NovelToon NovelToon

Office Girl Pribadi CEO

Hari Pertama Kerja

"Wah..tempatnya gede banget! Berasa masuk dunia lain kayaknya nih," gumamnya sambil menatap sekeliling.

Aulia melangkah masuk ke gedung megah itu dengan kepala tegak dan senyum lebar. Gedung ini tinggi menjulang dengan kaca-kaca besar yang berkilauan di bawah sinar matahari.

Suasana di dalam terasa begitu profesional, penuh dengan orang-orang setelan rapi dan ekspresi serius.

Seorang resepsionis menoleh ke arahnya, memandangnya dari ujung kepala sampai kaki. Aulia yang hanya mengenakan kemeja putih, celana hitam dan sneaker putih jelas terlihat mencolok di antar pegawai lain yang tampil necis.

"Permisi, Kak saya Aulia, Office Girl baru. Mau lapor dulu nih, biar keliatan rajin," ujarnya dengan nada ceria membuat resepsionis itu mengerutkan dahinya seolah tidak terbiasa dengan seseorang yang seperti Aulia.

"Silahkan ke lantai 15, temui Pak Edwin bagian HR." Jawabnya ketus yang membuat Aulia mencemooh dalam hatinya.

Ia pun dengan cepatnya melupakan ekspresi resepsionis itu lalu melangkah masuk saat lift terbuka. Di dalam, kesenjangan terlihat jelas. Ia menemukan dirinya berdiri di antara beberapa karyawan yang tampak sibuk dengan ponsel masing-masing.

Diam? Tentu bukan gaya Aulia.

"Selamat pagi, semuanya! Semangat kerja, ya!" katanya dengan suara ceria.

Orang-orang di dalam lift menoleh sekilas. Ada yang tersenyum kecil, ada juga yang hanya melirik tanpa ekspresi. Salah satu pria berkacamata di sudut lift menurunkan ponselnya menatap Aulia dengan alis terangkat.

"Kamu siapa?" tanyanya.

"Aulia, office girl baru. Kenalan yuk!" Jawabnya tanpa ragu sambil menyodorkan tangannya hendak bersalaman.

Pria itu menatapnya sebentar lalu kembali fokus ke ponselnya dan mengabaikan tangan Aulia yang menggantung di udara.

"Cih.. Dingin amat. Udah kayak kulkas dua pintu."

Beberapa orang tersenyum mendengar celoteh ya, tapi pria berkacamata itu tetap datar.

Tak lama, pintu lift terbuka di lantai 15 dan Aulia pun keluar dengan langkah ringan.

Setibanya di ruangan HR, ia segera menemui Pak Edwin, seorang pria berkemeja biru dengan raut wajah ramah.

"Ah, kamu Aulia ya? Selamat datang," sambutnya.

"Terima kasih, Pak! Saya siap bekerja dan menyebarkan kebahagiaan!" kata Aulia penuh semangat.

"Bagus kalau semangat. Oke, ini seragam dan daftar tugasku. Hari ini kaki bisa mulai dengan berkeliling mengenal lingkungan dulu." jelas Pak Edwin sambil tersenyum tipis.

"Siap, Pak! Saya bakal bilik kantor ini lebih hidup!" katanya dengan percaya diri.

...****************...

Aulia Calista adalah seorang gadis berusia 20 tahun. Tubuhnya tidak tinggi tapi juga tidak pendek—bisa dibilang pas. Kulitnya putih manis dengan rambut sebahu yang selalu sedikit berantakan. Ia adalah anak perantauan yang datang ke kota besar ini seorang diri untuk mencari nafkah.

Ibunya tinggal di desa bersama adik lelakinya yang bekerja di sawah. Setiap bulan, Aulia selalu menyisihkan uang untuk dikirim ke kampung dari beberapa bulan lalu dari pekerjaan sebelumnya.

Aulia sedang asyik menghafal sudut-sudut kantor berhenti melangkah ketika seorang pria berbadan tegap menghampirinya. Dari potongannya, jelas ia bukan karyawan biasa. Dengan setelan jas rapi dan ekspresi serius, Pria itu langsung berbicara tanpa basa-basi.

"Kamu Aulia, OG baru?"

Aulia mengangguk cepat.

"Yup, betul banget. Ada yang bisa saya bantu, abang ganteng?" tanyanya dengan senyum jahil.

Pria itu menghela napas pendek, jelas tidak terpengaruh oleh gaya tengilnya.

"Saya Teddy, sekretaris Pak Aldiano. Kamu bisa buat kopi?"

