NovelToon NovelToon

Pengasuh Cantik Milik Sang Presdir

Chapter : 01

Terlihat seorang gadis cantik dengan masih memakai gaun tidurnya berusaha melarikan diri dari rumahnya yang megah. Mata bulatnya menyapu ke sekililing arah, tampak sekali waspada. Setelah di rasa aman, dia mulai melongok ke bawah, dari atas balkon kamarnya yang berada di lantai dua, ia melihat di bawahnya sepi lalu mulai mengeluarkan sebuah tali yang dia buat sendiri dari kain yang diikat satu persatu. Rosetta dhiyaksa nama gadis cantik itu, sudah sangat yakin pelarian nya ini akan berjalan mulus. Ia sudah belajar tutorialnya dari youtube, bagaimana cara kabur dari rumah dengan sukses, dan Rosetta sangat optimistis dengan rencananya ini.

Sebelum semua yang terjadi sekarang, Rosetta adalah gadis periang yang tahun ini akan menginjak usia ke sembilan belas. Dia adalah putri seorang bupati di kota tempatnya tinggal saat ini. Yang membuat nya sampai nekat melakukan ini adalah karena ayahnya, tuan dhiyaksa membuat sebuah keputusan sepihak yang sangat membuat nya syok sampai tidak bisa berkata- kata, yaitu sebuah perjodohan.

Dan yang paling membuat nya hampir ingin mati berdiri adalah, ayahnya berniat menjodohkan dirinya dengan seorang pria tua yang lebih pantas untuk menjadi kakeknya.

Rosetta ingat, pagi itu suasana di rumahnya tak seperti biasanya yang hangat dan penuh canda tawa, semuanya tampak tegang. Di meja makan setelah sarapan ayahnya membuat pengumuman secara sepihak, rencana pernikahannya yang bahkan dia sendiri tak tahu dengan tuan Bramasta, seorang pria tua kenalannya di dunia politik yang namanya sudah di kenal luas dan sangat di hormati di bidangnya.

Rosetta ingat bagaimana ayahnya dengan tampang tidak merasa bersalah mendekati nya dengan senyuman.

"Sissy, ini kesempatan yang baik untuk mu," ucap ayahnya berusaha meyakinkan. "Kau tahu menjadi istri seorang politisi akan sangat menguntungkan, bukan hanya untuk mu tapi juga untuk papa. "

Mendengar penjelasan tak masuk akal itu, Rosetta tentu meradang. Dia tahu ada sebab lain kenapa ayahnya begitu menginginkan ia menikah dengan tuan bramasta, yaitu demi kelancaran karir nya di bidang politik kedepan nya, dan Rosetta tahu dia hanya di jadikan alat oleh ayahnya. Hatinya sontak bergemuruh tidak terima. "Aku tidak mau papa! aku bukan barang yang di perdagangkan!" balasnya saat itu dengan tegas menolak. Lalu ketegangan antara Rosetta dan ayahnya berlanjut hingga sore hari, hingga puncaknya Rosetta mengambil keputusan spontan-- melarikan diri.

"Enak saja aku harus menikah dengan pria tua yang umurnya mungkin hanya menghitung hari, mana botak pula, " gerutu Rosetta, kesal jika mengingat kembali soal perjodohan secara sepihak itu. Bukan hanya soal tampang dan usia yang membuat Rosetta sangat enggan-- tapi juga dia tidak pernah ingin menjadi bagian dari dunia politik yang penuh aturan dan kepura-puraan. Dia ingin menjalani hidupnya dengan cara yang ia pilih sendiri, bukan berdasarkan keputusan orang lain.

Dengan gerakan hati- hati, Rosetta mulai berusaha turun dari balkon kamarnya yang berada di lantai dua ini, menggunakan untaian tali yang terbuat dari kain tadi, yang ujungnya ia ikat erat di bilah besi balkon nya. Rosetta tak ingin melihat ke bawah, sebisa mungkin ia menghindari tatapan kesana, karena sebenarnya Rosetta takut ketinggian, tapi demi rencananya kabur ini ia berusaha melawan fobia nya itu, biarlah daripada dia harus menghabiskan masa mudanya menjadi istri kesekian pria tua yang mempunyai tampang cabul itu.Hiyyy! jika mengingat kembali pertemuan nya dengan tuan bramasta sore tadi dia jadi merinding sendiri. Melihat wajah cabul nya yang seperti siap menerkam, membuat bulu kuduk Rosetta berdiri.

