NovelToon NovelToon

EGO

Part 1

1 Tahun 6 Bulan Yang Lalu....

Sebuah ballrooms hotel mewah sudah terlihat cantik dengan segala riasan berwarna gold dan silver. Terlihat begitu mewah dan elegan.

Malam ini adalah malam perayaan Anniversary pernikahan Jasper Nooren dan Gina Noreen yang ke 25 tahun. Para tamu telah berdatangan memenuhi ballroom hotel.

Jasper dan Gina sedang sibuk menyambut para tamu yang mendatangi mereka untuk berbincang juga mengucapkan selamat atas pernikahan mereka yang harmonis.

Pricilla menatap kedua orang tuanya dengan senyuman bangga dan lembut. Hatinya juga ikut mendoakan supaya keluarganya selalu bahagia, sehat, dan selalu bersama hingga kapan pun.

Pricilla selalu bermimpi dia akan memiliki pasangan yang seperti Jasper, ayahnya. Pria yang bertanggung jawab, disiplin, penyayang, tegas, humoris, dan begitu dekat dengan anak- anaknya. Dia juga ingin mengikuti jejak Gina, ibunya. Menjadi seorang wanita yang anggun, lemah lembut, penyabar, penyayang, tapi masih memiliki sisi tegas dalam dirinya. Pricilla juga ingin pernikahannya kelak bisa menjadi seperti pernikahan kedua orang tuanya, sebuah pernikahan yang tak hanya berlandaskan cinta, akan tetapi disertai oleh kesetiaan dan tanggung jawab.

"Ciye yang iri lihat Papa dan Mama."

Senyuman Pricilla luntur saat mendengar suara menyebalkan adiknya, Gavin Nooren. Pricilla merotasikan bola matanya malas ketika sang adik muncul dihadapannya.

"Dasar bocah, menyingkirlah." sahut Pricilla.

"Yak, aku sudah bukan bocah lagi sekarang! Usiaku sudah 17 tahun, bahkan tinggiku sudah melebihimu." seru Gavin tak terima dipanggil bocah.

"Bocah tetaplah bocah, bocah!" ujar Pricilla mengusak rambut Gavin yang rapi dan klimis.

"Aish Kak! Kebiasaanmu itu bisakah tak kau lakukan sekarang?! Astaga rambutku." ucap Gavin menjauhkan tangan Pricilla dari kepalanya.

"Ada apa ini? Bahkan disaat pesta pun kalian tetap saja bertengkar." sahut Jasper yang mendatangı kedua anaknya.

"Kakak tuh yang mulai duluan." adu Gavin.

Pricilla membulatkan matanya. "Apa?! Kau yang tiba-tiba muncul dihadapanku bocah astral!" bantah Pricilla.

"Hei, kau mengatai Gavin bocah astral itu artinya kau juga mengatai Papa sebagai Papa astral." seru Jasper.

"Memang." gumam Pricilla. Gavin dan Jasper langsung menatap nyalang pada Pricilla.

"Yak! Dasar bodoh, kalau Gavin dan Papa adalah makhluk astral, itu artinya kau juga adalah makhluk astral." ucap Jasper menyentil dahi anak gadisnya.

"Hahaha dasar kakak bodoh." ejek Gavin.

"Ma." rengek Pricilla karena diserang oleh dua pria itu.

Gina mengggelengkan kepalanya melihat tingkah suami dan anak - anaknya. "Sudahlah, kalian itu ya hobi sekali bertengkar." lerai Gina.

Keseharian Pricilla, Gavin, dan Jasper memanglah bertengkar yang akan berakhir dengan kekalahan Pricilla karena Gavin dan Jasper selalu bekerja sama untuk melawan Pricilla. Hingga Pricilla menjuluki adik dan ayahnya itu sebagai kembar beda 30 tahun. Sebab, selain wajah Gavin yang mewarisi wajah Jasper, sifat mereka pun tida ada bedanya. bahkan Gina mengatakan bahwa Gavin adalah cetak biru Jasper semasa remaja.

Sedangkan Pricilla, garis wajahnya mewarisi Gina. Jika Gavin 100% mewarisi sifat Jasper, maka Pricilla sifatnya 50% Gina dan 50% Jasper. Pricilla bisa menjadi wanita yang lemah lembut dan anggun, tapi dia juga bisa menjadi wanita yang cerdik dan licik.

"Paman Jasper, Bibi Gina." panggil seorang pria yang berjalan menghampiri mereka.

"huh?, Maxwell, terima kasih sudah datang." ucap Jasper menjabat tangan pria bernama Maxwell itu.

"Selamat atas hari jadi pernikahan kalian, Paman Bibi." ucap Maxwell.

"Terima kasih." balas Gina.

"Ngomong-ngomong kau sendirian? Dimana ayahmu? Aish, sombong sekali dia sekarang jarang menghubungiku." curhat Jasper menanyakan sahabat karibnya, Aron.

"Paman Aron tak mau berteman dengan Papa lagi, dia sudah lelah berteman dengan makhluk bersifat astral seperti Papa." celetuk Pricilla yang mulai bosan berdiri bersama keluarganya.

Gina langsung memelototkan matanya pada Pricilla, sedangkan Gavin dia terkekeh, sementara Jasper dia justru merasa tertantang oleh anak gadisnya.