"Kopi? Bisa banget dong, Pak. Mau yang pahit kayak kehidupan atau yang manis kayak saya?" Aulia terkekeh mendengar jawabannya sendiri namun tawa itu langsung menghilang saat ia menyadari wajah Pak Teddy yang datar.

"Buatkan kopi hitam untuk pak Aldiano. Bawa ke ruangannya di lantai 20. Jangan bilang siapa-siapa soal ini."

"Eh? Kok kayak misi rahasia gitu, Pak?" tanyanya penuh curiga.

"Jangan banyak tanya," balas Teddy tegas. "Bawa saja kopinya ke atas."

Aulia mengangkat bahu dan segera menuju pantry. Dengan cekatan, ia menyeduh kopi hitam menggunakan biji kopi premium yang tersedia. Tangannya yang sudah terbiasa membuatnya yakin hasilnya pasti enak.

Setelah selesai, ia membawa cangkir kopi itu ke lantai 20—ruangan pemilik perusahan yang konon jarang terlihat oleh karyawan biasa.

Setelah sampai di depan pintu, Aulia tiba-tiba menjadi ragu.

"Ini aku gak bakal di perkaos kan kayak cerita-cerita perusahaan besar begitu? Atau ngeliat bapak-bapak tua Bangka." gumamnya pelan.

Setelah pertarungan batin, akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu besar mewah itu dengan rasa yang sedikit takut.

Setelah mengetuk, ia masuk dengan hati-hati. Ruangan itu luas dan modern dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota. Di balik meja kerja yang rapi, duduklah seorang pura dengan jas hitam berekspresi dingin dan aura berwibawa.

Aldiano Variz. Pemilik perusahan.

'Syukurlah bukan tua bangka.' batin Aulia.

Tanpa bicara, Aulia berjalan mendekat dan meletakkan cangkir kopi di mejanya.

"Permisi, Pak. Kopi spesial dibuat dengan penuh cinta," ucapnya mencoba mencairkan suasana.

Aldiano menatap sekilas lalu mengalihkan perhatian ke kopi itu. Dengan gerakan elegan, ia mengangkat cangkir dan menyeruputnya.

Namun ia terdiam.

'Duh, mampus aku. Kenapa dia?' Batin Aulia.

.

.

Next👉🏻

(Jangan lupa like sma komennya ya. Mari bahagia 💞)

Menikmati Rasa

Aulia memperhatikan ekspresinya. Dagu pria itu sedikit mengerut seperti seseorang yang kebingungan. Ia menatap cangkir itu sekali lagi.

"Pak, kenapa? Kebanyakan gula, ya?" tanya Aulia sedikit takut.

Aldiano tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap kopi itu dalam diam lalu menatap Aulia dengan sorot mata heran.

"Kamu.. Yang buat kopi ini?" tanyanya.

"Ya iyalah, emang siapa lagi?" Jawabnya sambil mengedipkan mata berkali-kali sedikit terkejut dengan pertanyaan bosnya. Namun ia langsung menutup mulutnya.

"Duh, maaf pak. Gak sopan." lanjutnya.

Aldiano tidak langsung membalas. Ia meletakkan cangkirnya, ekspresinya berubah menjadi sesuatu yang sulit di tebak. Aulia yang melihat itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ehm.. Kalau gak suka, besok saya bikinin yang lebih enak lagi, Pak." tawarnya.

Aldiano masih menatapnya, tapi kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. "Tidak.. Ini aneh."

"Heh?! ANEH?" ujar Aulia keheranan dengan suaranya yang sedikit keras.

Alih-alih menjawab, Aldiano hanya menatap kopinya lagi. Tangannya menggenggam cangkir itu lebih erat seolah mencoba memahami sesuatu uang tak bisa ia jelaskan.

"Pak, kok diem aja? Saya gak taruh racun di kopinya, sumpah," goda Aulia mencoba mencairkan suasana.

Aldiano mendongak menatapnya dengan sorot mata curiga.

"Kopi ini.. Punya rasa."

Aulia berdecak dalam hati.

"Ya iyalah, Pak. Namanya juga kopi."

"Tapi aku tidak bisa merasakan rasa."

"Hah?" Aulia mematung dan menatap Aldiano seperti menuntutnya untuk memberikan penjelasan lebih.

"Sudahlah kamu keluar sana. Mulai sekarang, aku ingin kamu yang membuat kopi untukku setiap hari."

Aulia mengerjapkan matanya.