"Fyuuuh! " Rosetta membuang napas lega begitu kakinya yang di lapisi sendal tidur tipis mulai menapaki tanah dan dia pun mendarat sempurna sesuai yang di harapkan nya.

"Yeay akhirnya merdeka!" saking senangnya Rosetta berteriak riang, untungnya dia pun sadar dan langsung menutup mulut, takut suaranya terdengar yang lain.

"Huh, untung saja! " Rosetta mengusap dadanya pelan, gadis berambut ikal sepinggang itupun mulai melanjutkan pelariannya, sebisa mungkin ia berjalan mengendap- ngendap sampai menuju pagar taman belakang yang tak terdapat penjagaan. Meski gelap, Rosetta berusaha melawan ketakutan nya dan dia pun berhasil keluar dari rumahnya dengan mulus.

"Yes! " dia mengancungkan tangannya ke udara, merasa sepenuhnya bebas. Kali ini tak ada lagi kekangan dari ayahnya, dia akan hidup seperti merpati yang bebas dari sangkar.

"Let's go Sissy, semangat menjelajahi dunia luar! " ujarnya dengan begitu semangat.

*

*

*

Sedangkan di belahan dunia lain, di waktu yang berbeda tepatnya di sebuah mansion megah dan mewah, tampak tiga orang wanita berpakaian pelayan berlarian kesana- kemari berusaha menghindari tembakan kelereng yang mengarah mengikuti mereka.

"Aaaaa, tuan muda tolong berhenti, kami menyerah, kami menyerah! " ujar ketiga nya dengan spontan serempak. Wajah mereka sudah belepotan oleh tepung dan coklat, seragam kerja mereka pun tak kalah kotor, terkena noda tomat busuk dan cat warna- warni di sekitar nya.

"Hahaha rasakan ini! " tawa riang dua bocah laki-laki tampan menggema. Keduanya membawa mainan tembakan yang di arahkan ke ketiga pelayan wanita itu.

"Alvaro, kau cegat mereka di sana!" teriak salah satunya yang paling tua.

"Baik kakak! " di sahuti oleh yang muda.

"Kak Alaska! " suara gadis kecil yang menggemaskan terdengar.

"Kau siap Chiara?! "

"Siap! " kata bocah perempuan berkepang dua itu. Lalu keduanya berdiri tepat di depan ketiga pelayan wanita itu akan berhenti, dengan membawa seember air cucian piring yang di tambah bubuk cabai hingga berwarna merah. Alaska mulai menghitung, menatap adiknya Chiara. Mereka sudah sering melakukan ini pada pengasuh mereka sebelumnya, hingga dengan hanya dengan tatapan mereka sudah mengerti dan bersama melemparkan isi ember ke arah ketiga pelayan wanita itu.

Byurrrr!

"Arrrggghhh! " lengkingan suara teriakan pun terdengar heboh, ketiga pelayan itu seperti ikan yang kehabisan air, terkapar- kapar di lantai.

"Mataku, mataku pedih!! " kata mereka kompak.

"Hahaha rasakan itu! " Alvaro, Alaska dan Chiara, ketiga anak itu berkumpul untuk mentertawakan Sirkus gratis yang ada di depan mereka.

Sampai tiba-tiba suara langkah kaki yang terdengar keras mendekat, menghentikan tawa mereka. Alvaro menarik adik- adiknya untuk berdiri di belakangnya, sedangkan para pelayan yang terkapar di lantai segera bangkit berdiri.

Sosok tegap dan tinggi menghampiri mereka, dia adalah Zein Arga Mahatma, pria tampan ayah dari ketiga anak- anak itu tampak tercengang melihat keadaan rumah yang lebih mirip seperti kapal pecah.

"Tuan Zein, akhirnya anda datang. " Salah satu pelayan segera bersimpuh.

"Ada apa ini? " suara beratnya berujar dingin.

"Tuan Zein kami menyerah, kami menyerah merawat anak- anak mu! " kata salah satunya yang lebih terdengar seperti jeritan pengampunan.

"Iya kami berhenti, kami sudah tidak sanggup!" mereka bertiga kemudian bersiap untuk pergi.

"Tunggu, bagaimana dengan gaji kalian?"

"Tidak apa- apa, tidak di gaji tuan. Anggap saja sodaqoh dari kita, untuk me rukiyah anak- anak itu. Mereka bukan seperti anak- anak manusia, hiiih! " jerit mereka Bergidik ngeri serempak lalu berlari terbirit-birit begitu saja seperti baru habis dari rumah hantu.

