Jakarta 2 Juli.
Ketika itu ada seorang gadis berumur 15 tahun namanya Anisa, yang sedang duduk di hadapan meja belajarnya, ia sedang asik mendisain sebuah pakaian karna cita citanya adalah menjadi seorang disigner. Anisa mengikat rambutnya menjadi seperti ekor kuda, Ia masih belum memakai kerudung ( belum hijrah). Saat ia sedang asik menggambar, tiba tiba terdengar keributan di sebrang depan rumahnya, karna penasaran Anisa pun membuka gorden jendelanya, kebetulan kamarnya berada dilantai 2. Anisa nampak terkejut melihat seorang laki laki yang sedang dimarahi oleh ayahnya sendiri, dia adalah Ibra (17 tahun) tetangga depan rumah Anisa sekaligus murid satu sekolah dengannya, Ibra adalah kakak kelasnya Anisa, hubungan mereka tidak terlalu dekat karna Anisa selalu takut kalau bertemu dengannya yang selalu bikin onar dan bisa dikatakan sebagai berandalan padahal Ibra menaruh hati padanya. Kebetulan kamar Ibra juga berada di lantai 2 tepatnya sejajar dengan kamarnya Anisa, rumah mereka hanya terhalang oleh jalan. Mereka bertetangga sudah hampir 2 tahun. Nisa tinggal bersama tante dan adiknya, ibunya sudah meninggal, ayahnya adalah seorang polisi yang sering bertugas kemana mana hingga memaksanya untuk tinggal bersama tante dan omnya di Jakarta.
Saat itu Ibra sedang dimarahi oleh ayahnya sendiri. Ibra yang bisa di katakan remaja yang badung, berulah selalu bikin onar dan selalu bolak balik masuk penjara.
" Dasar anak tidak tau di untung, mau jadi apa kau?. Ayah tidak pernah mengajarkanmu menjadi berandalan seperti ini. Kau membuat malu dan mencoreng nama baik keluarga" ucap pak Sulaiman pada putra lelakinya itu. Ibra hanya diam saja. Sebandel apapun dia, namun ia tak pernah berani melawan ayahnya. Ibra hanya mempunyai ayah dan satu kakak perempuan, ibunya sudah meninggal.
Plak.
Satu tamparan mendarat di wajahnya Ibra hingga lelaki itu tersungkur di dekat jendela. Ibra menatap Anisa yang kini sedang memperhatikannya di jendela kamarnya.
Deg.
Anisa nampak ketakutan saat Ibra menatapnya, ia langsung menutup gorden di kamarnya itu.
" Astaghfirullah alazim" ucap Anisa sambil mengelus ngelus dadanya.
* * * * * *
Keesokan harinya. Saat Anisa pulang sekolah bersama Elina sahabatnya, mereka berjalan berdua masih menggunakan seragam putih abu abu. Tiba tiba langkah mereka terhenti saat melihat sosok Ibra berhenti di hadapan mereka menggunakan seragam namun seragamnya sudah penuh dengan coretan coretan, karna hari ini adalah hari kelulusannya, namun entah Ibra lulus atau tidak, karna ia tidak perduli. Anisa nampak ketakutan saat Ibra mendekatinya.
" Sepertinya si Ibra mau memintamu untuk ikut tanda tangan dibajunya" bisik Elina. Anisa malah melangkah mundur karna takut, namun sahabatnya itu sedikit menahannya.
" Kalau kau lari, si Ibra akan murka" bisik Elina.
" Haai" sapa Ibra sambil tersenyum. Anisa hanya diam saja tak menjawab saapaan laki laki yang ada di hadapannya itu. Hinga Elina sedikit menyenggol pundaknya Anisa agar sahabatnya itu mau menanggapi saapaannya Ibra, karna kalau tidak Ibra bisa saja marah, dan kalau dia sudah marah maka habislah semua. Bisa di katakan Ibra mempunyai wajah yang tampan, namun laki laki itu mempunyai tubuh yang tinggi dan kurus, sudah jelas terlihat kalau dia mengkonsumsi obat obatan terlarang.
" Asalamualaikum" sapa Anisa.
Ibra hanya menjawabnya lewat senyuman hingga memperlihatkan lesung pipit di wajahnya yang hanya sebelah itu. Anisa dan Elina hanya mengeryitkan keningnya, karna Ibra tak menjawab salamnya.
" Mungkin dia non muslim" bisik Elina.
