( yang Telah Pergi Hanya Bisa Di Kenang, Bukan Di Ratapi )
Udara pagi di Desa Sangat Asri Pada Tahun 2004 Yang Lalu Seorang Gadis Sedang Membantu Sang Ibu Mencuci Pakian Di Kali.
Terlihat Senyum Gadis Itu Mengembang Kala Mendapati Dirinya Terlalu Banyak Menuangkan Sabun pada Pakian yang Hendak Ia Sikat.
"Aduh Bodoh Sekali Diri ini" Gerutu Nya Sambil Menepuk Jidat.
" Sudah Nak Biar Ibu Saja Yang Bereskan, Kamu Segeralah Mandi " Titah Sang Ibuk, Sambil Menaruh Pakian Yang Sudah Bersih Kedalam Ember
Ibu Dan Anak Itu Sudah Seperti Sahabat Kedunya Sangat Dekat Lastri Adalah Janda Berusia 38 Tahun, Dan Anak Nya Sania Berusia 18 Tahun.
Ayah Nya Sania Adalah Orang Kota Yang Sedari Dulu Lastri Hamil Enam Bulan Hinga Sekarang Tidak Pernah Pulang Hinga kini Putri Nya Sania Telah Berumur 18 Tahun.
" ibu aku Pulang Dulu Yah, Biar ku Bawakan Ember Yang Sudah Bersih Ini " Ucap Nya Seraya Menenteng Ember Besar Berisi Baju Yang Sudah Bersih.
Memang Mayoritas Warga Desa Tiga Sari Tidak ada Yang Memiliki Kamar Mandi Pribadi. Kala Itu, Hanya Beberapa Orang Yang Di Katakan Mampu Saja Yang Bisa Membangun Kamar Mandi Di Dalam Rumah.
Biasanya Setiap Selepas Adzan Subuh Berkumandang para Warga Desa Sudah Berbondong-Bondong Mendatangi kali Untuk Mencuci Baju Mereka Dan Mencuci Perabotan Rumah Tanga.
Dengan Kaki Tanpa Alas Sania Berjalan Melewati Rumput Basah Karena Embun, Dirinya Hanya Memakai Hijab Segi Empat Yang Di Ikat Langsung Tanpa Mengunakan Pentul Atau Peniti.
Kulit Nya Berwarna Kuning Langsat, Mata Nya Sangat Indah Wajah Oval Dan Juga Bulu Mata Lentik Serta Alis Yang Menempel Dan Juga Hidung Runcing.
Namun Sayang Wajah Ayu Nya Selalu Jadi Bahan Cemoohan Para Tetangga Nya, Sania Selalu Di Katakan Anak Haram, Bahkan Gadis Usia Sebaya Nya Saja Jarang Ada Yang Mau Berbaur Dengan Dirinya. Di Tambah Sania Tidak Lah Berpendidikan Dirinya Tidak Bersekolah Lantaran Sang Ibu Tidak Mampu Menyekolahkan Dirinya.
Namun Sania Tidak Putus Asa, Dirinya Bisa Membaca, Manakala Ia Sesekali Menemukan Koran Atau Bekas Plastik Yang Bertuliskan Kalimat Pasti Dirinya Akan Mengeja Nya.
" Ternyata Berat Juga Ember Ini " Nafas Nya Tersenggal, Dirinya Berhenti Sejenak Saat Di Pertigaan Jalan Menuju Rumah Nya.
Udara Segar dan Embun Pagi Begitu Syahdu Padahal Sania Sudah Mandi Namun Tetap Saja Peluh Bening Menempel Di Dahi Nya Karena Lelah Berjalan Membawa Cucian.
.
.
Sebagai Gadis Lugu Dan Polos Tentu Saja Mereka penasaran Kala Melihat Ada Sebuah Mobil Mewah Pada Masa Nya, Berhenti Tepat Di Sebrang Jalan.
" Ada Apa Yah Kok Mereka Berkerumun? " Batin Sania Sambil Mengigit Bibir Bawah Nya.
