NovelToon NovelToon

I Love You More, Little Sweety

Epilog

Tubuh ringkih itu sedikit membungkuk akibat kayu yang melilit di leher jenjangnya. Langkah kecilnya tertatih-tatih dan terseok beriringan dengan suara besi yang juga melilit kedua kakinya. Sayup-sayup ia mendengar suara orang-orang dan rintihan kecil penuh penderitaan. Naninna berusaha mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah terjadi di sekitarnya. Ketika retina emasnya terpaku pada pemandangan yang sangat menyakitkan, Naninna berusaha untuk tidak terhuyung ke belakang.

Berusaha melangkah dengan pelan penuh kehati-hatian, Naninna berjalan pelan. Tangan yang hanya tinggal tulang dan kulit itu berusaha menggapai sesuatu di depannya.

Kenapa??

Kenapa harus keluarganya?

Kenapa harus keluarganya yang menanggung semua penderitaannya?

Semua ini di karenakan perempuan miskin dan tidak tahu diri itu kan? Wanita licik itu... dia benar-benar seekor rubah yang sangat licik.

Kalau saja ia sedikit berfikir jernih dan tidak termakan dengan cinta yang tidak terbalaskan itu, keluarganya pasti tidak akan mati sia-sia. Semua ini karena si perempuan rubah dan juga suaminya yng tidak tahu diri itu.

"Mama... Ma..."

Naninna tersungkur ke bawah, tangannya berusaha menggapai tubuh sang Mama yang telah terkoyak habis oleh Singa peliharaan suami laknatnya. Hidungnya mengalami astringen. Naninna berusaha mengatur nafasnya secara perlahan, namun pemandangan di depannya membuatnya tidak sanggup bahkan untuk bernafas. Naninna mengepalkan kedua tangannya penuh amarah. Kesedihan akibat perbuatan suaminya sendiri, yang tidak pernah mencintainya sedikitpun, namun berani membawa perempuan simpanan untuk dia jadikan istri sah, di tambah atas kematian seluruh keluarganya, Naninna tidak bisa lagi mentolerir hal itu.

Ia hendak berdiri, menyeimbangkan kedua kakinya agar bisa menahan tubuh lemahnya, retina emasnya menatap nyalang ke arah dua sepasang kekasih yang hina dan penuh dosa itu.

"Aku..." Ia menepuk dadanya penuh tekad, menunjuk ke arah mereka berdua. "Menyesali semua perbuatanku padamu, Mattheow! Aku menyesali karena pernah mencintaimu hingga aku rela menyerahkan semua isi hatiku dan juga pengorbananku selama ini padamu!"

Naninna terbatuk. Cairan merah keluar dari mulutnya. Ia tersenyum remeh. Ternyata racun yang telah di berikan oleh suaminya sudah menjalar di seluruh tubuhnya kan? Racun karena tuduhan yang ia terima atas kematian kakak iparnya, Ivy.

Naninna menatap nyalang kepada seluruh penghuni rumah, melihat satu persatu mereka yang pernah memandang rendah keluarganya. Melupakan bagaimana mereka telah berhutang banyak pada jasa keluarganya, Naninna mulai bersumpah.

"Kalian berbahagialah, silahkan kalian menikmati kemewahan yang telah kalian renggut dengan tangan dan juga rencana busuk kalian itu. Suatu hari, kalian pasti akan menyesalinya. Bahwa penjahat yang sesungguhnya, bukanlah diriku, melainkan seseorang yang selama ini kalian puja dan banggakan. AKU BERJANJI! SUATU SAAT NANTI KALIAN AKAN MENYESALINYAAA!!!"

"Ninna..."

Tubuhnya menegang sesaat.

Suara ini... Naninna sangat mengenalinya. Perlahan ia menoleh ke belakang dan melihat seorang pria dengan kulit yang telah terkelupas dari seluruh tubuhnya. Naninna menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Matanya membelalak seolah tidak.percaya dengan seseorang di depannya.

"Ken... Ken, Kau-"

"Ninna..." Pria itu berusaha meraih tubuh kecil sahabat kecilnya itu. Naninna menangis tertahan. Tubuhnya seolah tidak bisa di gerakkan dan hanya diam membiarkan pria itu menghampirinya. "Ninna... Jangan menangis, aku mohon jangan menangis."

