Siang hari di kios bunga
"Nek, sudah waktunya pulang!
" ujar Shella.
"Iya Shel !" nenek Shema mulai mengemasi barangnya.
"Nenek pulang dulu ya Sel".
"Iya Nek hati-hati!"
"Kamu harus pulang juga, istirahatlah jangan bekerja terlalu keras."
"Iya nanti setelah bunga yang aku jual di taman habis ya, Nek!"
"Pulangnya jangan terlalu malam kalau tidak habis biarkan saja besok pagi bisa kita jual lagi di kios."
Shella terus memasukkan beberapa bunga ke dalam keranjangnya.
Shella harus bekerja sebagai tukang penjual bunga keliling untuk menambah uang agar bisa membayar hutang hutangnya kepada lintah darat.
"Shel...", sapa Bella sahabatnya.
"Bella, kenapa kamu ada disini? Bukannya kamu kuliah?".
"Aku membolos, aku merindukanmu Shella.
Semenjak kamu tidak ada di kampus aku kesepian."
"Itu semua akal-akalan kamu saja.
Ya sudah aku mau berjualan dulu.
Kapan-kapan kita bertemu dan cerita lebih lama ya.
" Shella berjalan meninggalkan sahabatnya.
Di dalam hatinya memiliki rasa cemburu karena sahabatnya bisa melanjutkan pendidikan di bangku kuliah.
Sementara dia harus berhenti karena bekerja mencari uang untuk menutupi semua hutang keluarga.
Di taman yang biasanya ramai dengan pengunjung yang menikmati sore mendadak sepi.
Tidak ada orang yang duduk di kursi taman, tidak ada anak kecil yang bermain bola dan tidak ada orang yang sekedar bernyanyi berkumpul bersama.
"Kenapa taman jadi sepi?
Ada apa ini?
" Ucap Shella saat sampai di taman tempatnya berjualan bunga keliling.
Shella terus berjalan mengelilingi taman tapi taman berubah seperti kuburan tanpa penghuni.
Shella terus berteriak menyorak kan barang dagangannya.
"Bunga... bunga.. Ada yang mau beli bunga segar?"
"Bunga.. bunga.. ada bunga mawar.. bunga lily."
Shella terpaksa duduk di bangku kosong itu sambil melihat sekelilingnya.
Tapi tidak ada satu pun yang menarik perhatiannya.
Wanita itu bangun dari kursi dan hendak pergi saja karena tidak akan laku kalau menjual bunga di tempat yang sepi.
Suasana yang sunyi membuat pendengarannya lebih tajam.
Wanita itu berusaha mendengar ada suara orang minta tolong tapi dia tidak tahu berada dimana.
"To...lo...ng..." suara yang sangat pelan sehingga tidak ada satu pun yang mendengarnya.
"To... lo... ng..." suaranya sedikit keras karena sudah berusaha sekuat tenaga.
Shella mendengarnya dan mencari keberadaan suara itu.
Wanita itu terus berputar-putar mencari arah suara.
"OH TUHAN... Kamu kenapa?
" Shella melihat seoang pria yang terluka dan penuh dengan darah.
Dengan langkah yang tidak menentu, Shella mendekat dan melihat kondisinya.
Shella menggunakan kakinya untuk memastikan kalau pria itu masih hidup atau sudah tidak bernyawa lagi.
"Tolong aku." Ucapan pria itu membuat Shella yakin kalau pria itu masih hidup.
Pria itu memegang perutnya yang mengeluarkan darah cukup banyak.
Shella mendekat dan mengambil syal yang dipakainya untuk menekan darah di perut agar tidak keluar.
"Kamu kenapa? Kenapa bisa ada disini dengan tubuh penuh darah?
" Ucap Shella yang memperhatikan seluruh tubuh pria itu yang masih menggunakan setelah jas dan kemeja putih yang telah berganti warna menjadi merah.
"Apa ini sakit? Ini luka tembak?
" Tanya Shella sambil menunjuk luka di perut pria itu.
Pria itu hanya memperhatikan wanita yang banyak tanya di hadapannya.
Shella ingin memanggil bantuan tapi saat Shella ingin berteriak mulut gadis itu langsung di tutup dengan tangannya yang penuh darah.
Shella terkejut dan melihat ke arah pria itu.