Dirinya Yang Penasaran Langsung Melanjutkan Langkah Nya Kedepan Melihat Seorang Yang Turun Dari Mobil.
" Gagah Eeee .... " Bisik Salah Satu Lain Nya Yang Melihat Laki-Laki Gagah Turun Dari Mobil Toyota Camry
Tampak Nya Sania Mematung, Hanya Menepis Jarak Kerumunan Para Kaum Hawa, Saat Itu. Pria itu Meminta Di Antar Ke Rumah Kepala Desa Untuk Meliput Berita Di Desa Tiga Sari Kebetulan Dirinya Adalah Seorang Jurnalis
.
.
Selesai Menjemur Baju Sania Langsung Bergegas Ke Dapur Memasak Tumis Lembayung (Daun Kacang) Kesukaan Ibu Nya.
Hidup Sebatang Kara Bersama Sang Ibu Memang Sangat Perih Di Alami Oleh Sania Dan Juga Bu Lastri Di Tambah Di Desa Tiga Sari Bu Lastri Juga Tidak Memiliki Sanak Sodara.
Beliau Juga Yatim Piatu Sedari Kecil, Sejak Kecil Bu Lastri Menjadi Buruh Sawah Entah Itu Memanen Jagung Atau pun Mencangkul Ladang Milik Para Juragan Dan Sodagar Kaya Di Kampung Nya.
Melihat Sang Ibu Yang Baru Saja Sampai Di Depan pintu Sania Langsung Beranjak Dari Tungku. mengambilkan Air Minum Untuk Ibu Nya.
" Ini Bu, Di Minum " Sania Memberikan Segelas Air Putih Pada Sang Ibu.
Ketika Melihat Ibu Nya Berlelah-letih Hatinya Merasa Sedih, Karena Hanya Ibu Yang Ia Punya Di Dunia Ini.
" Ibu Capek Yah? " Sania Meluruskan Kaki Ibu Nya Sedikit Di Pijat.
Bu Lastri Tersenyum Hangat Melihat Anak Gadis Nya Tumbuh Tampa Seorang Ayah, Jika Mengingat Kejadian Kala Itu Hatinya Tercabik-Cabik
" Tidak Nak' Lagi Pula Kan Ibu Cuma Berjalan Ke Kali Saja " Ucap Bu Lastri Lembut Sambil Memegangi Pipi Sania
Sania Membalas Senyuman Lembut Sang Ibu, Ia Sangat Sayang Pada Bu Lastri, Meskipun Dirinya Kehilangan Sosok Ayah Dalam Hidup Nya Namun Ia Tidak Kehilangan Kasih Sayang bu Lastri Telah Menjadi Ibu Sekali Gus Ayah Untuk Dirinya.
" Bu Kita Makan Yah, Sania Udah Masak Lembayung Kesukaan Ibu " Ucap Nya, Air Mata Nya Mengenang Di Pelupuk Mata Karena Hasil Buruh Tani Nya Belum Bisa Memberikan Makan Enak Untuk Sang Ibu Tercinta.
Sania Beranjak Sambil Menuntun Sang Ibu, Ia Menarik Bangku Tua Peninggalan Mbah Nya Dulu, Hanya Rumah Tua Dan Juga Perabotan Seadanya Di Dalam Rumah Ini.
Sania Menuangkan Nasi Kedalam Piring Plastik Dan Juga Lauk Seadanya.
Sering Kali Dirinya Menangis Di Kegelapan Malam Berdoa Agar Derajat Nya Di Angkat Namun Do'a Yang Ia Pinta Belum Menembus Langit Ke Tujuh.
Di Saat Melihat Ibu Nya Berangkat Pagi Pulang Petang Untuk Mencari Rizki Sania pilu, Meskipun Sania Juga Bekerja Serabutan Sebagai Tukang Cuci Dan Juga Membantu Ibu Nya Bekerja Di Ladang Orang Namun Hatinya Tetap Saja Perih.