" Kau non muslim?" tanya Anisa.
" Aku muslim" jawab Ibra.
" Kenapa tidak jawab salamku" ucap Anisa kembali.
" Aku tidak pernah menjawab salam siapapun, tapi untukmu aku mau menjawabnya. Waalaikum salam" jawab Ibra.
" Islam KTP" batin Elina mengejek.
" Maaf, kami mau pulang, jadi berikan kami jalan" pinta Anisa.
" Hari ini adalah hari kelulusanku, maukah kau menuliskan namamu di baju seragamku" pinta Ibra. Anisa langsung melirik Elina. Nampak Elina menganggukan kepalanya. Ibra pun memberikan sepidolnya. Tangan Anisa sedikit bergetar saat menerima sepidol itu. Saat Anisa mau menuliskan namanya di bagian punggung, Ibra langsung melarangnya.
" Kau tulis namamu disini" tunjuk Ibra ke dadanya. Mau tidak mau Anisa pun menuliskan namanya tepat di dadanya Ibra. Tiba tiba Anisa terdiam saat melihat tangan kanan laki laki itu mempunyai tato bergambar burung elang yang bertuliskan nama Anisa di sana. Setelah selesai menulis namanya di bajunya Ibra, Anisa pun langsung mengembalikan sepidolnya.
" Kau tau kenapa aku menyuruhmu menuliskan namamu tepat di dadaku?, itu biar namamu tembus dan bersarang di hatiku" tutur Ibra. Anisa langsung menelan ludahnya dengan kasar, sementara Elina sudah ingin tertawa namun ia tahan.
" Aku sudah menuliskan namaku dibajumu, apa sekarang kami boleh pergi?" tanya Anisa.
" Tunggu dulu, aku ada urusan sedikit denganmu" ucap Ibra. Dapat dilihat wajah Anisa nampak begitu ketakutan. Apalagi saat melihat ada senjata tajam di pinggang lelaki itu. Sebuah cerulit yang sengaja diselipkan di pinggangnya hingga ujung cerulit itu menembus dan merobek sedikit baju seragamnya Ibra. Elina yang melihatpun langsung bergidik ngeri.
" Apa?"
Ibra melangkahkan kakinya semakin mendekat pada Anisa, membuat Anisa semakin mundur.
" Maukah kau menikah denganku" ucap Ibra pada Anisa.
Deg
Deg
Deg
Anisa nampak terkejut dengan ucapan yang dilontarkan oleh anak laki laki yang ada dihadapannya itu. Anisa malah diam mematung, tubuhnya bergetar ketakutan.
" Ini anak mabok kali. Datang datang ngajak kawin" batin Elina.
" Kenapa diam?" tanya Ibra.
" Kita tidak mempunyai hubungan apa apa, kenapa tiba tiba kau mengajaku menikah?" tanya Anisa. Ibra malah tersenyum.
" Kenapa?, apa kau tidak mau?" tanya Ibra kembali. Anisa langsung melirik pada Elina dan berbisik.
" Lin, kalau aku menolaknya apa kita akan meninggal sekarang" bisik Anisa sambil melirik ujung cerulit itu yang tidak sengaja keluar dari bajunya Ibra yang robek.
" Sepertinya begitu" jawab Elina sambil berbisik juga.
" Tapi aku tidak mau menikah dengannya, jangankan menikah dengannya, pacaran dengannya pun aku benar benar tidak mau" bisik Anisa.
"Ya Allah jika aku dan Anisa meninggal sekarang karna di bunuh si Ibra, tolong tempatkan aku disurgamu yang indah, dan untuk si Ibra, jebloskan saja dia di dalam nerakamu" batin Elina.
Anisa pun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan laki laki yang ada di hadapannya itu.
" Maaf Ibra, umurku belum cukup untuk menikah" ucap Anisa.
" Aku siap menunggumu" jawab Ibra hingga Anisa mengeryitkan keningnya dan memberanikan diri menatap laki laki berandalan itu.
" Aku tidak mau menikah denganmu, hidupmu terlalu kacau, kau terlalu jauh dengan tuhanmu, kau tidak bisa menjadi imam yang baik untuku" turur Anisa.
" Jadi kau menolaku?"
" Anisa, kenapa kau menolaknya terang terangan, kau mau si Ibra ngamuk disini " batin Elina.