Sang pria yang terluka menggelengkan kepalanya agar Shella tidak berteriak.
Wanita ini Shella apa yang dimaksud olehnya.
Shella melihat disekelilingnya untuk mencari cara agar menyelamatkan pria ini.
Tapi tidak ada cara atau petunjuk untuk membawanya.
"Apakah kamu masih sanggup berdiri saat aku bantu?
Kita harus segara menghentikan pendarahan ini."
"A..ku... ma... sih... sanggup." Dengan terbata-bata menahan sakit pria itu menjawab pertanyaan wanita yang menolongnya.
Shella semakin mendekat dan mengambil tangan pria itu untuk di kalungkan ke pundaknya agar membantu pria terluka berdiri.
"Aaaaaaa..." rintihan sakit pria itu membuat Shella merasa kasihan.
"Tolong bertahanlah! Jangan mati aku tidak mau masuk penjara.
Aku akan membantumu mengobati lukamu
" Ucap Shella yang memapah tubuh pria itu.
Tubuh pria itu sangat tinggi dari tubuhnya dan berat badannya juga membuat wanita ini kewalahan memapahnya.
"Maafkan aku kalau jalannya seperti ini, tubuhmu sangat berat."
Pria itu tidak bisa banyak bicara karena sakit sekujur tubuhnya membuatnya susah berbicara.
Mereka berjalan menuju rumah Shella.
Pria itu terus melihat ke sekitar untuk melihat apakah musuh masih mengincar keberadaannya.
Pistol yang ada di dalam jasnya sudah tidak dapat di gunakan lagi karena kehabisan peluru.
Shella terus memapahnya hingga sampai ke dalam rumah.
Mereka cukup jauh berjalan dan tubuh wanita itu kesakitan membawa pria yang badannya jauh lebih tinggi dan besar.
Pria itu di baringkan di atas sofa ruang tamu milik Shella.
Rumah peninggalan orang tuanya hanya memiliki sedikit barang karena sudah di jual untuk membayar hutang.
Sebuah sofa tua menjadi tempat tidur pria yang terluka itu.
Pria itu tergolek lemas di atas sofa reyot milik Shella.
Wanita ini mengambil nafas yang panjang setelah membawa tubuh besar itu.
Pria itu masih sadar dan melihat ke sekelilingnya.
Shella yang sudah berlari ke dapur untuk mengambil air untuk membersihkan semua darah yang ada di wajah pria itu.
"Maaf, aku harus membersihkan darah yang ada di wajahmu?".
Pria itu masih memegang perutnya dan merasakan sakit.
Pria itu memperhatikan Shella yang menghapus semua darah di wajahnya.
"Tuan, aku akan memanggil temanku yang kebetulan seorang perawat di rumah sakit. Jadi dia bisa membantu untuk mengobati luka diperutmu!"
Sebelum dia meninggalkannya, tangan Shella di tahan oleh pria itu.
"Apa ini rumah mu?"
"Iya, Tuan,,,Anda berada dirumahku.
Tenang saja tidak akan ada orang yang akan datang kesini.
Rumahku sangat terpencil dari taman tadi."
Pria itu melepaskan pegangan tangannya dan Shella memanggil temannya yang ada di samping rumah.
Shella datang membawa beberapa peralatan medis milik temannya.
"Tuan, maaf apa bisa di buka bajunya biar mudah mengobati lukanya.
" Ucap Shella mulai canggung.
Perlahan pria itu membuka jasnya dan kembali merasakan sakit di bagian punggungnya.
Pria itu kesusahan untuk membuka jas dan kemeja yang di pakainya.
"Apa mau aku bantu?", Shella masih takut kalau pria itu menganggapnya mengambil kesempatan.
Tapi anggapan Shella salah, pria itu mengizinkannya untuk membantu melepaskan jas dan kemeja.
Shella mendekat dan membantu pria itu membuka pakaiannya.
Mereka sangat dekat sehingga jaraknya pun hanya beberapa senti saja.
Pria itu menatap wajah gadis yang ada di hadapannya.
"Gadis ini sangat cantik dan juga baik."Ucapnya di dalam hati.
Tapi semua itu segera berlalu saat teman Shella datang untuk membantunya mengeluarkan peluru.
"Shel, kamu yakin tidak membawanya ke rumah sakit?