Kadang Ia Ingin Mengadu Nasib Ke Kota Mencari Pekerjaan Yang Layak Dan Upah Yang Besar Agar Ibunya Tidak Usah Bekerja Hanya Mengandalkan Uang Darinya Namun Diri ini Merasa Sedih Ketika Jauh Dari Sosok Ibu.
Atap Rumah Yang Sudah Bocor, Pagar Yang Terbuat Dari Bilik Kayu Yang Telah Termakan Usia Membuat Pikiran Sania Makin Wara-Wiri
" Kata Nya Ada Orang Yang Biasa Masuk Tv Datang Kedesa Kita Yah Nak? " Ucap Sang Ibu Sambil Membantu Sania Membereskan Piring Di Dapur
" Jurnalis Nama Nya Bu " Sania Tersenyum kecut
" iya Maklum Ibu Kan Ndeso Nduk Mana Tahu Yang Gitu-Gitu,,, " Bu Lastri Terkekeh Geli Karena Memang Dirinya Buta Huruf
" Memang Tadi Ibu Liat Dimana? "
" Tadi Sih Pas Ibu Pulang Ibu Ngak Sengaja Papasan Di Jalan " Ungkap Bu Laras Seadanya Sambil Tangan Nya Menyapu Dapur
Kebetulan Hari Ini Sania Dan Bu Lastri Tidak Bekerja Karena Tidak Ada Perintah Dari Tetangga.
Paling Sore Nanti Sania Akan Mencari Rumput Untuk Makan Kambing Yang Ia Pelihara, Itu Pun kambing Milik Juragan Desa Nya. Sania Sebagai Buruh Ngarit Mencari Rumput Di Sawah Ataupun Lahan Luas Yang Di Penuhi Tumbuhan Hijau Tenaga Nya Sudah Seperti Laki-Laki.
Dirinya Tidak Malu Apa Lagi Gengsi Pada Teman Sebaya Nya. Sania Tidak Mendapat Upah Banyak Hanya 50 Ribu Sebulan Sekali.
Namun ia. Tetap Bersyukur Karena Masih Di Berikan Rizki Yang Halal Dan Berkah Yang Bisa Untuk Ia Nikmati Bersama Ibu Tercinta.
.
.
" Buk Sania Berangkat Ngarit Dulu Yah Bu " Sania Sudah Siap Membawa Arit Dan Juga Karung Besar.
.
.
.
" Bersambung "
Hai....Gaes... Selamat Datang Di Cerita Ke 6 Author Mom Young... Semoga Kalian Suka Dan Berminat Baca Tulisan Ku Yah. Makasih Sudah Mau Berkenan Kasih Dukungan...
( Apakah Masalalu Yang Dulu Akan Terulang Lagi Nanti? )
Sania Menganti Pakian Nya Dengan Kaos Oblong, Celana Komprang Dan Juga Jilbab Instan.
Ia Memandang Wajah Nya Di Cermin, Kulit Wajah Nya Sangat Belang Karena Terkena Sengatan Matahari, Dirinya Berangkat Ngarit Sehabis Shalat Dzuhur Sudah Pasti Mata Hari Sedang Lagi Panas-Panas Nya.
Sania Mengambil Sepatu Keraca, Di Bawah Amben Tidur Nya.
Segera Memakai Sepatu Di Kaki Nya, Dan Juga Sarung Tangan Yang Sudah Bolong Pada Bagian jempol Namun Ia Masih Mengunakan Nya.
" Buk... Sania Berangkat Ngarit Dulu Yah Buk " Sania Sudah Siap Membawa Arit Dan Karung Besar
" Hati-Hati Nduk' " Bu Lastri Tersenyum Banga Pada Anak Semata Wayang Nya, Karena Sania Bukan Hanya Patuh, Namun Juga Sangat Rajin.
Seperti Biasa Sania Selalu Menyalami Tangan Sang Ibu Saat Hendak Mencari Rumput.
Langkah Nya Sudah Seperti Kijang, Tangan Nya Jauh Dari Kata Halus, Telapak Kaki Sania Saja Jauh Dari Kata Mulus.