"Astaga, mulut anak gadisku lupa aku sekolahkan." gumam Jasper.

"Kau senang sekali mengibarkan bendera perang pada Papa, kak." kekeh Gavin

Sementara itu Maxwelll hanya ikut tersenyum tipis melihat pertengkaran kecil keluarga didepannya. Tapi matanya tak bisa beralih dari Pricilla. Pandangan Maxwell seperti terkunci pada wajah anggun gadis itu.

Gavin yang menyadari tatapan Maxwell pada kakaknya, langsung menyenggol lengan Jasper.

"Pa, sepertinya daftar calon menantu Papa bertambah." bisik Gavin.

"Ekhem."

Maxwell gelagapan karena ketahuan tengah memandangi putri Nooren itu. "A-ah itu, Paman Jasper, Papa titip salam dan minta maaf tidak bisa datang. Mohon dimaklum di usia seperti itu, penyakit Papa mudah kumat"

"Aku mengerti, ya di usiaku dan Aron sekarang memang harus siap siaga karena penyakit mulai berdatangan. Dan aku rasa harus segera menikahkan putri sulungku sebelum umurku habis." ucap Jasper.

"Papa." pekik Pricilla dan Gavin berbarengan langsung memeluk Jasper. Mereka memang sedikit sensitif jika mengenai kesehatan Jasper, sebab Papa Nooren itu pernah mengalami serangan jantung ringan.

Acara berlanjut dengan pesta dansa, para tamu yang berpasangan ikut larut dalam alunan musik lembut sambil berdansa bersama pasangannya masing-masing. Tak terkecuali sang pemilik pesta. Keluarga kecil itu pun larut dalam musik lembut itu.

"Kau tak ingin segera menikah?" tanya Jasper. Kini Pricilla sedang berdansa dengan Jasper, sedangkan Gina bersama Gavin.

"Pa, usiaku baru 21 tahun, aku belum siap untuk menikah." jawab Pricilla.

"Kalau kekasih?" tanya Jasper lagi.

"Entah, aku belum terpikirkan tentang itu." jawab Pricilla.

"Bagaimana dengan Maxwell?"

Pricilla mengeryitkan keningnya. "Maksud Papa?"

"Dia pria yang berintegritas, cakap, terampil, disiplin, bijaksana, tampan, kaya, dan merupakan seorang CEO." ucap Jasper membuat Pricilla merotasikan bola matanya, mengerti dengan maksud sang Papa.

"To the point, Pa."

"Papa menjodohkanmu dengan Maxwell."

***

"Jadi kau sudah tahu?" tanya Pricilla pada pria disampingnya. Maxwelll.

"Hem. Dan kau bisa menolaknya jika kau tak mau." jawab Maxwell santai sambil memainkan gelas berisi wine ditangan kanannya, sedang tangan kirinya dia selipkan disaku celana.

"Tentu saja aku akan menolak, aku bahkan tak mengenalmu, bagaimana bisa aku menikah dengan pria yang tidak aku kenali." sahut Pricilla.

"Baguslah." jawab Maxwell singkat seraya menyesap wine ditanganya.

"Kau sudah memiliki kekasih?" tanya Pricilla kemudian.

"I'm a free man who doesn't want to have anything to do with romance, let alone marriage." jawab Maxwell.

"And how about you?" tanya balik Maxwell.

"Not really, but I have someone I love."

"Who?"

"Kau seharusnya tak peduli, itu bukan urusanmu."

"Aku hanya bertanya."

Pricilla mengedikkan bahunya tak peduli. Sial, seharusnya malam ini dia sedang menikmati pesta bersama keluarganya, bukan malah berduaan di balkon hotel dengan pria yang baru dia kenal tadi.

Tak ada lagi perbincangan diantara keduanya, mereka sama - sama terdiam menatap pemandangan malam dengan ditemani semilir angin yang terasa seperti membekukan tulang.

Maxwell mulai merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Dia menelan ludahnya beberapa kali ketika hasrat lelakinya mencuat. Dia menatap wine digelasnya tapi tak ada yang aneh, dia menengok ke samping dan menemukan Pricilla yang masih menyandar pada pembatas dan asyik dengan winenya.

Maxwell kembali menelan ludahnya melihat bahu Pricilla yang terbuka ketika rambut panjangnya tersingkap oleh angin, ikut menampakan belahan dadanya.

Maxwell mulai menggila, dia meneguk habis wine yang sisa setengah itu, lalu meletakan gelas kosongnya dimeja, dia butuh pelepasan. Didetik berikutnya dia mulai menyudutkan Pricilla.

Wajah Pricilla memerah dan panas seperti ikut merasakan apa yang Maxwell rasakan saat ini. Pricilla berjalan mundur tapi matanya tak lepas dari mata Maxwell, dia bahkan tak sadar ketika gelas winenya telah berpindah tangan bahkan habis diteguk oleh pria itu.

Pricilla tak bisa lagi menghindar ketika dia sampai dipojok pembatas.

"How about a one night stand as our farewell?" bisik Maxwell dengan suara seraknya seraya menyampirkan rambut Jeonghan ditelinganya, lalu membelai pipi gadis itu.