"Iya, dia tidak mau di bawa kerumah sakit.
Aku juga takut ditanya-tanya sama polisi.
Ya sudah bantu saja dia dan kamu jangan beritahukan kepada siapa pun."
"Baiklah, tapi apapun yang terjadi jangan libatkan aku ya."
"Ok"
Teman Shella mulai mengeluarkan peluru yang ada di perut pria itu.
"Mungkin ini sedikit sakit, apakah kamu bisa menahannya", ucapa teman Shella saat ingin mengeluarkan peluru.
"Lakukan saja, aku akan menahannya."
Shella yang melihat pria itu mulai pucat dia tidak tega.
"Kamu bisa memegang tanganku untuk menahan sakitnya.
" Mereka berdua saling menatap.
Shella hanya tersenyum agar pria itu mau menerima bantuannya.
Pria itu menggenggam tangan Shella untuk membantunya menahan sakit.
Temannya Shella membuka syal yang sudah penuh dengan darah dan Shella memalingkan wajahnya saat luka dan bentuk tubuh pria itu terlihat jelas.
Shella ingin melihatnya tapi dia takut kalau pria itu mengira dirinya mencuri kesempatan melihat tubuhnya yang seksi.
"Kamu takut darah?", ucap pria itu yang memperhatikan wajah Shella yang melihat ke arah lain.
“Tidak, aku takut kamu marah."
"Marah kenapa?"
"Aku takut kamu akan mengira aku mencuri kesempatan melihat tubuhmu yang polos."
Semuanya tertawa mendengarkan perkataan gadis ini.
Pria itu sengaja menggodanya dan mengalihkan perhatiannya karena berusaha menahan sakit saat teman gadis itu menuangkan alkhol di dekat lukanya.
Pria itu tersenyum melihat tingkah wanita ini.
"Masih ada wanita yang malu melihat tubuh laki-laki.
Aku kira dia akan menginginkannya seperti wanita lain.
" Ucapnya kembali di dalam hati menilai tentang wanita yang telah menyelamatkannya.
"Aaaaaaaaaaaaaaaa."
Setelah mengeluarkan peluru dari dalam perutnya, pria itu pingsan karena sakit saat pelurunya di cabut.
Shella membersihkan semua noda darah seluruh tubuh pria itu.
Setelah infus dipasang, teman Shella kembali ke dalam rumahnya.
Melihat pria itu tertidur tanpa menggunakan baju karena seluruh bajunya sudah di cuci oleh Shella.
Wanita itu mengambil selimut dan menutupinya.
Shella meninggalkannya pria yang masih tertidur.
Dia kembali ke kios bunga untuk meletakkan semua bunga yang di bawa nya tadi.
Tidak ada satu bunga pun yang berhasil di jualnya.
Shella membelikan makanan untuk dirinya dan pria itu.
Shella memilih bubur agar pria itu mudah memakannya.
Hari sudah semakin gelap, bulan sudah bersinar dengan terang saat wanita itu kembali datang ke rumahnya.
Dia melihat pria itu sudah membuka mata dan melihat ke arah langi rumahnya.
"Anda sudah bangun Tuan?
Maaf saya tadi meninggalkan anda sendirian, saya hanya membeli makanan untuk anda."
Shella membawa bubur yang telah di pindahkannya ke dalam mangkok dan sebuah air untuk pria itu.
"Tuan, sebaiknya anda makan biar anda memiliki tenaga dan anda cepat sembuh.
" Pria itu menatap Valeri dan dia tidak menjawabnya.
Shella telah duduk di sampingnya dan semangkuk bubur untuk disuapi ke pria itu.
"Terima kasih kamu sudah membantuku dan merawatku.
"Sama-sama Tuan, tapi maaf anda hanya bisa tidur di sofa jelek ini.
Disini hanya punya 1 kasur itupun untuk aku tidur."
"Tidak apa, ini sudah lebih dari cukup."
Shella menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulut pria itu.
"Jangan panggil aku Tuan, panggil saja namaku
Willy.
"Baik Tuan, eh maksudku Willy.
Kamu bisa memanggilku Shella.
" Wanita itu kembali menyuapkan buburnya.
"Wanita ini sangat baik dan telaten merawatku."
Willy terus memperhatikan Shella dalam merawatnya.