Kaki Kecil Nya Terus Beranjak Menaiki Bebatuan Besar Memanjat Pohon Elir Untuk Mencari Makan Kambing Pak Sep.
Tak Butuh Waktu Lama, Sudah Terkumpul Satu Karung Besar Rumput Dan Juga Daun Segar Sania Menaruh Beban Berat Itu Di Pundak Nya.
" Ya Allah,,, Kuat Ya Allah " Sania Menarik Nafas Dalam Menyemangati Dirinya Agar Bisa Kuat Saat Membawa Beban Itu.
Sania Berjalan Turun Membawa Rumput Dan Satu Tangan Nya Memegang Arit.
Langkah Demi Langkah Sania Jalani Akhirnya Sampai Juga Di Kandang Kambing Milik Pak Sep.
" Akhirnya Sampai Juga " Sania Menaruh Rumput itu Di Pemakanan...
Keringat Nya Membasahi Wajah Dan Juga Badan, Namun dirinya Tetap Bersyukur
" Masih Butuh Dua Kali Lagi " Baru Satu Karung Rumput Yang Sania Bawa, Masih Ada Dua Karung Rumput Lagi Yang Belum Ia Bawa Disana.
Sania Meluruskan kaki Nya Sejenak, Sambil Mengusap Keringat Yang Terus Berderai.
" Makanya Sekolah Yang Tinggi Biar Tidak Jadi Kuli " Sergap Bu Septi Sesuka Mulut Nya.
Bu Septi Memang Terkenal Sangat Julid Anak Nya Kasim Dan Juga Salma Memang Sebaya Dengan Sania, Namun Sekarang Mereka Menempuh Pendidikan SMA..
" Do'akan Saja Yah Bu,, Biar Saya Bisa Sukses " Bukan Nya Marah, Sania Malah Sangat Legowo Meskipun Hatinya Bergetar Namun Wajah Nya Tetap Tenang.
" Cuiiihhh..... Mimpi Kamu, Memang Nya Bisa Sukses Setiap Hari Saja Kerjaan Mu Hanya Buruh. Bahkan Ibu mu Saja Seorang Janda Kau Tidak Mungkin Bisa Sukses Sania! " Cibir Bu Septi Tampa Memikirkan Perasaan Sania.
Sania Hanya Menggeleng Pelan, Untuk Menepis Rasa Sakit Hati Nya Dirinya Langsung Beranjak Dari Duduk Nya.
" Bu,,, Saya Permisi Dulu " Ucap Sania, Tanpa Menghiraukan Ucapan Bu Septi Lagi.
" Dasar Anak Haram..." Cibir Septi Setelah Sania Berlalu Dari Hadapan Nya.
.
.
Sania Mengusap Dada Nya Yang Bergemuruh Kencang, Ingin Sekali Marah Namun Tidak Bisa, Tiba-Tiba Air Mata Jatuh Tanpa Bicara
" Ya Allah,,, Ikhlaskan Ya Allah " Sania Luruh Hatinya Sakit Jujur Saja Jika Ada Yang Menyinggung Perihal Pendidikan.
Sania Terduduk Di Karung Berisi Rumput, Ia Mengusap Kedua Mata Nya Yang Berair
Mata Nya Sembab, Namun Harus Bagai Mana? Seja Kecil Hidup Nya Memang Sangat Keras, Sejak Berusia Tujuh Tahun Sania Juga Sudah Membantu Ibu Nya Buruh Di Sawah-Sawah Warga.
Upah Nya Hanya Seberapa, Bahkan Untuk Membeli Baju Saja Tidak Mampu, Sania Dan Bu Lastri Bisa Membeli Baju Ketika Lebaran Saja, Itu Pun Jika Tidak Pasti Sania Akan Di Kasih Baju Bekas Oleh Tetangga Yang Masih Merasa Iba.
" Dik,,, Dik,,, Bisa Tolong Tunjukan Saya Jalan? " Suara Berat Itu Membuyarkan Kesedihan Sania.
Sania Menengok Suara Berat Itu, ia Langsung Mengusap Wajah Nya.