"You are crazy?"

"Shouldn't we celebrate the annulment of our matchmaking? With a hot night, I will give the best parting touch for you." sambung Maxwell sebelum mulai meraup bibir penuh nafsu

Pricilla merasa bahwa tubuhnya tak bisa menolak meskipun otaknya terus berontak. Pricilla bahkan menikmati ketika Maxwelll mulai meraba dan meremas. Tubuhnya tak bisa menolak, justru menginginkan sesuatu yang lebih dari sentuhan Maxwell.

Pricilla membalas lumatan pria itu seraya meremat rambut Maxwell sebagai pelampiasan tubuhnya yang menginginkan lebih.

Pricilla bahkan tak menolak ketika Maxwell mulai menggendongnya dan membawanya menuju kamar. Dia bahkan mendesah ketika Maxwell mulai menjamah tubuhnya. Pricilla kehilangan akalnya, dia tak peduli tentang apa yang akan dia lakukan sekarang, dia tak peduli jika dia kehilangan mahkotanya sekarang, karena Pricilla pun butuh pelepasan malam ini.

Kedua insan itu bergumul panas dalam ranjang hotel yang menjadi saksi Pricilla melepaskan dan memberikan keperawanannya kepada mantan calon suaminya.

***

"I'm pregnant."

Satu kalimat yang berhasil meruntuhkan seorang Jasper Nooren.

"Siapa pelakunya?" tanya Jasper dengan suara yang dingin. Dia merasakan kekecewaan pada putri kesayangannya. Tak boleh ada yang berani menyentuh putri kecilnya.

Pricilla menggeleng sambil terus menunduk, menahan tangisannya meskipun dia tak bisa. Meskipun kecewa, tapi Gina tak bisa membiarkan putrinya menangis sendirian. Gina memeluk Pricilla sambil menangis.

"Siapa, nak? Katakan!" lirih Gina dalam pelukannya tapi Pricilla lagi-lagi hanya bungkam.

"KATAKAN, KAK! SIAPA? BIAR AKU YANG MENGHAJAR DIA!"bentak Gavin yang ikut marah melihat kondisi kakaknya sekarang.

"Apa itu Maxwell?" tanya Jasper, Pricilla langsung mendongak dan menggelengkan kepalanya ribut.

"B-bukan, Pa."jawab Pricilla gugup, sungguh dia tak mau berhubungan dengan pria itu lagi, meskipun kenyataan dia sedang mengandung anak pria itu.

"Lalu siapa?!" bentak Jasper.

Pricilla kembali menunduk dan menggeleng dalam pelukan Gina. "A-aku tak tahu, aku sedang mabuk berat saat itu." bohong Pricilla, karena selain Maxwell tak ada pria lain yang menyentuhnya, dan setelah malam itu Pricilla tak pernah lagi menyentuh alkohol bahkan hingga mabuk

"Astaga, apa salahku sampai kau menjadi jalang seperti itu, heh?!" seru Jasper.

"Jasper Nooren! Jaga ucapanmu! Anakku wanita baik-baik" bantah Gina tak terima anaknya disebut Jalang.

"Lalu apa namanya, hah?! Lihat sekarang dia hamil bahkan dia tak tahu siapa yang menghamilinya." bentak Jasper.

"Katakan sayang, katakan siapa pelakunya." desak Gina menangkup wajah Pricilla, tapi Pricilla tetap pada pendiriannya.

Gadis itu tetap menggeleng, karena dia tak mau lagi berhubungan dengan Maxwell. Dia tak mau menikah karena sebuah keterpaksaan. Dan dia tahu jika dia mengaku, Jasper pasti akan langsung membawa dia dan Maxwell ke altar pernikahan dan dia tak mau itu.

"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan dengan anak itu?" tanya Jasper.

Pricilla mengelus perut ratanya, menyentuh jabang bayinya yang baru berusia 3 minggu. "A- aku akan merawat dan membesarkannya." jawab Pricilla yakin.

Jasper terkekeh. "Kau mau membuat malu keluargaku dengan membesarkan anak haram itu?"

"JANGAN SEBUT BAYIKU ANAK HARAM, PA!" bentak Pricilla.

Jasper memelotot. "Lalu harus ku sebut apa anak yang tumbuh diluar pernikahan bahkan tak tahu siapa ayahnya itu?" tanya Jasper dengan wajah mengejek.

"Papa tak perlu khawatir, aku akan membesarkan bayiku sendiri. Aku tak akan menyusahkan Papa, Mama, maupun Gavin." ucap Pricilla hendak pergi.

"Kau bahkan rela meninggalkan keluargamu hanya demi anak haram itu." ucap Jasper lagi.

"PA! JANGAN SEBUT BAYIKU ANAK HARAM! DIA BAYI SUCI, BAYIKU BAYI YANG SUCI! AKU! AKU YANG BERDOSA DISINI, JANGAN HAKIMI BAYIKU KARENA KESALAHANKU PA." Jerit Pricilla tak kuasa mendengar cacian untuk anaknya.