"Willy, bolehkan aku bertanya?".
"Tanyakanlah Shell apa yang mau kamu tanyakan!"
"Apa ada orang yang ingin membunuhmu? Lalu kenapa kamu ada di taman sendirian padahal taman sangat sepi tadi."
"Iya ada yang berusaha membunuhku.
" Willy terpaksa mengatakannya tapi memang benar ada yang ingin melenyapkan nyawanya.
Tragedi tembak menembak memang terjadi di taman itu tapi Willy tidak mau menyampaikannya.
"Aku bersembunyi disana agar mereka tidak berhasil membunuhku."
“Kenapa kamu ingin di bunuh? Apa kamu membuat kesalahan?".
Pertanyaan Shella membuat Willy tidak suka dan menatapnya.
"Maaf, kalau aku banyak bertanya."
Shella terus menyuapi bubur ke dalam mulut Willy hingga habis.
“Kamu tinggal sendirian disini?"
Shella mengambil tisu untuk membersihkan sisa makanan yang ada di bibir Willy.
"Iya, aku sendirian."
"Orang tuamu tidak ada?"
Pertanyaan Willy membuat Shella menghentikan tangannya yang akan mengambil gelas untuk di minumkan kepada Willy.
"Kedua orang tuaku sudah meninggal 1 tahun yang lalu."
"Maaf, aku tidak tahu."
"Tidak apa, kita yang bernyawa pasti akan meninggal.
" Shella memberikan minuman kepada Willy melalui sedotan.
"Di minum obatnya biar cepat sembuh."
Shella memberikan obat agar Willy meminumnya.
Willy terus memperhatikan wajah Valeri yang terlihat sedih setelah menyebut orang tuanya meninggal.
Willy merasa bersalah.
"Kamu bisa istirahat saja...Aku tinggal bekerja tidak apa-apa?
" Kata Shella setelah selesai mengurus Willy.
"Kamu bekerja? Inikan sudah malam?".
"Iya aku hanya bekerja sampai jam 11 saja.
Tapi kalau kamu masih butuh aku, aku akan meminta izin kepada bos untuk tidak masuk kerja."
Willy serba salah karena dia tidak ingin Shella meninggalkannya dengan kondisi yang seperti ini.
Tapi Willy juga tidak bisa menahannya.
"Pergilah, aku bisa sendiri.
Tapi dimana jas yang aku kenakan tadi ya shell?
"kemudian pergi Shella mengambilnya dan memberikannya kepada Willy.
“Ini Jas mu."
"Tolong ambilkan sesuatu di dalamnya.
Dikantong bagian dalam sebelah kanan."
Shella memasukkan tangannya dan mengeluarkan benda itu.
"Aaaaaaaaaaa."
Wanita itu terkejut saat dirinya memegang pistol milik Willy.
Pistol itu terjatuh kelantai.
"Apakah itu milikmu Will?"
"Iya, itu senjataku.
Tolong ambil kantong disebelah kirinya."
"Tidak, katakan itu apa lagi.
" Shella ketakutan kalau itu akan pistol lain yang dimiliki Willy.
"Ambil saja ,dan bantu aku."
Shella mengambilnya ternyata beberapa peluru.
Gadis itu memberikannya kepada Willy.
Willy meminta Shella mengisinya ke dalam senjata itu.
Awalnya Shella tidak mau tapi Willy terus meminta bantuan dan Shella di bantu oleh Willy.
"Aku harus berangkat sekarang, agar tidak terlambat "
Shelly pergi setelah berpamitan dengan Willy.
Pria itu kembali memilih tidur karena tidak tahu harus mengerjakan apa saat tubuhnya lemah seperti saat ini.
Setelah beberapa hari, kondisi Willy mulai membaik.
Infus di tangannya sudah di lepas.
Willy juga sudah bisa kembali berjalan hanya untuk ke kamar mandi.
Shella terus merawatnya dan membantunya untuk mengganti perban yang ada di perut dan di punggung.
"Lukanya sudah mulai mengering.
Apa kamu tidak ingin menghubungi keluarga agar bisa menjemputmu?"
"Kamu ingin mengusirku?"
"Oh tidak..tidak, bukan seperti itu.
Aku takut keluargamu akan khawatir mencarimu karena beberapa hari ini kamu tidak pulang."