"Oh... Ken, apa yang terjadi padamu, apa yang telah, yang telah mereka lakukan padamu..."

Naninna tidak tahan dan menangis dalam pelukan sahabatnya itu. Ken hanya bisa tersenyum sekaligus merasa lega karena melihat perempuan yang sangat di cintainya masih hidup.

"Aku minta maaf, Ken... semua ini salahku, semua ini terjadi karena kebodohanku."

"Tidak Ninna, apapun yang kau lakukan, aku tidak pernah menyesalinya, berbuatlah semaumu, selagi itu bisa membuatmu bahagia, aku tidak akan pernah menyesalinya. Sekalipun nyawaku taruhannya."

Naninna meraba tubuh tanpa kulit itu. Selama ini Ken selalu mendengarkan perkataannya, meskipun dirinya tahu bagaimana perasaan pria itu terhadap dirinya. Tapi karena perasaan dan cinta yang telah membutakan mata dan juga hati, Naninna bahkan tidak pernah merasakan sedalam apa Ken mencintainya. Namun di balik semua itu. Ken selalu di sisi ya dan sedikit pun tidak pernah pergi dari pandangannya.

Naninna menyesalinya sekarang. Ia telah mencintai orang yang salah, menyerahkan semua hidup dan juga hartanya pada orang yang tidak seharusnya, mengakibatkan kematian seluruh keluarganya.

"Tidak, Ken.. semua ini salahku, kenapa kau tidak lari Ken? Kenapa kau masih saja di sisiku? Kau bisa saja pergi dan menyelamatkan dirimu daripada harus mengorbankan hidupmu untuk perempuan hina sepertiku. Kenapa harus dirimu? Kenapa? KENAPA KEEEEN?!"

"Kalian lihat, dia telah berselingkuh dengan pria lain disaat dirinya sudah menikah dan bersuami. Apakah pantas bagi dirinya untuk di maafkan?!"

Naninna menggeram marah berteriak lantang.

"DIAM KAU MANUSIA HINAA!!"

Seluruh orang seketika terdiam saat Naninna menyebut suaminya dengan sebutan hina.

"Sekali lagi kau berbicara yang tidak pantas terhadap sahabatku, aku bersumpah jika diriku di beri kesempatan untuk hidup kembali, akan kupastikan keluargamu hancur tidak bersisa. Silahkan saja kau bunuh aku, bunuh seluruh orang-orang terdekatku, tapi kau harus ingat dengan sumpahku itu! Aku akan menghancurkan kalian semua!AKAN KU HANCURKAN KALIAN SEMUA!!!"

Saat itulah, terakhir dirinya melihat suami hinanya itu.

Terbangun Dari Koma

Kedua retina emasnya terkulai lemah.

Menelengkan kepalanya ke kanan, guna menelisik secara rinci seluruh tubuhnya yang masih utuh bahkan mulus tanpa luka sedikitpun.

Naninna sedikit linglung.

Kenapa dirinya masih hidup? Bukankah ia telah mati di hukum sebanyak 15 tembakkan di bagian tubuh dan kepalanya? Lalu... kenapa dirinya masih hidup bahkan berdiri dengan kaki yang sangat baik-baik saja.

"Ini... sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku masih hidup?"

Naninna bermonolog sendiri. Kedua alisnya mengkerut kian dalam seolah masih belum mengerti apa yang telah terjadi. Naninna meraba pelan rambut hitam legamnya yang sedikit kusut, mungkin akibat koma dan tidak ada yang sudi merawat dirinya, para pelayan lebih memilih diam dan mengabaikan. Berfikir jika hal itu di lakukan, maka lama-kelamaan dirinya akan mati dengan alasan terjatuh dari tangga.

Tunggu-tunggu?

Terjatuh dari tangga ya?

Hm.. Naninna mulai berfikir lagi. Jika memang dirinya hidup kembali karena sumpah yang ia buat sebelum kematiannya, mungkin saja Tuhan mendengar dan segera mengabulkan keinginannya. Entah ini karena Tuhan menganggap bahwa dirinya akan memperbaiki semua perbuatannya di masa lalu entah karena keinginan pribadinya sendiri, Naninna sama sekali tidak peduli!

Jika Tuhan memang memberinya kesempatan untuk hidup lagi, maka ia tidak akan menyia-nyiakannya kan? Naninna akan menerima dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Terlebih musuh bebuyutannya adalah suaminya sendiri, Naninna tidak akan tinggal diam dan bersikap lembut kali ini.