Rahang Zein mengeras, lalu ia berbalik dengan tatapan tajam mengarah pada anak-anak nya. "Katakan pada papa, apalagi keonaran yang kalian lakukan ini?! "

*

*

Hai, hai kembali ke karya baru author, jangan lupa dukung ya teman- teman, terimakasih 😇🥰

Chapter : 02

Alvaro dan Alaska si kembar yang hanya berbeda lima jam itu tampak berdiri dengan kepala menunduk, sambil menyenggol lengan satu sama lain, sedangkan bocah lima tahun dengan mata seperti boneka itu hendak maju, namun Alvaro dengan sigap menahan.

"Tidak Chia, kamu harus tetap di belakang kami! "

Chiara hanya bisa mengikuti ucapan kakaknya dengan patuh. Sementara Zein, tetap diam dengan tangan terlipat di depan dada, dengan tatapan nya yang memicing, berusaha mengamati karakter anak- anaknya yang sebenarnya tak bisa ia mengerti selama ini.

"Oh apa kalian berusaha untuk melindungi diri sekarang? " suara berat Zein kembali terangkat ke udara, tidak keras memang tapi nada ketegasan di dalam nya cukup membuat ketiga anak itu terkejut.

Alvaro dan Alaska saling sungut tak ada yang mau mengalah dan membuka suara membuat Zein cukup kehilangan kesabaran nya, tapi sebelum dia berujar lagi, anaknya yang paling bungsu berjalan mendekat.

"Papa tolong jangan hukum kak Al dan kak Aska, meleka hanya ingin belmain, " ucap Chiara dengan suaranya yang masih cadel, tangan mungilnya mendekap salah satu jemari Zein. Ah, jika seperti ini Zein paling tidak bisa untuk marah. Dia kemudian mengangkat putrinya itu dalam gendongan nya.

"Katakan pada papa. Siapa yang merencanakan ini semua? " Tanya Zein dengan penuh pengertian pada putrinya. Kejadian seperti ini tidak terjadi sekali dua kali tapi ini sudah kesekian kalinya. Sudah banyak orang yang ia rekrut untuk menjadi pengasuh anaknya, tapi tak ada satupun yang bertahan selama satu bulan sesuai perjanjian yang selalu ia berikan. Tentu alasannya apalagi jika bukan karena kenakalan mereka, bukan sebuah rahasia lagi jika anak- anaknya ini sangatlah nakal.

Saking nakalnya, para pengasuh yang Zein rekrut satupun tak ada yang pernah ia pecat tapi semua mengundurkan diri. Rata-rata bertahan hanya dalam hitungan hari, yang terpendek kali ini dan menjadi rekor baru, ketiga pengasuh wanita tadi hanya bertahan setengah hari, bahkan mungkin hanya hitungan jam, fantastis. Benar- benar tak ada yang kuat dengan kenakalan anak- anaknya ini. Saking banyaknya keluhan, Zein bahkan tak mampu marah lagi.

"Kami tidak berbuat salah pah! " kata Alvaro, cepat- cepat berusaha membela diri. Dia berdiri di depan Alaska, adiknya. Mencoba mengambil peran sebagai pelindung. "Kami hanya bermain. "

"Bermain? hmm bagus. " Zein manggut-manggut namun mata nya semakin memicing tajam. "Kau lihat piala itu? piala itu adalah penghargaan yang baru papa dapatkan kemarin, tapi sekarang pecah karena ulah kalian, apa itu di sebut sebagai bermain? "

"Dan yang paling parah adalah ketiga pengasuh kalian tadi mendapatkan luka di matanya. Sebelumnya kaki, tangan, punggung dan sekarang mata? besok apalagi target kalian berikutnya?!" Zein berusaha menahan amarahnya, sebisa mungkin tak ingin terlihat meledak- ledak di depan anak- anaknya.

Alvaro bersungut-sungut. "Ck, kami hanya tidak suka dengan para pelayan itu pah, mereka hanya berpura- pura baik di depan papa, sedangkan jika tidak ada papa mereka seenaknya pada kami! " ujarnya.

"Tapi tidak dengan cara menyakiti mereka seperti ini! " tegas Zein, raut wajahnya mengeras membuat Alvaro dan Alaska seketika memundurkan langkah, Chiara yang biasanya ceria dan ceroboh kini terlihat lebih takut. Zein yang menyadari nya bergegas menetralkan raut wajahnya kembali, "maafkan papa sayang, " ucapnya pada putri bungsu nya itu.