"Tidak usah pikirkan itu."
Shella terus memberikan obat ke pada Willy.
Pria itu terpesona melihat kecantikan Shella dan kebaikan hati gadis itu.
Setelah selesai mengobati Willy, wanita itu akan mengambil makanan untuk Willy tapi Shella mendengar ada suara orang berteriak memanggil namanya.
"Shellaàaaaaaaa...!"
"Shella, keluar sekarang juga atau aku dobrak pintu rumahmu ini"
Shella berjalan menuju pintu rumah dan melihat orang yang terus berteriak memanggil namanya.
Shella terkejut melihat dua orang penagih hutang datang untuk meminta bayarannya karena sudah 3 hari Shella tidak membayarnya.
"Siapa Shell?", tanya Willy yang sedang menggunakan bajunya setelah di ganti perban oleh Shelly.
"Tidak apa, kamu tetap di dalam ya,,, Aku akan menemuinya."
Shelly keluar dari rumah dan kembali menutup pintu agar mereka tidak masuk dan melihat keberadaan Willy.
"Kenapa kalian datang kesini?
Aku pasti membayar hutangnya."
"Apa? Membayar hutang? Ini sudah 3 hari kamu tidak membayarnya.
Kapan akan kamu bayar".
"Aku akan membayarnya segera.
Aku kemarin sakit dan perlu biaya untuk membeli obat."
"Aku tidak peduli yang penting kamu harus membayarnya segera.
Semakin lama semakin banyak bunganya dan kamu tidak akan sanggup lagi membayarnya atau kamu mau menyerahkan tubuhmu kepada Bos."
Shelly menggeleng sambil menangis membayangkan dirinya akan di sentuh oleh pria tua yang menjadi lintah darat.
Willy memperhatikan dan mendengarkan semua percakapan mereka dari balik jendela.
Willy juga memperhatikan bagaimana kepala Shella yang sengaja di tunjuk-tunjuk dengan jari mereka.
Willy ingin membantunya tapi Willy tidak bisa keluar begitu saja takut kalau masih ada musuh yang mencarinya.
Willy mengepalkan ke dua tangannya saat melihat Shella menangis dan di dorong hingga terjatuh oleh orang itu.
Willy tidak tega melihat wanita baik itu menanggung semuanya sendirian.
Shella menghapus air matanya dan mencuci muka dengan air yang di tampung di depan curah saat hujan.
Shella masuk ke dalam rumah dan melihat Willy duduk sambil memperhatikannya.
"Aku akan mengambilkan makanan mu. Tunggu sebentar!"
Willy terus memperhatikan gerak gerik Shella.
Dia menyembunyikan semua penderitaannya seorang diri dan tidak pernah membaginya kepada siapapun selain Nenek Shema.
"Ini makananmu.
Kamu bisa memakannya sendirikan.
Aku harus pergi bekerja kembali.
"Shella meletakkannya di atas meja dan hendak pergi tapi Willy menahannya.
Shella kembali duduk di sofa sebelah Willy.
Wanita itu menunduk karena dia tahu kalau Willy pasti mendengar keributan tadi dengan lintah darat yang menagih hutang.
Willy menarik Shelly ke dalam pelukannya.
Wanita itu menangis dalam dekapan Willy.
Willy tahu kalau wanita itu memendam kesedihannya.
Willy sendiri tidak tahu kenapa dirinya sangat peduli kepada wanita ini.
Padahal orang tahu kalau dirinya sangat dingin dan kejam.
Tapi saat wanita ini menderita sisi yang entah datang dari mana bisa membuatnya ikut merasakan kesedihan dari wanita yang telah menolongnya.
Setelah merasa lega menangis di pelukan Willy, Shella melepaskan pelukannya dan tanpa sengaja mereka berdua saling menatap sangat dekat.
Hidung mereka saling bersentuhan.
Dor.. Dor.. Dor..
"Kejar mereka jangan sampai lolos."
Suara tembakan yang saling bersahutan antara ke dua mobil membuat telinga menjadi pekak.
Serangan terus terjadi di jalan raya.
Mereka saling memacu kendaraan secepat mungkin agar tidak tertangkap.
Satu tembakan berhasil melumpuhkan lawan dan mobilnya berhenti tepat berada di bahu jalan.
"KELUAR KAU BAJINGAN!"