Pricilla menangis sejadi-jadinya, dia tak peduli jika dia yang dihina. Tapi dia tak sanggup dan tak rela jika bayinya yang di hina. Bayinya tak salah, bayinya bukan anak haram, bayinya adalah bayi yang suci. Pricilla tak mau anaknya menjadi korban atas kesalahannya, Pricilla yang berdosa, bukan anaknya.

Gina dan Gavin langsung memeluk Pricilla, sedangkan Jasper dia sedang berperang dengan dirinya sendiri. Dia melihat putri kecilnya kini telah beranjak dewasa, putri kecil yang selalu dia manja kini malah dirusak oleh pria yang bahkan dia tak tahu siapa. Jasper tak terima itu, dia marah, tapi dia tak kuasa untuk menyakiti putri kecilnya.

Jasper menghela nafasnya kemudia melangkah dan memeluk keluarga kecilnya.

"Maaf." lirih Jasper.

Part 2

"Wah, Mr. Tiger kita sudah selesai dengan kencan bersama hewan-hewan endemiknya."

Suara Edric  terdengar menyambut kedatangan Daniel. Hewan - hewan endemik yang Edric maksud adalah benar satwa endemik dalam artian yang sebenarnya.

Daniel adalah seorang pecinta satwa, apalagi satwa langka. Dia memiliki sebuah lembaga konservasi hewan baik liar maupun langka. Daniel telah jatuh hati dengan dunia binatang sejak SHS. Dia sering ikut kegiatan konservasi maupun kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pecinta satwa.

Daniel bahkan menjadikan rumah keduanya sebagai tempat tinggal hewan peliharaannya. Ya, selain memiliki lembaganya, Daniel juga menjadikan rumahnya sebagai tempat konservasi hewan endemik peliharaannya.

Ketika libur, CEO Cherish Animal Protect & Conservation itu lebih sering menghabiskan waktu di rumah keduanya yang telah disulap jadi mini kebun binatang. Hewan yang Daniel pelihara di kebun binatang mini yang ada dihalaman rumahnya adalah 2 ekor Harimau Siberia, 20 ekor burung merak, 2 ekor Beruang Hitam Asia, 15 ekor Rusa musk, 2 ekor Serigala Iberia, 1 ekor Anjing Siberian Husky, 2 ekor kucing Ashera, 4 ekor burung unta, 4 ekor kuda, beberapa jenis burung seperti kakaktua, burung hantu, makau dan lainnya, serta beberapa ikan mahal dalam akuarium besarnya.

"Ya, itu jauh lebih baik daripada berkencan dengan para wanita panggilan." jawab Daniel sambil duduk disamping Vernon.

Mereka adalah kelompok yang berisi 4 orang pria dewasa yang merupakan CEO perusahaan besar. Siapa yang tak mengenal mereka? Siapa saja pasti mengenal mereka, apalagi para wanita yang sudah pasti tergila - gila pada mereka, hingga rela melemparkan diri secara murah pada mereka.

Kelompok mereka terdiri dari Maxwell Addison si ketua yang merupakan CEO dari Zeus, sebuah perusahaan industri pesawat terbang sekaligus maskapai penerbangan terbesar.

Daniel Garrick si pecinta satwa. Selain menjadi CEO dari Cherish Animal Protect & Conservation Daniel juga merupakan CEO dari Garrick Electric Group, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri kimia, minyak bumi, dan energi. Perusahaan Daniel merupakan perusahan yang menyuplai listrik sebesar 45% di Negara ini.

Edric Dexter si cerdas sebab dia mendapat gelar dokternya saat masih berusia 25 tahun. Edric merupakan CEO dari Cade Corporations, perusahaan yang berfokus dalam bidang kesehatan dan kimia. CC merupakan pemilik rumah sakit terbesar dan terbanyak di Negara ini.

Dan terakhir adalah Vernon Harvey, CEO dari Glory Global Industrial Co., Ltd. Sebuah perusahaan konstruksi dan Petrochemical besar yang tak hanya terkenaldi negara ini, akan tetapi juga diberbagai daratan dunia. Vernon sendiri terkenal sebagai arsitek muda yang handal dan profesional.

Meskipun masih terbilang usia muda, akan tetapi nama mereka telah banyak malang melintang di bidangnya masing - masing. Mereka memimpin perusahaan masing - masing dengan baik bahkan dengan sangat baik bahkan hingga perusahaan mereka tumbuh besar dan berkualitas. Mereka adalah kumpulan pria tampan, mapan, bertangan dingin, dan intelektual. Mereka cerdas, cerdik, dan banyak yang menyebut mereka sebagai kumpulan pria sempurna.

Namun, di balik kata sempurna pasti akan ada kekurangan, bukan? Ya, mereka memang tampan, kaya dan cerdas. Namun sayangnya, mereka adalah para pria brengsek. Pemain perempuan, hobi berjudi, balapan, dan berpesta.

Mereka lebih suka hidup bebas layaknya remaja. Mereka lebih suka dengan status single mereka. Mereka adalah tipe pria bebas yang tak suka memiliki ikatan asmara apalagi pernikahan. Mereka lebih suka bermain dengan wanita panggilan sebagai pelampiasan birahi mereka.

Edric berdecih. "Padahal kau yang paling sering bermain dengan para wanita panggilan itu."