"Lah, saya kan office girl, Pak. Tukang bersih-bersih bukan barista."

"Kamu tetap bekerja seperti biasa. Tapi setiap pagi, kami harus meneduhkan kopi untukku. Hanya kamu."

"Hanya saya?" tanyanya coba meyakinkan pendengarannya.

Aulia memandang bosnya itu lalu melihat cangkir kopi yang masi mengepul di atas meja. Entah kenapa, firasatnya mengatakan ini hujan sekadar urusan kopi biasa.

"Baiklah, Pak Bos." kata Aulia akhirnya dengan senyuman anehnya. "Mulai besok, saya akan menjadi pembuat kopi pribadi bapak."

Aldiano tidak tersenyum namun tangannya bergerak pelan mengusir Aulia dari ruangannya.

"Dih." gumam Aulia.

...****************...

Hari pertama kerja akhirnya selesai. Aulia menghela napas panjang begitu keluar dari gedung kantornya. Matahari sudah mulai tenggelam, menyisakan langit hingga yang indah. Ia melangkah ru ga menuju halte bus, masih memikirkan kejadian aneh tadi di ruang Bosnya.

"Dia bilang dia gak bisa merasakan rasa. Terus tadi kopinya punya rasa. Aneh banget sih dia." gumamnya sendiri sambil mengangkat bahunya.

Setelah naik bis, ia menempelkan kepalanya ke jendela menikmati pemandangan kota yang semakin gemerlap di malam hari. Matanya mulai terasa berat, tubuhnya lelah tapi hatinya tetap mencoba semangat.

Setibanya di kosan, Aulia membuka pintu kamarnya uang mungil tapi nyaman. Kamar ini tidak besat, hanya cukup untuk satu tempat tidur, lemari kecil dan meja sederhana.

Dengan dindingnya dipenuhi tempelan foto-foto dan catatan kecil. Beberapa foto ibunya dan adik lelakinya juga terpanjang disana.

Begitu duduk di kasur, ia meraih ponselnya dan langsung menelpon ibunya di desa.

"Halo, Ibu!" serunya ceria.

"Halo, Nak. Gimana kerjaan pertama kamu?" suara ibunya terdengar hangat dari seberang.

"Aman. Kantornya keren banget, Bu. Tapi pegawainya pada serius semua. Kayaknya mereka butuh sedikit kehebohan dari aku," katanya sambil tertawa dan di balas dengan tawaan ibunya dari sana.

"Jangan banyak bikin masalah ya. Kerja yang benar."

"Siap, Ibu Negara. Kan aku anak baik."

"Kakak, kapan pulang?" tanya seseorang dengan suara lain di balik telepon.

"Belum tau, dek. Tapi nanti pasti pulang kok. Kamu jaga ibu baik-baik ya. Jangan bandel." Aulia tersenyum mendengar suara asik lelakinya.

"Emang aku pernah bandel?"

"Sering!" Ucap Aulia cepat sambil terkekeh.

Setelah beberapa menit mengobrol, ia menutup telepon dengan hati yang lebih tenang. Walaupun jauh dari rumah, ia tahu keluarganya baik-baik saja. Itu sudah cukup.

Dengan tubuh lelah, ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar sambil berpikir.

Hari pertamanya ini cukup seru. Ia berharap hari-hari berikutnya tidak ada masalah.

"Besok siap-siap, Pak Bos. Penyihir kopimu bakal datang lagi," gumamnya sambil tersenyum sebelum akhirnya ia tertidur.

.

.

Next👉🏻

Terlambat

...****************...

Aulia terbangun dengan jantung nyaris copot saat ia melihat jam di ponselnya.

07:30 Am.

"Astaga, telat. Mampus aku!"

Ia melompat dari kasur, buru-buru mencuci muka dengan asal-asalan, mengenakan seragamnya dengan cepat dan menyerobot sebungkus roti di mejanya. Hari kedua dan dua sudah hampir terlambat? Busa-busa malah dipecat sebelum sempat jadi penyihir kopi beneran!

Dengan kecepatan cahaya, Aulia keluar dari kostan dan berlari menuju halte bus.

"Ah, brengsek!" makinya spontan saat melihat bus yang biasa ua naik sudah melaju pergi tepat di depan matanya.

Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari kencang.

Sepanjang jalan, orang-orang menatapnya dengan heran bahkan ada yang usil memberinya semangat.

Seorang gadis dengan seragam khas office girl, keringat bercucuran, rambut berantakan dan ekspresi panik sungguh bukan pemandangan yang biasa di pagi hari.