Teriakan seorang pria yang menggunakan pakai hitam dengan ke setanan.
Teriakan itu berasal dari Jack, anak buah serta orang kepercayaan Willy yang sedang mencari keberadaan Bos nya.
Jack sama kejamnya dengan Willy, mereka sama-sama tidak memiliki rasa belas kasihan.
"Ampun Tuan."
"AMPUN KATAMU, DIMANA BOS KAMI KALIAN SANDERA?
JAWAB!".
Jack menendang kaki yang menjadi musuhnya.
"Kami tidak ada menyanderanya Tuan, saat peristiwa satu minggu yang lalu, kami juga kehilangan keberadaan dia.
Setelah tembak menembak Tuan Willy berhasil lari dan kami tidak menemukannya."
Jack memperhatikan retina mata lawannya dan tidak ada kebohongan disana,,,,Jack pun mempercayainya.
"Baiklah aku mempercayaimu."
Dor...
Satu tembakan tepat di kening pria itu telah membuatnya kehilangan nyawa di tangan Jack.
"Bagaimana Tuan Jack, kita tidak tahu Bos ada dimana?
Ini sudah satu minggu kalau sampai besok Bos tidak kembali maka kepemimpinan Bos akan menjadi taruhannya."
"Kita akan mencarinya bagaimanapun juga.
Pastikan anak buah terus mencari keberadaannya."
"Baik Tuan."
Ditempat lain..
"Aku berangkat kerja dulu, semua makanan ada di atas meja, kamu jangan lupa minum obatnya."
Shella terlihat canggung saat berhadapan dengan Willy.
Dia terburu-buru meninggalkan rumah dan mengambil sepedanya.
Shella kembali bekerja di kios bunga milik nenek Shema.
Willy yang masih duduk di sofa reyot milik Shella masih diam mematung karena apa yang telah dilakukannya.
"Willy, apa benar ini dirimu Willy Sandros. Seorang mafia kejam yang berubah menjadi Willy yang lemah di hadapan wanita."
Willy berbicara dengan dirinya sendiri sambil menampar pipinya agar kembali sadar.
Willy tidak percaya apa yang terjadi dengannya.
Willy menyentuh bibir Shelly dengan bibirnya.
Selama ini dia tidak pernah merasakan debaran yang begitu kuat saat bersentuhan dengan wanita.
Willy harus kembali sadar dan kembali kepada dirinya sebagai ketua mafia yang dingin dan kejam.
Willy selama ini bekerja sebagai penyedia narkoba berupa kokain dan heroin di Eropa.
Siapa yang tidak mengenal Willy Sandros.
Willy merupakan anak pertama dari dua orang saudara.
Willy sudah didik oleh ayahnya untuk menjadi ketua mafia menggantikannya Kelompok Sandros.
merupakan kelompok mafia ternama dan dikenal dunia.
Willy melihat ponsel Shella tertinggal dan mengambilnya.
Willy melihat seluruh pesan dan galeri fotonya.
Willy tidak menyangka kalau Shella memiliki hutang yang banyak kepada lintah darat.
Foto yang di lihat pria itu membuat senyuman manis yang terpancar dari wajahnya.
Tapi buru-buru langsung di hilangkannya.
Shella menekan nomor ponsel orang kepercayaannya.
"Jack, ini aku Willy.
Jemput aku dekat bukit di taman bunga.
Aku akan menunggumu 15 menit lagi."
Jack yang mendengar suara Bos nya terlihat gembira itu artinya Willy telah selamat dari musuh.
"Baik Bos, saya akan menjemput sekarang."
Willy mengganti baju dengan jas yang sempat terkena darahnya.
Shella telah mencuci bersih dan menyimpannya di dalam kamar.
Willy melihat kamar Shella penuh dengan buku dan semua peralatannya.
Willy tidak menyangka kalau Shella merupakan siswa berprestasi tapi harus berhenti kuliah karena harus bekerja.
Di tambah lagi Willy mendengar kalau upah bekerjanya selana seminggu ini digunakan untuk membelikan makanan dan obat untuk dirinya.
Willy tidak mempunyai uang di kantongnya maka pria itu meninggalkan jam mahal yang melekat di tangan.
Willy meninggalkan rumah Shella dengan membawa obat dan ponsel milik Shella agar tidak ada yang melacak keberadaannya selama dirumah gadis itu.