"Ck. Dan kau kapan akan melepas keperjakaanmu? kau tahu cairanmu itu harus di buang pada tempatnya, jangan hanya di buang di closet kamar mandi." jawab Daniel membuat semua  tertawa mengejek Edric.

Oke, kita kecualikan Edric dalam keberengsekan mereka. Ya, hanya Edric yang tak suka bermain perempuan bahkan pria itu hingga saat ini masih perjaka. Edric lebih suka bekerja seharian di ruangannya daripada harus bermain dengan wanita panggilan.

"Hey! cairanku ini limited edition, jadi harus ditempatkan pada tempat yang benar dan berkualitas. Cairanku tidak cocok keluar di dalam para wanita panggilan itu." sahut Edric

"Ah, Edric, kau benar-benar harus mencoba bercinta. Karena sekali kau mencoba, kau akan ketagihan, tak peduli wanita mana yang kau masuki yang terpenting kau merasakan kepuasan." ujar Daniel.

Vernon mengangguk. "Ya, Daniel benar. Atau jangan - jangan kau seorang impoten?" tanya Vernon meledek.

Edric berdecak. "Jadi kita berkumpul disini untuk membahas keperjakaanku? Ck, kalian membuang waktuku." ucap Edric membuat mereka kembali tertawa.

***

Edric hari ini sedang mengunjungi salah satu cabang rumah sakitnya. Edric hanya berkeliling rumah sakit seperti biasanya tiap dia berkunjung. Dia melihat bagaimana kinerja tenaga medis maupun manajemen tiap cabang rumah sakitnya.

Edric selalu datang dengan sederhana layaknya pengunjung lainnya yang hendak mengunjungi sanak saudara mereka yang di rawat disana. Edric tak terlihat mencolok seperti pemilik rumah sakit, sebab dia lebih suka berkeliling sendirian dari pada di temani asisten atau siapa pun.

Edric memasuki area rawat VVIP untuk mengunjungi pamannya yang kebetulan tengah di rawat juga disana. Edric masuk ke dalam lift bersamaan dengan seorang dokter wanita yang terlihat masih sangat muda.

Sepertinya dokter itu tidak mengenali Edric sebagai pemilik rumah sakit ini, sehingga dokter cantik itu pun terlihat biasa saja saat bersebelahan dengan Edric di lift yang sepi ini.

Lift yang menuju lantai 9 itu awalnya sepi karena hanya ada mereka berdua, tapi kemudian dokter cantik itu menerima sebuah telepon dan asyik mengoceh meyumpah serapahi pasien tuanya yang tak tahu diri.

"haruskah aku membedah dia dan mengambil jantungnya lalu menjualnya? Kenapa tua bangka itu sangat manja? Menyebalkan sekali." gadis itu mendumel setelah menutup ponselnya.

Setelah menutup teleponnya, gadis itu terus menerus mendumel, tapi entah kenapa justru Edric merasa terhibur. Biasanya dia akan mudah terganggu dengan dumelan wanita, tapi rasanya dia sekarang terhibur bahkan terkekeh gemas melihat tingkah dokter cantik disampingnya.

"Kemana tujuanmu?" tanya Edric yang tak bisa lagi menahan suaranya.

Dokter cantik itu menoleh ke arah Edric sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kau bertanya padaku?" tanya gadis itu dengan wajah polos.

Edric menautkan alisnya kemudian mengedarkan pandangannya kepenjuru lift. "Memangnya ada siapa lagi disini selain kau dan aku?"

Gadis itu mencebik sambil melipat tangannya di dadanya. "Barangkali kau berbicara dengan makhluk astral."

Edric terkekeh dalam diam, tapi dia segera mengubah ekspresinya kembali menjadi tenang. "Berarti makhluk astral itu adalah kau, karena aku berbicara denganmu."

"Apa?! Kau mengataiku makhluk astral? Oh astaga, tuan... aku tak tahu namamu, jangan semakin membuat moodku hancur ya." sahut gadis itu.

"Aku tak membuat moodmu hancur."

"Tapi tadi kau mengataiku makhluk astral." jawabnya.

"Aku tidak mengataimu .... dr. Chelsea?" ucap Edric membaca nametag di jas dokter itu.

Gadis itu memelotot. "Kau tahu namaku? Kau juga tahu aku seorang dokter? Astaga apa kau penguntit?" tuduhnya.

Edric bukannya panik malah justru tertawa melihat tingkah ajaib gadis itu. "Kau memakai nametag di jas doktermu, gadis bodoh."

"Yak, tadi kau mengatai aku makhluk astral?! Dan sekarang kau menyebutku bodoh?! Dasar tidak sopan!" seru gadis itu.

"Aish, tidak bisakah hanya pak tua itu saja yang menyebalkan? Kenapa aku harus bertemu orang menyebalkan lainnya disini." dumel gadis itu.

Edric mengeryitkan keningnya, tapi dia tetap diam tak mengeluarkan suara.

"Kau tahu tuan tanpa nama, aku punya seorang pasien pria tua bangka yang menyebalkan, sangat - sangat menyebalkan. Dia selalu bersikap dingin padaku, tapi dia banyak sekali maunya. Dia selalu diam saat aku tanya keluhannya, bahkan ketika menjawab dia selalu menjawab dengan sinis. Oh astaga, untung saja dia tampan. Aku berharap dia segera sembuh dan tak pernah kembali lagi kesini." oceh gadis bernama Chelsea itu.