Jika di masa lalu dirinya begitu mendambakan bahkan mengagungkan pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu, sekarang bahkan menghirup aroma mulutnya saja menbuat Naninna muntah sampai ingin mati. Pria bernama Mattheow itu benar-benar membuatnya marah hingga ingin menguburnya hidup-hidup.

Naninna bersenandung pelan. Para pelayan yang bekerja untuknya bahkan Naninna tidak menyadarinya sama sekali. Kali ini Naninna akan membuktikan siapa disini yang berkuasa. Tidak ada satupun dari mereka yang akan ia izinkan untuk bersikap arogan dan sombong kecuali dirinya. Hanya karena rubah licik yang bertatus sebagai simpanan suaminya itu, semua pada takluk dan menganggapnya sebagai dewi.

Dewi? Dewi apa?! Dewi khayangan?!

Naninna berdecih pelan.

Pelan-pelan ia memutar tubuhnya hingga menghadap para pelayan itu. Mereka hanya bisa menunduk tanpa berani menatap matanya.

Pelayan ini... bahkan saat dirinya koma pun tidak pernah merawatnya atau membasuh dirinya dengan air bersih. Membiarkan tubuhnya kotor dan berharap mati secara perlahan. Naninna baru sadar, bahwa pelayannya sendiri pun tidak pernah setia dengannya. Ralat, mereka bukanlah pelayan milik dirinya, melainkan milik pria hina itu. Sampai sekarang pun, dirinya masih membenci mereka sampai ke tulang-tulang.

Langkahnya pelan karena tidak ada sesuatu yang terisi di perutnya. Mereka benar-benar niat sekali ingin membunuhnya kan?

Kurang ajar!

Melihat Nona-nya marah dengan kedua telapak tangan terkepal erat, Dara sang pelayan yang selalu menyiapkan makanan untuk Naninna, semakin menundukkan kepalanya kian ke bawah tak berani bertatap muka dengan Nona-nya.

Naninna tersenyum meremehkan, mereka ini suka sekali berpura-pura sampai tidak berani melihat dirinya.

"Kalian... Bahkan tidak sudi melihatku saking bencinya kalian terhadapku. Atas dasar apa kalian bersikap lancang dan tidak tahu sopan santun seperti itu?"

"Ma-maaf Nona, kami minta maaf. Ka-kami hanya takut jika kami berbuat salah sedikit saja Nona akan marah."

Takut? Apa maksud dari perkataan pelayan rendahan ini? Meskipun mulutnya mengatakan hal demikian, nyatanya jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, mereka hanya bisa menghujat tanpa bersuara. Naninna menyadari sikap tidak dewasa dan juga semena-menanya di masa lalu. Tapi hal itu ia lakukan karena memang dasarnya itulah watak dan sifat aslinya. Bukan karena ingin di perhatikan atau semacamnya, di tambah dirinya tumbuh dengan keluarga yang sangat sangat kaya, dan kebutuhan selalu terpenuhi, Naninna jadi besar kepala. Tapi setidaknya dirinya bukanlah rubah licik seperti perempuan dari kaum rendahan yang menumpang tidur di tempat tinggalnya sekarang.

"Takut? Kalian takut padaku?"

Dara mengangguk cepat di susul dengan sahutan pelan namun terbata dari pelayan satunya lagi, Naya. Naninna memandang pelayan satunya lagi, dulu seminggu sebelum hukuman mati atas dirinya, Naya selalu saja menghujaminya dengan tatapan seolah-olah bahwa hari kematiannya adalah momen yang sangat-sangat dia tunggu. Menjalani kehidupan sebagai pelayan di rumah keluarga Anderson tidaklah semudah yang Naya kira. Di tambah ia harus bekerja sebagai pelayan dari seorang putri tunggal keluarga Giovanno, majikannya itu selalu saja memperlakukannya tanpa ampun.

Masalahnya, jika di galih lebih dalam lagi, sikap dan bagaimana perilaku Naninna pada para pelayan pribadinya dulu bukan karena sebab. Karena mengingat waktu pertam kali Naya dan Dara bekerja, meskipun attitude dirinya sangat buruk, ia tidak pernah main tangan ataupun menyiksanya. Entah kenapa sejak kedatangan perempuan licik itu, bahkan Naninna menyebut namanya saja terasa enggan.