" Eh-iya Pak " Bibir Nya Tersenyum Pilu, Mata Nya Masih Berkaca-kaca. Sania Langsung Beranjak Dari Duduk Nya, Dan merapihkan Hijab Yang Tadi Menutup Wajah Nya.
Laki-Laki Dengan Rahang Yang Tegap Tubuh Tinggi 187cm itu Seperti Terlihat Bingung Saat Berada Di Hadapan Sania.
" Apa Adik Bisa Mengantarkan Saya Pulang Ke Rumah Penginapan Yang Sudah Di Sediakan Pak Kades? Soalnya Saya Lupa Jalan Nya. " Ungkap Nya Sedikit Terkekeh, Sambil Mengusap Tengkuk Nya Yang Tidak Gatal.
" Eh-iya " Jujur Saja Sania Gugup Saat Berbicara Dengan Orang Kota.
Mendengar Jawab Dari Laki-Laki itu, Sania Sudah Bisa Menebak Bahwa Laki-Laki Yang ada Di Hadapan Nya Adalah Seorang Jurnalis Yang Baru Saja Datang Tadi Pagi.
" Ayo-pak Mari Saya Antar " Sania Jalan Mendahului Sambil Membawa Beban Berat Di Kepala Nya.
Laki-Laki Itu Mengikuti Langkah Sania Jalan, Dirinya Sambil Membawa Camera Mengambil Gambar Pemandangan Sekitar Desa Tiga Sari
Melihat Sania Membawa Karung Berisi Rumput Di Pundak Nya, Aditya Meresa Heran Dengan Nya, Gadis Polos, Lugu Dan Sopan Santun Itu Menunjukan Jalan Pulang Pada Nya.
" Apa Kau Tidak-Papa Dik? " Aditya Tampak Kaget Melihat Langkah Sania Yang Sempoyongan.
" Tidak Papa Pak " Lirih Nya Sambil Menahan Beban.
Sania Meminta Aditya Menunggu Dirinya di Bawah Pohon Randu, Karena Sania Akan Menaruh Pakan Kambing Itu Sejenak.
" Pak Tunggu Sebentar Disini Yah, Saya Mau Naruh Rumput ini Dulu Disana..." Ungkap Nya Tampa Menoleh.
Karena untuk Menuju Jalan Setapak Menuju Rumah Penduduk Lumayan Jauh Dari Sini.
Kandang Kambing Pak Sep,,, Berada Di Tengah Sawah Yang Lumayan Jauh Dari Pemukiman Warga,
Selepas Menaruh Karung Berisi Rumput, Sania Menaruh Rumput itu Langsung Memberikan Makan Kepada Kambing Karena Hari Sudah Semakin Sore
Keluar Dari Kandang Kambing Terlihat Laki-Laki, Itu Masih Berdiri Tegap Disana Menunggu Nya Dengan Tenang Sambil Memotret Pemandangan.
" Maaf Pak,,, Saya Lama Yah " Ucap Sania Malu-Malu Menunduk Tanpa Menatap Lawan Bicara Nya.
" Iya Mari... " Selesai Memotret Pemandangan Sawah Yang Sangat Subuh, Raditya Dan Sania Jalan Beriringan Melewati Ladang Para Warga.
Di Desa Tiga Sari Sedang Musim Padi Yang Baru Saja Menjulang, Pemandangan Nya Sangat Indah Di Tambah Angin Yang Sangat Sejuk Pada Sore Hari.
Keduanya Berjalan Bersama Menyusuri Sawah Warga, Jujur Ini Untuk Pertama Kali Nya Hati Sania Bergetar Gugup Saat Berjalan Bersama Seorang Pria.
" Kayanya Gerimis Yah " Aditya Mengusap Rambut Nya Yang Terkena Gerimis..
Jam Menunjukan Pukul 16:00... Angin Nya Bertiup Sangat Sepoy-Sepoy Memang Cuaca Di Desa Tiga Sari Sedang Mengalami Pancaroba,,, Pagi Dan Siang Panas Dan Sore Terkadang Sampai Malam Hujan Lebat.