" Aku bukannya menolakmu, sebaiknya kau benarkanlah dulu hidupmu, dekatkan dirimu pada Allah. Setelah kau merasa hidupmu sudah berubah kejalan yang benar, baru kau boleh datang padaku" tutur Anisa. Ibra malah tersenyum.
" Jadi kalau hidupku sudah benar dan aku sudah dekat dengan Allah, apa kau mau menikah denganku?" tanya Ibra.
Deg.
Anisa nampak kebingungan. Hingga Elina berbisik padanya.
" Bilang iya aja dari pada berabe urusannya" bisik Elina.
" Tapi aku tidak mau menikah dengan Ibra" bisik Anisa.
" Dari pada itu cerulit kenalan sama kulit kita lebih baik bilang ya aja, lagi pula belum tentu Ibra itu hidupnya berubah lebih baik"
" Hmmm"
" Bagaimana?, kau mau menikah denganku saat aku sudah dekat dengan Allah?" tanya Ibra kembali. Meski sedikit ragu, Anisa pun mengangguk. Nampak Ibra tersenyum dengan jawabannya Anisa.
" Kau harus berjanji dulu padaku" pinta Ibra.
" Janji apa?"
" Janjimu Anisa"
Anisa langsung menatap Elina. Elina nampak mengangguk.
" Aku janji" ucap Anisa sedikit terpaksa.
" Kalau begitu sekarang ikrarkanlah janjimu" pinta Ibra. Anisa nampak bingung dan takut.
" Turuti saja kemauannya, kau tidak lihat itu cerulit dari tadi senyum senyum terus pada kita" bisik Elina.
" Aku takut"
" Ikuti kata kataku ya" pinta Ibra. Anisa pun mengangguk.
" SAYA ANISA MAHARANI AKBAR, MENGIKRARKAN JANJI DIDEPAN M.IBRA, DAN SAKSI ADALAH ELINA. MENGATAKAN: AKU BERJANJI KALAU IBRA HIDUPNYA SUDAH BENAR BENAR LURUS DAN DEKAT DENGAN ALLAH, MAKA AKU SIAP UNTUK MENIKAH DENGANNYA" tutur Anisa mengikrarkan janji. Ibra nampak tersenyum.
" Kau tidak akan ingkar dengan janjimu kan?" tanya Ibra. Anisa pun menggelengkan kepalanya.
" Kau harus ingat ya Nis, kalau kau berani ingkar, aku akan menculikmu dan mencilik ayahmu. Dan kalian berdua akan kubawa ke KUA" tutur Ibra.
" Kenapa kau bawa bawa ayahku?"
" Karna di setiap pernikahan butuh yang namanya wali nikah. Aku tidak takut meskipun ayahmu adalah seorang polisi" jawab Ibra.
" Ya aku tidak akan mengingkarinya" ucap Anisa sedikit takut. Ibra langsung mengangkat jari kelingkingnya ke hadapan Anisa.
" JANJI"
Dengan penuh ketakutan, Nisa pun mengikatkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingnya Ibra.
" JANJI" ucap Anisa.
Ibra pun tersenyum lalu mendekati Anisa dan mengecup kilat bibir Anisa tanpa izin. Anisa nampak terkejut begitupun dengan Elina.
" Astaghfirullah alazim" ucap Anisa dan Elina. Ingin rasanya Anisa menampar laki laki yang berani menciumnya itu, namun apa daya Anisa begitu nampak ketakutan. Tiba tiba ada segerombolan anak sekolahan datang sambil membawa senjata tajam.
" IBRAAAAAAA" teriak Syabil ketua genk anak sekolahan itu, sekaligus musuh besarnya Ibra di sekolah. Sabil pun menaruh hati pada Anisa. Anisa dan Elina nampak terkejut dan ketakutan.
" Ayo Nis kita pergi dari sini, mereka pasti pada mau tawuran"
Anisa dan Elina pun pergi dari tempat itu. Tawuran pun terjadi begitu saja hingga polisi datang .
* * * * * * *
Malam pun tiba. Anisa dan bu Ayu tantenya sedang asik nonton berita. Mereka terkejut melihat Ibra dan anak anak yang lain di tangkap polisi yang tidak lain adalah ayahnya Anisa.
" Bukankah itu Ibra putranya pak Sulaiman" ucap bu Ayu. Anisa pun mengangguk.
" Anak itu tidak kapok kapok bikin ulah, ayahmu sampai bosan menangkapnya" tutur bu Ayu kembali. Nisa pun tersenyum saat melihat adiknya yang bernama Erika (9 tahun) sedang asik membaca Iqro. Anisa pun mendekatinya.