Perempuan bernama Amalia itu, entah kenapa berhasil membawa perubahan terhadap rumah tangganya, bukan hanya itu, bahkan para pelayan di rumahnya ikut berubah dan berani menyuarakan ketidak sukaannya jika Matthew mengangkat suara dan menyalahkan dirinya. Naninna masih belum sadar waktu itu, karena ia di butakan oleh cinta dan wajah Matthew, hinaan dan komplainan apapun yang di tujukan padanya, Naninna tidak pernah peduli selagi Matthew masih memiliki perasaan untuknya. Karena dulu Naninna belum menyadari bahwa dirinya di manfaatkan dan suaminya menjalin hubungan terlarang dengan Amalia, Naninna tetap di perlakukan layaknya orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.

Namun, suatu hari Naninna tidak sengaja mendengar percakapan Dara dengan pelayan pribadinya Amalia, bahwa suaminya ternyata menjalin hubungan dengan Amalia, timbul kecurigaan dan ketidak percayaan dirinya pada pria itu. Karena selama ini Matthew selalu memenuhi kebutuhannya, Naninna tidak merasa curiga sedikitpun. Tapi Naninna sempat berfikir alasan mengapa Matthew membawa masuk Amalia dan mengizinkannya untuk tinggal di rumahnya tanpa persetujuan darinya? Dari sana Naninna merasa di remehkan. Namun mendengar penjelasan dari Matthew bahwa perempuan itu adalah sepupunya yang di tinggal mati oleh kedua orang tuanya, akhirnya dengan berat hati Naninna mengiyakan saja.

Beberapa bulan keadaan dan suasana rumah masih biasa saja, namun setelah satu tahun sejak tinggalnya Amalia di rumahnya, perubahan mulai muncul. Dimana-mana kalau ada kecelakaan kecil selalu dirinya yang disalahkan. Bahkan para pelayan pun ikut andil dan menuduh dirinya ketika Matthew menanyakan siapa pelakunya.

Naninna menjadi geram.

Mengingat kenangan itu, tanpa ia sadari, air mata mulai luruh dan kelopak mata sayunya. Perlakuan buruk mereka pada dirinya tidak bisa ia lupakan sedikitpun. Semua ini terjadi karena kebodohannya.

Meskipun rumah yang ia tinggali ini adalah milik keluarganya, tapi karena rasa cinta dan sayangnya ia pada suaminya, Naninna rela mengalihkan pemilik rumah itu atas nama Anderson. Betapa bodohnya dirinya dulu. Karena kemakan omongan cinta palsunya, Naninna menjadi buta hati mengakibatkan kematian keluarga dan juga sahabat kecilnya.

Tapi kali ini, ia tidak akan mengulangi hal yang sama. Jika di masa lalu ia selalu di bodohi, kali ini, Naninna akan bersikap lebih tegas dan dewasa. Matthew bukanlah prioritasnya sekarang, karena Tuhan masih bersikap baik padanya, Naninna akan memanfaatkan kehidupan keduanya sebaik mungkin.

"Mulai sekarang, kalian aku pecat. Kalian tidak perlu repot-repot lagi melayaniku dengan kesetiaan yang penuh dengan kepura-puraan itu."

Dara dan Naya lantas langsung bersujud dengan tubuh gemetar. Berharap majikannya mau berbelas kasih dan memberinya kesempatan kedua. Tapi Naninna langsung mengalami kepanikkan hanya karena perbuatan mereka di masa lalu. Jika saja mereka sebagai pelayan masih tahu diri dan tidak menuduhnya secara terang-terangan, mungkin ia masih memaafkannya meskipun ada rasa kebencian pada diri mereka.

Namun Naninna tidak ingin mengalami kematian tragis dan tidak adil untuk yang kedua kalinya, setidaknya keluarganya harus mengalami kematian dengan akhir yang bahagia kan? Maka dari itu Naninna harus bertindak lebih cepat sekarang.

"N-Nona, maafkan kami, maafkan kami! Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Kami juga akan lebih teliti dan rajin sebagai pelayan Nona."

"Kalian fikir, alasanku memecat kalian hanya karena kalian berdua tidak merawatku selama diriku sakut, iya?"