" Iya Pak Hujan,,, Oya Cepat " Sania Berlari Perlahan, Tangan Nya Memegang Sepatu Nya Dan Juga Memegang Arit
Aditya Mengikuti Langkah Sania Perlahan, Namun Langkah Mereka kalah Cepat, Hujan Turun Dengan Santai Nya Bersama Dengan Kilat Yang Langsung Terang Di Langit
" Bisakah Kita Mencari Tempat Teduh Sebentar Dik,,, Yang ada Nanti Kamera Saya Rusak Terkena Air " Ucap Nya, Sambil Menyembunyikan Kamera Di Balik Jas Yang Ia Kenakan.
" Iya pak,,, Kita Akan Mencari Gubuk Untuk Berteduh Sebentar " Ucap Sania,,, Langkah Nya Di Susul Oleh Aditya...
.
.
" Sudah Anak Haram Kau Mau Berbuat Hal Tidak Senonoh Juga Di Gubuk Ku,,, Dasar perempuan Pembawa Sial,,, Arak Saja Mereka Ke Balai Desa..."
.
.
.
" Bersambung "
( Ujian Yang Datang Tampa Aba-Aba,,, Terkadang Membuat Diri ini Lemah Tidak Berdaya..)
Kilat Menyambar Dasyat Di Langit Sore, Kabut Tebal Juga Ikut Serta Datang Dalam Turun Nya Hujan Deras Sore Ini...
Tubuh Aditya Dan Sania Basah Kuyup Karena Terkena Air Hujan Yang Cukup Deras..
Sekian Lama Berjalan, Akhirnya Sania Dan Aditya Sampai Di Sebuah Gubuk Sawah, Yang Kebetulan Gubuk Milik Septi Dengan Lahan Yang Sangat Luas.
Bisa Di Bilang Septi Juga Orang Yang Paling Kaya Di Desa Tiga Sari, Namun Sayang Nya Septi Orang Yang Di Bilang Sangat Kikir Bahkan Suaminya Pak Hamad Saja Tidak Berani Memberitahu Sang istri Atas Kelakuan Nya Septi.
" Kita Berteduh Disini Sebentar Pak... Nunggu Sampai Hujan Nya Reda " Sania Menepis Jarak Tidak Berani Menatap Aditya.
Usia Mereka Memang Sangat Jauh, Aditya Sekarang Genap Berusia 28 Tahun. Dirinya Bekerja Sebagai Jurnalis..
" Mengapa Tidak Ada Sinyal Disini " Aditya Mengambil Ponsel Dari Celan Nya Namun Sama Sekali Tidak Ada Sinyal Yang Masuk di Ponsel Jadul Nya...
.
.
Sementara Itu Di Depan Jendela, Seorang wanita Sedang Memegang Ponsel Melakukan Panggilan Berulang Kali Namun Tidak Ada Jawaban Dari Sana...
" Aditya Ayo Angkat... Kau Dimana Sih? Kenapa Tidak Menjawab Telfon Ku? " Karina Merengek Kesal Karena Sang kekasih Hati Nya Tidak Ada Jawaban.
Sejak Pagi Aditya Tidak Menelfon Dirinya, Padahal Saat Hendak Berangkat Ke Sebuah Desa Aditya Sudah Berjanji pada Karina. Jika Selepas Pulang Bertugas Nanti Aditya Akan Melamar Nya.
" Semoga Kau Menepati Janji Mu Aditya " Gumam Karina Sambil Memeluk Foto Aditya Dan Dirinya Pada Saat Zaman SMA..
.
.
Berharap Hujan Segera Mereda Namun Dugaan Sania Malah Salah, Hujan Malah Turun Tambah Deras Nya.
Aditya Melirik Sania Sekilas Karena Tampak Nya Sania Sangat Kedinginan.
" Ini Pakai Saja Jas Ku " Aditya Menaruh Kamera Nya Pada Amben Yang Ada Di Sana, Segera Melepas Jas Yang Ia Kenakan Dan Langsung Ia Berikan Kepada Sania.
