, Nyonya membutuhkan uang untuk membeli makanan,” jawab pak Indra. Membuat Damian terkejut. Uang? Untuk wanita itu? Diapun menatap wajah pak Indra, yang juga menatapnya. Tentu saja pak Indra tidak tahu kalau mereka bukan suami istri, pak Indra mengira kalau mereka hanya sedang bertengkar.

Damian mengeluarkan dompetnya, mengambil sebuah kartu dan diberikan pada pak Indra, dia juga menuliskan pin disecarik kertas.

“Terserah dia mau membeli apa,” ucap Damian. Pak Indra mengangguk dan mengambil kartu itu.

Hanna duduk di loby sambil melihat orang-orang yang berlalu lalang. Disana ada juga ruangan yang digunakan oleh perbankan, terlihat dari tempatnya duduk, banyak orang mengantri di teller, padahal atm juga ada di sebelah kanannya.

“Nyonya!” panggil pak Indra.

“Jangan panggil Nyonya, aku merasa lebih tua,” keluh Hanna.

“Bu Hanna,” ulang pak Indra.

“Ya itu lebih baik,” jawab Hanna, mengangguk angguk.

“Ini,” pak Indra memberikan kartu yang dari Damian.

“Apa ini?” tanya Hanna.

“Kartu ATM dari pak Damian. Anda bisa menggunakannya untuk apa saja,” jawab pak Indra.

“Aku kan meminjam uangmu, bukan pada pak Damian,” ucap Hanna.

“Maaf bu Hanna, Pak Damian kan suami anda, sudah sewajarnya kan?” kata Pak Indra. Hanna merenung, jadi Pak Indra benar-benar menganggapnya istri Damian.

“Ya, terimakasih,” ucapnya, sambil mengambil kartu itu.

“Baiklah, saya kembali ke atas,” ucap pak Indra.

“Iya, terimakasih pak Indra,” kata Hanna. Pak indra hanya mengangguk, lalu kembali menuju lift.

Hanna membolak balikkan kartu itu, tertulis sebuah bank. Diapun mengedarkan pandangannya pada atm yang berjajar. Dia membutuhkan uang tunai untuk membeli ini dan itu. Akhirnya dia menuju ATM  itu. Dicobanya kartu itu, dan nomor pin yan tertulis dikertas yang dipegangnya.

Sejenak kemudian dia terbelalak. Apa dia tidak salah lihat? Dia hitung angka yang ada di atm itu. Satu dua tiga…ha…Damian memberikan atm dengan saldo milyaran rupiah! Apa pria itu sudah gila? Memberikan kartu dengan saldo begitu banyak pada wanita yang tidak dikenalnya, bagaimana kalau dia kabur? Tapi tidak, Hanna bukan wanita penipu seperti itu. Dia hanya mengambil secukupnya saja. Karena dia tidak memiliki tas, dia meminta kertas folio pada receptionis, dan menggulung uangnya dengan kertas itu.

Hari inipun digunakan Hanna untuk berbelanja tas,kosmetik dan handphone. Ya dia membutuhkan alat komunikasi.

Sore harinya dia kembali ke gedung perkantoran itu. Saat memasuki loby ada yang memanggilnya.

“Nyonya Damian!” panggil suara laki-laki. Hannapun menoleh kearah suara, ternyata supirnya Damian.

“Ada apa?” tanya Hanna.

“Saya akan mengantar anda ke Hotel. Pak Damian dan pak indra sudah ada disana,” kata supir itu.

“Oh ya, baiklah,” ucap Hanna mengagguk. Rupanya Damian sudah selesai meetingnya.

Diapun mengikuti supir itu menuju mobil Damian, yang segera meninggalkan gedung itu. Sesampainya di hotel yang dituju, pak Indra sudah menunggunya di loby.

“Nyonya! “ panggilnya.

“Bu Hanna, kami khawatir dengan keberadaan anda,” ucap pak Indra, mengulang panggilannya.

Hanna mengerutkan keningnya, khawatir? Dia tidak percaya.

“Pak Damian sudah menunggu di kamar 203,” kata pak Indra.