" Waah ade kakak pinter ya baca iqronya" puji Anisa.
" Sebentar lagi aku mulai membaca al quran ka" ucap Erika.
Tiba tiba Elina menelponnya.
"Asalamualaikum Lin"
" Waalaikum salam Nis. Nis kau sudah menonton berita tawuran sekolah kita?" tanya Elina.
" Hmmm, Ibra ditangkap"
" Kau tau Nis, Ibra telah memotong jari kelingkingnya Syabil"
Anisa terkejut mendengarnya.
" Astaghfirullah alazim"
Tiba tiba Anisa melihat Ibra keluar dari taxi bersama ayahnya. mungkin pak Sulaiman telah membebaskannya dari kantor polisi. Ibra dan ayahnya masuk rumah namun taxi tak kunjung pergi, hingga membuat Anisa penasaran dan berlari ke depan rumahnya. Tidak lama kemudian Ibra keluar bersama ayahnya sambil membawa tas besar.
Saat Ibra akan masuk kedalam taxi kembali, ia terdiam melihat Anisa berdiri sambil memegangi pagar rumahnya. Tiba tiba Ibra berteriak di sebrang jalan.
" SUATU SAAT AKU AKAN DATANG MENEMUIMU UNTUK MENAGIH JANJI YANG PERNAH KAU UCAPKAN PADAKU" teriak Ibra.
Tubuh Anisa bergetar, tidak bisa dibohongi kalau ia sedang ketakutan. Pak Sulaiman pun mendorong Ibra untuk masuk kedalam taxi. Pak Sulaiman sempat menatap Anisa. Anisa pun tersenyum sambil menganggukan sedikit kepalanya secara sopan. Pak Sulaiman pun membalas senyuman Anisa lalu masuk kedalam taxi. Taxi pun melaju meninggalkan komplek itu. Itu adalah terakhir kalinya Anisa bertemu dengan Ibra. Setiap hari Anisa selalu berdo'a dalam sujudnya, semoga ia tidak pernah bertemu lagi dengan yang namanya Ibra, laki laki yang memaksanya mengikrarkan sebuah JANJI.
**7 TAHUN KEMUDIAN.
JAKARTA 1 SEPTEMBER 2020**.
Sekarang.
Anisa (22 tahun) tumbuh menjadi gadis cantik. Setelah lulus kuliah, Anisa menjadi seorang designer bersama sahabatnya Elina(23 tahun) Mereka berdua mempunyai pekerjaan yang sama mengelola sebuah butik di Jakarta. Sebenarnya butiknya milik Syabil (24 tahun). Syabil adalah kakak kelas Anisa waktu SMA, tepatnya musuh terberat Ibra. Jari Syabil kini bersisa 9 setelah Ibra berhasil memotong jari kelingkingnya. Sejak saat itulah Syabil menaruh dendam kesumat pada Ibra. Dan soal Ibra, sejak kepergiannya 7 tahun yang lalu, tidak ada yang tahu keberadaannya sekarang.
Ketika itu Anisa sedang bercermin mencoba menggunakan sebuah kerudung. Ia tersenyum sendiri.
" Cantik"
Tiba tiba tante Ayu membuka pintu kamarnya, ia tersenyum melihat Anisa sedang mencoba memakai kerudung.
" Cantik, kau ingin behijab Nis?" tanya tante Ayu. Anisa pun tersenyum lalu melepaskan kerudungnya itu.
" Aku belum siap tante, aku ingin hijrahku karna Allah, bukan karna yang lain" jawab Anisa. Tante Ayu pun tersenyum.
" Dekatkanlah dirimu pada Allah" pinta tante Ayu.
" Hmmm"
Tiba tiba Erika (16 tahun) adiknya Anisa masuk kamarnya Anisa dengan menggunakan gamis serta kerudungnya.
" Asalamualaikum" ucap Erika sambil berputar putar di hadapan kakaknya itu. Anisa dan tante Ayu pun tersenyum.
" Kau mau hijrah De?" tanya Anisa.
Erika pun mengangguk ngangguk.
" Aku mau masuk pesantren" ucap Erika sambil duduk di sisi tempat tidur.
" Jadi kamu beneran mau masuk pesantren De?" tanya Anisa kembali.