" Makasih Pak " Sania Mengambil Jas Itu Dan Langsung Duduk Di Amben Gubuk, Tubuh Nya Gemetar Karena Terlalu Lelah Hari Ini. Di Tambah Badan Nya Basah Kuyup
Sambil Mengeratkan Jas Di Tubuh Nya, Sania Melirik Aditya Sekilas, Pria Itu Masih Berdiri Di Hadapan Nya Sambil Bersidekap Tangan Seperti Sedang Memikirkan Sesuatu!
" Ibu Pasti Khawatir Maaf Yah Bu,,, Sania Pulang Telat " Batin Sania Sambil Tubuh Nya Bergetar Menahan Dingin.
" Biasanya Jika Hujan Datang Sore Seperti Ini Jam Berapa Akan Reda Nya? " Ucap Aditya Menoleh Ke Arah Sania.
" Biasanya Malam Pak..." Memang Hujan Jika Datang Pada Sore Pasti Reda Nya Sehabis Adzan Isya.
" Jadi Kita Akan Disini Sampai Hujan Nya Redah " Tampak Nya Aditya Berbicara Pada Dirinya Sendiri
Mungkin Juga Ia Yang Sedari Tadi Berdiri Merasa Lelah, Alhasil Aditya Ikut Duduk Di Sebelah Sania Namum Mereka Masih Tetap Berjarak
Aditya Bersidekap menahan Dingin, Sementara Sania Mengeratkan Jas Aditya Yang Menempel Di Tubuh Nya.
Aditya Menguap Menunggu Hujan Yang Belum Reda-Reda Membuat Kantuk Nya Tiba-Tiba Saja Datang Karena Sedari Ia Datang Ke Desa ini Dirinya Belum Beristirahat Langsung Mengambil Gambar Pemandangan Di Desa Tiga Sari.
Di Tambah Lagi Ia Juga Ingin Meliput Berita Tentang Berita Pencarian Orang Yang Hilang Namun Di Nyatakan Hilang Di Desa ini.
Tumbuh Nya Yang Merasa Lelah, Akhirnya Mata Aditya Terpejam. Sambil Menyenderkan Kepala nya Pada Kayu Penyangga Gubuk Sawah.
" Kok Badan Ku Lemes Gini Yah " Keluh Sania Yang Juga Merasa Kedinginan.
Akhirnya Keduanya Terpejam Namun Sayang Nya Tampa Mereka Sadari Akan Ada Insiden Yang Tidak pernah Mereka Duga Sama Sekali.
.
.
Selepas Adzan Ashar Hujan Masih Sangat Deras Bahkan Kilat Terlihat Sangat Terang Di Langit.
" Sania Kamu Kemana Nak? Kenapa Belum Pulang Juga, Padahal Sudah Sore " Bu Lastri Tampak Khawatir Ia Memandang Ke Arah Latar Membuka Jendela Ruang Utama.
Namum Tidak Ada Tanda-Tanda Sania Pulang Dari Mencari Rumput.
Selepas Shalat Maghrib Bu Lastri Masih Menunggu Sania Namun Sania Belum Pulang Juga, Akhirnya Beliau Yang Khawatir Meminta Bantuan Pak Kades Dan Juga Warga Desa Untuk Mencari Sania. Padahal Di Luar Hujan Masih Sangat Deras.
Tok..
Tok..
Tok..
" Assalamualaikum Pak... " Bu Lastri Mengetuk Pintu Rumah Pak Kades.
" Iya... Wa'alaikumsalam " Setelah Beberapa Detik Pak Kades Membukakan Pintu Rumah Nya.
" Pak Tolong Pak " Ucap Bu Lastri Saat Pak Kades Sudah Di Hadapan Nya.
" Ada-Apa Bu Lastri? Mari Masuk Dulu " Ucap Istri Pak Kades Yang Berdiri Di Belakang Pak Kades Sendiri.