Setelah lari hampir 15 menit tanpa henti, akhirnya ia tiba di kantor dengan napas ngos-ngosan.

"Mampus kaki aku!" serunya memelas namun tetap berlari menuju lift.

"Tunggu!" teriaknya saat melihat pintu lift hampir tertutup. Akhirnya pintu lift kembali terbuka saat ia berhasil menyelipkan tangannya dan masuk.

"Terima kasih." ucapnya tanpa melihat orang yang didalam lift.

"Anjirlah, Cape banget." keluhnya sambil membenarkan pakaiannya. Aulia mendongak dan terpaku ketika matanya melihat bayangan seseorang.

Aldiano Variz.

CEOnya yang dingin, kaki dan katanya sedikit kejam itu berdiri tegak dengan setelan jas hitamnya yang sempurna. Ia menoleh pelan saat Aulia tengah membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan.

Aulia sadar betapa kacaunya dirinya saat ini—keringat uang bercucuran, wajah memerah dan napas yang masih ngos-ngosan. Tapi bukannya jaim, dia malah nyengir.

"Selamat pagi, Pak Bos. Panas ya hari ini?" katanya sok santai sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan satu tangan.

Aldiano tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap datar, tapi matanya sedikit menyipit seolah menilai sesuatu.

"Kenapa kau berkeringat seperti habis perang?" tanyanya.

Aulia mengusap keringat di dahinya dengan lengan tanpa ragu.

"Lari, Pak. Saya telat jadi sekalian olahraga pagi aja."

Hening.

Namun Aldiano tetap menatapnya.

Krrukk..

Dengan cepat Aulia memegang perutnya yang berbunyi. Aulia membeku. Begitu juga dengan Aldiano.

Aulia perlahan melirik Aldiano sedikit canggung.

"Hm, suara apa tadi ya, Pak? Kayaknya bukan dari saya," katanya dengan wajah polos.

"Atau mungkin liftnya yang bunyi? Teknologi zaman sekarang aneh-aneh ya pak?" lanjut Aulia dengan cengiran lebar mencoba menyelamatkan harga dirinya.

Aldiano tidak bereaksi. Ia hanya menatap lurus ke depan .

"Pastikan kopi pagiku tetap sama," katanya sebelum melangkah keluar.

...****************...

Setelah berhasil menyelamatkan harga dirinya di lift tadi, Aulia langsung menuju pantry untuk menjalankan tugas baru—membuat kopi untuk bosnya.

Tangannya sudah mulai terampil. Kopi hitam pekat itu menguatkan aroma harum saat ia menuangkannya ke dalam cangkir.

"Ini dia, kopi sihir edisi kedua," gumamnya sambil tersenyum kecil.

Dengan langkah santai, ia membawa cangkir kopi ke ruang CEO di lantai 20. Begitu sampai di depan pintu, ia mengetuk pelan lalu masuk setelah mendengar suara berat dari dalam.

Aldiano duduk di belakang mejanya menatap layar laptop dengan ekspresi serius. Sekretarisnya, Teddy berdiri di sisi lain ruangan dengan wajah seperti biasa—datar dan tanpa emosi.

"Pak Bos, kopi spesialnya datang!" seru Aulia ceria lalu meletakkan cangkir itu di atas meja dengan hati-hati.

Aldiano mengangkat pandangannya menatapnya sejenak. Lalu tanpa berkata apa-apa, ia mengambil cangkirnya dan menyeruput kopi itu dengan pelan.

Aulia memperhatikannya dengan penuh minat. Apakah reaksinya bakal sama seperti kemarin?

Aldiano meletakkan cangkirnya, ekspresinya tetap netral. "Tidak berubah." katanya.

"Apanya yang gak berubah, Pak?" tanya Aulia menuntut jawaban.

"Kopinya, rasanya tetap ada."

Aulia tersenyum lebar sambil memegang dadanya lega.

"Baguslah, berarti saya gak kehilangan sihir saya." katanya dengan bangga.

Melihat itu, Teddy memutar matanya kecil sementara Aldiano hanya menatapnya tanpa komentar.

"Kalau begitu saya cabut dulu ya, Pak Bos! Banyak kerjaan." ujar Aulia dengan semangat sebelum berbalik dan keluar dari ruangan itu.

Begitu pintu tertutup, ia menghela napas panjang.

"Fiuh.. Satu tugas selesai!"

.

.

.

Next👉🏻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!