"Baiklah sekarang tidak ada toleransi lagi, sebagai hukuman tak akan ada jatah pergi ke karnaval minggu ini! "

Alvaro dan Alaska melotot, mereka sontak tak terima, dan Zein sangat tahu itu. Dia berharap hukuman kali ini bisa membuat mereka jera.

"Yah pah, tapi kan karnaval malam ini sangat spesial karena ada pawai badut nya... " keluh Alvaro seketika merasa menjadi orang yang tak bersemangat.

"Tidak ada karnaval. malam ini kalian akan di kurung di kamar dan belajar! " ujar Zein lebih terdengar seperti sebuah ultimatum yang tak bisa di bantah. Zein kemudian menarik tangan anak- anaknya membawa mereka ke kamar.

"Tetap di sini dan jangan berusaha kabur! " tegasnya memperingati.

Zein kemudian menutup pintu nya dan menguncinya dari luar.

"Papa, jangan hukum kak Al sama kak Aska tellalu belat, " pinta Chiara dengan mata bulatnya yang yang mengerjap. Zein merasa gemas lalu mencium pipi chubby Chiara, anaknya yang terakhir itu masih berusia lima tahun jadi dia masih belum tega menghukum nya.

"Tidak apa- apa sayang, kakak- kakak mu harus banyak belajar. " Zein kemudian mengajak Chiara untuk bermain

Di sisi lain Rosetta yang baru saja berhasil melarikan diri dari rumahnya, melangkah dengan mantap menyusuri jalanan setapak mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Tak ada tujuan pastinya hingga hari esok, tapi setidaknya Rosetta bisa merasa lega karena terbebas dari jeratan kekangan dari ayahnya. Tanpa sadar kini Rosetta sudah berada di sebuah karnaval.

Manik matanya bersinar terang melihat lampu warna- warni yang ada di depannya.

"Waaah! " Rosetta merasakan semangat untuk bersenang-senang nya kembali bergelora. Ia berjalan berniat menjelajahi karnaval itu. Di dalam otaknya Rosetta sudah membayangkan banyak permainan seru.

Hidup dalam kurungan sangkar yang di buat ayahnya sejak kecil membuat jiwa kanak- kanak Rosetta seolah tak pernah padam. Inner child nya selalu merasa ingin terpenuhi, jadi tak heran jika terkadang tingkahnya terbilang tak sesuai dengan umurnya. Tapi gitu- gitu juga Rosetta juga pintar, dia tahu kapan harus menggunakan otaknya dengan benar.

Rosetta berjingkrak+ jingkrak di antara kerumunan orang- orang yang berlalu lalang hatinya merasa sangat riang. Di lihatnya beberapa pasangan melewati nya sambil memakan eskrim, dalam hatinya dia ingin juga. Tapi dia tidak memiliki uang, pelariannya di lakukan spontan jadi ia tak memiliki persiapan, sekarang perutnya berteriak keroncongan.

"Aha, aku punya ide! " otak berliannya muncul di saat yang tepat. Ia memiliki ide yang bagus.

*

*

Di dalam kamar mereka, Alvaro dan Alaska berjalan mondar-mandir. "Ck, papah pikir dia bisa mengurung kita di sini! kita akan tetap pergi ke karnaval itu malam ini! " ujar Alvaro.

"Tapi bagaimana caranya Al? " tanya Alaska.

Lama berdiam diri, Alvaro menjentikkan jarinya, bocah itu memiliki sebuah ide yang cemerlang dan langsung saja di bisikkan ke kuping kembarannya.

Alaska manggut- manggut setuju dengan ide cemerlang kakak nya. Tak lama kemudian Alvaro mengambil sebuah walkie talkie yang ada di pojok kamar, dia tahu Chiara adiknya bisa di andalkan.

"Halo chia, kakak Al di sini. "

"Yes, chia di sini kak Al. "

"Chia, kamu bisa membantu kami kan? "

"Ya kak. Bantuan apa? "

"Ambil kunci kamar yang ada pada papa. Kak Al dan kak Aska ingin keluar dari kamar ini, kamu pasti bisa kan? "

"Oke ka, selahkan pada Chia. "

Sambungan terputus, Alvaro dan Alaska bersorak riang, sudah optimistis mereka akan terbebas dari sini.

Butuh waktu beberapa menit sampai pintu dari luar terketuk. Alvaro dan Alaska langsung bergegas menghampiri.

Trek!

Tak lama pintu pun bisa dibuka.

"Chiara! "

"Kak Al, kak Aska!" bocah lima tahun itu memeluk kedua kakak laki-laki nya tersebut.