" Hmmm, aku sudah bicarakan ini sama ayah dan tante Ayu" jawab Erika. Anisa pun langsung menatap tantenya itu. Tante Ayu pun mengangguk tersenyum.
" Tapi pondok pesantrennya masih di Jakarta kan De?"
Erika langsung menggeleng.
" Pesantrennya di kota A" jawab Erika.
" Jauh sekali De, bukankah di Jakarta juga banyak pondok pesantren yang bagus bagus" ucap Anisa.
" Tapi aku sudah suka dan sudah tertarik dengan pesantren itu. Lokasinya, cara pengajarannya pokoknya aku suka" ucap Erika kekeh.
" Tapi De jarak Jakarta ke kota A itu jauh dan hampir memakan waktu 3 jam, nanti kakak akan susah untuk nengokin kamu, ayah sudah menitipkanmu pada kakak loh De. Kau adalah tanggung jawabku" tutur Anisa.
" Kita kan bisa vidio cal"
" Ya sudah terserah padamu, kapan akan berangkat ke pondok?" tanya Anisa.
" Minggu Depan"
Anisa pun mengangguk. Sebenarnya ia sangat berat melepas adik perempuannya itu. Erika adalah gadis yang cerdas, bisa di bilang kecerdasannya di atas rata rata. Dia selalu unggul dalam mata pelajaran. Setelah lama ngobrol ngobrol, terdengar suara klakson mobil di depan rumah.
" Sepertinya Elina sudah datang, kakak harus ke butik dulu" ucap Anisa.
" Ka sepertinya aku butuh banyak baju baju syar'i untuk kupakai di pesantren" ucap Erika.
" Tidak usah khawatir, kakak punya banyak gamis syar'i di butik. kakak pergi dulu ya asalamualaikum"
" Waalaikum salam"
Anisa pun pergi ke butik bersama Elina. Sesampainya di butik, ternyata Syabil sudah ada di sana.
" Asalamualaikum" ucap Anisa dan Elina.
Syabil hanya sibuk mengutak ngatik hpnya. Syabil adalah anak orang kaya. Apapun yang dia mau selalu di turuti oleh orang tuanya.
" Pagi Syabil" sapa Elina.
" Pagi"
Anisa pun duduk di ruang kerjanya sambil membereskan gambar gambar disainnya. Syabil pun duduk di meja kerjanya Anisa.
" Jalan jalan yu" ajak Syabil.
" Maaf aku lagi banyak pekerjaan" jawab Anisa.
" Sampai kapan kau akan mengacuhkanku seperti itu?" ucap Syabil sedikit kesal.
Anisa hanya diam saja.
" Dengar ya Nis, aku tulus mencintaimu, aku siap menikahimu sekarang juga" ucap Syabil.
" Maaf Syabil, aku tidak punya perasaan apapun terhadapmu"
Syabil pun mendengus kesal.
" Apa masih kurang pengorbananku selama ini. Kau tau berapa banyak nominal yang kukeluarkan untuk membangun butik ini" ucap Syabil dengan sombongnya.
" Aku tau kau banyak sekali mengeluarkan dana untuk pembangunan butik ini, tapi aku tidak minta itu padamu. Kalau kau tidak suka dengan sikapku, aku dan Elina siap untuk keluar dari butik ini" tutur Anisa. Perlahan Syabil memegangi tangannya Anisa.
" Dengar Nis, aku akan selalu berkorban untukmu, sampai kau bilang ia untuk menerimaku" ucap Syabil.
Anisa hanya diam saja tak bisa di bohongi kalau ia tak punya perasaan apa apa pada Syabil. Saat Anisa akan melepaskan tangannya yang kini di genggam oleh Syabil, tiba tiba Nisa terdiam saat melihat jari tangan kanan Syabil ada 4.
" Apa itu sakit?" tanya Anisa saat melihat jari kelingking Syabil terputus.
" Tentu saja. Lebih sakit lagi dengan hatiku. Kalau saja di Ibra ada dihadapanku sekarang, aku pasti sudah membunuhnya saat ini juga" tutur Syabil kesal.
" Memangnya kau tidak tau Ibra sekarang dimana?" tanya Anisa.
" Sejak dia ditangkap polisi 7 tahun yang lalu, aku tidak pernah melihatnya lagi. Mungkin sekarang dia sedang mendekam di penjara atau sekarang dia sudah mati karna overdosis, diakan seorang pecandu" tutur Syabil. Anisa pun langsung terdiam.