Ting

Lift sampai di lantai 9 dan terbuka, tapi Edric dengan cepat kembali menekan tombol tutup dan menekan tombol 13.

"Yak yak! Kenapa kau menutupnya lagi? Oh my! Aku harus segera ke lantai 9, kau tahu? Paman tampan menyebalkan itu pasti akan mengamuk jika aku tak segera datang kesana." oceh Dr. Chelsea.

Edric terkekeh, entah kenapa dia suka sekali melihat dan mendengar ocehan gadis yang baru beberapa menit lalu dia temui itu. Edric langsung terpana oleh gadis itu ketika dia mulai mengeluarkan suara yang bagi Edric suaranya itu sangat merdu. Hingga Edric melakukan hal gila yang entah kenapa dia lakukan. Dia menutup kembali pintu lift saat gadis itu akan keluar.

Tapi dimana orang-orang? Kenapa dari tadi hanya ada mereka berdua disana? Oh, Edric sungguh tak peduli tentang itu.

"Kau kan seorang dokter, seharusnya kau sabar menghadapi pasien seperti itu." ucap Edric.

Dokter cantik itu berdecih, dia telah bersabar tapi Paman tua tampan itu sungguh sudah menguras kesabarannya.

"Siapa nama-"

"Namanya Austin Dexter, paman tua itu sungguh menyebalkan. Seperti anak sekolah dasar yang banyak mau dan harus dituruti. Bahkan marahnya seperti wanita sedang PMS. Untung saja dia tampan, jadi aku masih bisa menahan kesabaranku." jawab gadis itu mengoceh.

Edric lagi-lagi terkekeh, suka, dia sangat suka mendengar ocehan gadis itu, sungguh. Apakah Edric sudah gila? Apakah dia jatuh pada pandangan pertama kepada dokter cantik itu karena suara ocehan?

"Aku tak bertanya tentang pasienmu, aku bertanya nama-"

Ting

"Nah tuan tampan yang aku tak tahu namamu, kita sudah sampai di lantai 13, sampai jumpa." potong dokter cantik itu ketika pintu lift terbuka.

Namun, dokter cantik itu kembali melongo ketika Edric justru menekan tombol tutup dan menekan tombol nomor 9.

"Siapa namamu?" tanya Edric langsung sebelum ada gangguan lagi.

Dokter cantik itu menggaruk kepalanya menahan amarah dan bingung dengan tingkah pria tampan didepannya. Ingin rasanya dia mencakar wajah pria itu, tapi dia tak tega melukai wajah tampan itu.

"Kau mempermainkan aku, tuan tanpa nama? Kenapa-"

"Siapa namamu?" tanya Edric memojokkan dokter cantik itu disudut lift.

Dokter cantik itu terdiam, dia menelan ludahnya ketika wajahnya dan Edric begitu dekat. Mata mereka saling bertatapan, dia tak tahan ketika dihadapkan dengan wajah tampan itu. Rasanya lututnya lemas dengan posisi ini.

"P-permisi, aku rasa posisi kita-"

Edric semakin mendekatkan wajah mereka membuat dokter cantik itu memerah dan menutup matanya pasrah. Ya, dia pasrah jika seandainya Edric akan menciumnya. Lumayan dicium pria tampan, bukan?

"Aku hanya ingin tahu siapa namamu, bukan untuk menciummu." bisik Edric tepat ditelinga gadis itu.

"C-Chelsea, Chelsea Angela."

"Nama yang cantik, aku akan menciummu nanti. Siapkan bibirmu, sayang." bisik Edric lagi dan segera pergi saat lift terbuka.

Chelsea menghembuskan nafasnya lega ketika Edric pergi. Lututnya lemas hingga dia merosot dan duduk di lift.

"Huh, apakah pria tampan didunia ini memang gila semua atau bagaimana? Oh my, lututku lemas." gumam Chelsea mengelus dadanya menenangkan diri sebelum dia bangkit dan keluar lift, menuju ruangan pasien tampan menyebalkannya.

Part 3

"Ups.." Chelsea mematung diambang pintu ketika dia melihat pemandangan indah didalamnya.

Tentu saja indah, dia melihat 4 pria tampan sedang berkumpul disana. Seharusnya Chelsea berdandan dahulu tadi jika tahu bahwa akan ada banyak pria tampan disini.

Eh, tapi Chelsea tak asing dengan pria tampan yang berdiri di dekat jendela. Pria itu, pria tanpa nama yang membuat lututnya melemas saat di lift tadi.

Chelsea menelan ludahnya akibat berhadapan dengan 4 pria tampan, apalagi dengan Austin Dexter si paman tua tampan yang menyebalkan, serta pria tanpa nama di lift itu.

"Selamat siang." dr. Ryan menyapa 5 pria tampan itu, Ryan Dario adalah senior Chelsea yang merupakan dokter kepercayaan keluarga Dexter.

"Selamat siang dokter Ryan." balas Austin.

"Oh iya, perkenalkan dia keponakanku, Chelsea Angela, sekaligus asistenku untuk melakukan perawatan tuan Austin." ucap Ryan memperkenalkan Chelsea.