"Bagaimana bisa kamu mengambil kunci dari papa secepat itu?"

Chiara tersenyum menampilkan deretan giginya yang belum sepenuhnya tumbuh. "Kebetulan kuncinya ada di dekat meja belajal aku kak, jadi aku gampang ngambilnya. "

Alvaro tersenyum bangga. "Anak pintar, kamu memang adik kami! " dia membelai lembut kepala adiknya itu.

"Ayo kita pergi! kita akan tetap ke karnaval malam ini! "

****

Chapter : 03

Alvaro, Alaska, dan Chiara berjalan riang sambil bergandengan tangan, mereka menyusuri jalan yang hendak menuju ke tempat karnaval impian di adakan. Sambil melangkahkan kaki, ketiganya bersenandung dengan penuh semangat.

Sampailah mereka di tempat karnaval, ketiga anak- anak itu berhenti secara serempak, melihat pawai badut yang selama ini ingin di tonton, ada juga berbagai macam tukang makanan dan wahana permainan yang terlihat seru karena selain karnaval di sini juga tempat di adakannya pasar malam, jadi tambah meriah.

"Yeay!" ketiga berjingkrak senang lalu mulai memasuki gemerlap cahaya lampu yang penuh warna- warni.

Tak sengaja mereka menangkap pemandangan seorang gadis yang memakai gaun tidur, dia adalah Rosetta.

Melihat es krim di tangan Rosetta membuat mata Chiara seketika berbinar. Mereka pun berpapasan.

"Hei, kalian. " Rosetta memanggil ketiga anak- anak itu. "Kemana orang tua kalian? kalian nyasar ya? " tanyanya kepada ketiga anak itu.

Alvaro segera menggeleng, "Tidak.Kami hanya ingin bermain- main. "

Chiara menarik- narik tangan kakaknya. "Kak Al, aku ingin itu. " tunjuk nya pada es krim yang ada di tangan Rosetta.

Alvaro dan Alaska saling menoleh. "Bagaimana ini? kau punya uang tidak? "

Alaska menggeleng. "Enggak. Kita kan kabur, mana sempet ngambil uang! *

Alvaro menepuk jidatnya. Rosetta menyadari permasalahan mereka, dia tertawa pelan. Untungnya dia dapat banyak uang dari membantu beberapa tukang dagang di sini jadi dia punya beberapa es krim lagi di kantong.

"Ini untuk mu. " Rosetta menyerah kan satu es krim nya lagi pada Chiara.

Wajah Chiara berbinar cerah. "Wah terimakasih ate. "

"Panggil aku Sissy. " katanya pada anak-anak menggemaskan itu.

"Aku Alvaro. "

"Aku Alaska. Kami kembar. " Alaska tersenyum nyengir.

"Aku Chiala. " Chiara always dengan nada cadel nya. Mereka bertiga bergantian bersalaman pada Rosetta.

"Baiklah, sekarang kita adalah teman. Mau ikut bermain bersama ku. "

Alvaro, Alaska dan Chiara saling berpandangan, lantas mereka langsung mengangguk setuju.

"Oke let's go! " ujar Rosetta dengan riang, mereka pun saling berpegangan tangan dan mulai menyusuri gemerlap nya pasar malam.

Di sisi lain, Zein baru keluar dari kamarnya segera setelah membersihkan diri, hendak menghampiri Chiara kembali setelah zein memintanya untuk bermain dulu di ruang tengah. Kesibukannya di kantor sungguh menyiksa waktunya hingga dia tak sempat mengamati perkembangan anak- anak yang di asuhnya.

Ya, ketiga anak itu adalah anak- anak dari mendiang kakak perempuan nya, Anya Paramita. Kakaknya meninggal sehari setelah berjuang melahirkan Chiara dan tak lama kemudian suaminya pun ikut menyusul setelah tak kuasa di tinggal istrinya.

Sebulan setelah nya, sebuah wasiat datang menghampiri zein yang waktu itu masih berkuliah di Swiss di bidang penerbangan. Dia di minta untuk mengambil alih pengasuhan anak- anak mendiang kakak perempuan nya tersebut, dan menjalankan perusahaan kakak iparnya yang bergerak di bidang properti dan Hotel.

Karena amanah besar itu, zein harus meninggalkan cita- citanya sebagai pilot dan pulang kembali ke indonesia untuk membesarkan keponakannya yang kini ia sudah anggap sebagai anak- anaknya sekaligus menjalankan perusahaan yang di tinggalkan oleh mendiang kakak iparnya.