" Oh iya, saat terakhir kali bertemu dengan Ibra saat pelulusan sekolah dulu, aku melihat Ibra menemuimu dan Elina. Kalau aku boleh tau apa yang di katakannya padamu?" tanya Syabil.
Deg.
Tubuh Anisa tiba tiba merasa takut kalau ingat kejadian itu. Ia teringat dimana Ibra menyuruhnya untuk mengikrarkan sebuah janji.
" Ibra tidak bilang apa apa" jawab Anisa bohong. Syabil pun mengangguk.
" Ya sudah aku mau pergi dulu ke kantor"
Syabil pun pergi dari butik itu tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Tiba tiba Elina mendekati Anisa.
" Kenapa tiba tiba si Syabil nanyain si Ibra?" tanya Elina. Anisa hanya menggelengkan kepalanya.
" Oh iya Lin, minggu depan aku mau nganter Elina mondok ke pesantren di kota A" ucap Anisa.
" Erika mau mondok?"
" Hmmm"
" Tapi kota A itu jauh dari Jakarta Nis. Kau akan sulit untuk menemuinya"
" Aku tau, Erika tetap bersikeras ingin mondok di sana. Entah kenapa aku punya fikiran ingin pindah dari butik ini" tutur Anisa.
" Maksudmu?"
" Akhir akhir ini aku tidak suka dengan sikapnya Syabil. Dia seperti berkuasa dengan hidupku. Aku tidak suka. Seandainya aku mau pindah ke kota A dan membuat sebuah butik kecil, apa kau mau ikut denganku?" tanya Anisa.
" Tentu saja, kemanapun kau pergi aku ikut, tapi kenapa harus di kota A?"
" Agar aku bisa dekat dengan Erika. Dia satu satunya saudara yang kupunya"
" Jadi kau akan melepas butik ini?" tanya Elina.
" Hmmm. Butik ini punya Syabil, memang dia memberikannya untuku, tapi karna itu dia selalu mengekang hidupku, aku ingin lepas darinya" tutur Anisa.
" Ya aku dukung"
" Kapan kita akan antar Erika ke pondok pesantren?"
" Minggu depan"
" Aku sudah tidak sabar ke sana, siapa tau ada ustad tampan yang nyangkut di hatiku he he" ucap Elina penuh harap.
-
-
-
-
Jangan lupa LIKE, VOTE & KOMEN YA.
tekan BINTANG 5 juga. terima kasih.
Satu minggu pun berlalu. Anisa sedang membantu Erika mengemas pakaian dan beberapa barang yang akan di bawa mondok.
" Barang barangnya mau dibawa semua De?" tanya Anisa.
" Iya ka"
Setelah selesai berkemas, Anisa dan Erika pun membawa tas berisi barang barang itu ke depan rumah, Anisa sudah menggunakan gamis dan kerudung. Tante Ayu pun mendekati mereka.
" Sudah siap?" tanya tante Ayu.
" Sudah tante, tapi aku lagi nunggu Elina, dia mau ikut sama kita" ucap Anisa.
Tidak lama kemudian Elina datang.
" Asalamualaikum"
" Waalaikum salam"
" Lin, kita mau kepesantren loh, ko kamu pakai dres sih" ucap Anisa mengingatkan.
" Aku lupa" ucap Elina sambil menepuk jidatnya.
" Ya sudah kau pakai bajuku saja" pinta Anisa. Elina pun pergi ke kamarnya Anisa untuk mengganti bajunya. Setelah selesai, mereka pun langsung menaiki taxi.
" Bismilahirahmanirahim" mereka pun berdo'a terlebih dahulu sebelum berangkat.
" De, tadi ayah telpon kaka, dia minta maaf karna tidak bisa mengantarmu ke pondok pesantren. Ayah titip salam untukmu" tutur Anisa. Erika pun mengangguk.
" Waalaikum salam"
" Mudah mudahan aku mendapatkan teman yang pintar dan cerdas di sana biar aku juga ketularan pintar" ucap Erika penuh harap.
" Amiin"
Perjalanan pun di mulai, memakan waktu kurang lebih 3 jam hingga sampai di pondok pesantren. Setelah sampai, Erika pun tersenyum saat menatap plang pondok pesantren itu di gerbang utama.
" Ayo turun" pinta tante Ayu. Mereka pun turun dari taxi.