"H-halo selamat siang." sapa Chelsea gugup.

"Oh jadi pasien yang kau maksud Austin Dexter adalah dia? Pasien tua menyebalkan yang cerewet dan kalau saat marah seperti wanita yang sedang PMS itu?" ucap Edric dengan wajah polos tanpa dosa.

Chelsea memelototkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya gugup. Austin yang menjadi objek pembicaraan langsung menatap nyalang pada Chelsea.

"Wah dokter cerewet itu membicarakanku dibelakang rupanya." ucap Austin sinis.

"Tuan lift, a-apa yang kau bicarakan? Kenapa kau ada disini?" tanya Chelsea gugup.

"Paman menyebalkan dan cerewet ini adalah Kakakku, omong - omong." jawab Edric santai.

Astaga, Chelsea telah salah membuka mulut mereconnya. Seharusnya dia tak berbicara pada orang asing. Lihat, dia bahkan menjelekan pasiennya dihadapan adiknya. Oh my, pria lift tampan itu rupanya adik paman menyebalkan, pantas saja mereka sama gilanya.

"tuan lift, seharusnya kau mengucapkannya secara lengkap. Aku tak hanya mengatakan tuan Austin menyebalkan saja tapi aku juga menyebut dia paman tua tampan yang menyebalkan."

tambah Chelsea langsung tersadar bahwa dia tak seharusnya mengatakan itu.

"Maaf." cicit Chelsea menunduk dalam.

Ryan menghela nafasnya jengah dengan sikap keponakannya itu. "Tuan Dexter, maaf atas-"

"Tidak, tidak! Aku memaafkanmu hei dokter cerewet karena kau menyebutku tampan, meskipun kau menambahkan embel - embel tua diucapanmu." potong Austin.

"Tapi kau memang tua paman." ceplos Chelsea polos.

teman - teman Edric yang hadir disana terkekeh bahkan hingga ketawa melihat tingkah Chelsea. Dokter cantik itu begitu polos dan menggemaskan.

Edric tersenyum dalam diam melihat Chelsea, hingga senyuman itu kemudian berubah menjadi sebuah seringaian.

“'i'll got you, babe.”

***

Daniel sedang tak memiliki kerjaan sekarang, sehingga dia bisa menghadiri pemeriksaan tahunan untuk hewan peliharaannya.

Daniel datang ketika briefing sedang dilakukan oleh tim medis khusus hewan. Daniel datang dengan wajah bersahabat, ramah dan tersenyum menyambut tim yang dia pekerjakan untuk menjaga kebun binatang mininya.

"Tuan Daniel, untuk pemeriksaan tahun ini akan dipimpin oleh dokter Veronica, karena dokter John sedang sakit." Ben selaku kepala penjaga kebun binatang mini milik Daniel.

Dokter cantik itu membungkuk sebentar pada Daniel lalu memperkenalkan diri. Sebenarnya itu tak perlu dilakukan, mengingat Dokter itu telah bekerja lumayan lama disana. Namun, dia tetap memperkenalkan diri karena ini adalah pertama kalinya mereka bertemu secara langsung. Sebab Daniel biasanya hanya bertemu dengan kepala penjaga maupun kepala dokter kebun binatang mininya itu.

Daniel mengangguk, dia baru tahu jika ada perempuan yang bekerja dengannya. Selama ini yang dia tahu hanya ada 15 orang pekerja pria yang bekerja di kebun binatangnya, sedangkan yang wanita adalah pembantu yang mengurus bagian rumah dan segala tetek bengeknya.

'Menarik, dokter hewan wanita, cantik, dan seksi.' gumam hati Daniel memperhatikan dokter Veronica dari atas sampai bawah.

Dia jadi membayangkan bagaimana membawa dokter hewan cantik itu bercinta di dalam kandang hewan peliharaannya, bukankah itu suatu hal yang menantang? Sial, hanya membayangkan saja tapi adik kecilnya sudah terbangun.

"Ekhm. Baiklah bisa kita mulai?" Daniel berdeham sambil merapikan jaketnya.

Tim pun mulai bergerak, jadwal pemeriksaan hari ini adalah untuk beruang dan harimau peliharaan Daniel. Mengingat dua hewan tersebut merupakan hewan endemik dan perlu pemeriksaan khusus, serta membutuhkan waktu yang lama.

Untuk yang pertama, mereka menuju kandang 2 ekor Beruang Asia Hitam yang Daniel beri nama Thunder untuk si jantan dan Zola untuk si betina.

Pemeriksaan berlangsung setelah Thunder dan Zoya diberi suntikan bius untuk memudahkan mereka melakukan pemeriksaan.

Dokter Veronica dengan sigap melakukan pemeriksaan terhadap Thunder dibantu oleh pekerja lainnya. Setelah Thunder selesai, mereka beralih kepada Zola.

Pemeriksaan untuk 2 ekor Beruang Asia Hitam telah selesai. Setelah istirahat dan melakukan persiapan kembali, tim kemudian beralih pada kandang 2 ekor Harimau Siberia yang Daniel beri nama Hoshi untuk si Jantan dan Woozi untuk yang betina.