“Kamar 203? Kalau kamarku nomor berapa?” tanya Hanna.

Pak indra malah tertawa.

“Pengantin baru tidak baik terus terusan bertengkar,” ucap pak Indra. Membuat Hanna bengong. Pak Indra benar-benar mengira mereka sudah menikah, sampai sampai kamarpun hanya dipesankan satu kamar.

“Silahkan bu, saya antar,” kata pak Indra. Hanna mengangguk.

Sampailah mereka di kamar 203. Pak Indra mengetuk pintu kamar itu, terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk. Merekapun masuk.

Hanna melihat lihat kamar yang luas itu, terlihat sangat nyaman.

Tiba-tiba dia berteriak dan membalikkan badannya, saat dilihatnya Damian selesai mandi dan hanya menggunakan handuk kecil dipinggangnya.

Damian mengerutkan keningnya, ada apa wanita itu berteriak?

Pak Indra menyimpan kantong kantong belanjanya Hanna di atas sofa, dia hanya tersenyum melihat Hanna masih membelakangi Damian.

“Pak Indra kau mau kemana?” tanya Hanna.

“Saya tidur dikamar lain, Nyonya,” jawab pak Indra kembali menyebutnya Nyonya. Diapun keluar kamar dan menutup pintu kamar itu.

“Kau kenapa?” tanya Damian, kesal dengan sikap anehnya Hanna.

“Kenapa kau mempersilahkan orang masuk sedangkan kau hanya menggunakan handuk seperti itu?” tanya Hanna, masih memunggunginya.

“Memangnya masalahnya apa?” gerutu Damian, diapun menggunakan pakaiannya.

“Masalahnya apa katamu? Itu sangat memalukan!’ seru Hanna.

“Malunya dimana? Biasa saja,” jawab Damian.

“Kau bilang biasa saja? Biasa saja gimana? Kau hanya menggunakan handuk kecil,” keluh Hanna.

Damian tidak bicara apa-apa lagi, dia menyisir rambutnya.

“Apa kau sudah berpakaian?” tanya Hanna. Tidak ada jawaban.

“Kau sudah berpakaian belum?” tanyanya lagi lebih keras. Damian masih tidak menjawab, menurutnya menjawab hal hal yang sepele sangatlah tidak penting.

 Dia melirik kantong kantong diatas sofa.

“Kau belanja apa?” tanyanya. Hanna berfikir pasti Damian sudah berpakaian, jadi diapun membalikkan badannya. Benar saja, pria itu terlihat tampan dengan baju casualnya.

“Aku membeli tas, ponsel dan kosmetik,” jawab Hanna, sambil mengeluarkan barang-barang itu.

Diapun mengeluarkan kartu ATM tadi.

“Ini aku kembalikan kartumu,” kata Hanna. Damian naik ke tempat tidur, duduk bersandar sambil memegang hpnya.

“Aku hanya menggunakan seperlunya dan sedikit uang. Aku juga sudah menuliskan jumlah uang yang aku ambil di atm mu,” kata Hanna, dia juga memberikan secarik kertas tanda penarikan saldo di ATM.

Damian mengacuhkannya, membuat Hanna kesal.

“Apa orang sepertimu tidak peduli pada orang lain? Aku bicara padamu, kau tidak pernah menjawab,” kata Hanna.

“Kau simpan saja kartunya,” kata Damian, akhirnya bicara itupun tanpa menoleh.

“Kau yakin? Ini saldonya milyaran rupiah,” kata Hanna. Damian tidak menjawab, membuat Hanna menyerah bicara dengan Damian. Diapun duduk di sofa.

“Kalau begitu bisa aku meminjamnya lagi untuk booking kamar yang lain? Disini pasti harganya sangat mahal,” kata Hanna, menatap Damian.

“Kamar lain untuk apa?” tanya Damian.

“ Tentu saja untuk kamarku,” jawab Hanna.

“Tommy tidur dikamar sebelah,” jawab Damian.

“Tommy yang temanmu itu?” tanya Hanna. Seperti biasa Damian tidak menjawab.