" Tante sudah mendaftarkanmu seminggu yang lalu, jadi sekarang kita tinggal bertemu dengan pemilik pesantren" tutur tante Ayu. Tiba tiba ada seorang laki laki memakai sarung, baju koko serta kopeah mendekati mereka, dia adalah ustad Azam (41 tahun) salah satu pengajar di sana. Ustad Azam pun mendekati mereka.
" Asalamualaikum" ucap ustad Azam.
" Waalaikum salam" jawab mereka.
" Dari Jakarta?" tanya ustad Azam.
" Iya kami dari Jakarta, sebelumnya kami sudah mendaftar terlebih dahulu atas nama Erika Maharani" jawab tante Ayu. Ustad Azam pun mengangguk.
" Mari ikut saya" pinta ustad Azam. Mereka pun mengikuti ustad Azam untuk pergi ke rumah pemilik pesantren. Mereka nampak terpaku dengan pemandangan yang ada di pesantren itu. Ustad Azam pun sedikit bercerita tentang pesantren di sela sela langkahnya.
" Pemilik pesantren ini namanya kiyai Husen, karna kiyai Husen sudah pensiun, jadi pesantren ini dipimpin oleh putra putranya yaitu ustad Soleh (34 tahun) dan ustad Usman (31 tahun) serta di bantu oleh menantunya yaitu ustad Riziq (24 tahun). Kiyai Husen mempunyai 2 orang putra yaitu ustad Soleh dan ustad Usman serta satu orang putri yaitu Aisyah (29 tahun). Mereka semua sudah berumah tangga" tutur ustad Azam. Tiba tiba Erika terdiam.
" Ustad boleh saya tanya sesuatu?" ucap Erika.
" Tentu" jawab ustad Azam.
" Kalau ustad Riziq menantunya kiyai Husen berarti dia adalah suaminya Aisyah?"
" iya betul" jawab ustad Azam.
" Kalau mereka suami istri, lantas kenapa ustad Riziq usianya 5 tahun lebih muda dari istrinya?" tanya Erika. Anisa langsung menutup mulut adiknya itu.
" Maaf ustad, Erika sudah lancang bertanya" ucap Anisa. Ustad Azam pun langsung tersenyum.
" Jawabannya Jodoh" ucap ustad Azam.
Sesampainya di rumah kiyai Husen. Nampak pintu rumah terbuka.
" Asalamualaikum" mereka mengucap salam. Tiba tiba terdengar keributan di dalam rumahnya kiyai Husen.
" Umiiiii ka Usman rese nih mi, masa dia bilang aku perempuan genit, padahalkan aku cuma genit sama suamiku" Teriak Aisyah di dalam rumah.
" Itu sendirinya ngaku kalau kau memang genit" ejek ustad Usman sambil berteriak.
" Menyebalkanmu memang naudzubilah" teriak Aisyah. Mereka malah perang adu lempar bantal. Aisyah dan ustad Usman memang sering berantem namun saling menyayangi sebagai adik kakak. Tiba tiba satu lemparan bantal melayang menerobos pintu yang terbuka itu hingga mendarat tepat di wajahnya ustad Azam.
BRUGH.
" Astaghfirullah Alazim" ucap ustad Azam sambil memegangi bantal itu. Para tamu dari Jakarta pun hanya bengong menatap ustad Azam dan mendengarkan perdebatan antara Aisyah dan ustad Usman di dalam rumah. Tiba tiba ustad Soleh datang.
" Asalamualaikum"
" Waalaikum salam"
Ustad Azam pun mengusap ngusap wajahnya yang terkena hantaman bantal.
" Kenapa ustad?" tanya ustad Soleh.
Ustad Azam hanya menjawab dengan memperlihatkan bantal dan menunjuk ke arah rumah. Ustad Soleh dapat mendengar keributan yang diciptakan oleh adik adiknya itu.
" AISYAAAAAAH... USMAAAAAN" teriak ustad Soleh dengan nada mengancam. Seketika keributan langsung hilang, hilang bersama orang orangnya juga.
" Maaf ustad" ucap ustad Soleh.
" Tidak apa apa, oh iya ustad, ini ada rombongan dari Jakarta" ucap ustad Azam. Ustad Soleh pun mengangguk tersenyum.
"Silahkan duduk, maaf cuma di atas tikar" ucap ustad Soleh.
" Tidak apa apa" jawab tante Ayu.
Aisyah pun datang membawa minuman dan menaruhnya di hadapan mereka.