Pemeriksan pertama dilakukan kepada Hoshi yang telah diberi obat bius terlebih dahulu. Setelahnya beralih pada Woozi.

Selama jalannya pemeriksaan, bukannya fokus pada hewan peliharaannya, Daniel justru malah terfokus pada dokter Veronica. Daniel terkagum - kagum melihat Veronica yang begitu teliti dan sigap dalam melakukan pemeriksaan terhadap hewan peliharaannya. Mungkin jika itu adalah hewan jinak seperti kucing atau anjing Daniel akan biasa saja, tapi hewan yang Veronica periksa adalah jenis hewan buas dan besar. Namun Veronica terlihat begitu tenang ketika memeriksa hewan-hewan endemik buasnya itu.

Wajah tenang Veronica saat memeriksa membuat jiwa Daniel tersentuh dan tertantang. Rasanya dia ingin melihat wajah cantik itu ketakutan. Sebab semenjak tadi, dia tak melihat ekspresi ketakutan dalam wajah Veronica bahkan ketika Hoshi mengaum dengan keras saat mereka datang.

"Kalau dari perhitungan sejak mereka kawin, sepertinya Woozi sekarang tengah mengandung. Namun kami belum bisa memastikan berapa usia kandungannya. Kami akan kembali melakukan perhitungan untuk memastikan." ucap dokter Veronica setelah mereka selesai melakukan pemeriksaan terhadap Woozi.

"Wah, aku akan menjadi kakek rupanya. Congrats boy." ujar Daniel sambil melihat Hoshi yang masih terlihat lemas pasca di bius.

Veronica hanya mengulas senyum tipis, kemudian dia memberikan laporan lainnya kepada Daniel mengenai kondisi Thunder, Zola, Hoshi, dan Woozi.

Daniel mengangguk dan tersenyum mendengar penuturan Veronica. Matanya tak terlepas dari bibir plum Veronica yang bergerak ketika berbicara. Jiwa bajingan dalam diri Daniel sangat ingin menyerang bibir itu dengan kasar. Lalu ciumannya turun ke titik - titik tubuh hingga bagian bawah Veronica. Ah, bisa - bisanya dia berpikiran mesum kepada dokter cantik dan seksi didepannya itu.

"...untuk pemeriksaan satwa lainnya akan dilaksanakan minggu depan dengan hari yang sama dan pemeriksaan akan dipimpin kembali oleh dokter John." Veronica menutup laporannya pada Daniel.

Daniel kembali mengangguk. "Pemeriksaan minggu depan akan kembali dipimpin oleh dokter Veronica." putus Daniel sambil memasuki rumah besarnya.

Veronica dan tim yang mendengar itu hanya melongo. Padahal biasanya Daniel akan mengundur pemeriksaan jika bukan dipimpin oleh dokter John. Namun sekarang, selama pemeriksaan Daniel hanya diam bahkan sampai memenyuruh Veronica kembali yang memimpin pemeriksaan minggu depan.

"Bukankah tuan Daniel tak bisa percaya kepada dokter lain selain dokter John? Kenapa tiba-tiba dia berubah dan mengijinkan dokter Veronica untuk memeriksa hewan peliharaannya?" bisik salah satu anggota tim.

Ben sebagai kepala tim hanya mengedikkan bahunya. "Minggu depan kau bisa kan? Aku akan mengabari dokter John." ucap Ben.

"Minggu depan aku jadwal penelitian, bisakah kau berbicara dengan tuan Daniel? Aku mohon." pinta Veronica memelas, tapi Ben dengan wajah menyesalnya menggelengkan kepala.

"Maaf, tuan Daniel bukan orang yang mudah untuk dibujuk. Kecuali…." Ben menggantung ucapannya.

"Kecuali?" ulang Veronica.

"Kau sendiri yang membujuknya." jawab Ben.

Ya, Daniel memang bukanlah tipe orang yang mudah untuk dibujuk. Apalagi oleh pria, bahkan sahabat karib Daniel pun kesulitan untuk membujuk pria itu, apalagi itu adalah Ben yang hanya sekedar pegawainya saja.

"Kau bilang tuan Daniel adalah orang yang sulit dibujuk. Kau saja yang sudah dikenal dan dipercaya oleh dia tak didengar apalagi aku, dia bahkan sepertinya baru melihat aku sekarang." ujar Veronica.

Ben terkekeh. "Maksudku bujuk dengan plus plus. Dia pemain wanita, bisa saja kan dia mengabulkan keinginanmu setelah kau layani."

Veronica langsung memukul bahu Ben keras sambil memelototkan matanya. "Hei, aku bukan wanita murahan!"

"Sudahlah, datang saja minggu depan, daripada nanti kita kena marah berjamaah." ucap Ben menepuk bahu Veronica sambil berlalu menyusul pekerja lainnya.

Veronica berdecih, seharusnya dia menolak saat dokter John meminta dia untuk menggantikannya. Veronica pikir Daniel akan membatalkan pemeriksaan saat yang memimpin hari ini bukan dokter John. Tapi rupanya Daniel hanya mengangguk - anggukan kepala saja dan diam selama pemeriksaan, padahal menurut Ben biasanya Daniel selalu cerewet menanyakan kondisi satwa kesayangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!