" Tidak Usah Bu Terimakasih, Saya Cuma Mau Minta Bantuan Tolong Bantu Cari Anak Saya Sania, Dia Pergi Dari Tadi Siang Buat Cari Rumput Tapi Tidak Kunjung Pulang. Saya Khawatir Pak Takut Terjadi Sesuatu " Ucap Bu Lastri Sedikit Terisak
Bu Kades dan Pak Kades Terdiam Sejenak, karena Mereka Juga Sedang Menunggu Kepulangan Aditya Yang Sedari Siang Tak Kunjung Tampak Batang Hidung Nya. padahal Makanan Yang Di Masak Olah Bu Kades Tadi Sore Sudah Dingin.
" Jadi Gini Bu Lastri, Saya Juga Sedang Menunggu Pak Aditya Seorang Jurnalis Dari Kota, Tadi Siang Beliau Bilang Mau Melihat Pemandangan Di Desa Ini. Namum Belum Juga Pulang "
" Ya Sudah pak,,, Kita Sekalian Cari Saja Pak " Ucap Bu Kades Menambahi.
Setelah Keluar Dari Rumah Pak Kades, Pak Kades Meminta Bantuan Para Warga Khusus Nya Suami Septi Pak Hamad Karena Memang Rumah Pak Hamad Dekat Dengan Rumah Pak Kades.
Septi Yang Memang Bertabiat Buruk Melihat Suaminya Membawa Batre Dan Akan Membantu Mencari Sania Bibir Nya Langsung Menglurkan Kata-Kata Cemoohan.
" Ngapain Sih Pak Sampean Bantu Cari Gadis Miskin Itu, Nyusahin Saja Tahu! " Septi Bersidekap Tangan Menampakan Wajah Malas Nya.
" Bu Jagan Kaya Gitu Toh, kasian Sania Kan Siapa Tahu Mereka Butuh Bantuan Kita. Soalnya Kan Diluar Juga Sedang Hujan Deras Bu " Ucap Salma Menengahi.
" Halah... Biarin Saja Toh Kita Juga Ngak Ada Urusan " Ucap Septi Sambil Menyunggingkan Sebelah Bibir Nya.
" sudah Yah Bu Bapak Mohon Kali Ini Saja " Pak Hamad Sudah Bersiap Memakai Jas Hujan.
" Kalau Bapak Mau Pergi Ibu Juga Mau Ikut " Dengus Septi Kesal.
Akhirnya Kedua Anak Nya Salma Dan Juga Kasim Turut Ikut Mencari Sani.
Salma Membantu Ibu Nya Sania Merangkul Pundak bu Lastri Berjalan Bersama Meskipun Septi Terlihat Tidak Senang Namun Salma Tidak Menghiraukan.
Kasim Dan Salma Memang Sifatnya Jauh Tidak Seperti Ibunya Yang Culas Dan Sangat Omongan Kepada Tetangga Nya Apa Lagi Septi Sangat Tidak Suka Pada Bu Lastri Karena Bu Lastri Seorang Janda.
Mereka Mencari Sania Dan Aditya Berpencar. Namun Setelah Mereka Menyusuri Sawah Milik Septi Mereka Kaget Saat Menemukan Aditya Dan Sania Sedang Terpejam Bersama, Tubuh Sania Yang Kedinginan Terjatuh Di Pundak Aditya Namun Kedunya Tidak Sadar Karena Mata Mereka Terpejam.
Septi Yang Melihat Ini Langsung Naik Pitam, Pikiran Nya Langsung Mengarah Kesana Menuduh Aditya Dan Sania Telah Melakukan Perbuatan Yang Tidak Senonoh...
" Hah,,,, Sania " Bu Lastri, Salma, Dan Yang Lainya Terkejut. lain Hal Nya Dengan Septi Yang Langsung Heboh..
" Sudah Anak Haram Kau Mau Berbuat Hal Tidak Senonoh Juga Di Gubuk Ku?... Dasar perempuan Pembawa Sial!.. Arak Saja Mereka Ke Balai Desa... " Tatapan Mata Septi Langsung Mendelik Pada Sania Dan Aditya.
.
.
.
" Bersambung "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!