" Terima kasih"
Setelah ustad Soleh membaca data data Erika. Ia sudah tau kalau Erika adalah anak yang cerdas. setelah lama ngobrol ngobrol, ustad Soleh pun menyuruh Aisyah untuk mengantarkan Erika.
" Aisyah, kau antarkan Erika ke asrama putri. Kamarnya no.12 A" ucap ustad Soleh.
" iya ka"
Aisyah pun mengantarkan Erika dan yang lainnya ke asrama putri. Di perjalanan Erika berbisik pada Anisa.
" Ka, ka Aisyah ini yang suaminya berondong itu ya?" bisik Erika pada Anisa.
" Sssttth" Anisa mengisyaratkan adiknya untuk diam.
Sesampainya di depan asrama putri.
" Nah Erika, ini asrama putrinya, kamar kamu no.12 A, satu kamar akan di huni oleh 3 orang santri putri. Ka Aisyah tinggal dulu ya, semoga kamu betah mondok di sini" ucap Aisyah sambil tersenyum.
" Terima kasih ka Aisyah"
Aisyah pun mengangguk.
" Asalamualaikum"
" Waalaikum salam"
Aisyah pun pergi dari asrama putri.
" Ayo masuk" pinta tante Ayu. Mereka pun mengucap salam terlebih dahulu sebelum masuk. Di lihatnya kamar berjejer rapih. Dan di setiap pintu sudah ada nomer dan nama para santri penghuni kamar. Erika pun membaca satu persatu nama kamar yang ada di asrama itu.
" No 6 A, Bidadari surga. no.7 A Malaikat bersayap, no 8 A cantik itu anugrah, no 9 A Wanita surga, no 10 A Cinta untuk Allah, no 11 A Penghuni surga. dan 12 A Dedemit Alam gaib"
Tiba tiba mereka terdiam dan berhenti di kamar no 12 A.
" Erika, bukannya kamar no 12 A itu nomer kamarmu ya" ucap Elina.
" Hmmm"
" Tapi ko namanya dedemit alam gaib sih, kamar yang lain namanya bagus bagus, jangan jangan penghuni di dalam itu tuyul sama wewe gombel" tutur Elina.
" Kau jangan menakuti Erika" gerutu Anisa.
" coba baca siapa nama santri yang menempati kamar ini" ucap tante Ayu. Erika pun membacanya.
"ZAHIRA RAHMADIA ALFIQRI"
" Namanya bagus, masa iya tampangnya mirip dedemit" ucap Elina. Saat mau membuka pintu kamar, terdengar suara seorang perempuan mengaji di dalam kamar.
" Abadam bima, kapirim bihi, awanum baina"
Semua nampak terdiam di pintu setelah mendengar suara perempuan mengaji.
" Sepertinya kita salah kamar ka, di dalam ada yang mengaji iqro, itu artinya ini kamar anak kecil" ucap Erika.
" Sepertinya begitu, coba tanya sama santri yang lain" ucap tante Ayu. Anisa pun bertanya pada salah satu santri yang kebetulan lewat.
" Permisi de, numpang tanya, kamar no 12 A dimana ya?" tanya Anisa. Santri itu pun menunjuk pada kamar yang ada di hadapannya itu.
" Tuh kan bener yang ini"
" Apa penghuni kamar ini seorang dedemit?" tanya Elina.
" Bukan. Dia adalah Zahira. Saya ingatkan sebelum masuk kamar ini kalian harus banyak banyak baca istighfar dan jangan lupa minum obat sakit kepala dulu sebelum dia membuat kepala kalian migren"
" Memangnya kenapa?" tanya Erika.
" Zahira itu menyebalkannya naudzubilah, kalian pasti akan dibuat pusing olehnya. Dia adalah murid sekaligus santri fenomenal disini" tutur santri putri itu. Setelah menjelaskan santri putri itu pun pergi. Mereka kembali terdiam.
" Bagaimana De, mau pindah kamar?" tanya Anisa.
" Nngak, aku tidak takut sama Zahira"
Erika pun langsung mengetuk pintu.
Tok tok tok
" Asalamualaikum"
-
-
-
-
-
**Cerita ini dibuat hanya untuk hiburan semata, jika ada perkataan atau perbuatan yang menyinggung atau tidak sesuai dengan kenyataan, harap jangan ditiru.
Tidak ada sedikit pun niat dalam hati untuk merendahkan apapun, siapapun.
Terima kasih**.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!