Di usianya yang ke-29 ini Zein belum siap untuk menikah karena ia ingin terus fokus membesarkan anak-anak nya dan baginya belum ada kandidat yang cocok untuk menjadi ibu bagi anak-anak nya itu, meski di luar sana banyak wanita yang mengantri untuk menjadi istrinya tapi zein bukan hanya mencari pendamping hidup yang terpenting adalah mencari sosok "ibu" untuk anak-anak nya.

Zein melewati kamar Alvaro dan Alaska, hati kecilnya merasa bersalah karena telah mengurung mereka. Dia merasa hukuman mereka terlalu berat. Begitulah zein, meski anak-anak nya sangat lah nakal dia tak tega jika harus berlama-lama menghukum mereka. Jadilah Zein memutuskan untuk membebaskan Alvaro dan Alaska dari hukuman dan berniat membawa ketiga anaknya ke karnaval impian mereka.

Namun ketika dia berdiri di ambang pintu, Zein merasa terkejut begitu melihat kunci sudah bertengger di lubang nya.

"Siapa yang membukakan mereka pintu nya? " Zein bergumam heran, instingnya mengatakan ada hal yang tak beres, dia segera membuka pintu, melihat anak-anak nya tak ada di dalam, matanya mendelik tajam.

"Alvaro! Alaska! " teriaknya memanggil anak-anak nya namun sepi, tak ada yang menyahut. Di serang kepanikan, Zein kemudian berlari menuju ruang bermain, dan benar saja dugaan nya, Chiara pun tak ada.

Zein mengepalkan tangan, rahangnya mengeras, matanya tajam menatap ke sekeliling. "Breng*sek! " umpat nya lalu Zein segera mengambil kunci mobil dan jaketnya.

Sementara itu, Tawa riang menggema di antara hiruk-pikuk pasar malam. Rosetta dengan Alaska dan Chiara yang menggandeng tangannya, merasa seolah menemukan keluarga baru. Sementara Alvaro mengikuti langkah di samping adiknya, memastikan adik- adiknya tetap berada dalam jangkauan pandang. sebagai yang paling tua jiwa pelindung nya memang sangat lah kuat.

Lampu warna- warni menari- nari diwajah mereka, menciptakan suasana magis yang sejenak melupakan kesedihan dan ketakutan yang baru saja mereka alami.

"Lihat! lihat, ada alum manis! " seru Chiara, menunjuk ke arah gerobak yang menjajakan gumpalan gula kapas berwarna-warni. Matanya berbinar- binar penuh harap.

Rosetta tersenyum. "Tentu saja kita bisa beli arum manis, kalian mau warna apa? "

Tanpa ragu, Chiara memilih warna merah muda, sedangkan Alaska memilih biru. Alvaro, yang lebih dewasa, menggeleng ketika di tawari. "Aku tidak suka terlalu manis, " jawabnya.

Sambil menikmati arumanis, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri pasar malam. Chiara tak henti- hentinya berceloteh tentang wahana permainan yang ingin ia coba, Rosetta juga menanggapi hal yang sama. Tak di sangka mereka sangat se frekuensi hingga tak ada canggung sama sekali padahal baru kenal beberapa saat lalu.

Mereka menyusuri setiap tempat dan permainan seru di pasar malam. Mereka bermain berbagai macam permainan mulai dari melempar bola, menembak balon hingga melempar Bebek. Tawa dan canda riang terus menghiasi setiap langkah mereka.

Alvaro memenangkan sebuah boneka beruang dari permainan melempar bola yang langsung di berikan nya pada Chiara dan dengan bangga Chiara memeluk boneka itu erat- erat. Alaska mendapatkan sebuah topi koboi dari permainan menembak balon, ia langsung memakainya dan bergaya seperti koboi sejati.

Mereka semua tertawa karena tingkah konyol Alaska sampai tiba-tiba suara berat yang muncul dari arah belakang menghentikan tawa mereka semua.

"Papa cari kemana-mana, ternyata benar kalian ada di sini. "

"Papa? " Rosetta membelalakkan mata, dan langsung membalikkan badan. Netra coklatnya segera bertemu dengan mata hitam bak jelaga dari pria gagah di depannya.

Sementara Alvaro, Alaska dan Chiara langsung mematung di tempat.

Alis Zein menukik tajam begitu melihat ada seorang gadis di tengah-tengah anak-anak nya. "Siapa kau? "

"Aku... jodoh mu, eh! "

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!