“Jadi bagaimana dengan nasibku?” tanya Hanna lagi. Damian masih diam, dia menyimpan ponsel disampingnya, merebahkan tubuhnya dan tidur.

Hanna hanya memberengut kesal. Ditatapnya pria yang sedang tidur itu. Pria itu benar benar memiliki kepribadian yang tertutup. Siapa sebenarnya dia? Sepertinya dia bukan orang sembarangan, fikirnya.

Hanna merebahkan badannya disofa sambil mencoba ponsel barunya, diapun mencoba link internet dan browsing. Dengan iseng dia mengetik kata Damian. Ternyata hasilnya diluar dugaan. Banyak article tentang Damian. Matanya terbelalak kaget. Ternyata dugaannya benar, dia seorang pengusaha kaya raya, harusnya dia bisa menduga saat dia memberi tumpanganpun Damian menggunakan mobil mewah. Karena waktu itu dia tidak memikirkan hal itu, yang dia fikirkan bagaimana bisa pergi dari pernikahannya.

Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia malah bersama pria yang tidak dikenalnya.

Tiba-tiba terdengar suara mengigau.

“Jangan, jangan pergi! Jangan, jangan tinggalkan aku, jangan, jangan pergi,” ucap suara lirih di tempat tidur. Hanna menengok ke arah suara. Dilihatnya Damian mengigau dengan wajah pucat dan berkeringat, menggeleng gelengkan kepalanya.

Hannapun mendekatinya, mencoba membangunkannya.

“Damian! Kau mengigau!” ucap Hanna, tangannya menyentuh bahunya Damian.

“Jangan jangan pergi,” igau Damian, memegang tangan Hanna dengan kuat. Melihatnya seperti itu membuat Hanna kasihan. Dia mencoba membangunkannya, tapi tangannya malah ditarik Damian sampai dia jatuh dalam pelukan Damian.

“Jangan pergi, jangan pergi,” ucap Damian. Hanna akan bangun tapi pelukan Damian semakin kuat.

“Tidak, aku tidak akan pergi,” jawab Hanna.

“Jangan jangan pergi!” suara Damian semakin lirih.

“Tidak, tidak akan pergi,” ucap Hanna. Kini igauan Damian terhenti hanya saja pelukannya tidak juga dilepaskannya. Semenit dua menit, tiga menit, setengah jam, pelukan itu masih belum terlepas. Akhirnya Hanna tidur dalam pelukannya Damian.

Keesokan harinya terbangun, Damian terkejut saat sadar dia memeluk Hanna.

“Kau! Kenapa aku tidur bersamaku?” tanya Damian, pada Hanna yang juga baru bangun, mereka segera menjauhkan diri. Hanna buru-buru turun dari tempat tidur.

“Semalam kau mengigau,” ucap Hanna.

“Apakah ini sudah pagi?” tanya Damian lagi, sambil turun dari tempat tidurnya dan membuka jendela kamarnya, dia tersenyum. Hanna merasa heran, bukankah ini pertama kalinya dia melihat Damian tersenyum.

Diapun menoleh pada Hanna.

“Apa yang aku lakukan tadi malam?” tanya Damian.

“Kau hanya memelukku, kau mengigau terus,” jawab Hanna.

“Hanya memelukmu?” Damian memastikan, ada senyum di bibirnya.

Hanna mengangguk.

“Apakah kau mau bekerja untukku?” tanya Damian, mengejutkan.

“Bekerja? Bekerja apa?” Hanna balik bertanya.

“Aku akan membayarmu mahal jika kau mau,” jawab Damian.

“Apa itu?” tanya Hanna, penasaran, pekerjaan apa yang bayarannya mahal.

“Apa kau mau menemaniku tidur?” Jawab Damian, tidak ragu-ragu.

“Apa? Menemani tidur? Tidak, aku tidak mau. Aku bukan wanita seperti itu,” tolak Hanna. Wajahnya langsung ditekuk masam.

********************************

Jangan lupa like dan komen ya.

Baca juga karya author yang lain, “My Secretary”  sudah masuk season ke dua My Secretary 2( Love Story in London).

Happy Reading.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!