Ucapan Naninna lantas membuat Dara mendongak dengan tatapan ketakutan di iringi keheranan. Jika dirinya di pecat bukan karena hal itu, lantas apa yang membuat majikannya harus mengatakan kalimat yang akan membuat dirinya menjadi jatuh miskin lagi dan tidak mempunyai tempat tinggal? Naya di sebelahnya yang sedari tadi diam kini memberanikan diri untuk bertanya namun pandangannya enggan untuk berpaling dari keramik putih di bawahnya.

"Ji-jika bukan karena hal itu, lantas hal apa yang sampai membuat Nona marah dan memecat kami tanpa alasan?"

"Naya kau-"

"Apa ya?" Dara menegurnya saat melihat tatapan dingin dari majikannya itu. Naya ini, mengapa dia begitu berani sekali mengutarakan pertanyaan yang sanggup membuat dirinya kehilangan pekerjaannya itu? Namun Naninna tidak mempermasalahkannya. Dirinya bahkan menikmati setiap momen pada wajah para pecundang di depannya. "Mungkin... karena kalian memang tidak sungguh-sungguh melayaniku?"

Naninna tertawa keras.

Suaranya menggema hingga keseluruh isi rumah. Namun kali ini yang terdengar bukanlah tawa jahat ataupun hinaan, tapi tawa kepedihan yang untuk pertama kalinya mereka dengar.

"Hati manusia itu tidak sda yang tahu. Siapa tahu kalau sebenarnya kalian yang tidak pernah setia padaku lalu beralih majikan pada perempuan rubah itu kan? Maka dari itu aku telah mempersiapkannya matang-matang. Bahwa aku harus menyingkirkan hama sebelum mereka semakin menjalar hingga membuat kerusakan pada tanaman berikutnya."

Dara dan Naya menegang.

Kali ini, majikannya tidak main-main dengan ucapannya. Mereka benar-benar akan berakhir mengenaskan dan terlantar di jalanan tanpa adanya tempat tinggal lagi. Tapi maksud dari perkataannya tadi apa? Siapa perempuan rubah yang di maksud majikannya itu?

Bertemu Amalia

Naninna berjalan penuh percaya diri setelah keluar dari lift lantai atas tempat kamarnya berada. Akibat 3 hari koma karena jatuh dari tangga, ada beberapa memar yang masih belum hilang. Namun memar di bagian tangan dan juga kakinya sedikit berangsur menghilang. Hanya saja rasa pusing masih bersemayam di kepalanya.

Naninna menelisik seluruh ruangan yang ia lewati, baru beberapa menit yang lalu ia di hukum mati, kini dirinya bangkit kembali dan berdiri di tengah koridor yang amat sepi. Entah kemana para pelayan pergi, yang jelas ia tidak memperdulikannya lagi. Daripada memikirkan sesuatu hal yang tidak berguna, lebih baik dirinya berkeliling dan bersantai sembari menyegarkan fikiran dan juga tubuhnya yang terlihat lelah.

Namun, hendak berbelok menuju taman, dirinya di suguhkan dengan sosok yang kurang menyehatkan mata. Wanita dengan pakaian sedikit ketat hingga menampilkan perutnya, tak lupa dengan celana jeans adalah ciri khas gaya andalannya berpakaian. Dulu, jika Naninna setiap hari melihat bagaimana cara berpakaian wanita itu, selalu saja ada rasa iri dan gemuruh di dadanya. Nyatanya sekarang, hal itu tidak berlaku untuknya. Setelah di teliti baik-baik, bukannya dia sama saja dengan wanita murahan yang ada di rumah bordil?

heh... cocok kan? Naninna tersenyum penuh hina.

Wanita bernama Amalia itu sangat percaya diri dengan pakaian yang uangnya bahkan dari dirinya sendiri. Perlu di ketahui, meskipun Matthew saat ini bekerja, namun nyatanya pria itu hanyalah menjabat sebagai Manager biasa di perusahaan milik keluarga Naninna. Karena ia dulu begitu baik dan tidak tega melihat suaminya menganggur, jadi ia menawarkan suaminyapekerjaan pada sang Ayah. Awalnya Alex tidak menyetujui permintaan sang putri, tapi karena Naninna adalah satu-satunya anak yang sangat ia banggakan dan dia sayang, akhirnya Alex mengiyakan saja.

Jadi intinya, uang gaji Matthew, ya masih milik Naninna kan?!!