Pria itu bertemu dengan orang kepercayaannya dan meninggalkan semua kenangan selama 1 minggu ini.
"Tuan, kita harus kembali menuju Meksiko. Mereka akan menurunkan anda dari ketua mafia.".
"SIAL! Mereka memang mencari mati, beraninya bermain bersamaku.
Kita kembali pulang."
Willy meninggalkan kota kecil itu dan membiarkan shella tidak mengetahui siapa identitasnya.
Suasana sudah gelap, shella kembali pulang setelah pekerjaannya selesai.
Wanita itu membelikan buah-buahan agar Willy segera sembuh.
Saat dia membuka pintu rumah dia tidak melihat keberadaan pria yang telah di tolongnya.
Shella mencari ke kamarnya dan tidak menemukan pakaian yang sudah di cucinya.
Shella hanya menemukan sebuah surat dan di atasnya ada sebuah jam mahal.
Maaf, aku harus pergi tanpa pamit.
Tapi terima kasih atas bantuanmu dalam merawatku.
Sebagai ucapan terima kasihku dan biaya perawatan selama aku sakit aku meninggalkan jam tangan ini.
Kamu bisa menjualnya dan membayar hutangmu.
Salam terimakasih Willy.
Shella terduduk di ranjangnya sambil memegang surat dan jam tangan itu.
Shella tidak menyangka willy pergi begitu saja saat hatinya merasakan ada sesuatu yang beda.
Shella hanya diam dan melihat jam pemberian Willy.
Wanita itu menyimpannya di dalam kotak lemari.
Sementara Willy berada dalam pesawat pribadinya sambil memegang ponsel Shella yang di ambilnya.
Pria itu menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari gadis yang telah menyelamatkannya.
Sampai di Meksiko, Willy di jemput oleh beberapa mobil dan anak buahnya yang berjejer menyambut ke datangan Bos mafia yang paling di takuti.
"Langsung ke mansion,,, Aku ingin menemui Ibuku."
Willy sekejam apa pun dirinya, dia selalu patuh kepada ibunya.
Willy akan tetap mencari keberadaan ibunya saat dia balik dari luar negeri.
Sampai di mansion mewah itu,Willy melihat ajudan Ibunya yang sedang menemai wanita cantik dengan usia sudah memasuki 50 tahun.
"Ibu, apa yang kamu lakukan? Ini sudah malam.
Apa kamu tidak tidur?".
Willy berjalan mendekat ke arah ibunya dan memberikan ciuman hangat kepada wanita yang telah melahirkannya.
Tatapan Willy tidak lepas dari Lisa, ajudan ibunya yang tidak mengajak sang ibu untuk istirahat.
"Jangan menatap Lisa seperti itu, dia tidak bersalah.
Ibu yang masih ingin duduk disini untuk menunggu ke datanganmu.
"Willy duduk berlutut tepat di hadapan Ibunya.
"Kemana saja kamu selama satu minggu ini.
Apa benar kamu ke Queretaro menemui gadis itu?"
Willy diam sambil menundukkan kepalanya.
Dia tahu kalau ibunya tidak menyukai gadis yang di temuinya sehingga dia mendapatkan luka tembak itu.
"Aku menyesal tidak mendengarkan perkataanmu,,,Bu. Aku tidak ingin membahasnya lagi."
Ibunya hanya bisa diam karena dia tahu kalau anaknya sudah mendapatkan jawaban atas ketidak
sukaannya kepada wanita itu.
"Kakak, kapan kamu tiba? Aku butuh bantuanmu'".
Adik Willy bernama Wilshen Sandros, seorang playboy yang selalu dapat menggoda setiap wanita hanya dengan satu kali lirikan mata.
"Apa lagi yang kamu lakukan?
Anak mana lagi yang sudah kamu hajar?".
"Bukan begitu Kak, aku kalah taruhan dan mereka mengambil mobil yang telah kamu belikan bulan kemarin.
Willy capek menghadapi adiknya yang tidak pernah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Willy mencium ibunya dan meninggalkan ruangan itu.
Wilshen langsung mengadu kepada Ibunya karena Willy tidak menyelesaikan masalahnya.
"Ibu, katakan sama Willy untuk membantuku mengambil mobilku.