Naninna mengklaim hal itu dalam hati. Mendumel kesal saat Amalia memasang wajah sedih dengan langkah sedikit tergopoh-gopoh. Bahkan pelayan pribadinya pun sampai berlarian hanya karena mengikuti langkah milik majikannya itu.

"Kak Ninna, apa Kakak tidak apa-apa? aku dengar Kakak terjatuh dari tangga, para pelayan juga mengatakan kalau Kakak sempat koma tiga hari." Ujar Amalia dengan wajah yang masih sesedih mungkin. Tangan kurang ajarnya tanpa izin terulur mulus menyentuh telapak tangannya. Namun Naninna dengan sedikit kasar menghempaskan uluran itu. Amalia sedikit terperangah, kaget. "Kakak... Kakak seharusnya diam di dalam kamar saja, bukankah Dokter bilang tidak boleh beraktivitas dulu? Kalau Kakak tidak mendengarkan ucapan Dokter, bagaimana-"

"Aku selalu mendengarkan apa yang telah di ucapkan oleh Dokter. Selain itu..."

Naninna melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapan dingin dan kaku berhasil membuat Amalia bungkam dan gemetar. Amalia bahkan di buat terkejut akan perubahan sikap Naninna. Apa karena kecelakaan jatuh dari tangga waktu itu, makanya Naninna sedikit dingin padanya. Sebenarnya sebelum kejadian itu pun, Naninna memang di kenal dengan sikap yang sangat cuek bahkan kasar. Sangat berbanding balik dengan penampilannya yang anggun dan terkesan dewasa, nyatanya perilaku dan juga sifatnya tidak seiras. Mulut kasarnya yang suka menghina semua orang pun tidak pernah dia lupakan ketika bertemu dengan seseorang yang tidak sebanding dengannya. Tapi kali ini.... meskipun Naninna sudah tidak berkata kasar lagi, tapi ada satu hal yang baru ia temukan.

Tatapan menghina yang selalu Naninna tujukan pada dirinya, Amalia merasa kecil dan malu.

Naninna maju selangkah, "Selain itu... apa hakmu menceramahiku dengan perkataan-perkataan sok manusiawimu itu? Memangnya kau siapa? Keluargaku? Kau bahkan tidak sebanding dengan kucing peliharaanku."

"Kakak, aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu, kenapa kau-" Amalia tersinggung.

Inilah yang ia tidak suka dari wanita murahan ini. Hanya karena terlahir dari keluarga kaya, bukan berarti dia bisa se'enaknya berkata seperti itu. Selalu memandang rendah orang-orang di sekitarnya dan melontarkan kalimat yang tidak mengenakkan hati.

Kenapa Matt bisa menikah dengan wanita yang tidak punya sopan santun seperti dia?! Benar-benar tidak pantas dengan penampilannya.

Naninna tersenyum meremehkan. Menyadari bahwa Amalia pasti menyumpahinya dalam hati, tidak bisa di pungkiri terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang begitu jelek.

"Kenapa memangnya aku? Bukankah, apa yang kukatakan itu benar? Kau hanya sepupu dari suamiku, jangan pernah bersikap kurang ajar dan sok kenal dengan diriku. Kau harus tahu batasan Amalia... hanya karena kau selalu di puji baik dan di banding-bandingkan sebagai titisan Dewi, bahkan Dewi yang sebenarnya pun merasa jijik jika di bandingkan dengan dirimu."

Semua orang terdiam. Bahkan Matthew yang sedari tadi mendengarkan percakapan sengit dua wanita itupun hanya bisa diam dan di buat gagal fokus dengan perubahan sikap istrinya.

"Aku masih berbaik hati karena kau sepupu dari Matt, karena jika tidak..." Naninna mendekatkan bibirnya di telinga wanita itu. "Kau belum tahu kan bagaimana hukum keluarga Giovanno? Penggal. Aku bisa saja meminta pada keluargaku untuk menghukummu karena sikap kurang ajarmu tadi, tapi karena kau masih kerabat dekat dengan Matt, aku berusaha memberikanmu toleransi."

Naninna menoleh ke kanan, dimana mata sayunya bertemu dengan mata biru milik suaminya. Matthew berfikir jika istri cerewetnya itu akan berlari ke arahnya dan bergelayut manja seperti biasa, namun hal itu tidak ia dapatkan selain tatapan kosong namun tersirat kebencian di dalamnya.

Istrinya... benar-benar telah berubah.

#####

Naninna menyadarinya.

Keberadaan Matthew yang sedari tadi mengamati interaksi antara dirinya dan Amalia, tak sedikit pun membuatnya goyah seperti yang ia lakukan dimasa lalu. Karena Naninna telah memutuskan untuk menghancurkan mereka, sebelum hari pemenggalannya tiba.

Jika di masa lalu perasaan cinta selalu saja muncul ketika ia bertatap muka dengan pria itu, sekarang... memandang terlalu lama wajahnya saja, sudah membuatnya ingin muntah. Naninna jadi bingung, apa karena efek dirinya yang berhasil bangkit dari kematian, jadi Naninna selalu memperlihatkan ekspresi jelek terhadap musuh-musuhnya.

Mengabaikan suaminya, Naninna meninggalkan para binatang hina dan berniat untuk menyegarkan kedua matanya dengan pemandangan hijau di belakang rumahnya. Namun hendak melangkahkan kakinya lebih jauh, suara bariton Matt menghentikannya, Naninna enggan menoleh.

Matt kini tengah berada di belakangnya.

Naninna sedikit menegang ketika tangan besar itu berusaha menyentuh telapak tangannya. Tidak mau berlama-lama dengan pria itu, Naninna spontan menoleh dan kini wajahnya berhadapan langsung dengan pria itu.

Mata biru inilah... Yang berhasil membuat Naninna jatuh cinta pada pandangan pertama. Bola mata biru sejernih lautan, yang dulunya mampu membawanya masuk lebih dalam memaksanya agar lebih tertuju padanya daripada orang lain.

Kedua mata Naninna kian memanas.

Tidak ia pungkiri, ketika dirinya berhadapan langsung dengan Matthew, entah kenapa perasaan itu selalu saja muncul di hatinya. Tapi karena pengkhianatan yang telah dirinya alami dulu, perasaan itu kini berubah menjadi kebencian yang amat dalam.

"Sayang..."

Naninna memejamkan matanya sesaat. Lalu membukanya lagi dan tersenyum tipis. Matthew terpaku sejenak. Ada perasaan aneh dan asing saat melihat tatapan dan senyuman itu. Sikap yang tidak pernah ia lihat dari Naninna selama pernikahannya.

"Bisa... Kau tidak menggangguku terlebih dahulu? Aku sedikit lelah dan tidak ingin berbicara dengan siapapun."

Ucapan yang terdengar lemah namun tersirat ketidak sukaan, mana mungkin Matthew tidak menyadarinya. Bukannya menyerah, Matthew sebagai suami harus lebih memperhatikan keadaan sang istri. Karena pekerjaan yang terlalu menumpuk, selama satu minggu ini dirinya tidak pernah sedikit pun menjenguk Naninna saat terbaring koma.

"Matt... aku hanya mengkhawatirkan keadaan Kak Naninna, kenapa dia terlihat begitu marah padaku? Padahal niatku baik, tapi kemarahan Kak Naninna seolah-olah akulah penyebab kecelakaan itu."

Tidak sopan sekali?!

Dengan siapa dia bergelayut manja di depanku?

Hei jalang!! Pria yang kau peluk itu suamiku! Sadar diri itu penting!

Seolah menyadari kemarahan pada sang istri, Matthew sedikit kasar menghindar dan menegur Amalia untuk tidak bersikap kurang ajar. Namun bukannya merasa bersalah, wajah cemberutlah yang wanita jalang itu tujukan.

Maksudnya apa ekspresi itu? Sok imut sekali.

Kesabaran Naninna menjadi setipis tisu jika berhadapan dengan wanita ini. Maka dari itukan, ia memutuskan untuk menjauh terlebih dahulu agar dirinya bisa mempersiapkan hal apa saja yang akan dirinya lakukan selanjutnya.

"Ninna, aku dengar kau telah memecat kedua pelayan pribadimu itu, apa benar begitu?"

"Memang benar. Kenapa?"

Naninna berusaha mempertahankan sikap angkuhnya. Mengabaikan rasa pusing yang tiba-tiba menyerang kepala cantiknya. Naninna sedikit terhuyung namun dengan cepat ia menyeimbanginya.