Suruh Jack dan anak buahnya mengancam mereka dan mengambil kembali."
Wilshen merengek kepada ibunya.
Ibunya hanya diam dan meninggalkan Wilshen sendiri di ruang tamu.
Willy memanggil Jack dan menanyakan apa saja yang terjadi selama dia tidak ada.
Jack menceritakan semuanya termasuk keinginan Mark Lewis untuk menyingkirkan Willy dari kursi kepemimpinan sebagai ketua mafia di Black Devil Meksiko.
Mendengar cerita dari Jack, Willy sangat marah dan emosi.
Dia tidak menyangka kalau Mark ingin menjatuhkannya padahal Mark selalu terlihat baik dan Ayah Willy selalu membantunya.
"Jack kamu terus awasi kelompok Mark.
Ada hal yang mencurigakan langsung laporkan kepadaku."
"Baik Bos, bagaimana dengan urusan Wilshen dengan adiknya Oscar.
Mereka mengambil mobil Wilshen setelah kalah taruhan?".
"Biarkan saja, biarkan anak itu mengurus sendiri.
Kamu cukup minta anak buah untuk melindungi adikku."
Willy meninggalkan Jack untuk beristirahat tapi beberapa langkah berjalan Willy kembali berbicara.
"Oh ya Jack, aku ingin kamu mencari informasi mengenai pria yang sudah tidur dengan Beggi di Queretaro.
Bawa pria itu kehadapanku."
Willy lanjut jalan menuju kamarnya.
Dia ingin mengganti perban di perutnya dan untuk sekedar istirahat.
Saat sampai dikediamannya belum ada ketenangan yang di dapatkan seperti saat di rumah Shella.
Jack yang mendengar kalau kekasih Bosnya tidur dengan pria lain membuatnya tahu apa alasan Willy sangat marah dan membuang cincin pertunangannya saat di atas mobil menuju bandara untuk pulang ke Meksiko.
Willy masuk ke dalam kamar yang telah ditinggalkannya selama satu minggu ini.
Pria itu membuka semua pakaiannya dan melihat luka tembak yang ada di perutnya.
Willy membuka perban dan memberikan obat serta menutupnya lagi.
Willy teringat bagaimana Shella membantunya membersihkan luka dan mengobatinya.
Wanita itu sangat lembut dan penuh kasih sayang.
Willy tidak pernah mendapatkan wanita yang bisa melunakkan singa marah sepertinya.
Bayangan kebersamaanya bersama Shella terus terbayang apalagi bayangan saat Willy mencium Willy hatinya bergetar dan ada aliran listrik yang menjalar dalam darahnya.
Willy mencoba menutup mata agar bisa untuk tidur bersama bayangan wanita penjual bunga yang telah menyelamatkannya.
Baru menutup mata pintu kamar sudah di ketuk dari luar.
Tok... Tok..
Tok...
"Maaf Bos, apa anda sudah tidur?
Ada hal penting yang ingin saya sampaikan."
Mendengar suara Jack dari balik pintu Willy langsung bangun dengan umpatan yang keras.
"Fuck! Fuck! Sial! Apa aku tidak bisa tidur atau istirahat dalam rumahku sendiri."
Willy membuka pintu dan melihat Jack yang sedang menunduk karena takut dengan kemarahan Willy.
"Ada apa? Kenapa aku tidak bisa istirahat dan kamu selalu menggangguku."
"Maaf Bos, aku cuma mau menyampaikan kalau Wilshen di keroyok oleh adik Oscar bersama anak buahnya di klub malam."
"Fuck! Beraninya mereka menyentuh keluarga Sandros.
Dimana anak buah yang bersama dengannya?"
"Mereka kalah jumlah bos, sekarang bagaimana?".
"Siapkan anak buah, kita akan kesana sekarang.
Menyentuh keluarga Sandros akan menemui ajalnya."
Willy membanting pintu untuk kembali ke dalam kamar mengganti pakaiannya.
Willy mengambil jaket dan senjata Glok milik ayahnya dan senjata Glok lainnya yang selalu menemani Willy.
Ke dua senjata itu di simpan di balik jaketnya.
Willy dan Jack sudah bersiap untuk menjemput Wilshen bersama rombongan pasukan dengan 5 kendaran jeep body guardnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!