"Apa?! Kakak, kenapa Kakak tega memecat mereka? Apa salah mereka sehingga kau memecatnya tanpa alasan yang pasti."

"Kau fikir aku bodoh karena memecat pelayan tanpa adanya alasan yang pasti?"

"Jika bukan begitu, lalu-"

"Berfikirlah sebelum berbicara. Sebelum ku robek mulut terompetmu itu. Lagipula untuk apa aku mempertahankan pelayan yang tidak pernah setia terhadapku? Aku disini statusku sebagai majikan, jika ingin tetap bekerja disini harus tahu diri dan menaati semua perintah yang ada di rumah ini."

"Ninna, aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu marah pada mereka, namun alasanmu itu cukup tidak masuk akal." Suaminya ini bukannya membelanya malah ikut menyerangnya.

Dasar suami tidak berguna.

Naninna tersenyum sinis. Detik kemudian tertawa renyah namun terdengar meremehkan. Matthew terhenyak, sedikit tersinggung atas sikap Naninna terhadap dirinya.

"Astaga... aku tertawa sampai menangis, lihatlah?" Ujar Naninna sedikit guyon sambil menunjukkan air mata palsunya terhadap orang yang ada disana. Naninna sedikit tenang. "Tidak masuk akal? Lalu, disini siapa yang lebih masuk akal? Kau... atau sepupu kesayanganmu itu? Matt, jangan kira hanya karena aku memberikan hak rumah ini beserta isinya kepadamu, mengatasnamakan keluargamu, bukan berarti aku tidak bisa melakukan ini dan itu."

Suara Naninna berubah dingin.

Matthew terpaku.

Tatapan menusuk itu berhasil menembus hingga kedalam hatinya.

"Hanya karena kau pemilik dari properti rumah ini, bukan berarti kau bisa bersikap kurang ajar dan melarangku melakukan hal yang aku sukai. Meskipun kau suamiku, manager di Perusahaan Ayahku, dan juga kepala rumah tangga di tempat ini, kau tidak berhak mengatakan hal itu padaku. Karena kenapa? Jika kau tidak membatasi batasanmu, aku bisa saja merebut semua itu kalau ku mau."

"Kakak cukup!"

Naninna terdorong kebelakang. Ia meringis sakit saat sikutnya terbentur gagang pintu yang ada di belakangnya. wajah Amalia terlihat marah. Setelah melihat Matthew di caci maki oleh wanita itu, jangan dikira dirinya tidak marah.

"Kenapa kau tega sekali berkata seperti itu pada suamimu?! Meskipun begitu, Matt adalah kepala keluarga di rumah ini. Kau benar-benar tidak punya sopan santun sebagai seorang istri."

"Amalia! Siapa yang menyuruhmu berkata seperti itu?!"

Kini Matthew memarahinya. Naninna sedikit senang melihatnya. Merasa puas melihat wajah kesal dari wanita jalang itu, setidaknya rasa sakit di sikutnya sudah terbayarkan. Matthew berjalan tergesah dan berusaha membantu sang istri untuk bangun. Naninna mendorongnya pelan.

"Tidak punya sopan santun kau bilang? Memangnya kau siapa? Kau tidak lebih hanyalah sepupu dari suamiku, urusan rumah tanggaku tidak boleh ada seorang pun yang ikut campur. Aku memecat mereka bukanlah urusanmu, kenapa kau harus repot-repot menceramahiku tanpa tahu alasannya?"

"Tapi kau bisa memberinya kesempatan kedua."

"Kesempatan kedua?" Ujarnya sembari melotot marah ke arah mantan pelayannya itu. "Kesempatan agar mereka dengan mudahnya membunuhku, begitu? Amalia, kau jangan berpura-pura bersikap baik jika di hatimu masih tertanam racun yang amat busuk. Jika kau berkata seperti itu lagi, aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini."

"Naninna, aku minta maaf."

Pria itu berusaha menahannya. Wajah bersalah itu sudah tidak lagi mempengaruhinya.

"Kau menyesalinya? Lagipula... untuk apa kau meminta maaf? Jika dalam hati kau tidak merasa bersalah sama sekali, semua itu tidak ada gunanya."

Naninna melenggang pergi.

Namun langkahnya terhenti ketika sebuah gebrakan terdengar keras dari arah pintu depan. Sontak Naninna menoleh dan melihat siapa yang melakukan keributan itu.

"NANINNA!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!